Anda di halaman 1dari 96

PEDOMAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN

DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RUMAH SAKIT DADI KELUARGA
PURWOKERTO

RUMAH SAKIT DADI KELUARGA


2015
0

DAFTAR ISI
SURAT KEPUTUSAN....................................................................................................................2
DIREKTUR RSU DADI KELUARGA..........................................................................................2
PEDOMAN PELAYANAN............................................................................................................2
PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI...........................................2
RSU DADI KELUARGA...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
BAB II STANDART KETENAGAAN.........................................................................................75
BAB III STANDART FASILITAS................................................................................................79
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN...................................................................................81
BAB V LOGISTIK........................................................................................................................88
BAB VI KESELAMATAN KERJA.............................................................................................89
BAB VII KESELAMATAN PASIEN............................................................................................92
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU.........................................................................................94
BAB IX PENUTUP.......................................................................................................................99
BAB XVI LANDASAN HUKUM..............................................................................................100

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RSU DADI KELUARGA
NOMOR: /2015
Tentang
PEDOMAN PELAYANAN
PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RSU DADI KELUARGA

Menimbang

a.

bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga maka diperlukan
penyelenggaraan pencegahan pengendalian infeksi yang
bermutu tinggi;

b.

bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian


infeksi dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat
Keputusan Direktur tentang Kebijakan

pelayanan

pencegahan dan pengendalian infeksi RSU DADI


KELUARGA sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pelayanan.
c.

bahwa

berdasarkan

pertimbangan

sebagaimana

dimaksud dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Surat


Mengingat

1.

Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga


Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.

2.

Undang Undang no 36 tahun 2004 tentang Rumah Sakit;

3.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

269

/Menkes/Per/III/2008 tentang Pencegahan Pengendalian


Infeksi;
4.

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan


Rumah Sakit;

M E M U T U S K AN :
2

Menetapkan :
Pertama

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU DADI KELUARGA


Tentang PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN

Kedua

PENGENDALIAN INFEKSI.RSU DADI KELUARGA


Memberlakukan kebijakan Pencegahan Pengendalian
Infeksi RSU Dadi Keluarga seperti tersebut dalam Lampiran

Ketiga

Surat Keputusan ini;


Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi RSU Dadi Keluarga

Keempat
Kelima

dilaksanakan oleh bidang paramedis RSU Dadi Keluarga;


Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya keputusan ini

:
:

dibebankan pada anggaran RSU Dadi Keluarga;


Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian

hari ternyata

terdapat

kekeliruan

dalam

penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana


mestinya.

Ditetapkan di Purwokerto tanggal 1 januari 2015


RSU DADI KELUARGA

Dr.Esa Dhiandani
Direktur,

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator bagi
pengukuran tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya mengendalikan infeksi
nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister
dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik. Tantangan dalam
pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering disebut disiplin epidemiologi
rumah sakit.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang besar,
khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat lain
serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif berkurang, kebjiakan
penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta sentralisasi sterilisasi perlu
dipatuhi dengan ketat.
Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi nosokomial dan pergeseran
resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang sistematik
dalam penggunaan infeksi nosokomial, dengan adanya Komite Pengendalian Infeksi dan
profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program pengumpulan data, pendidikan,
konsultasi dan langkah-langkah pengendalian infeksi yang terpadu. Keberhasilan program
pengendalian infeksi nosokomial

dipengaruhi oleh efektivitas proses komunikasi untuk

menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi tersebut kepada seluruh karyawan
rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis, para penderita yang dirawat maupun
berobat jalan serta para pengunjung rumah sakit Umum Dadi Keluarga.
Upaya pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga.
bersifat multidisiplin, hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk mematuhi
prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain.
2. Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang rendah
supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.
3. Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kejadian infeksi supaya lebih bijaksana
4. Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko
penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang
dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai.

5. Device: peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian


pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain.
B. Tujuan .
a) Tujuan umum .
Meningkatkan mutu pelayanan Rumah sakit Umum Dadi Keluarga melalui pencegahan
dan pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen / unit dengan
meliputi kualitas pelayanan, management resiko, clinical governace, serta kesehatan dan
keselamatan kerja .
b) Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan tugas, wewenang
dan tanggung jawab secara jelas.
b. Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lain
secara efektif dan efisien.
c. Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.
d. Memantau

dan

mengevaluasi

pelaksanaan

pelayanan

PPIRS

RSU

DADI

KELUARGA Purwokerto.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
1. Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi
2. Pelayanan surveilens PPI
3. Hand Hygiene sebagai bariier protection.
4. Penggunaan APD
5. Pelayanan CSSD
6. Pelayanan Linen
7. Pelayanan Kesehatan karyawan
8. Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf,pengunjung dan pasien
9. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan IPSRS.
10. Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan
11. Pelayanan management resiko PPI
12. Antibiogram dan pola kuman RSU Dadi Keluarga Penggunaan bahan single use yang di
re-use

D. Batasan operasional.
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sbb :
1. Konsep dasar penyakit
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk
indonesia, ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari (Community acquaired
infection ) atau berasal dari (Hospital Acquired infektion). Karena sering kali tidak bisa
secara pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured
infeksi) diganti (HAIs) yaitu healthcare assosiated infections dengan arti lebih luas tidak
hanya terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang lain juga tidak
terbatas pada pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas yang didapat saat
melakukan tindakan medis atau perawatan.
Batasan:
a. Kolonisasi :
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme
tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, namun tanpa disertai adanya respon
imun atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh penjamu tidak dalam keadaan
suspectibel pasien dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan kuman patogen
tanpa mengalami rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lain (sebagai
carrier).
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme dimana
terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang
disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain
secara langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya dolor,
kalor, rubor, tumor dan fungsiolesa.
2. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma).
Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon
tubuh (imflamasi) yang bersifat sitemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih
keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermia, (2) takikardia sesuai usia, (3) takipneu
sesuai usia, (4) leukositosis atau leukopenia atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel
muda (batang ) lebih dari 10 %. SIRS dapat terjadi karena infeksi atau non infeksi seperti
luka bakar, pankreatitis, atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan oleh infeksi
disebut sepsis.
a. Rantai penularan.
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan, apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan.
b. Agen Infeksi
6

Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, dapat berupa


bakteri, virus, riketsia, jamur, dan parasit. Ada 3 faktor yang mempengaruhi
terjadinya infeksi yaitu : virulensi, patogenesis, jumlah dosis obat.
c. Reservoir atau tempat hidup
Dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan pada
orang lain, reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuhan, tanah,
air dan bahan-bahan organik. Pada manusia sehat permukaan kulit, selaput lendir
saluran napas, pencernaan dan vagina merupakan reservoir yang umum.
d. Pintu keluar
jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir, pintu keluar meliputi saluran
napas, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit, membran mukosa, trasplacenta
dan darah serta cairan tubuh lainnya.
e. Transmisi
Bagaimana mekanisme penularan meliputi (1) kontak; langsung dan tidak langsung,
(2) droplet, (3) airborne, (4) Vehicle, makan, minuman, darah, (5) vektor biasanya
binatang pengerat dan serangga.
f. Pintu masuk
Tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh penjamu (yang suspectibel) dapat
melalui saluran pernapasan, pencernaan perkemihan atau luka.
g. Penjamu (host) yang suspectibel
Orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen
infeksi, faktor yang mempengaruhi umur, usia, status gizi, ekonomi, pekerjaan, gaya
hidup, terpasang barrier ( kateter, implantasi ), dilakukan tindakan operasi.
1) Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
2) Peningkatan daya tahan pejamu.
Dengan pemberian imunisasi (vaksin Hepatitis B), promosi kesehatan nutrisi yang
adekuat.
3) Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh fisik dengan pasteurisasi atau
sterilisasi ataupun memasak makanan hingga matang, kalau kimia dengan
pemberian clorin pada air dan desinfeksi.

4) Memutus rantai penularan.


Dengan menerapkan tindakan pencegahan dengan menerapkan kewaspadaan
isolasi dan kewaspadaan transmisi.
5) Tindakan pencegahan paska pajanan.
Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
dan cairan tubuh lain yang dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya
hepatitis B, C dan HIV.

E. Jenis Penyakit Menular.


1. AIDS
Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena terinfeksi HIV
(Human Imunodefisiency Virus). Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe,
tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2). Klasikfikasi Indeks AIDS :
a. Infeksi Akut.
1) Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV.
2) Pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu setelah
kontak.
3) Patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi reaksi imunitas terhadap
masuknya HIV. Saat ini pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap virus HIV
masih (- ) tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat infeksius.
b. Infeksi Kronik Asimtomatik
1) Lamanya dapat bertahun tahun.
2) Tanpa gejala, kemungkinan tubuh masih dapat mengkompensasi.
c. PGL ( Persistren Generalized Lymphadenopathy)
1) Terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang semetris.
Sering terjadi pembesaran limpa di leher posterior dan anterior. Kelompok ini
berkembang menjadi AIDS kira2 10-30% dalam jangka waktu 24- 60 bulan.
2) Cara penularan HIV
a) Penularan melalui hubungan seksual
b) Penularan melalui darah.
c) Penularan secara perinatal.
3) Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yaitu :
a) Cairan vagina
b) ASI
c) Air mata
d) Air liur

e) Air seni
f) Air ketuban
g) Dan cairan cerebrospinal

Gejala dan tanda


Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam
waktu 5 sampai 10 tahun, Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara bermakna baru
AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala gejala spt :
Diare yang berkelanjutan.
Penurunan berat badan secara drastis.
8

Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak.


