Anda di halaman 1dari 10

1

BAB 1. PENDAHULUAN
Pada umumnya rasa lezat yang ditimbulkan pada masakan karena adanya
kandungan lemak, seperti pada berbagai jenis daging salah satunya daging ayam
yang sering dikonsumsi di Indonesia. Konsumsi rata-rata daging ayam oleh
masyarakat Indonesia per kapita setahun pada tahun 2013 mencapai 3.65 kg
dengan nilai rata-rata pertumbuhan dari tahun 2009-2013 mencapai 4.6 % (Survei
Sosial Ekonomi Indonesia, 2013). Lemak diperlukan oleh tubuh manusia sebagai
penghasil energi terbesar, sekitar 9 kkal/gram dibandingkan karbohidrat dan
protein yang hanya berkisar 4 kkal/gram (Winarno, 1977 dalam Hargono dkk.,
2008).
Berdasarkan asalnya lemak dibedakan menjadi lemak hewani dan lemak
nabati. Lemak hewani berasal dari lemak hewan, sedangkan lemak nabati berasal
dari lemak tumbuhan. Lemak hewani banyak mengandung sterol disebut sebagai
kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berwujud cair.
Kandungan kolesterol dalam daging ayam mencapai 150 mg/100 gr daging
(USDA, 2011).
Jika kolesterol dikonsumsi berlebihan maka dapat menimbulkan obesitas,
penyakit jantung, stroke, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Oleh
karenanya, sangat penting memperhatikan kadar kolesterol dalam makanan yang
kita konsumsi. Makanan rendah kolesterol sebagai pilihan menu merupakan salah
satu upaya menjaga kesehatan. Penambahan chitosan pada pakan ayam mampu
mereduksi kandungan kolesterol pada daging ayam tersebut. Chitosan merupakan
polisakarida alami yang banyak ditemukan di kulit luar crustacean seperti udang
yang biasanya tidak dimanfaatkan dan justru menjadi limbah industri perikanan.
Chitosan memiliki muatan listrik positif, yang dapat berpasangan dengan
zat asam empedu bermuatan negatif, sehingga penyerapan kolesterol terhambat
karena zat lemak yang masuk bersama makanan harus dicerna dan diserap dengan
bantuan zat asam empedu yang disekresi liver (Hargono, dkk, 2008). Kadar
kolesterol dalam daging ayam dapat diturunkan dengan memanfaatkan limbah
industri perikanan berupa kulit udang sebagai sumber chitosan yang digunakan
sebagai bahan tambahan pakan, sehingga daging ayam lebih aman dan sehat untuk
dikonsumsi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Kulit Udang
Udang merupakan salah satu produk primadona perikanan dari enam
komoditas produk perikanan lainnya. Tahun 2011-2012 ekspor udang dari 316.124
ton menjadi 324.136 ton (BPS, 2012). Banyaknya produksi udang ini akan
menghasilkan limbah yang banyak juga sebab hasil samping produksi yang
berupa kepala, kulit, ekor dan kaki adalah sekitar 35%-50% dari berat awal
(Swastawati dkk., 2008). Kuantitas limbah udang yang meningkat merupakan

salah satu masalah yang perlu dicari solusinya untuk memberikan nilai tambah
pada limbah tersebut sehingga menguntungkan bagi produsen yang bergerak
diindustri udang, serta meminimalisir pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.
Limbah kulit udang terdiri dari tiga komponen utama yaitu protein (25%44%), kalsium karbonat (45%-50%), dan kitin (15%-20%) (Fohcher, 1992 dalam
Azhar dkk., 2010). Kandungan kitin dari limbah udang (kepala, kulit, dan ekor)
mencapai sekitar 50% dari berat udang (Widodo dkk., 2005 dalam Purwanti,
2014). Potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi senyawa polisakarida
dimana di dalamnya termasuk chitin. Chitin ini dapat diolah lebih lanjut menjadi
chitosan dan glukosamin yang memiliki sifat biodegradable dan ramah
lingkungan.
2.2. Chitosan
Chitosan merupakan jenis polisakarida alami, yang banyak digunakan
sebagai pharmaceutical excipients (Struszczyk, 2002 dalam Puvvada et al., 2012).
Chitosan didapat dari hasil deasitilasi chitin yang banyak terdapat dikulit luar
crustacean seperti udang. Senyawa ini merupakan biopolimer alam yang penting
dan bersifat polikationik sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang
seperti adsorben logam, penyerap zat warna tekstil, bahan pembuatan kosmetik
serta agen antibakteri (Bhuvana, 2006 dalam Wiyarsi dan Priyambodo, 2012).
Selain itu, chitosan juga banyak digunakan pada produk pangan.
Struktur chitosan identik dengan struktur molekul selulosa dimana ikatan
yang terjadi antar monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi
-1,4. Merupakan derivate dari chitin yang mempunyai polimer linear dari
13-(14)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose. Berikut struktur dari chitosan
menurut Khor (2001):

