Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ENZIM PROTEASE
DOSEN PENGASUH :
Dr. Laksmi Ambarsari, MS
OLEH :
DEDE RIVAL NOVIAN G851140021
ELFIRA JUMRAH G851140071
NUR HASANAH G851140091
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Protease adalah enzim yang dapat menghidrolisis ikatan peptida pada protein
menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptide kecil dan asam amino
(Bains,1998). Sehingga enzim ini menjadi salah satu enzim yang banyak digunakan
baik dalam industri pangan maupun non pangan. Di bidang industri pangan enzim
protease digunakan pada industri keju, bir, roti dan daging, sedangkan di bidang non
pangan paling banyak digunakan di industri detergen, farmasi, fotografi, tekstil dan
kulit (Suhartono, 1989). Hal ini yang alasan utama protease sebagai satu dari tiga
kelompok terbesar dari industri enzim dan diperkirakan sebesar 60% dari
perdagangan enzim di seluruh dunia (Rao et al., 1998).
Sumber enzim protease bisa berasal dari hewan, tanaman dan mikroorganisme.
Penggunaan tumbuhan sebagai sumber protease dibatasi oleh tersedianya tanah untuk
penanaman dan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan. Disamping itu proses
produksi protease dari tumbuhan sangat memakan waktu. Protease tumbuhan yang
dikenal antara lain papain, bromelain, dan karetinase. Protease hewan yang paling
dikenal adalah tripsin, kimotripsin, pepsin, dan rennin. Enzim ini dapat diperoleh
dalam keadaan murni dengan jumlah besar (Boyer, 1971). Namun secara ekomomi
produksi protease dari heawan dan tanaman membutuhkan sumber daya dan biaya
yang besar.
Untuk keperluan industri biasanya enzim diperoleh dari mikroorganisme.
Karena mikroorganisme mempunyai beberapa keunggulan bila dibanding protease
dari
sumber
lainnya,
diantaranya
dapat
diproduksi
dalam
jumlah
besar,
produktivitasnya mudah ditingkatkan, mutu lebih seragam, harga lebih murah, dapat
ditumbuhkan dengan cepat, pertumbuhannya mudah diatur, enzim yang dihasilkan
mudah diisolasi. Keunggulan lainnya adalah mikroorganisme dapat hidup dan
berkembang biak dalam media limbah pertanian yang relatif lebih murah. Adanya
mikroorganisme unggul merupakan salah satu faktor penting dalam usaha produksi
enzim (Stanbury and Whitaker, 1984). Mikroba yang telah dikembangkan secara
komersial sebagai penghasil protease antara lain Bacillus licheniformis, Bacillus
stearothermophilus, Bacillus pumilus, Aspergillus oryzae, Aspergillus niger, bakteri
asam
laktat
seperti
Lactobacillus
bulgaricus,
Bacillus
lichenoformis,
dan
diinkubasi pada suhu 300C selama 48 jam dan disimpan pada suhu -20 0C. Untuk uji
selanjutnya, dilakukan penanaman pada agar miring media TSA untuk mendapatkan
fresh culture.
Uji Aktivitas Protease
Uji aktivitas protease dilakukan menurut Baehaki (2011) yaitu dengan cara
bakteri yang memiliki nilai positif dari uji kualitatif ditumbuhkan pada media
pertumbuhan yaitu Nutrient Broth (NB). Kemudian dilihat kemampuan bakteri
proteolitik dalam membentuk zona bening di sekitar isolat yang ditumbuhkan dalam
media agar skim susu.
Menurut Pakpahan (2009), Susu merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri karena mengandung banyak nutrien. Kasein merupakan protein
susu yang terdiri dari fosfoprotein yang berikatan dengan kalsium membentuk garam
kalsium yang disebut kalsium kalsenat. Molekul ini sangat besar dan tidak larut dalam
air serta membentuk koloid. Suspensi ini berwarna putih serta mampu diamati secara
langsung saat disuspensikan dalam kultur media padat.
Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri merupakan tanda
hilangnya partikel kasein di media susu skim. Adanya enzim proteolitik ekstraseluler
bakteri, kasein akan terhidrolisis menjadi peptida- peptida dan asam amino yang larut.