Batuk terus menerus.
2. Flu burung.
Dibagi menjadi 4 sbb :
a. Seseorang dalam penyelidikan
Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
kemungkinan terinfeksi H5N1, misalnya orang sehat namun kontak erat dengan kasus
atau penduduk sehat namun tinggal di daerah flu burung, adapun gejala yang
ditimbulkan :
1). Batuk
2). Sakit tenggorokan
3). Pilek
4). Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :
a) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti merawat, berbicara
atau bersentuhan dengan pasien dalam jarak 1 meter.
b) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan

penderita(suspek,

probabel

atau

konfirm)

seperti

memasak,

menyembelih atau membersihkan bulu ).


c) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti membersihkan
kotoran, bahan atau produk lain.
d) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) mengkonsumsi produk
unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna.
e) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) memegang atau menangani
sampel hewan atau manusia yang dicurigai mengandung H5N1.
f) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat
dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) atau binatang selain unggas
yang terinfeksi (babi atau kucing).
g) Ditemukan leukopeni.
h) Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI
menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A tanpa subtipe.
i) Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada
serial foto :

Infeksi selaput mata

Diare atau gangguan pencernaan


9

Fatigue

b. Kasus suspek
c. Kasus probabel
Dengan kriteria. :
1) Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan pemeriksaan uji
HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.
2) Hasil lab terbatas untuk influenza

H5 (terdeteksi antibodi spesifik H5 dalam

spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim kelaboratorium


rujukan).
d. Kasus konfirmasi
Dengan kriteria :
1) Isolasi virus H5N1 positif
2) Hasil PCR H5N1 positif.
3) Peningkatan 4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen.
4) Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 7 hari setelah awitan
gejala penyakit) dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula 1/80 .
5) Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1/80 pada spesimen serum yang diambil
pada hari ke stelah awitan disertai hasil positif uji serologi lain,mis titer HI sel
darah merah kuda 1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
Pencegahan :
1) Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi,atau burung terinfeksi.
2) Menghindari peternakan unggas.
3) Hati hati ketika menangani unggas.
4) Memasak dengan suhu 60C selama 30 menit,atau 80C selama 1 menit)

5) Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :


a)

Setelah memgang unggas.

b) Setelah memegang daging unggas.


c) Setelah memasak.
d) Sebelum memasak
Pengobatan :
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi gejala
dan komplikasi yang terinfeksi.
Macam obat :
1) Amantadine.
10

2) Rimatadine
3) Oseltamivir(tamiflu)
4) Zanavir(relenza)
3. TUBERKULOSIS (TBC)
a. Penyebab
TBC disebabkan oleh kuman / basil tahan asam (BTA) yakni micobactpi derium
tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,tetapi dapat
bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis
micobakterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia (matipik).
Hampir semua organ tubuh dapat terserang bakteri ini seperti kulit, otak, ginjal,
tulang dan paling sering paru.
b. Epidemiologi
Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India dan
Cina,diperkirakan penduduk dunia terinfeksi Tb secara laten. Di indonesia
diperkirakan terdapat 583 000 kasus baru dengan 140 000 kematian setiap tahun.
Faktor resiko TB ; HIV, DM, Gisi kurang, kebiasaan merokok.
c. Cara penularan
Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak.
1) Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes
tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2 -10 minggu.
Resiko menjadi TB paru dan TB ekstrapulmuner progresif infeksi primer
umumnya terjadi pada tahun pertama dan kedua.Infeksi laten bisa terjadi seumur
hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih
pendek.

d. Masa penularan
Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA,
penularan berkurang apabila pasien menjalani pengobatan adekuat selama min 2
minggu, sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan pasien dengan
persisten AFB positif dapat menjadi sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat
penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya
aerosolisasi waktu batuk / bersin, dan tindakan medis beresiko tinggi seperti intubasi
dan bronkoskopi.
Gejala klinis :
1) Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu /lebih.
11

2) Batuk berdahak
3) sesak napas
4) nyeri dada
5) Sering demam
6) nafsu makan menurun
7) penurunan berat badan
8) BTA (+)
Pengobatan :
Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT) dengan metoda
DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi poleh pengawas minum
obat. Untuk pasien baru TB BTA (+) ,WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat
setiap hari selama 2 bulan berturut terdiri rif , inh, pza dan etambutol diikuti inh dan
rif 3 kali seminggu selama 4 bulan.
Pencegahan :
a) Penemuan dan pengobatan TB
b) Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi.
c) Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi.
4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aereus)
Adalah salah satu tipe bakteri stayloccus yang ditemukan pada kulit dan hidung dan kebal
terhadap antibiotika.jumlah kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS.
Saat ini ada 2 tipe :
a. Health care asosiated (HA MRSA)
Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit.
b. Community asosiated (CA-MRSA)
Yang baru ini ditemukan ditempat tempat umum, fitness, loker-loker, sekolah dan
perabotan rumah tangga. Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan
tubuhnya lemah, jika daya tahan tubuh baik tidak akan menimbulkan gejala. Bakteri
yang dibawa si pasien menyebar dan berpindah pada orang lain dengan cara kontak
kulit dan menyentuh barang yang terkontaminasi. Stapylococcus menimbulkan gejala
seperti infeksi kulit, jerawat, bisul,

abses atau gigitan serangga, ini biasa

menyebabkan bengkak, merah dan nyeri. bakteri ini dapat menembus kulit sampai
dengan menimbulkan infeksi ditulang, sendi, aliran darah, jantung dan paru yang bisa
mengancam jiwa.
1) Penyebaran MRSA :
a) Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
b) Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga
yang MRSA.
c) Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih
12

d) Menyentuh hidung dari penderita MRSA


Tanda dan gejala :

Infeksi luka

Bisul

Folikel rambut yang terinfeksi

Impetigo

Kulit yang sakit seperti digigit serangga.

2) Diagnose :
Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan dikultur
untuk S aureus. Jika S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri
tersebut kemudian terkena antibiatikyang berbeda termasuk Meticilin dan S
aureus tumbuh dengan baik di Meticilin dalam kultur yang disebut MRSA.
Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
merupakan pembawa MRSA (Screning untuk carrier) tetapi sample kulit atau
selaput lender hanya diswab tidak dibiopsi.
3) Pengobatan MRSA :
Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti
menyebar infeksi kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA
yang tahan terhadap antibiotic banyak akan sulit untuk mengobati namun
beberapa antibiotic berhasil mengendalikan infeksi tapi jarang.
4) Tindakan pencegahan :
a) Kebersihan tangan sesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung anda.
b) Bila batuk terapkan etika batuk.
c) Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup
kain kasa, ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah.

d) Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juga melalui feces dan
urine.
e) Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita MRSA.
f) Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya.
g) Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengansabun dan
clorin 0,5%.

13

F. Kegiatan pelayanan PPIRS

14

1. Surveilans
Suatu pengamatan yang sistematis, efektif dan terus menerus terhadap
timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap
keadaan

atau

peristiwa

yang

menyebabkan

meningkatnya

atau

menurunnya resiko terjadinya penyebaran penyakit :


a. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda tanda tidak
dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
b. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit
apabila tanda - tanda infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak
mulai dirawat, maka perlu diteliti masa inkubasi dari infeksi tersebut.
c. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme
yang berbeda dari mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
d. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari
rumah sakit.
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.
1) Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi
yang sudah ada pada waktu masuk rumah sakit.
2) Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta
(mis toxoplasmosis, sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48
jam setelah masa kelahiran.
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :
1) Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit, selaput lender,
luka terbuka) yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis.
2) Inflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau
rangsangan zat non infeksi seperti zat kimia.
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi
antara lain :
1) Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit, sehingga
jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada
tempat lain.
2) Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga
mudah tertular.
3) Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari
yang paling sederhana seperti pemasangan infuse sampai tindakan
operasi.
4) Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti
biotika, akibat penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering
15

kali tidak rasional.


5) Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien, petugas ke
lingkungan yang dapat menularkan kuman pathogen.
6) Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.
Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari :
a). Petugas rumah sakit.
b). Pengunjung pasien.
c). Antar pasien itu sendiri.
d). Peralatan yang dipakai dirumah sakit.
e). Lingkungan.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi :
1) Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan.
2) Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
3) Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
4) Melindungi petugas.
5) Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan

petugas.
Infeksi nosokomial atau biasa disebut HAIs diantaranya :
1) ILI (Infeksi Luka Infus)
Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sbb :
a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat
operasi.
b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat
operasi atau berdasarkan bukti hispatologik.
c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut
tanpa ditemukan penyebab lainnya :
Demam (>38 C) , nyeri, eritema, atau panas pada vaskular

yang terlihat.
Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh

>15 koloni mikriba.


Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.
Untuk pasien 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala dan
tanda.

berikut tanpa ditemukan penyebab lain :


1) Demam (>38C rektal), hipotermia

(<37 C), apneu,

bradikardia, letargia, atau nyeri, atau panan pada vaskular yang


terlibat dan
2) Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intra vaskular tumbuh
>15 koloni mikroba
3) Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif
Petunjuk pelaporan ILI :
16

1) ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semi


kuantitatif dari ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau
tidak ada kultur darah maka dilaporkan sebagai ILI bukan
sebagai IADP.
2) Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila
tidak ditemukan infeksi lain dari bagian tubuh.
3) Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif
dilaporkan sebagai IADP
4) Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga)
hari sekali, sedangkan IV LINE untuk bayi dan anak-anak
setiap 5 (lima) hari sekali.
5) Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
6) Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak
dilakukan survey.
7) Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga
jumlah responden terpenuhi.
8) Golden standart penegakan kasus infeksi adalah melalui kultur
darah, setiap 3 bulan sekali

dilakukan kultur 3 responden

setiap ruangan.

Cara menghitung ILI


Numerator x 1000 = ..........%
Denominator
Jumlah kasus ILI x 1000 = ........ %
Jumlah hari pemakaian alat

Populasi beresiko ILI :


1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu
2x24 jam.
2) Lama penggunaan kateter, lama hari rawat, pasien dengan
immuno compromise, malnutrisi, luka bakar atau luka operasi
tertentu.
Pencegahan ILI :
1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan
tindakan.
2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.
3) Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali

diperlukan (lembab atau kotor ).


4) Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral
17

sesegera mungkin jika tidak diperlukan lagi.


2) ISK (Infeksi Saluran kemih)
Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang
pada pasien masuk rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa
inkubasi dan didapat sewaktu dirawat atau sesudah dirawat.
Kebijakan:
a) Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
b) Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak
dilakukan survey.
c) Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga
jumlah responden terpenuhi.
Infeksi
saluran
kemih
a).Endogen

Perubahan

dapat
flora

disebabkan

normal.

b). Eksogen
:
Prosedur yang tidak bersih / steril
Tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur.