Gambar 1. Struktur chitosan


Sifat chitosan yang biocompatible dan biodegradable memiliki potensi
yang besar untuk diaplikasikan dalam berbagai industri. Dalam industri pangan
misalnya, chitosan dapat dimanfaatkan dalam pengawetan pangan, bahan
pengemas, penstabil dan pengental, anti oksidan serta penjernih pada produk
minuman. Selain itu, chitosan banyak diaplikasikan sebagai pangan fungsional

karena dapat berfungsi sebagai serat makanan, penurun kadar kolesterol,


antitumor serta prebiotik (Rochima dkk., 2004 dalam Teke dkk., 2010).
Parameter yang penting dalam sifat fisika-kimia chitosan adalah derajat
deasetilasi dan berat molekul. Derajat deasetilasi chitosan dapat ditentukan
dengan metode spektroskopi. Jika derajat deasetilasi (DD) adalah 50% atau lebih
maka produk dapat disebut chitosan (Rinaudo, 2006 dalam Teke dkk., 2010).
Berat molekul chitosan adalah sekitar 1,2 x 105, bergantung pada degradasi yang
terjadi selama proses deasetilasi (Bastaman, 1989 dalam Teke dkk., 2010).
Penentuan berat molekul dari chitosan dapat diperoleh dengan metode
Viskoskopik (Chandumpai et al., 2004 dalam Teke dkk., 2010). Kemampuan
chitosan untuk menyerap lemak tergantung pada derajat deasetilasinya (Hargono
dkk., 2008).
Selain itu chitosan memiliki muatan listrik positif, yang dapat berpasangan
dengan zat asam empedu bermuatan negatif, sehingga penyerapan kolesterol
terhambat karena zat lemak yang masuk bersama makanan harus dicerna dan
diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver (Hargono dkk.,
2008).
2.3. Kolesterol
Kolesterol tubuh berasal dari dua sumber, yaitu dari makanan yang disebut
kolesterol eksogen dan yang diproduksi sendiri oleh tubuh yang disebut kolesterol
endrogen dan dalam tubuh keduanya tidak dapat dibedakan (Muchtadi dkk., 1993
dalam Rahmat dan Wiradimadja, 2011). Kolesterol dalam jumlah yang sedikit
pada tubuh diperlukan untuk proses-proses tertentu bagi kelangsungan hidup.
Apabila jumlahnya berlebihan maka kolesterol akan membuat darah menjadi lebih
kental, lebih berlemak sehingga mengancam bagi kelancaran peredaran darah
apalagi jika sudah menempel di dinding pembuluh darah atau mengendap
membuat sumbatan pada pembuluh darah kecil (Muharrami, 2011).
Kadar kolesterol total yang dianggap ideal adalah dibawah 200 mg/dL
(General hospital Singapore dalam Muharrami, 2011). Pada produk hewani,
kolesterol banyak terdapat pada daging, hati, otak dan kuning telur (Rahmat dan
Wiradimadja, 2011). Adapun rumus bangun kolesterol menurut Ariyani (2006),
dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Struktur kolesterol