Enzim ekstraseluler ini (diantaranya berasal dari: Bacillus sp) sangat efisien dalam
memecah berbagai senyawa karbohidrat, lipid dan protein rantai panjang menjadi
unit-unit rantai pendek atau senyawa-senyawa yang lebih sederhana
Produksi
Mikroorganisme yang kita ketahui adalah penghasil enzim intraseluler dan
ektraseluler dalam skala industri. Untuk menghasilkan enzim protease, maka setelah
dilakukan penanaman bakteri pada media tertentu dapat kita lihat kurva pertumbuhan
bakteri dan produksi enzim protease melalui uji aktivitas. Hasilnya bakteri terpilih
menunjukkan adanya produksi protease pada waktu inkubasi 4 jam hingga 32 jam.
Pada kurva pertumbuhan bakteri dan produksi setelah mengalami fase adaptasi, maka
bakteri akan memasuki fase log. Fase log adalah fase dimana bakteri mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat, dan dapat dikatakan pada fase ini bakteri mengalami
pertumbuhan eksponensial. Pada fase ini bakteri mensekresikan enzim protease oleh
sehingga mengurangi molekul air pada bagian permukaan hidrofob protein, dan
menurunkan kelarutan protein, selanjutnya protein berinteraksi satu sama lainnya
membentuk gumpalan dan mengendap. Molekul protein dengan berat molekul besar
memerlukan konsentrasi garam yang kecil untuk membentuk endapan dan akan
mengendap lebih dulu hal ini menyebabkan terjadinya efek salting out (Fatoni, 2008).
Salting out adalah peristiwa peningkatan muatan listrik di sekitar protein, yang akan
menarik mantel air dari koloid protein dan menyebabkan peristiwa hidrofobik
antarmolekul protein pada suasana ionik tinggi yang menyebabkan penurunan
kelarutan protein. Sedangkan pada konsentrasi rendah, ion-ion ini akan mengelilingi
molekul protein dan mencegah mereka bersatu sehingga protein melarut. Peristiwa ini
disebut salting in.
Pengendapan terjadi secara perlahan dan disetimbangkan selama 12 jam.
Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara sentrifugasi, Untuk menghilangkan
sisa-sisa garam amonium sulfat dan molekul-molekul kecil lainnya, maka endapan
yang diperoleh didialisis menggunakan tabung selovan (Elfi, 2003).
Karakterisasi
Karakterisasi enzim protease dapat ditentukan berdasarkan pengaruhnya
terhadap pH, temperatur serta penambahan aktivator dan inhibitor. pH optimum
ditentukan dengan mengukur aktivitas enzim pada variasi pH dari buffer fosfat 0,2 M
dan buffer karbonat 0,2 M pada temperatur 400C dengan lama inkubasi 10 menit.
Selanjutnya ditentukan temperatur optimum pada pH optimum yang diperoleh dari
pengukuran di atas, dengan cara mengukur aktivitas enzim pada variasi suhu inkubasi.
Pada pH dan suhu optimum, yang telah diketahui kemudian dilakukan
pengujian aktivitas enzim dengan menambahkan aktivator dan inhibitor pada substrat,
antara lain: ion Ca2+ , Mg2+ Zn2+ Fe2+ EDTA, SDS dengan variasi konsentrasi 10, 100,
1000 ppm.
Pada penelitian karakteristik protease dari Bacillus amyloliquefaciens uji
stabilitas Enzim yang dilakukan dengan cara menyimpan enzim protease pada suhu
40C selama 6 hari diperoleh hasil aktivitas enzim semakin menurun dengan
bertambahnya waktu penyimpanan. Menurut Suhartono dkk. (1994), enzim protease
memiliki stabilitas penyimpanan yang rendah.
Kemungkinan-kemungkinan penyebab stabilitas penyimpanan yang rendah
atau terjadinya penurunan aktivitas pada saat enzim disimpan, disebabkan antara lain:
1.
Enzim protease hanya aktif secara katalitik dalam jangka waktu yang pendek karena
adanya autolisis. Autolisis adalah proses dimana enzim protease mengkatalis
hidrolisis protein enzim protease yang sama, misalnya tripsin menghidrolisa
2.
rotasi enzim dan substrat molekul sehingga kontak antara substrat dan enzim dapat
terjadi dengan frekuensi yang lebih banyak (Suhartono, 1989).