2.1. Infeksi Saluran Kemih Simtomatik.


Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
Salah satu gejala ini :
Demam > 380C
Disuria
Nikuria ( urgency )
Polakisuria
Nyeri Suprapubik
Biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari
dua jenis mikroorganisme :
Dua dari gejala :
Demam 380C
Disuria
Nikuria
Polakisuria
Nyeri Suprapubik
Salah satu tanda :
Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase

dan atau nitrit.


Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine

yang tidak disentrifus.


Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine

yang tidak disentlifus.


Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen
18

yang sama dengan jumlah > 100.000 kuman/ml dari urin

yang diambil secara steril.


Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen
dengan jumlah 100.000 kuman/ml dan pasien diberi

antibiotic yang sesuai.


Diagnosis oleh dokter.
Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

2.2. Infeksi saluran kemih asimtomatik


Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
Memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin
dan tak ada gejala :
Demam 380C
Disuria
Nikuria
Polakisuria
Nyeri suprapubik
Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin
dengan tak lebih dari dua jenis kuman.
Tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan
urin dengan dua kali hasil biakan >100.000/ml dengan
mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan
tak ada gejala :
Demam 380C
Disuria
Nikuria
Polakisuria
Nyeri Suprapubik
2.3. Infeksi Saluran Kemih lain.
( dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan
retroperito neal atau rongga perinefrik ) dengan salah satu
criteria dibawah ini :
Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari
lokasi yang dicurigai.
Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau
operasi atau secara hispatologis.
Dua dari gejala :
Demam 380C
Nyeri local pada daerah yang dicurigai.
Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.

19

Dan salah satu dari tanda :


Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
Biakan darah positif
Radiologi terdapat tanda infeksi
Diagnosis dokter
Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala :
Demam 380C
Hipotermia
Apneu
Bradikardi
Disuria
Letargi
Muntah
Dan salah satu dari tanda :
Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
Biakan darah positif
Radiologi terdapat tanda infeksi
Diagnosis dokter
Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.
2.4. Infeksi Saluran Kemih pada neonatus
Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/
hipotermi, gagal tumbuh ( gejala sama dengan sepsis ).
Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis.
Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin
dari punksi suprapubik. Biakan urin positif kalau ditemukan
kuman lebih dari 100.000/ml urin.
2.5. Infeksi Saluran Kemih pada Anak
Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin
tidak khas.
Gejala : panas,

nafsu

makan

berkurang,

gangguan

pertumbuhan, kadang kadang diare atau kencing yang


sangat berbau.

Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah,


panas, sering kencing dan ngompol. Pada anak yang lebih
besar gejala spesifik makin jelas seperti ngompol, sering
kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang.
Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik,
kateterisasi buli buli.
Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat
diperiksa berbeda.
20

Diagnosis : Klinik dan laboratorik.


Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil melalui
suprapubik dikatakan positif apabila jumlah kuman sama atau
lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin pancaran
tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman
dalam urin 100.000 atau lebih/ml urin.
Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat piuria.
3. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )
3.1. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer
Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang
timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai
sumber infeksi. Criteria infeksi aliran darah primer dapat
ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala / tanda
berikut :
3.1.1. Klinis
a. Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab
lain :
1) Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau
tanpa pemberian antipiretika.
2) Hipotesi,
sistolik
<

90

mmHg.

Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam Dan Semua


gejala / tanda yang disebut dibawah ini :
3) Tidak ada tanda tanda infeksi di tempat lain.
4) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.

CATATAN :
Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan

diulang setiap 3 jam


Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh
diukur secara oral atau rectal.

b. Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan salah satu gejala /


tanda berikut tanpa penyebab lain :
1) Demam > 380C
2) Hipotermi < 370C
3) Apnea
4) Bradikardi
<

100x/mnt

Dan Semua gejala / tanda di bawah ini :


5) Tidak terdapat tanda tanda infeksi ditempat lain.
6) Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
c. Untuk

Neonatus

Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila


terdapat 3 atau lebih diantara enam gejala berikut :
21

1) Keadaan umum menurun antara lain : malas minum,


hipotermi (< 370C) hipertermi ( 380C ) dan sklerema.
2) Sistem
kardiovaskuler
antara
lain

tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi,


100/mnt dan sirkulasi perifer buruk.
3) Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung,
mencret, muntah dan hepatomegali.
4) Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak,
apnea dan takipnea.
5) Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot,
iritabel, kejang dan letargi.
6) Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning,
splenomegali

dan

perdarahan.

Dan Semua gejala / tanda di bawah ini :


7) Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak
ada pertumbuhan kuman.
8) Tidak terdapat tanda tanda infeksi ditempat lain.
9) Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
3.1.2. Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan. Ditemukan satu
diantara 2 kriteria berikut :
a. Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak
ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain.
b. Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
1) Demam > 380C.
2) Menggigil
3) Hipotensi
4) Oliguri
Dan Satu diantara tanda berikut :
a) Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut
turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi ditempat (organ / jaringan) lain.
b) Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien
yang

menggunakan

alat

intravascular

(kateter

intravena) dan dokter telah memberikan antimikroba


yang sesuai dengan sepsis.
c) Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejala
berikut :
Demam > 380C
Hipotermi < 370C
Apnea
Bradikardi<100/mnt

Dan satu diantara tanda berikut :


Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut
turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan lain )
22

Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien


yang menggunakan alat intravaskuler (kateter
intravena)

dan

antimikroba

dokter

yang

telah

sesuai

memberikan

dengan

CATATAN

infeksi

Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial


apabila :
Pada partus normal di rumah sakit infeksi

terjadi setelah lebih dari 3 hari.


Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa

didapatkan pintu masuk kuman.


Pintu masuk kuman jelas misalnya luka
infuse.

Cara penghitungan :
Numerator x 1000 = ..........%
Denominator
Jumlah kasus ISK x 1000 = ........ %
Jumlah hari pemakaian alat kateter urine
3.1.3. ILO (Infeksi Luka Operasi)
a. Pengertian SSI
1) ILO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan
jaringan bawah kulit (subkutan )
2) ILO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak
yang lebih dalam (fasia dan lapisan otot)
3) ILO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai
rongga dalam tubuh.
b. Kategori operasi :
Operasi bersih, adalah operasi dilakukan pada daerah /kulit
yang pada kondisi pra bedah tidak terdapat peradangan dan
tidak

membuka

traktus

respiratorius,

gastroinestinal,

orofaring, urinarius, atau traktus biliaris atau operasi


terencana

dengan penutupan kulit primer atau tanpa

pemakaian drain tertutup.


23

c. Kebijakan
1) Kriteria ILO superfisial :
a) Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari
setelah tindakan operasi.
b) Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit
(subkutan).
2) Terjadi 2 hal sebagai berikut:
a) Drainase bahan purulen dari insisi superficial
b) Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan
atau jaringan yang diambil secara aseptic dari tempat
insisi superficial.
Sekurang kurangnya terdapat :

Satu tanda atau gejala infeksi sbb : rasa nyeri,


pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau
hangat pada perabaan.

Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr


bedah dan hasil biakan positif atau tidak
dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak
memenuhi kriteria ini.

Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau


dokter yang menangani pasien tersebut.

3) Faktor Risiko ILO


a) Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit
berat, ASA Score, karier MRSA, lama rawat pra
operasi,

malnutrisi,

Diabetus

Militus,

penyakit

keganasan.
b) Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi,
jenis tindakan, antibiotik profilaksis, lama operasi,
tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi
darah, mandi sebelum operasi.
d. infeksi luka operasi.
1) Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan
perawatan.
2) Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak
dilakukan survey.
3) Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari
hingga jumlah responden terpenuhi.
e. Kategori resiko :
1) Jenis luka
2) Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
3) Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1
24

Keterangan :
a) Luka bersih : nontrauma ,operasi luka tidak infeksi,tidak
membuka saluran pernapasan dan genit ourinari.
b) Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran
pernapasan dan genitourinari.
c) Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka.
d) kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal.
f. Lama operasi :
waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit. Setiap
jenis operasi berbeda lama operasinya
a) Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang
ditentukan. Skor 0
b) Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1.
c) ASA score .
ASA 1-2,skor :0
ASA 3-5, skor :1
= X/Y x 100%
X

: jumlah kasus

infeksi yang terjadi dalam waktu

tertentu.
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.
4) Pencegahan ILO :
a) Pra bedah.
Persiapan pasien sebelum operasi.
Jika ditemukan tanda-tanda, sembuhkan dulu
infeksinya sebelum hari operasielektif dan

jika perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.


Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya
dilakukan bila daerah sekitar operasi terdapat
rambut yang dapat mengganggu jalannya
operasi (pencukuran dilakukan 1 jam sebelum
operasi dengan menggunakan alat cukur

elektric.
Kendalikan kadar gula darah pada pasn
diabetes dan hindari kadar gula darah yang
terlalu rendah sebelum operasi.

Sarankan pasien untuk berhenti merokok min


30 hari sebelum hari elektif operasi.
25

Mandikan pasien dengan cairan sabun yang


mengandung chlorhexidine 2 % min 1 jam

sebelum operasi.
Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah :
Kuku harus pendek dan jangan menggunakan

kuku palsu.
Lakukan kebersihan tangan bedah dengan
chlorhexidine 4 % setelah kebersihan tangan
tangan harus tetap mengarah ke atas dan
dijauhkan dari tubuh agar air mengalir dari
ujung

jari menuju siku,keringkan tangan

dengan handuk steril ,pakai saung tangan dan

gaun steril.
Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi.
Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda

infeksi agar mendapatkan pengobatan.


Profilaksis anti mikroba.
Pemberian anti mikroba hanya

bila

diindikasikan dan pilihlah yang paling efektif


terhadap

patogen

yang

umum

yang

menyebabkan ILO pada operasi jenis tersebut

yang direkomendasikan.
Berikan dosis profilaksi

awal

melalui

intravena 1 jam sebelum operasi sehingga sat


dioperasi konsentrasi bakterisida pada serum
dan jaringan maximal.
b) Intra Bedah.
Ventilasi
Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar

bedah.
Jangan menggunakan fogging dan sinar UV

dikamar operasi untuk mencegah ILO.