Kolesterol merupakan salah satu kandungan lemak dalam diet. Selain


kolesterol, lemak dalam diet juga mengandung lemak netral atau trigliserida,
sejumlah kecil fosfolipid, dan ester kolesterol. Bila asupan kolesterol tidak
mencukupi, sel hati akan memproduksinya. Dari hati, kolesterol diangkut oleh
lipoprotein yang bernama Low Density Lipoprotein (LDL) untuk dibawa ke sel-sel
tubuh yang memerlukan termasuk ke sel otot jantung, otak, dan lain-lain agar
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut
kembali oleh lipoprotein yang disebut High Density Lipoprotein (HDL) untuk
dibawa ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung
empedu sebagai asam (cairan) empedu.
Low Density Lipoprotein mengandung lebih banyak lemak daripada HDL
sehingga LDL akan mengambang di dalam darah. Low Density Lipoprotein
dianggap sebagai lemak jahat karena apabila jumlah LDL tersebut melebihi batas
aman yang dapat ditoleransi oleh tubuh, ada kemungkinan kolesterol tertinggal di
dinding pembuluh darah membentuk plak yang dapat menyumbat pembuluh
darah. Penyumbatan pembuluh darah ini disebut arteriosklerosis. Apabila
penyumbatan tersebut terjadi di pembuluh darah yang menuju ke jantung, maka
akan memicu terjadinya penyakit jantung, sedangkan bila penyumbatan terjadi di
pembuluh darah yang menuju ke otak, akan memicu terjadinya stroke.
Sebaliknya HDL disebut sebagai lemak baik karena berperan dalam
membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan
mengangkutnya kembali ke hati. High Density Lipoprotein ini mempunyai
kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi atau lebih berat.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Pemeliharaan Ayam dan Pemberian Perlakuan
Pemeliharaan ayam dilakukan di Kandang Hewan Coba, Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga pada tanggal 23 Maret - 11 April 2015.
Ayam yang digunakan adalah ayam pedaging yang telah berumur 21 hari, masingmasing perlakuan dilakukan enam kali pengulangan sehingga jumlah ayam yang
digunakan 24 ekor. Dalam penelitian ini terdapat empat perlakuan yaitu kontrol,
penambahan chitosan 600 mg (P1), 750 mg (P2) dan 900 mg (P3) per ekor ayam
tiap harinya dari berat badan ayam. Ayam tersebut dipelihara selama 20 hari
hingga mencapai masa panen. Ayam diberi pakan tiga kali sehari dan dilakukan
penimbangan berat badan ayam satu kali dalam lima hari, sedangkan untuk
pembersihan kandang dilakukan setiap satu minggu sekali yang dilengkapi
dengan fumigasi menggunakan rodalon. Kegiatan pemeliharaan ayam dapat
dilihat pada Lampiran 2.2.
3.2. Uji Kolesterol Daging Ayam
Uji kolesterol daging ayam dilakukan di Laboratorium Departemen Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat pada tanggal 11-20 April 2015. Prinsip pengujian
yaitu kolesterol total berupa kolesterol bebas dan ester kolesterol diekstraksi.

Jumlah kolesterol ditentukan kolorimetris dengan menerapkan reaksi


Liebermann-Burchard dan dibandingkan dengan larutan standard kolesterol yang
diketahui. Pengujian kolesterol yaitu sebagai berikut:
1. Sampel 1 gr dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang telah berisi 10 mL
aseton:alkohol kemudian diaduk sampai rata.
2. Tabung yang berisi bahan tadi dipanaskan pada waterbath sampai mendidih.
3. Tabung diangkat dan didinginkan dalam temperatur kamar.
4. Setelah dingin disentrifuge pada kecepatan 1750 rpm selama 15 menit.
5. Supernatan (bagian bening) yang terbentuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian diuapkan dengan dipanaskan dalam waterbath sampai kering dan
akan terbentuk pasta (residu).
6. Residu dilarutkan dalam kloroform dan dihomogenisasi. Langkah ini
merupakan langkah pengenceran yang disesuaikan dengan volume
pengenceran dari masing-msaing sampel yang diperiksa.
7. Setelah diencerkan sampel ditambah dengan 2 mL campuran asam sulfat dan
asetat anhidrat.
8. Larutan residu yang telah diencerkan tadi ditempatkan pada ruang gelap selama
5 menit hingga terbentuk warna hijau.
9. Hasil warna yang diperoleh dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 680 nm.
BAB 4. HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS
Hasil yang dicapai dalam penelitian yang telah dilakukan antara lain yaitu
sebagai berikut:
1. Mendapatkan chitosan sebagai bahan tambahan pakan ayam.
2. Telah terlaksana pemeliharaan ayam selama 20 hari.
3. Telah terlaksana uji kolesterol daging ayam.
4. Telah didapatkan daging ayam rendah kolesterol yang telah diuji dengan
metode Liebermann-Burchard.
5. Telah dipublikasikan pada acara International Workshop Tropical Marine
Ecology di Faculty of Science and Fisheries Technology, Rajamangala
University of Technology Srivijaya, Thailand.
Penelitian ini menghasilkan kadar optimum (sementara) penambahan
chitosan pada pakan ayam yakni 600 mg tiap hari untuk menurunkan kadar
kolesterol pada daging ayam, sedangkan pemberian 750 mg dan 900 mg justru
cenderung meningkatkan kadar kolesterol ayam. Kadar kolesterol yang diperoleh
dengan penambahan chitosan 600 mg yaitu 77,2417 11,0906 ppm, hasil uji
kolesterol dapat dilihat pada Gambar 3. Peneliti menduga bahwa pada pemberian
750 mg dan 900 mg ayam mengalami over dosis yang menyebabkan metabolisme
tertentu maupun sekresi hormon yang meningkatkan penyerapan kolesterol dan
penimbunan pada tubuh ayam. Dugaan ini didukung analisis dari Lenard dan
Berthoud (2008).

