Anda di halaman 1dari 15

Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan

transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola


penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit
degeneratif yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas..
WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan
60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan
dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini
adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1
dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol,
akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke,
gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa
penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih
besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali
lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the International Society

of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh
dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10
penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.6,7 Di Indonesia
masalah hipertensi cenderung meningkat.

Apakah Hipertensi ?
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).

penyebab Hipertensi ?

1. 95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer,
namun umumnya dipicu oleh obesitas, asupan garam yang tinggi, dan kolestrol yang
tinggi
2. 5% disebabkan oleh Penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, ganguan
anak ginjal, dll atau disebut hipertensi sekunder.

Bagaimana gejalanya ?
1. Umumnya penyandang tidak merasakan sakit
2. Sakit Kepala
3. Pusing
4. Telinga berdenging
5. Jantung berdebar-debar
6. Mimisan, dll

Bagaimana diagnosisnya ?

Diperlukan beberapa data pendukung mengenai tekanan darah sebelum


penderita didiagnosa hipertensi. Secara umum, seseorang dikatakan hipertensi
apabila tekanan darah > 140/90 mmHg yang diukur lebih dari 2 kali dalam kurun
waktu berbeda serta pengukuran dilakukan dalam posisi duduk.

Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari penyakit menular dan


meluas ke penyakit tidak menular. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular
merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular
dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit. Penyakit tidak
menular (PTM) adalah penyakit yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan
infeksi mikroorganism tetapi juga bisa terjadi karena proses degenaratif. Sistem
surveilans (penyakit tidak menular/PTM) terdiri dari jaringan kerja sama dengan
lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga sosial masyarakat, serta organisasi
profesi yang bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans PTM adalah memberikan
informasi tentang kondisi penyakit tidak menular kepada para pengambil keputusan
dalam perencanaan dan pertimbangan.

Tujuan Khusus Surveilans PTM


1. Mencari model menurunkan risiko PTM
2. Menurunkan angka PTM
3. Mendapatkan data dasar PTM
4. Mengidentifikasi faktor risiko PTM
5. Mengevaluasi system pengendalian PTM

Langkah Langkah Surveilans Penyakit Tidak Menular


Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)

1. Identifikasi Penyakit Tidak Menular


Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic
berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Jenis-jenis. faktor risiko
terdiri dari:
1. Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik
2. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olahraga
2. Perencanaan pengumpulan data
a. Menentukan tujuan survailens
b. Tetapkan definisi
c. Tentukan sumber
d. Tentukan instrumen
e. Bagaimana sumber data
f. Bagaimna sistem
g. Tentukan indikator
3. Pengolahan dan penyajian data
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data
diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS,

lotus, exceldan lain-lain

4. Analisis dan interpretasi data


Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan
dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan
dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi
seperti rate,

proporsi,

rasio dan

lain-lain

untuk

mengetahui situasi,

estimasi dan prediksi penyakit. Setelah di analisis lalu di intepretasikan (di


bandingkan dengan daerah lain)
5. Diseminasi dan advokasi
Setelah data diaanalisis dan di interpretasi suatu penyakit tidak menular.
Maka data

tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk

membantu dalam penanggulangan penyakit tidak menular ini. Penyebarluasan


informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan
penyakit. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang
digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung jawab.
6. Evaluasi
Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi
manfaatnya . sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling
tidak salah satu dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat
mendeteksi kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus
penyakit.

Implementasi
Langkah langkah surveilans epidemiologi hipertensi

Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)


1.

Identifikasi Penyakit Hipertensi


Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic

berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Factor risiko penyakit


hipertensi antara lain :
a. Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik, gender, dan ras.
b. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olah raga, berat badan
berlebih, pola makan, stress, konsumsi alkohol, dan kondisi penyakit lain.
2. Perencanaan pengumpulan data
a. Menentukan tujuan survailens
Memberikan informasi tentang kondisi hipertensi kepada para pengambil
keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan
b. Tetapkan definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
c. Tentukan sumber data
Sumber data yaitu laporan puskemas dan laporan RS jumlah penderita hipertensi
d. Tentukan instrumen
Instrumennya yaitu manual dan elektronik
e. Bagaimana sistem
Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan
diambil rutin ke bawah
f. Tentukan indikator
Indikator faktor risiko penyakit(RR dan OR), indikator program (input. Proses,
output dan outcome), indikator morbidity, mortality, disability, indikator hasil
pemeriksaan tekanan darah
3.