Pintu kamar bedah harus selalu tertutup
kecuali diperlukan untuk lewatnya peralatan

bedah.
Batasi jumlah orang yang masuk kamar

bedah.
Membersihkan dan desinfeksi permukaan

lingkungan.
Bila tampak darah atau cairan tubuh lain
gunakan chlorine 0,5 % dan biarkan 10 menit
kemudian bersihkan cairan tadi.
26

Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan

kamar bedah setelah selesai operasi kotor.


Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan
menggunakan detergennt normal.

c) Sterilisasi instrumen bedah.


Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.
Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk
instrumen yang harus digunakan segera seperti
instrumen jatuh saat operasi.
Pakaian bedah /drapes.
Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung
bila memasuki kamar bedah saat operasi berjalan .
Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut
dikepala.
Jangan menggunakan

caver

shoes

untuk

mencegah ILO Ganti gaun bila tampak kotor dan


terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
Gunakan gaun dan drape yang kedap air.
d) Teknik aseptik dan bedah.
Lakukan teknik aseptik

saat

melakukan

pemasangan CVP, kateter anestesi spinal /


epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril.
Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat
sebelum digunakan.
Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan
homeostasis yang efektif, minimalkan jaringan
yang mati atau ruang kosong (dead space) pada
lokasi operasi.
Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap
tertutup,letakan drain pd lokasi tubuh yang
terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera
mingkin bila sudah tidahk dibutuhkan.
e) Paska Bedah
Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada
daerah operasi segera laukakan penggantian
verban.
Lakukan mobilisasi sedini mungkin.
Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga
untuk mengkonsumsi makanan bergizi.

27

2. Kebersihan tangan.
Pedoman kebersihan tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan bagaimana
melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk pembedahan, telah
mengalami perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS
pada tahun 1980 an.
Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan kebersihan tangan
memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).
Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang kepatuhan
tenaga kesehatan dalam menkebersihan tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan
kebersihan tangan masih kurang, yaitu:
a.

Skin irritation

b.

Inaccessible handwashing supplies

c.

Being too bussy

d.

No thinking abut it

Kepatuhan menkebersihan tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari 50%, sedangkan
Galleger 1999 melaporkan bahwa kepatuhan menkebersihan tangan tersebut :

Individu

Patuh % Tidak Patuh %

Dokter
Perawat
Tenaga kesehatan lainya
Mahasiswa perawat

33
36
43
0

67
64
57
100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai
sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran mikro organisme
multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah
(Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat flora tetap
dan sementara yang jumlahnya sangat banyak.
Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap,
berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan
kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat
menyebabkan infeksi seperti : s. Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora
sementara, ditularkan melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau
permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan
sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air.
Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004).
a.

Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran dan debris secara


mekanis dari kulit kedua belah tangan dan mereduksi jumlah mikroorganisme transient
dengan menggunakan bahan tertentu.
28

Flora transien dan flora residen pada kulit .

b.

Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas lain, atau
permukaan lingkungan (meja, tensi, stetoskop atau toilet), organisme ini tinggal
dilapisan luar kulit dan terangkat saat kebersihan tangan. Flora residen tinggal dilapisan
kulit yang lebih dalam serta didalam folikel rambut dan tidak hilang seluruhnya saat
dilakukan pencucian dan pembilasan keras dengan sabun dan air mengalir untungnya
pada sebagian kasus, flora residen kemungkinan kecil terkait dengan penyakit infeksi
menular melalui udara seperti flu burung. Tangan atau kuku petugas kesehatan dapat
terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan infeksi seperti S.
Aureus, batang gram negatif.
Sabun

c.

Produk pembersih yang bergua untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga


membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang meempel sementara di
tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara
mekanik, sementara sabun anti septik disamping membersihkan juga dapat membunuh
kuman
Agen antiseptik

d.

Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikro organisme baik
yang transien atau residen.
Emolient

e.

Cairan organik seperti gliserol, propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada
handrub berguna sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit.

Air mengalir

f.

Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk kebersihan tangan merupakan
air bersih bebas mikroorganisme, memiliki turbiditas rendah (jernih ,tidak berbau )
Tujuan :
1.

Membersihkan kedua tangan dari kotoran

2.

Mereduksi jumlah microorganisme transient


Jenis kebersihan tangan ada 4 macam :

g.

1.
2.
3.
4.
h.

Kebersihan tangan surgical


Kebersihan tangan Aseptik
Kebersihan tangan sosial
Kebersihan tangan handrub
5 moment kebersihan tangan :

1. Sebelum menyentuh pasien.


2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
3. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
4. Setelah menyentuh pasien.
5. Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien
29

i.

Menggunakan 6 langkah kebersihan tangan


1. Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya sebanyak 4x
2. Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari sebanyak 4x.
3. Jari jari sisi dalam dari keduatangan petugas saling mengunci sebanyak 4x
4. Petugas menggosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya sebanyak 4x
5. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya sebanyak 4x
6. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya sebanyak
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan:
1. Kuku harus seujung jari tangan
2. Cat kuku tidak diperkenankan
3. Bila tangan luka atau tidak intak ,harus diobati dan dibalut dengan balutan yang
kedap air.
4. Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai

3. APD (Alat Pelindung Diri)


Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan
bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada
staf yang bekerja pada suatu unit perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, adanya AIDS dan
HCV dan resurgence tuberkulosis di banyak negara, memicu penggunaan APD menjadi
sangat penting untuk melindungi staf.
Termasuk Alat pelindung Diri a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata
(perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap,
masker, gaun dan tirai terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif,
bagaimanapun, terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau
cairan lain (darah atau cairan tubuh) menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini,
bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak negara, kain katun yang
enteng (dengan hitungan benang 140/in) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian
bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan
tahanan efektif, karena cairan dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat
kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk
ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk
dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan
kontaminasi dapat terlihat.
Macam APD :
a. Sarung tangan
Tujuan memakai sarung tangan :
30

Melindungi tangan dari kontak dengan darah, cairan tubuh, secret, eksekreta, mukosa,
kulit yang utuh dan benda-benda yang terkontaminasi.
Jenis sarung tangan :
1) Sarung tangan steril :
a) Digunakan di IKO, poli gigi atau poli bedah
b) Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif
c) Penggunaanya sekali pakai.
2) Sarung tangan tidak steril
1) Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan
2) Digunakan saat akan bersentuhan dangan cairan atau mukosa tubuh atau bahan

berbahaya.
3) Sarung tangan rumah tangga
1) Digunakan di linen, gizi, IPAL
2) Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan khusus
(piring yg licin, mencuci linen yang tebal, dll).

4) Tiga (3) saat petugas menggunakan sarung tangan :


1) Sebagai barrier protekif dan mencegah kontaminasi yang berat (saat akan
menyentuh cairan tubuh,sekresi,ekskresi,mukosa membran dan kulit yang tidak
utuh.
2) Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas ke pada pasien (saat
akan melakukan tindakan aseptik atau menangani benda benda yang
terkontaminasi.
3) Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien lain(saat
penggunaan sarung tangan yang benar,krn sarung tangan belum tentu tidak
berlubang walaupun kecil)
5) Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan :
1) Kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.
2) Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien.
3) Hindari jamahan pada benda-benda lain.
4) Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan harus dipahami.
b. Masker
Pelindung wajah bertujuan melindungi selaput lendir, hidung, mulut, dan mata.
Jenis alat :
1) Masker
Jenis masker :
a) Masker bedah
31

Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi, poli
bedah, VK

Di ganti bila basah atau selesai pembedahan

Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan
semua rambut muka

Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu bekerja,


bicara, batuk atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau
cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut.

b) Masker khusus

Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien yang
mendapatkan imuno supresan atau petugas atau pasien yang sakit batuk.

Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi.

Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker N95 maka untuk
penggunakan diruang isolasi TBC menggunakan masker bedah rangkap 2.

c) Masker biasa.

Digunakan dalam kegiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau


(saat pengelolaan sampah, kamar mandi, ipal dll)

Digunakan saat menderita batuk pilek.

Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau


(personal higiene,Membantu Bab,Bak,perawatan luka)

d) Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat


pelindung dilakukan ?
c. Kaca mata
Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang
terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata

pengaman, pelindung muka dan visor.


Digunakan untuk prosedur bedah dan kemoterapi, mengosongkan drinage.

d. Topi
Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan

berbahaya.
Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat di daerah steril dan juga sebaliknya melindungi kepala petugas

dari bahan bahan berbahaya dari pasien.


Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas
(operasi,pemasangan kateter vena sentral).

32

e. Apron/celemek
Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi

cipratan atau kontak dengan cairan tubuh pasien.


Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen , dapur,

IPAL, Laboratorium, VK.


Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien (instrumen, urinal,
pispot, bengkok dll).

f. Pelindung kaki
Tujuan :

Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh
lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan
nalkes.

Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan

Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan
untuk melindungi kaki dari:
Cairan atau bahan kimia yang berbahaya
Bahan atau peralatan yang tajam.

g. Gaun pelindung
Tujuan :

Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau


cairan tubuh lainnya yang dapat mencemari baju.

Jenis Gaun :

Gaun pelindung tidak kedap air.

Gaun pelindung kedap air.

Gaun steril.

Gaun non steril.

Indikasi penggunaan gaun :

Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran


/kontaminasi pada pakaian petugas seperti.

Seperti membersihkan luka bakar.

Tindakan drainage.

Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau


Toilet.

Menangani pasien perdarahan masif.

Tindakan bedah.

Perawatan gigi.

Gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien.


33

h. Helm
Terbuat dari plastik.
Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan
dengan bangunan.

34

No

Kegiatan

Cuci
tangan

Sarung tangan
Steril biasa

Jubah/
Celemek

Masker
Google

Perawatan umum
1.

2.

3.
4.
5.
6.