133,02

77,24

136,33

152,61

133,02

136,33

152,61

77,24

Gambar 3. Diagram Hasil Uji Kadar Kolesterol


Mekanisme chitosan menurunkan kadar kolesterol dapat dijelaskan
melalui tiga mekanisme. Mekanisme pertama : Chitosan merupakan polisakarida
aktif yang memiliki muatan positif mampu mengikat asam empedu yang
bermuatan negatif. Asam empedu digunakan untuk penyerapan kolesterol dalam
tubuh ayam. Kolesterol yang tidak dapat bereaksi dengan asam empedu (karena
asam empedu telah lebih dulu terikat dengan chitosan) diekskresikan bersamaan
dengan kotoran ayam (Razdan and Petterson, 1994; Yao and Chiang, 2006;
Hargono dkk., 2008).
Mekanisme kedua : Asam empedu yang terikat oleh chitosan
menyebabkan tubuh ayam memerlukan asam empedu lebih banyak (memicu
sekresi asam empedu) untuk bereaksi dengan kolesterol (lemak dari makanan).
Asam empedu disintesis dengan bahan dasar, salah satunya adalah LDL dari
darah. Low Density Lipoprotein yang diambil dari darah oleh hati untuk sintesis
asam empedu menyebabkan LDL darah berkurang dan meningkatkan HDL secara
bersamaan. Ini dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah ayam yang
berdampak pada menurunnya kadar kolesterol daging ayam secara umum
(Maezaki et al., 1993; Suryaningsih dan Parakasi, 2006).
Mekanisme ketiga : Chitosan secara langsung berikatan dengan lemak
makanan dalam pencernaan ayam. Lemak (kolesterol) yang telah berikatan
dengan chitosan tidak dapat diserap oleh tubuh karena tidak dapat bereaksi
dengan asam empedu. Lemak tersebut kemudian dibuang dari tubuh bersamaan
dengan kotoran ayam (Maezaki et al., 1993; Suryaningsih dan Parakkasi, 2006).
Analisis lain yang mendukung adalah pada bagian duodenum atau bagian
paling atas dari usus halus, terjadi pencernaan yang paling aktif dengan hidrolisis
dari nutrient kasar yang berupa pati, lemak dan protein, selain itu juga terjadi
penyerapan sebagian besar hasil pencernaan (Zheng and Berthoud, 2008).

Duodenum mensekresikan enzim dari pankreas dan getah empedu. Dalam saluran
pencernaan, chitosan yang telah ditambahkan dalam pakan memiliki muatan
listrik positif yang akan berpasangan dengan zat asam empedu yang bermuatan
negatif, sehingga pembentukan kolesterol terhambat. Data hasil uji kolesterol
dapat dilihat pada Lampiran 2.3.
Dari hasil penelitian didapatkan kerja chitosan paling efektif untuk
menurunkan kadar kolesterol yaitu penambahan chitosan 600 mg dalam pakan
ayam. Selain mampu menurunkan kadar kolesterol dalam daging ayam, chitosan
mampu meningkatkan berat badan ayam sebesar 1,23 kg. Hasil kenaikan berat
badan ayam dapat dilihat pada Gambar 4.

1.23
1.03

1.03

0.98

Gambar 4. Rata-rata Kenaikan Berat Badan Ayam


Chitosan memiliki sifat sebagai antibakteri yang dapat digunakan sebagai
antibiotik alami bagi ayam. Ayam yang telah memakan chitosan pada dosis
tertentu cenderung lebih sehat, nafsu makan lebih tinggi, serta lebih aktif bergerak
(Menconi et al., 2014). Pertumbuhan ayam semakin baik dengan meningkatnya
berat badan ayam (Ramisz et al., 2007). Selain kemampuan chitosan sebagai
antibiotik alami, chitosan juga mampu meningkatkan palatabilitas ayam. Ayam
yang telah memakan chitosan cenderung makan lebih banyak dan lebih cepat
(Ramisz et al., 2007). Hal ini diduga karena chitosan masih mengandung mineral
tertentu seperti Zn yang mampu merangsang indra perasa pada ayam sehingga
palatabilitas ayam meningkat.
Ayam dengan pemberian chitosan 600 mg pada pakan menunjukkan hasil
terbaik dengan berat badan tertinggi, sedangkan pada dosis 750 mg dan 900 mg
berat badan ayam lebih rendah. Diduga hal ini dikarenakan pada pemberian
chitosan 600 mg tingkat palatabilitas ayam tidak berlebihan sehingga ayam