Pengolahan dan penyajian data


Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk

tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data
diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS,
lotus, excel dan lain-lain

4.

Analisis dan interpretasi data


Data jumlah penderita hipertensi yang telah terkumpul di dianalisis dengan

melihat korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang


telah ditentukan sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk
mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian.
5.

Diseminasi dan advokasi


Setelah data diaanalisis dan di interpretasi, Maka data jumlah penderita

hipertensi tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk


membantu dalam penanggulangan hipertensi ini. Penyebarluasan informasi ini harus
mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan hipertensi. Cara
penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk
rekomendasi kepada pihak yang bertanggung jawab seperti Bupati, Walikota dan
DPRD.
6.

Evaluasi
Program surveilans hipertensi sebaiknya dinilai secara periodik untuk

mengevaluasi manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan


dampak yang positif berarti kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil.

KELEBIHAN:
1. Menyajikan data berupa prevalensi penyakit hipertensi di setiap provinsi.
2. Dilakukan analisis multivariat sehingga dapat diketahui proporsi responden.
3. Menunjukkan Nilai Prediktif Positif misalnya pada tahun 2000 sebanyak 972 juta
(26%) orang dewasa di dunia menderita Hipertensi.

4. Merencanakan program perencanaan dan penanggulangan penyakit hipertensi dengan


baik, melalui strategi dan peranan masing-masing unit kerja.
5. Kegiatan epidemiologi dilakukan melalui pendekatan beberapa faktor yang
mempengaruhi hipertensi, misalnya faktor keturunan, stres, usia, jenis kelamin dan
lain-lain.
6. Melakukan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah
setempat (local area specific)

KEKURANGAN:
1. Belum adanya pedoman yang berlaku secara nasional bagi penatalaksanaan Hipertensi,
maka perlu disusun buku Pedoman Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
2. Terlalu banyak faktor resiko yang dapat memicu hipertensi sehingga membutuhkan
waktu yang lama dan sumber referensi yang akurat dalam menganalisa hubungan
antar faktor dengan hipertensi.
3. Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada perbedaan proporsi asupan
sayur-buah yang berarti antara kelompok hipertensi dan kelompok kontrol, sehingga
risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna.
4. Berdasarkan analisis lanjut masih banyak masyarakat penderita hipertensi yang
belum terjangkau pelayanan kesehatan sehingga masih sedikit masyarakat yang
minum obat hipertensi.
5. Perlunya program peningkatan deteksi dini di masyarakat dan peningkatan sarana
pengobatan hipertensi di Puskesmas.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, jumlah penderita hipertensi penduduk


Indonesia
yaitu
224.743
jiwa
(34,9%)
dari
643,400
jiwa.

Masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya prevalensi di Indonesia dan di


setiap provinsi. Pada tabel di atas dapat dilihat, prevalensi hipertensi berdasarkan
pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2%.
Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan
terendah di Papua Barat (20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan
pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi dengan prevalensi tertinggi tetap
Kalimantan Selatan (35,0%), yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%).
Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat, prevalensi
secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan
terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah
24,2%, dan dua provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah

Sulawesi Utara (37,4%) dan Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di
Sulawesi Barat (13,9%). Perlu diketahui Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai
prevalensi hipertensi tertinggi ternyata cakupan tenaga kesehatan hanya 24,0%.
Hal ini berarti bahwa masih ada 76,0% kasus hipertensi di masyarakat belum
terdiagnosis.