Namun energi kinetik molekul-molekul enzim menjadi demikian besar
sehingga melampaui energi untuk memecahkan ikatan-ikatan sekunder (ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan elektrostatik) yang mempertahankan enzim dalam
keadaan alaminya, dimana enzim akan kehilangan struktur tiga dimensi sehingga
enzim akan kehilangan kemampuan katalitik pada suhu reaksi yang lebih tinggi dari
suhu optimumnya (Martin et al. 1983).
Aktivator dan Inhibitor
Pada penelitian karakteristik protease dari Bacillus amyloliquefaciens untuk
melihat sifat aktivator dan inhibitor digunakan Ca2+, Mg2+, Zn2+, Fe2+, SDS dan
EDTA, yang masing-masing diukur dengan variasi konsentrasi 10, 100, 1000 ppm.
Hasilnya dengan semakin bertambahnya konsentrasi ion Ca 2+ tidak memberi pengaruh
secara nyata terhadap aktivitas relatif enzim. Hal ini menunjukkan bahwa ion Ca 2+
kurang berperan sebagai aktivator pada enzim protease netral, namun dapat digunakan
untuk meningkatkan stabilitas enzim (Endo, 1962 dalam Rose, 1980). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa enzim dapat distabilkan dengan penambahan ion kalsium karena
inaktivasi enzim sangat dipengaruhi oleh kondisi ikatan kalsium. Parameter aktivitas
untuk inaktivasi menunjukkan penguraian protein enzim saat pemanasan. Nilai entalpi
aktivitas dan entropi akan meningkat dengan peningkatan konsentrasi ion kalsium.
Model kinetik inaktivasi didasarkan pada asumsi bahwa dua tahap penguraian transisi
dimana disosiasi ion bivalen terjadi pada tahap pertama dan kemudian diikuti tahap
kedua yaitu penguraian struktur. Model kinetik tersebut menginterpretasikan ikatan
ion kalsium terhadap protein enzim secara quantitatif maupun qualitatif dan
pengaruhnya terhadap inaktivasi. Afinitas entalpi yang kuat semakin memperkuat
ikatan ion bivalen terhadap protein enzim sehingga bersifat sebagai penstabil
(Hoshino and Tanaka, 2002). Ion Mg2+ pada enzim protease berperan sebagai inhibitor
karena dengan penambahan 1000 ppm ion Mg2+ dapat menurunkan aktivitas enzim.
Dengan semakin bertambahnya konsentrasi ion Zn 2+ memberikan peningkatan
aktivitas relatif enzim. Hai ini menunjukkan bahwa ion Zn2+ berperan sebagai
aktivator Penambahan ion Fe2+ juga meningkatkan aktivitas enzim. Peran ion Fe2+ ini
juga sama dengan ion Zn2+ yaitu sebagai aktivator.
Imobilisasi Enzim
Enzim terimobilisasi didefinisikan sebagai enzim yang secara spesifik
ditempatkan dalam suatu ruang tertentu dengan tetap memiliki aktivitas katalitiknya
dan dapat digunakan secara berulang atau secara terus-menerus (Chibata 1978).
Imobilisasi enzim adalah usaha untuk memisahkan antara enzim dengan produk
selama reaksi dengan menggunakan sistem dua fase, satu fase mengandung enzim dan
fase lainnya mengandung produk, sehingga tidak terjadi saling kontaminasi antara
enzim dan produk (Chaplin, Buckle 1990).
enzim
protease
dengan
metode
penjebakan
menggunakan
Penentuan suhu optimum EK bebas dan amobil (dalam tinjauan ini dari
Bacillus sp. BT 1) dilakukan dengan menginkubasi enzim pada berbagai variasi suhu.