mampu mengontrol nafsu makan dan terdapat jeda makan, sehingga menyebabkan
kerja chitosan menjadi lebih efektif dalam menyerap kolesterol. Selain itu
metabolisme di dalam tubuh ayam juga terjadi dengan baik, hal ini ditunjukkan
dengan hasil kolesterol paling rendah dan berat tubuh paling tinggi. Dugaan ini
didukung oleh penelitian Berthoud (2008).
Pada ayam dengan pemberian chitosan 750 mg dan 900 mg didapatkan
hasil peningkatan kolesterol dan juga peningkatan berat badan. Diduga tingkat
palatabilitas ayam meningkat drastis, sehingga untuk menghabiskan pakan ayam
hanya dalam waktu sekali makan. Hal tersebut menyebabkan proses kerja
chitosan tidak efektif, dalam arti lain chitosan hanya bekerja sekali dalam
menyerap kolesterol dan langsung dibuang, selain itu ayam yang menghabiskan
makan secara cepat akan menyimpan cadangan makanan berupa lemak yang lebih
banyak dan lebih cepat karena kebutuhan energi ayam juga langsung terpenuhi
dalam waktu cepat.
Hasil penelitian ini memiliki potensi untuk dipublikasikan berupa artikel
ilmiah sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat dalam menerapkan
pola makan hidup sehat. Dilihat dari hasil penelitian, chitosan sangat potensial
bagi masyarakat khususnya peternak ayam untuk menurunkan kadar kolesterol
daging ayam dan sekaligus meningkatkan berat badan ayam. Dibutuhkan suatu
sosialisai untuk menyampaikan informasi serta mewujudkan usaha untuk
menerapkan hasil penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesehatan
konsumen maupun dalam bisnis peternakan. Sosialisasi dilakukan dengan cara
bekerjasama dengan kelompok-kelompok nelayan/pembudidaya/pengolah udang
dan kelompok-kelompok peternak, agar dapat berintegrasi antara yang satu
dengan lainnya, sehingga chitosan dari limbah kulit udang mudah didapatkan.
Tentunya hal tersebut akan menguntungkan bagi masing-masing kelompok. Hasil
penelitian ini telah terdaftar dalam International Workshop Tropical Marine
Ecology di Faculty of Science and Fisheries Technology, Rajamangala University
of Technology Srivijaya, Thailand, acceptable latter dapat dilihat pada Lampiran
4.2.
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa chitosan dapat menurunkan kadar
kolesterol. Konsentrasi chitosan paling efektif dalam menurunkan kolesterol yaitu
600 mg.
5.2. Saran
Saran untuk penelitian yang telah dilakukan yaitu sebagai berikut:
Perlu adanya penelitian lanjutan tentang penambahan chitosan dalam pakan
ayam dengan menggunakan konsentrasi di bawah 600 mg.

Ra
tarat
a
be
rat
ba
da
n
ay
a
m
(k
g)