Tanpa luka
Memandikan
bedding
Reposisi
Luka terbuka
Memandikan
bedding
Reposisi
Perawatan perianal
Perawatan mulut
Pemeriksaan fisik
Penggantian balutan
Luka operasi
Luka decubitus
Central line
Arteri line
Cateter intravena

K/P

K/P

K/P

K/P

K/P

K/P
K/P
K/P
K/P
K/P

K/P
K/P
K/P
K/P
K/P

K/P
K/P
K/P

K/P
K/P
K/P
K/P

K/P
K/P

K/P
K/P

K/P
K/P
K/P
K/P

K/P
K/P

Tindakan Khusus.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Pasang cateter urine


Ganti bag urine / ostomil
Pembilasan lambung
Pasang NGT
Mengukur suhu axilia
Mengukur suhu rectal
Kismia
Memandikan jenazah

K/P

Perawatan saluran nafas


15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Tubbing ventilator
Suction
Mengganti plaster ETT
Perawatan TT
PF dengan stethoscope
Resusitasi
Airway management

K/P

K/P

K/P

K/P

K/P

K/P

K/P

Perawatan Vasculer
22. Pemasangan infuse

Lebih
baik
Lebih
baik
Lebih
baik

23. Pengambilan darah vena

24. Punksi arteri

25. Penyuntikan IM / IV / SC
26. Penggantian botol infuse
27. Pelesapan dan penggantian
selang infuse
28. Percikan darah / cairan
tubuh
29. Membuang sampah medis
30. Penanganan alat tenun.

35

K/P

4. CSSD / Sterilisasi
Adalah membunuh semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial
Adalah Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry heat
dengan menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan
untuk proses sterilisasi.
a. Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan
efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan
Mangum 2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk
mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas
pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat
disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak
tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas.
b. Kondisi Standar Sterilisasi Panas
c. Sterilisasi uap (Gravitas) : Suhu harus berada pada 121C; tekanan harus berada pada
106 kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau
pada suhu yang lebih tinggi pada 132C, tekanan harus berada pada 30 lbs/in; 15
menit untuk alat terbungkus.
Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in) dapat agak berbeda bergantung pada
sterilisator yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik.
d. Panas kering:

170C selama 1 jam (total cycletime-meletakkan instrumen-instrumen di oven,


pemanasan hingga 170C, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5
jam), atau

160C selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).


Ingat:
Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target.

Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih
pendek, hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk
alat-alat individual.

Kegiatan di unit CSSD :


36

1) Unit CSSD berada disebelah kamar operasi


2) Jam penerimaan bahan yang akan disteril lagi dari ruangan :
a) Pagi pukul 07.00 - 08.00 WIB
b) Siang pukul 14.00 - 15.00 WIB
3) Ruangan CSSD terdiri dari 4 area, seperti yang terlihat pada.
Area ini adalah :
a) Area penerimaan / pembersihan hal-hal kotor.
Di area ini, peralatan kotor diterima, dibongkar dicuci, dibilas dan
dikeringkan. Area penerimaan / pembersihan hal-hal kotor harus
memiliki :

Sebuah konter penerimaan,

Dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan dan satu untuk
membilas) dengan suplai air bersih; dan sebuah konter peralatan yang
bersih untuk pengeringan.

b) Area kerja bersih


Di area kerja bersih, peralatan bersih :

Diperiksa barangkali ada catat atau kerusakan ;

Dipak (bila terindikasi), baik disterilisasi maupun DTT; dan

Dikirim untuk disimpan seperti dalam bentuk dipak atau di anginanginkan untuk dikeringkan dan dimasukkan dalam wadah steril
atau DTT.

Area kerja bersih harus mempunyai:

Seja besar;

Rak-rak penyimpanan peralatan bersih dan yang sudah dipak; dan

Sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas tinggi, steamer, atau


boiler.

c) Area penyimpanan peralatan bersih, dan


Simpanlah peralatan bersih di area ini. Staf CSD juga harus memasuki CSD
melalui area ini. Lengkapi peralatan area ini dengan :

rak-rak (lebih baik tertutup) untuk menyimpan peralatan bersih, dan


ruangan tersendiri.

d) Area penyimpanan steril atau DTT.


37

Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril
atau DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat.

Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di


kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup
lebih baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari
debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya
akses terbatas dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol).

Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan


bebas kain tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga
reguler.

Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus


disimpan dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari
langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.

Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus


melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga).

Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai


peringatan bahwa paket itu rentan atas proses kontaminasi dan
menghemat ruang penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.

Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.

Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga


dibuka.

Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan.

Sistem Shelf Life :


Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan
bukan terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan
integritas dan

Efektivtas pak tersebut.


Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas
pak

mencakup berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak,

penetrasi kelembaban, dan kontaminasi udara.

Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah


basah, terjatuh di lantai, berdebu atau tidak tersegel.

Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan,
kondisi selama penyimpanan dan pengangkutan, dan jumlah penanganan
sebelum digunakan.

Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah


kerusakan dan kontaminasi.
38

Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan


penanganan pak secara berlebihan atau kurang tepat. Idealnya sebuah
peralatan harus ditangani tiga kali: (1) ketika mengeluarkan dari
sterilizer cart dan menempatkan di rak penyimpanan, (2) ketika
mengangkutnya ke tempat peralatan itu akan digunakan, dan (3) ketika
memilihnya dibuka untuk digunakan.

Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau


membahayakan efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak
adalah :
Bakteri di udara
Debu
Kelembaban
Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya
Terbukanya pak tersebut.
Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah
pak tersebut untuk memastikannya tidak terkontaminasi.

e) Penanganan dan pengangkutan hasil sterilisasi

Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan


DTTdari peralatan kotor dan peralatan yang harus dibuang. Jangan
memindahkan atau menyimpan peralatan ini bersama-sama.

Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke


prosedur atau ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan
penutup untuk mencegah kontaminasi.

Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum


membawa suplai ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area
kerja CSD yang bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu dan
menjadi tempat bersarang serangga yang dapat mengontaminasi area
ini.)
Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan /
pembersihan di CSD.

Dengan tong sampah tertutup dan antibocor.


Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan
dengan tong sampah tertutup dan antibocor.
CSSD menggunakan buku ekspedisi serah terima barang sterilisasi.
Monitoring mutu hasil sterilisasi dilakukan dengan 3 indikator
( mekanik, kimia, biologi ).
Sebelum dilakukan sterilisasi, dilakukan bowiedick tes pada alat
sterilisasi.
39

Kalibrasi eksternal autoclave dilakukan 1 tahun sekali.


Perawatan autoclave dilakukan setiap bulan.
4) Area Penyimpanan Steril atau DTT
Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril
atau DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat :

Batasi akses ke area penyimpanan ini dan / atau simpanlah peralatan


di kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang
tertutup lebih baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah
dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini
punya akses terbatas dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)

Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan


bebas kain tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga
reguler.

Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus


disimpan dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari
langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.

Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus


melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)

Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai


peringatan bahwa paket itu rentan atas proses kontaminasi dan
menghemat ruang penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.

Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.

Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga


dibuka.

Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan

Sistem Shelf Life :

Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan
bukan terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan

integritas dan efektivtas pak tersebut.


Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas
pak mencakup berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak,

penetrasi kelembaban, dan kontaminasi udara.


Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah

basah, terjatuh di lantai, berdebu atau tidak tersegel.


Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan,
kondisi

selama

penyimpanan

dan

pengangkutan,

dan

jumlah

penanganan sebelum digunakan.


40

Menyegel pak - pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah


kerusakan dan kontaminasi.
Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan
penanganan pak secara berlebihan atau kurang tepat. Idealnya sebuah
peralatan harus ditangani tiga kali : (1) ketika mengeluarkan dari
sterilizer cart dan menempatkan di rak penyimpanan, (2) ketika
mengangkutnya ke tempat peralatan itu akan digunakan, dan (3) ketika
memilihnya dibuka untuk digunakan.

Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau


membahayakan efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak
adalah:

Bakteri di udara
Debu
Kelembaban
Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya
Terbukanya pak tersebut.
Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak
tersebut untuk memastikannya tidak terkontaminasi.

Penanganan dan Pengangkutan Instrumen dan Peralatan Lainnya

Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTT
dari peralatan kotor dan peralatan yang harus dibuang. Jangan

memindahkan atau menyimpan peralatan ini bersama-sama.


Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke
prosedur atau ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan

penutup untuk mencegah kontaminasi.


Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum
membawa suplai ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area
kerja CSD yang bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu dan
menjadi tempat bersarang serangga yang dapat mengontaminasi area

ini.)
Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan /
pembersihan di CSD dengan tong sampah tertutup dan anti bocor.
Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan
dengan tong sampah tertutup dan anti bocor.
(Untuk informasi tambahan berkenaan dengan penanganan dan
pengelolaan peralatan yang akan dibuang)

Pemeriksaan indikator mutu sterilisasi :


1. Indikator mekanik
2. Indikator Kimia
41

3. Indikator biologi
4. Indikator mikrobiologi
5. Sumber : Perkins 1983

5. Dekontaminasi
Merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang telah
tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda
lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus
direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV,
HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut (AORN 1990;
ASHCSP 1986).

Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat kontaminasi
oleh kuman pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nystrm (1981)
menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar dan
dari 100 mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan didekontaminasi.
Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan benda-benda lain yang
dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk meminimalkan risiko
infeksi .

42

a.

Proses desinfeksi barang use yang di reuse


Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi :

Tingkat
resiko
Kritis

Penerapan
Alat yg masuk,
penetrasi
dalam jaringan
steril, rongga,
aliran darah

Proses

Penyimpanan

Sterilisasi steam, Sterilisasi harus


sterad atau DDT dijaga :
bungkusan alat
harus kering,
kemasan tidak
robek,
Bungkusan harus
dibuat dengan
menghambat
bioefektif selama
penyimpanan,
simpan alat steril
pada area steril
guna melindungi
dari kontaminasi
lingkungan.

Contoh alat

Alat yang
digunakan untuk
tindakan invasif.

Alat steril yang


tidak dibungkus
harus segera
dipakai

Semi
kritis

Alat yang
kontak dengan
selaput lendir

Sterilsasi steam /
termal dan
dengan cairan
desinfektan
tingkat tinggi

Simpan pada daerah


bersih dan kering
guna melindungi
dari kontaminasi
lingkungan

Alat yang berhubungan


dengan respiratori :
LM laringeal mask.
Vaginal speculum.
endotrakeal non
kinkin.
probe invasif
ultrasonic (trans
vaginal probe).
Fleksible
Colonoscope
Breast pump

Non
kritis

Alat yang
kontak dengan
kulit

Bersihkan alat
Simpan dalam

dengan
keadaan bersih
menggunakan
ditempat yang kering
detergent dan air
jika
menggunakan
desinfektan
gunakan yang
compatibel

Alat non invasif


equipment :
Bedpan dan
urinal.
Manset tekanan
darah.
Bed
Termometer.
Tourniket
Tensi meter

43

b.