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi kelompok usia 45-54 tahun dan
lebih tua selalu lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan kontrol.
Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia
18-24 tahun. Risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya
usia dan kelompok usia >75 tahun berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin,

proporsi laki-laki pada kelompok hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan lakilaki secara bermakna berisiko hipertensi 1,25 kali daripada perempuan.
Berdasarkan jenjang pendidikan, analisis multivariat mendapatkan responden yang
tidak bersekolah secara bermakna berisiko 1,61 kali terkena hipertensi
dibandingkan yang lulus perguruan tinggi, dan risiko tersebut menurun sesuai dengan
peningkatan tingkat pendidikan. Sementara berdasarkan pekerjaan, proporsi
responden yang tidak bekerja dan Petani/Nelayan/Buruh, ditemukan lebih tinggi
pada kelompok hipertensi dibanding kontrol. Proporsi hipertensi terendah
ditemukan pada responden yang bersekolah dan responden yang tidak bekerja
mempunyai risiko 1,42 kali terkena hipertensi dibandingkan responden yang
bersekolah. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi responden yang tinggal di desa
lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol. Namun hasil analisis
multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan risiko hipertensi yang bermakna.
Sementara dilihat dari status ekonomi, tidak ada perbedaan proporsi yang berarti
antara kelompok hipertensi dan kontrol.

Besarnya risiko faktor perilaku selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.
Berdasarkan perilaku merokok, proporsi responden yang dulu pernah merokok setiap
hari pada kelompok hipertensi ditemukan lebih tinggi (4,9%) daripada kelompok
kontrol (2,6%), dan risiko perilaku pernah merokok ini secara bermakna ditemukan
sebesar 1,11 kali dibandingkan yang tidak pernah merokok. Berdasarkan perilaku
konsumsi alkohol, proporsi mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan lebih
tinggi pada kelompok hipertensi (4,0%) daripada kontrol (1,8%). Risiko hipertensi
bagi mereka yang mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan bermakna, yaitu
sebesar 1,12 kali. Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada
perbedaan proporsi asupan sayur-buah yang berarti antara kelompok hipertensi dan
kelompok kontrol, dan risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna (Tabel 3).

Risiko hipertensi juga ditemukan tidak berbeda bermakna menurut konsumsi


makanan manis, makanan asin, maupun makanan yang berlemak. Pola konsumsi yang
ditemukan meningkatkan risiko hipertensi secara bermakna adalah konsumsi
minuman berkafein >1 kali/hari, yaitu 1,1 kali dibanding yang minum < 3 kali/bulan.

Berdasarkan status gizi, proporsi responden yang obese dan kegemukan lebih tinggi
pada kelompok hipertensi daripada kontrol. Secara bermakna, besarnya risiko
hipertensi pada kelompok obesitas meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15 kali, dan normal
1,44 kali dibandingkan mereka yang kurus. Obesitas abdominal juga mempunyai
risiko hipertensi secara bermakna (OR 1,40). Kelompok yang mengalami stres
mempunyai proporsi lebih tinggi (11,7%) pada kelompok hipertensi dibandingkan
pada kontrol (10,0%). Demikian halnya proporsi responden yang mempunyai riwayat
penyakit jantung, dan riwayat penyakit diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok
hipertensi daripada kontrol, namun tidak ada peningkatan risiko yang bermakna.

Semakin bertambahnya usia, angka kejadian hipertensi semakin meningkat. Pada


usia 20-34 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan
wanita yaitu 11,1%, sedangkan wanita sebesar 6,8%. Pada usia 35-44 tahun angka
kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 25,1 %,
sedangkan wanita sebesar 19,0%. Pada usia 45-54 tahun angka kejadian hipertensi
pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 37,1%, sedangkan wanita sebesar
35,2%. Pada usia 55-64 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi
dibandingkan wanita yaitu 54,0%, sedangkan wanita sebesar 53,3%. Pada usia 65-74
tahun angka kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu
64,0%, sedangkan pria sebesar 69,3%. Pada usia di atas 75 tahun angka kejadian
hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 66,7%, sedangkan pria
sebesar 78,5%.

Anda mungkin juga menyukai