Pemanfaatan tepung kulit udang sebagai sumber chitosan untuk bahan


tambahan pakan ayam dalam menurunkan kolesterol.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, E. 2006. Penetapan Kandungan Kolesterol dalam Kuning Telur pada
Ayam Petelur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 12-15.
Azhar, M., J. Efendi., E. Syofyeni., R.M. Lesi dan S. Novalina. 2010. Pengaruh
Konsentrasi NaOH dan KOH Terhadap Derajat Deasetilasi Kitin dari
Limbah Kulit Udang. Eksakta 1 (9): 1-8.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut
Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal Ekspor 2012. Oktober. Pusat Data,
Statistik, dan Informasi Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Berthoud, H.-R. 2008.Vagal and Hormonal GutBrain Communication: from
Satiation to Satisfaction . Neurogastroenterol Motil 20 (1): 6472.
Hargono., Abdullah dan I. Sumantri. 2008. Pembuatan Kitosan dari Limbah
Cangkang Udang serta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak
Kambing. Reaktor, 12 (1): 53-57.
Khor, E. 2001. Fulfilling a Biomaterials Promise. Elsevier Insights. Singapore.
pp. 2.
Lenard, N.R. and H-R. Berthoud. 2008. Central and Peripheral Regulation of
Food Intake and Physical Activity: Pathways and Genes. Obesity (Silver
Spring) 16 (3): S11S22.
Maezaki, Y., K. Tsuji., Y. Nakagawa., Y. Kawai., M. Akimoto., T. Tsugita., W.
Takekawa., A. Terada., H. Hara and T. Mitsuoka. 1993.
Hypocholesterolemic Effect of Chitosan in Adult Males. Biosci. Biotech.
Biochem. 57 (9): 1439-1444.
Menconi, A.,N.R. Pumford., M.J. Morgan., L.R. Bielke., G. Kallapura., J.D.
Latorre., A.D. Wolfenden., X. Hernandez-Velasco., B.M. Hargis and G.
Tellez. 2014. Effect of Chitosan on Salmonella Typhimurium in Broiler
Chickens. Foodborne Pathogens And Disease 11 (2): 165-169.
Muharrani, L. K. 2011. Penentuan Kadar Kolesterol dengan Metode Kromatografi
Gas. Agrointek, 5 (1): 28-32.
Purwanti, A. 2014. Evaluasi Proses Pengolahan Limbah Kulit Udang Untuk
Meningkatkan Mutu Kitosan Yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi 7 (1): 8390.
Puvvada, Y. S., S. Vankayalapati and S. Sukhavasi. 2012. Extraction Of Chitin
from Chitosan from Exoskeleton of Shrimp for Application in The
Pharmaceutical Industry. International Current Pharmaceutical, 1(9): 258263.
Rahmat, D dan R. Wiradimadja. 2011. Pendugaan Kadar Kolesterol Daging dan
Telur Berdasarkan Kadar Kolesterol Darah pada Penyu Jepang. Jurnal
Ilmu Ternak, 11 (1): 35-38.

10

Ramisz- Balicka, L., A. Wojtasz-Pajk, B. Pilarczyk and A. Ramisz. 2007. The


Effect of Chitosan on Body Weight and Protection Against Salmonella
gallinarum Infection in Broiler Chickens (Short Communication). Arch.
Tierz., Dummerstorf 50 (3): 288-293.
Razdan, A. and D. Petterson. 1994. Effect of Chitin and Chitosan on Nutrient
Digestibility and Plasma Lipid Concerntation in Broiler Chickens. British
Journal of Nutrition 72 : 277-288.
Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2013. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun
Beberapa
Bahan
Makanan
di
Indonesia.
2009-2013.
http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf. diakses
27 Mei 2015.
Suryaningsih, L. dan A. Parakkasi. 2006. Pengaruh Pemberian Tepung Cangkang
Udang (Karapas) sebagai Sumber Khitin dalam Ransum Terhadap Kadar
LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan
Persentase Karkas. Jurnal Ilmu Ternak 6 (1): 63-67.
Swastawati, F., I. Wijayanti, E. Susanto. 2008. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang
Menjadi Edible Coating untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan.
Jurnal Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti. 4(4) 101-106.
Teke, J., A. Zaeni, dan L. Ode Ahmad. 2010. Komparasi Sifat Membran Kitosan
Murni dengan Kitosan Crosslink Oksalat dari Limbah Cangkang Kepiting
Bakau (Scylla sp). Artikel Universitas Haluleo. Haluleo. 19 hal.
U.S. Department of Agriculture (USDA), Agricultural Research Service. 2011.
USDA National Nutrient Database for Standard Reference. Beltsville,
Md.:
USDA/ARS
Nutrient
Data
Laboratory.
http://www.ars.usda.gov/ba/bhnrc/ndl. diakses 29 Mei 2015.
Wiyarsi, A. dan E. Priyambodo. 2012. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dari
Cangkang Udang Terhadap Efisiensi Penyerapan Logam Berat.
Universitas Negri Yogyakarta. Yogyakarta. 27 hal.
Yao, H-T. AND M-T. Chiang. 2006. Effect of Chitosan on Plasma Lipids, Hepatic
Lipids, and Fecal Bile Acid in Hamsters. Journal of Food and Drug
Analysis 14 ( 2): 183-189.
Zheng, H. and H-R. Berthoud. 2008. Neural Systems Controlling the Drive to Eat:
Mind Versus Metabolism. Physiology 23: 7583.

Anda mungkin juga menyukai