Menurut Sadikin (2002), suhu yang sangat rendah menyebabkan kerja enzim terhenti
secara reversibel, karena tidak terjadi benturan antara enzim (E) dan substrat (S)
sehingga tidak terbentuk kompleks enzim-substrat (ES) dan menyebabkan tidak
terbentuknya produk (P). Suhu apabila dinaikkan perlahan maka benturan antara E
dan S untuk membentuk kompleks ES semakin besar sehingga P yang dihasilkan
semakin banyak hingga suhu optimum tercapai. Peningkatan suhu diatas suhu
optimum Molekul menyebabkan perubahan konformasi struktur molekul protein
sehingga enzim kehilangan sifat alamiahnya atau terdenaturasi, akibatnya aktivitas
enzim mengalami penurunan. Suhu optimum pada enzim amobil lebih besar
dibandingkan enzim bebas, hal ini dikarenakan adanya tambahan energi yang
dibutuhkan agar substrat dapat menembus halangan ruang yang disebabkan bahan
penyangga. Menurut Soehartono (1989), proses amobilisasi meningkatkan daya tahan
enzim terhadap suhu, karena pemakaian bahan penyangga dalam amobilisasi enzim
akan melindungi enzim terhadap pengaruh denaturasi panas.
Alternatif matriks pengganti yang banyak dipilih oleh para ilmuwan dan
pengusaha adalah kitin dan kitosan, hal ini karena kitin jumlahnya lebih melimpah
dan keberadaannya terbesar kedua di alam setelah selulosa. Kitin dan kitosan
memiliki beberapa keunggulan jika digunakan sebagai matriks imobil, antara lain:
bentuk fisiknya dapat diubah (serpihan, manikmanik berpori, gel, fiber, membran),
biodegradasi, murah, mudah penanganannya, memiliki afinitas yang tinggi pada
protein dan non toksik. Stanley et al. (1975) menambahkan bahwa kitin dan kitosan
mempunyai struktur yang keras, inert, dan densitas kamba (bulky) yang rendah.
Kelebihan kitosan inilah yang dapat digunakan sebagai matriks penyangga pada
imobilisasi enzim. Kitosan diharapkan dapat mengikat enzim bebas dan mampu
menjaga stabilitas aktivitas katalitik enzim dengan lebih baik. Enzim protease
merupakan salah satu enzim yang telah banyak diaplikasikan dalam industri pangan
sebagai katalisator. Proses imobilisasi enzim ini diharapkan memberikan beberapa
keuntungan penggunaan enzim terimobil dibandingkan dengan enzim bebasnya.
Immobilisasi enzim protease dengan menggunkan kitosan film, digunakan
protease anti-biofilm berbagai jenis yaitu Proteinase K yang diperoleh dari
Tritirachium album, protease A dari aspergillus oryzae, protease B dari Bacillus
licheniformis, Neutrase dari Bacillus amyloliquefaciens dan alcalase. Sedangkan
biofilm yang digunakan yaitu staphylococcus aureus, staphylococcus aureus aureus,
Pseudomonas aeruginosa dan Listeria monocytogenes.
Terdapat 2 tahapan pendekatan yang dilakukan, pertama mengevaluasi
aktivitas protease sebagai anti-biofilm untuk menentukan enzim yang paling efektif
terhadap bakteri biofilm dalam kondisi standar, kedua mengevaluasi aktivitas enzim
protease yang telah diimmobilisasi. Dengan hasil yang ditunjukan sebagai berikut :
Pengujian aktivitas enzim Protease B dan Neutrase imobilisasi dengan film
menunjukkan efisiensi anti-biofilm Pseudomonas aeruginosa dan staphylococcus
aureus sedangkan aktivitas Proteinase konstan seperti terlihat pada gambar 2 dan 3.
Gambaran 2. % aktivitas enzim protease bebas dengan konsentrasi yang berbedabeda terhadap biofilm :
Daftar Pustaka
Alexander, R.R. dan J. M Griffiths, 1993, Basic Biochemical Methods. Wiley-Liss,
Inc.
Chaplin J, Buckle GB. 1990. Enzyme Immobilization Technology. New York: AVI
Publishing.
Chibata I. 1978. Imobilized Enzyme, Research and Development. New York: John
Wiley and Sons Inc.
Fatoni Amin, Zusfahair, Puji Lestari. 2008. Isolasi dan karakterisasi Protease
Ekstraseluler dari Bakteri dalam Limbah Cair Tahu. Prog.study Kimia.
Fakultas Sains dan teknik. Univ.Jendral Sudirman.
Reviews.
India.
http://mmbr.asm.org/cg/content/f