Desinfeksi lingkungan rumah sakit

Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly didesinfeksi


dengan detergen netral

Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan
desinfeksi tingkat menengah

6. Kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi


Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi hal-hal
sebagai berikut. Namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body substance
isolasi (BSI) menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb :
a. Pencegahan / kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien dan pasien yang
mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, meliputi :

Kebersihan tangan.

Penggunaan APD (alat pelindung diri )

Peralatan perawatan pasien.

Pengendalian lingkungan.

Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.

Kesehatan karyawanan /perlindungan petugas kesehatan.

Penempatan pasien.

Higiene respirasi/etika batuk.

Praktek menyuntik yang aman.

Praktek untuk lumbal punksi.

KOMPONEN UTAMA DAN PENGGUNAANNYA


Komponen utama Pencegahan Baku dan penggunaannya terdapat dalam Tabel 2-1.
Penggunaan pelindung (barier) fisik, mekanik, atau kimiawi di antara mikroorganisme
dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap atau petugas
layanan kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan
infeksi (barier membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit). Contohnya,
tindakan berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada klien, pasien
dan petugas layanan kesehatan serta menyediakan sarana bagi pelaksanaan Pencegahan
Baku yang baru:

Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi

menularkan infeksi.
Kebersihan tanganprosedur

yang

paling

penting

dalam

pencegahan

kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).

44

Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka,
selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang kotor
dan sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.

7. Management Resiko PPI


Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan, memerlukan perhatian dan
tindakan yang baik. Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang merupakan acuan
mutu rumah sakit, sehingga memerlukan tindakan yang baik.
Oleh sebab itu kita harus tahu dulu :
a. Resiko adalah :

Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan
(AS/NZS 4360:2004)

Efek ketidak pastian tujuan (ISO 3100:2009)

b. Management Resiko adalah :

Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang peluang
sambil mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)

Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi


berkaitan dengan resiko (ISO 3100:2009)

c. Identifikasi Resiko
Adalah proses mengenal ,menemukan dan mendiskripsikan resiko .
Hal pertama yang dilakukan untuk mengelola resiko adalah mengidentifikasi,
identifikasi ini juga dibagi 2 secara Proaktif dan Reaktif.

Identifikasi secara proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dikakukan proaktif


mencari resiko yang menghalangi rumah sakit mencapai tujuan. Jika faktor
resikonya belum muncul dan bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan dengan
cara, audit, brainstorming, pendapat ahli, FMEA, analisa swot.

Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi setelah resiko muncul dan
bermanifestasi dalam bentuk insiden dan gangguan. Metoda yang digunakan
adalah pelaporan insiden. tentu saja kita akan melaksanakan prinsip identifiksi
proaktif karena belum menimbulkan kerugian.

d.

Analisa Resiko.
Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko, analisa
dilakukan dengan cara menilai :

seberapa sering peluang resiko muncul,

berat ringannya dampak yang ditimbulkan tabel.

Descripsi

1
Jarang

2
Intermediate

3
Sering

4
Selalu
terjadi

Frekuensi
Probability
45

Dampak
Occurence
Setelah skor peluang dan dampak / konsekuensi dikalikan tujuannya mendapatkan
peringkat sehingga dapat menentukan skala prioritas penangannnya.
Tabel Peringkat Resiko.

Ekstrim ( 15-25)

Tinggi (8-12)

Sedang (4-6)

Resiko rendah (1-3) Evaluasi Resiko.

Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko untuk
menentukan apakah resiko dan / besarnya dapat diterima atau ditolelir. Sedangkan
kriteria resiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnya resiko dievaluasi .
Dengan evaluasi resiko ini setiap resiko dilelola oleh orang yang bertanggung jawab
sesuai denga resiko, dengan demikian tidak ada resiko yang terlewat.
e. Penanganan Resiko
Adalah proses memodifikasi Resiko :

Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan


aktivitas yang menimbulkan resiko.

Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang(lebih baik,baik)

Mengubah kemungkinan.

Menghilangkan sumber infeksi.

Mengubah konsekuensi.

Berbagi resiko dengan pihak lain.

Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan.

8. Ruang Isolasi (kohorting)


Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit. Isolation precaution merupakan bagian
integral dari program pengendalian infeksi nosokomial tujuan. Isolation Precaution
bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke pasien
lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit
dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat
diperlukan.
a. Airborne Precaution
1) Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai
berikut:
Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.
Pertukaran udara 6 12 kali/jam.

46

Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien
sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.
Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan
pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara
kohort.
Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.
b. Respiratory Protection
1) Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan
pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis
2) Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau
diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai
respiratory protection (N 95) respirator.
3) Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai
perlindungan pernafasan.

c. Patient Transport
1) Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang
penting saja.
2) Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

d. Droplet Precaution
1) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri
Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohort
Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan
pasien lainya
2) Masker
Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft
Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan
3) Pemindahan pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk
tujuan yang perlu
Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien
dianjurkan pakai masker.

47

e. Contact Precaution
1) Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri
Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
2) Sarung tangan dan kebersihan tangan.
Gunakan sarung tangan sesuai prosedur
Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme
Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan
Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub
Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa tangan
tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi,
untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan
lain.
3) Gaun
Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi
bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau
peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare,
fleostomy, colonostomy, luka terbuka
Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak

mungkin kontak dengan

permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke


pasien atau lingkungan lain
4) Transportasi pasien
Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk
tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya,
pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan
meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau
permukaan lingkungan dan peralatan.

Peralatan Perawatan Pasien


Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri,
atau secara kohort
Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau
desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain.

48

Recommendation Isolation Precaution


administrative Controls
Pendidikan
Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien,
petugas, dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan
bertanggung jawab dalam menjalankanya. Adherence to Precaution (ketaatan
terhadap tindakan pencegahan).
Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya
perbaikan langsung.
Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya :
Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri.
Saat ini rumah sakit Panti Rahayu belum memiliki ruang isolasi tersendiri,
kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien menular
yang sesuai ketentuan, untuk merawat pasien, RS Panti Rahayu menggunakan
cara Pengelompokan (Kohorting ) pasien menular TBC, diare berat, varicella
perdarahan tak terkontrol, luka lebar dengan cairan keluar.
Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau
masker N 95 (bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut.
Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien
tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai gunakan penampung
dahak / ludah tertutup sekali pakai (disposable).
Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hatihati dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag
yang berlabel ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar
ruang isolasi. Setelah itu petugas harus kebersihan tangan di dalam ruang
isolasi.
Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:
Termometer
Stetoskop
Tensimeter

Wadah / bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)

49

Tempat pembuangan limbah infeksius:


o Jas
o Instrumen
o Sampah termasuk sisa makanan, alat makan

Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting

Barrier atau penghalang .

APD yang sesuai

9. Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit


Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan klinik, yang
meliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan rumah
tangga adalah :
Mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan
masyarakat sekitar,
Mengurangi risiko kecelakaan, dan
Mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf
Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor
administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan
air. Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh
lain, tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1%
yang ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan
selain sabun dan air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi,
kamar pulih, dan ruang perawatan intensif.

Peralatan yang single use yang di Re-use


Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety, maka peralatan yang
digunakan baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keselamatan
pasien. Hal ini terkait kontaminasi yang ditimbulkan jika digunakan kembali, oleh
sebab itu dilakukan aturan peralatan yang use dan re-use sbb :
Peralatan yang use (sekali pakai)
Berupa benda tajam
Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien
Yang penggunaannya dilakukan secara septic.
Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan non kritikal.

50

Kategori Alat-alat medis :


Tingkat
resiko
Kritis

Penerapan

Proses

Penyimpanan

Alat yg masuk,

Sterilisasi steam, Sterilisasi harus

penetrasi dalam

sterad atau DDT

jaringan steril,

Alat yang

dijaga :

digunakan untuk

tindakan invasif.

rongga, aliran

Bungkusan alat
harus kering.

darah

Contoh alat

Endoskopidan

kemasan tidak

assesoris yang

robek

dipakai dlm

Bungkusan harus

tindakan invasif :

dibuat dengan

alat ERCP

menghambat

Laparoskopi

bioefektif selama

Broncoskopi

penyimpanan

instrument

simpan alat steril

bedah/operasi

pada area steril


guna melindungi
dari kontaminasi
lingkungan.

Alat steril yang


tidak dibungkus
harus segera
dipakai.

Semi

Alat yang

Sterilsasi steam / Simpan pada daerah

Alat yang berhubungan

kritis

kontak dengan

termal atau

bersih dan kering

dengan respiratori :

selaput lendir

dengan cairan

guna melindungi

LM laringeal mask.

desinfektan

dari kontaminasi

Vaginal speculum.

chlorine 0,5 %

lingkungan

Endotrakeal non
kinkin.

probe invasif
ultrasonic (trans
vaginal probe).

Fleksible
endocopes:
Colonoscope
Sigmoideskope
51

Breast pump

Non

Alat yang

Bersihkan alat

Simpan dalam

kritis

kontak dengan

dengan

keadaan bersih

equipment:

kulit

menggunakan

ditempat yang kering

Bedpan dan

Alatnon invasif

detergent dan

urinal.

air. Jika

Manset tekanan

menggunakan

darah.

desinfektan

Bed

gunakan yang

Termometer.

compatibel

Tourniket
Tensi meter
Pot obat
pasien.
kontainer darah

Batas penggunaan alat medis

Alat medis

Frekuensi

Dengan

penggunaan

melihat

Laringeal

ulang&proses
40x

mask

steam

Nasal

5x

spray

steam

Endotracea

40x

tube non

steam

kinkin
Respiratory 30x
valve

steam

Proses kontrol

Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan.


Setelah 40x alat langsung dibuang.
Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang
Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan.
Setelah 40x alat langsung dibuang.
Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang
Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan.
Setelah 40x alat langsung dibuang.
Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang

Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan .


Setelah 30x alat langsung dibuang.
Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang

Beast
pump

52

hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi :

Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah :

Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah


keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis.

Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis


kotoran biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan
bebas dari zat Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik.

Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia
dengan pelarut atau zat pembersih.

Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan


bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan
diabsahkan untuk pemastian kesterilan, uji-uji untuk keutuhan kemasan,
pemeriksaan dan pengendalian prosedur dengan pencatatan pemakaian
alat tersebut

Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau


sekali pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(ICN) RSPB
untuk memungkinkan pengembangan protokol langkah demi langkah untuk
proses ulang.
Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk
menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke
HICMR sesuai dengan kondisi.
10. Pengelolaan linen
Memproses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan,
membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci, mengeringkan,
melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memproses
linen secara aman dari berbagai sumber adalah suatu proses yang rumit. Prinsip-prinsip
dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan,
membawa dan memilih linen kotor harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai
pakaian tebal atau sarung tangan rumah tanggauntuk mengurangi risiko perlukaan oleh
jarum atau benda tajam, termasuk pecahan gelas. Staf yang bertanggung jawab terhadap
pencucian barang kotor harus memakai sarung tangan utiliti, alat pelindung mata, dan
apron plastik atau karet.

53

a. Pengelolaan Lingkungan dan bangunan


Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat
mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS
dengan cara :

Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari


lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana
kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan mempertimbangkan
cost efektif.

Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman.

Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Ruang lingkup pengelolaan lingkungan :

Kontruksi Bangunan

Udara

Air

Pembersihan Lingkungan Rumah Sakit

Pembersihan Lingkungan di Ruang Gizi

Pembersihan di ruang Laundry

Konstruksi dan renovasi bangunan harus memperhatikan.


Pengertian
Cara melakukan perubahan bentuk, penambahan ruangan pada lokasi tertentu
yang meliputi design interior, eksterior, civil dan medical.
Definisi dari kegiatan konstruksi :
Tipe kegiatan renovasi ada 4 type :
a. Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum.
Termasuk namun tidak terbatas pada : penghapusan ubin langit-langit untuk
inspeksi visual (terbatas pada 1 genteng per5m2), lukisan (tetapi tidak
pengamplasan); mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik; pipa kecil; setiap
kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding
atau akses ke langit-langit selain untuk inspeksi visual.
b. Tipe B skala kecil dan jangka pendek, yang menghasilkan debu sedikit.
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan
54

komputer, akses keruang chase, memotong dinding atau langit langit dimana
migrasi debu dapat dikendalikan.
c. Tipe c kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat tinggi.
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pembongkaran atau penghapusan
komponenbangunan built-in atau rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan
atau mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai / wallpaper, ubin dan
casework langit-langit, konstruksi dinding baru, ductwork kecil atau pekerjaan
listrik diatas langit- langit, kegiatan pemasangan kabel utama.
d. Tipe d penghancuran besar dan proyek konstruksi
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penghancuran berat, penghapusan sistem
plafon yang lengkap, dan konstruksi baru.
Tujuan.
Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan
renovasi bangunan.
Kebijakan
Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan.
Kelompok 1

Rendah
Area kantor
Tanpa

Kelompok 2

Sedang
Perawatan
pasien dan

pasien/area

tidak tercakup

resiko

dalam Grup 3

rendah yang

atau 4
Laundry
Kantin
Manajemen

Material
Penerimaan /

tidak
terdaftar
dimanapun

Kelompok 3

Sedang Tinggi
UGD
Radiology
Recovery Rooms
Ruang Maternitas

/VK
Kamar bayi
Lab Microbiologi
Farmasi

Kelompok 4

Tinggi
Area klinis
Kamar Operasi
Kamar prosedur
invasif pasien rawat

jalan
Area Anastessi &

pompa jantung
Semua Intensive Care
Unit (kecuali yang
tertulis di Grup4)

Pemulangan

Laboratorium
tidak spesifik
seperti
Grup3Koridor
55

Umum (yang
dilewatipasien
,suplai,dan
linen)

Pedoman kontrol infeksi


Kelas I

Jalankan pekerjaan dengan metode untuk meminimalkan peningkatan


debu dari operasi konstruksi

Kelas II

Mengganti genteng langit-langit untuk inspeksi visual secepatnya


Penyediaan aktif berarti untuk mencegah debu udara menyebaran
keatmosfir

Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban.

Konstruksi yang mengandung limbah sebelum ditransportasi harus dalam


wadah tertutup rapat.

Pelbasah/atau vakum dengan vakum HEPA ber-filiter.

Tempatkan lap kaki dipintu masuk dan keluar dari area kerja dan
mengganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi proses kerja.

Isolasi

sistem

HVAC

didaerah

mana

pekerjaan

yang

sedang

dilakukan/kohort dengan tekanan negatif.


Kelas III

Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek selesai.


Isolasisi sistem HVAC di wilayah dimana pekerjaan tengah
dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari sistem saluran.

Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi dimulai.

Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan unit


ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk mempertahankan
tekanan negatif. Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara.

Jangan menghilangkan barriers dari area kerja sampai proyek


lengkap dibersihkan.

Pel basah atau vakum dua kaliper 8 jam periode kegiatan konstruksi
atau sesuai yang diperlukan dalam rangka untuk meminimalkan
jejak.

Singkirkan bahan penghalang dengan hati-hati untuk meminimalkan


penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan konstruksi.
Bahan barrier harus diusap basa, Vakum dengan menggunakan
HEPA atau berikan kabut air agar lembab sebelum disingkirkan.

Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah tertutup rapat sebelum


ditransportasi.
56

Tempatkan keset kaki dipintu masuk dan keluar dari area kerja dan
diganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi aktifitas kerja.

Kelas IV

Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek telah selesai.


Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan tengah dilakukan
untuk mencegah kontaminasi system saluran.

Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi dimulai.

Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan unit


ventilasisaringan HEPA atau metode lain untuk mempertahankan tekanan
negatif. Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara

Beri segel pada lubang,pipa,saluran dan tusukan untuk mencegah migrasi


debu.

Bangun

anteroom

dan

mengharuskan

semua

personil

melewati

ruangan.Pel basah atau vakum HEPA anteroom tiap hari.

Selama pembongkaran,kerja yang menghasilkan debu atau bekerja


dilangit-langit,sepatu sekali pakai dan baju harus dipakai dan dibuang di
anteroom ketika meninggalkan area kerja.

Jangan menghilangkan barriers dari area kerja hingga selesai proyek


dibersihkan.

Singkirkan bahan pengghalang hati-hati untuk meminimalkan penyebaran


kotoran dan puing-puing yang terkait dengan konstruksi.

57

11. Antibiogram
Dengan pemeriksaan kultur akan didapatkan hasil resistensi kuman terhadap antibiotika
yang digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit.
a. Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa.
Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan yang
telah kadaluwarsa.
12. Upaya pencehan dan kesehatan karyawan.
Petugas

kesehatan

beresiko

terinfeksi

bila

terekspos

saat

kerja,

juga

dapat

menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan lain.


Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
terinfeksi apa saja dan status imunisasinya, imunisasi yang dianjurkan hepatitis B, bila
memungkinkan haemophilus influenza, campak, tetanus, difteri, rubella, mantoux test.
Alur pasca pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV,HBV,HCV.
Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang didapatkan dari rumah
sakit.meliputi :
a. Monitoring dan support kesehatan petugas.
b. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS.
c. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan.
d. Menyediakan antivirus profilaksis.
e. Surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia
ke manuasia.
f. Terapi dan follow up.
g. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena
infeksi.
h. Upayakan support psikososial.
Tujuan :

Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit.

Memelihara kesehatan petugas kesehatan.

Mencegah KLB.

Unsur yang dibutuhkan :

Petugas yang berdedikasi

SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik

Koordinasi yang baik antar unit

Penanganan pasca pajanan infeksius

Pelayanan konseling dan privasi

58

Pelaksanaan :

Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B,


iminisasi masal dan diulang tiap 5 tahun pasca imunisasi.

Management pasca pajanan.

Tes pada pasien sebagai sumber pajanan.

Tes HBS Ag dan Anti HBs petugas.

Pemberian immunoglobulin hepatitis B pasca pajanan sebelum 48 jam

Evaluasi :

Dilakukan sebelum dan sesudah pajanan.

Status imunisasi.

Riwayat kesehtan yang lalu.

Terapi saat ini.

Pemeriksaan fisik.

Pemerisaan lab dan radiologi.

Edukasi :

SPO PPI

Kewaspdaan isolasi

Kewaspadaan transmisi

Pelaporan yang meliputi :

Informasi resiko ekspos.

Alur mangemen dan tindak lanjut.

Penyimpanan data

Pajanan dan tindakan :

Virus H5N1
Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari.

Virus HIV
Resiko terpajang 0,2 0,4 % per injuri. Profilaksis diberikan dalam waktu 4
jam pasca pajanan dengan pemberian ARV, AZT, 3TC dan Indinavir sesuai
pedoman. Pasca pajana harus dilakukan pemeriksaan HIV seroologi dan dicatat
sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya.

59

Virus Hepatitis B
Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan, segera pasca pajanan
dilakukan pemeriksaan, dapat terinfeksi bila sumber pajanan positif
HbsAg atau HbeAg.

i. Berikut tata laksana penyakit menular dan pencegahannya :


Penyakit

Masa
inkub
asi

Abses

Menular
selama/ virus
shedding
Selama luka

Cara
transmisi

Kewaspadaan
yang perlu
dijalankan

kontak

Kontak

Acinetobactr

cairan tubuh
Luka bakar

Flora N kulit

Standar dan

baumanii

yang di

manusia,

kontak

hydroterapi

mukus

Masa
petugas
diliburkan/
tindakan

Tindakan

konserfatif

mengeluarkan

membran dan
tanah.
Bertahan di
tempat lembab
dan kering
sampai
berbulan,
menular
melalui
peralatan rawat
respirasi,
tangan
petugas,
humidifier,
stetoscop,
termometer,
matras, bantal,
prmk TT, mop,
gorden, tempat
mandi luka
terbuka
Adenovirus

6-9

Sekret saluran

Droplet,

Konserfati

type 1-7

hari

nafas

kontak

f
60

Aspergilosis

Infeksi jar luas

Inhalasi

Kontak dan

dengan cairan

stadium

airbone

berlebihan

airbone,
conidia

candidiasis

Standar,

Chlamidia C

kontak
Standar,

trachomatis

kontak,
termasuk

Congenital

Sampai umur 1

Kontak dengan

seksual
Standar,

rubella

tahun

bahan

kontak

hari

Kontak standar

Sampai

Pengobata

tangan, alat

mata tidak

terkontaminasi

kluar
Pengobata

Restriksi 7

nasofaring dan
Conjungtiviti

5- 12

s adenovirus

hari

14 hari stl onset

type 8
Campak

urin
Kontak dengan

5-21

3-4 hr stl bercak

Droplet yang

Transmisi

kotoran
Restriksi 7

hari

timbul mel

besar (kontak

udara

hari setelah

nasofaring

dekat) & udara

bercak

simtomati

merah

timbul (yg
imun) 5hr
stl ekspos21 hr stl
ekspos
Campilobact

Standar

er
Closrtidium

Kontak

difficile
Cytomegalo

Tidak

Tahan di

Kontak dg

Standar hand

virus

diketa

lingkungan dlm

sekresi

hygiene

hui

wkt pendek

&eksresi :

Difteria

Tidak perlu

saliva dan urin


Sekresi dr

Droplet,

Sampai

Pengobata

mulut

kontak

terapi

mengandung c

antibiotika

simtomati

difteriae

telah

k dan

lengkap dan

virus.

sampai 2

Minum

kultur

eritromicin
61

berjarak 24

3x 1 tb

jam

sampai 7

dinyatakan

hari

negatif,
perlu
imunisasi
tiap 10
Gastroenterit

Kontak px,

Standar atau

tahun
Tidak

is

konsumsi

kontak

mengolah

*salmonella

makanan/ air

makanan sp

*shingella

terkontaminasi

2x jarak

*yenterocolit

24jam

ica

kultur feses
negatif

Glardia

Feses

Kontak

Standar

lambilia
Hepatitis A

15- 50

2 minggu,

Fekal oral

hari

kadang2 sp 6

melalui feses

Libur di

Vaksinasi

area

hepatitis a

bulan

perawatan/

(prematur)

pengolahan
makanan,i
minggu
setelah sakit
kuning
imunisasi
paksa

B:6-

B,D

24mgg kronik dg

mukosa, kulit

dibatasi

periksa

D: 3-7

yg tdk utuh

smp HbeAg

HbsAg

kontak dgn

negatif.

atau

HbsAg positif

Perkutaneus

Standar

-segera

Hepatitis

mgg

Akut atau

ekspos
Tidak perlu

darah, semen,

HbeAg,tid

cairan vagina,

ak perlu

cairan tubuh

divaksin

yg lain

bila
petugas
telah
mengandu
ng Anti
62

HBs 10
mliu/ml
Hepatitis

Perkutaneus

Standar

Restriksi

C,F,G

mukosa kulit

sampai

yg tdk utuh

kondisi

kontak gdn

membaik

darah, semen,

/ sampai

cairan vagina,

HceAg

cairan tubuh

negatif

Herpes

2-14

Asiptomatik dpt

yg lain
Kontak dgn

Standar,

Retriksi

simplex

hr

mengeluarkan

ludah karier

kontak tangan

tidak perlu,

virus

mengandung

tp dibatasi

virus langsung/

kontak dgn

lwt sekresi

px

luka aberasi/
HIV

cairan vesikel
Perkutaneus

Standar

Kurang

mukosa, kulit

dari 4 jam

yg tdk utuh

paska

kontak dgn

pajanan

darah, semen,
cairan vagina,

-diberikan

cairan tubuh

arv,azt dan

yg lain

3 tc.
-dilakukan
pemeriksa
an
HIVserolo
gi dan
menitor
setelah 3
bln,9bln,1
1 bln

Helicobacter
pylori
MDRO

Standar
Kontak luka

Kontak

(MRSA,
VRE, VISA,
ESBL, Srep
63

pneumonia
Influensa

1-5hr

Infeksius pd 3hr

Airbone,

Kontak

pertama sakit.

kontak

pd petugas

langsung/

yg rentan.

Virus dpt

droplet dgn

Amantadin

dikeluarkan

sekresi saluran

untuk

sblm gejala

napas

kontak dgn

timbul smp 7hr

Vaksinasi

influensa A

stlh dimulai
sakit, lebih
panjang pd anak
dan orang
Hemophilus

Standar droplet

Influenzae
Dewasa
Anak
Batuk non

Droplet sekret

Kontak

Human

produktif,

respirasi

Droplet

Metapneumo

kongesti nasal

virus

whezing,

(HMPV)

bronkhiolitis,

Makanan, air

Kontak,

jam

terkontamibasi

makanan, air

2-10

feses
Kontak dgn

Trasmisi mel

Libur spm

-perlu

hr

sekret saluran

droplet

24jam stlh

profilaksis

terapi paska

dgn

ekspos.

Rif2x600

Rifampin2x

mg selama

600mg, 2hr;

2 hari ,dan

ciprofloxaci

dosis

n1x500mg

tunggal

atau

cipro1x1,a

ceftriaxon2

tau

50mg IM

ceftriaxon

pneumonia pada
anak
Novirus

N meningitis

12-48

+ 11,5 tahun
Diare, KLB

napas

e 250 mg
64

IM
Parotitis,

16-

Community

Kontak dengan

Trasmisi

Vaksinasi

Mumps

18hr

acquired, virus

droplet atau

droplet

efektif,

(12-

berada dlm

langsung dgn

MMR

25hr)

saliva 6-7hr sbl

sekret sal

Restriksi sp

parotitis sp 9hr

napas, yi

9hr stlh

stl onset Px

saliva, hidung

onset

immunokompro

dan mulut

parotitis.

mls

Petugas
renyan :
12hr paska
ekspos
pertama sp
25 hr stlh
ekspos

Parvovirus/B

6-10hr

Menular sblm

Kontak dgn

Transmisi

terakhir
Tidak perlu

19

bercak merah sp droplet besar,

drolpet

restriksi

Pertusis

7-10

7hr stlh onset


F catarrhal

muntahan
Kontak dgn

Transmisi

Vaksin

hr

sangat menular

sekresi sal

droplet sp 5 hr

direkomen

napas, droplet

menerima

umur 11-64

besar kontak

antibiotik

th petugas

dekat

dgn
pertusis:
restriksi
fase
catarrhal sp
mg 3 stl
onst / 5 hr
stlh tx
antibiotik
kontak saja
tidak perlu

Pollomyelitis

Nonpa

Sal napas 1mgg

Kontak cairan

Transmisi

retriksi
Imunisasi

ralitik:

stlh gejala

sal napas,

kontak

direkomend

3-6hr;

muncul, dlm

benda

paralit

feses bbrp mgg-

terkontaminasi

ik 7-

bulan stlh gejala fese

asikan

65

Rubella

12hr
12-

muncul
Sangat menular

Kontak dgn

Transmisi

5hr stlh

23hr,

saat bintik

droplet

droplet dan

bintik

bintik

merah keluar,

nasofaring px

kontak dgn

keluar :

merah

virus lepas

cairan sal

petugas

timbul

1mgg sblm smp

napas

rentan 7hr

14-

5-7hr stl onset,

stl ekspos

16hr

congenital

pertama sp

stlh

rubella bisa

21hr stl

ekspos melepas virus

ekspos

berbulan-

terakhir

RSV (infeksi

2-8hr

bertahun2
Orang sakit

virus

(terser

dapat

terkontaminasi

kontak erat

kontak dgn

respiratorik)

ing

mengeluarkan

saat merawat

dhn droplrt

pasien

4-6hr)

virus selama 3-

pasien atau

atau aerosol

rawat dan

8hr. Tp pd bisa

menyentuh

partikel kecil

lingkungan

anak 3-4mgg

benda mati,

bila ada

transmisi RSV

KLB RSV

bila

Restriksi

menyentuh

sampai

mata atau

gejala akut

hidung
MRSA

Tangan

Transmisi

Batasi

Kontak dengan

Strandar

hilang
Retriksi

petugas,

transmisi

perawatan

mungkn karier

kontak, dapat

pasien dan

nares anterior,

airbone

pengolahan

tangan, axilla,

makanan

perineum,

bila petugas

nasofaring,

dengan lesi

orofaring

kulit basah
tidak perlu
retriksi bila

Streptococa

Kontak sisi

Kulit, faring

Standar

kolonisasi
Retriksi

terinfeksi &

rektum, vagina

berdasar

perawatan

transmisi

pasien &

mensekresi

pengolahan
makanan sp
24 jam stl
66

mendapat
antibiotik
Tidak perlu
retriksi
petugas dg
kolonisasi
Salmonella,

Orang- orang

Shingella

lewat fekal
oral air/
makanan
terkontaminasi
Kontak

Sypilis

Kontak

langsung dg
lesi primer
atau sekunder
Tuberkolosis

Sp 1 bl minum

sypilis
Inhalasi

Airbone,

Sampai

-petugas

OAT

droplet nuklei

kontak

terbukti non

yg

(mengeluarkan

infeksius

terexpose

c tubuh

perlu tes

infeksius)

mantoux
bila
indurasiny
a> 10 mm
perlu
profilaksis
INH
sesuai
rekomenda

Varicella

Sp lesi kering &

Airbone,

8 hari pasca

berkusta

kontak, standar kontak sp

si lokal
Vaksinasi
varicella

21 hari
paska
kontak, beri
imuno
globulin IV
paska
kontak,
imunisasi
67

petugas
paska
pajanan
dalam 4 hari
Vibrio kolera

Kontak feces

Zoster

Tutupi lesi,

Retriksi

*lokal

jangan kontak

sampai lesi

dg pasien rawat

mengering
dan

Jangan kontak

mengelupas
Retriksi

menyeluruh

dg pasien

sampai

atau orang

semua lesi

immuno

kering dan

kompromais
* paska

Jangan kontak

mengelupas
Dari hr ke

pajanan

dg pasien rawat

10 paska

(person yang

pajanan

rentan)

pertama sp
hari ke 21
atau hr 28
bila di beri
lagi atau
sampailesi
kering dan
mengelupas

j. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh.

Pada mata
: Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.
Pada Kulit
: Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
Pada Mulut
: segera kumur-kumur selama 1 menit
Lapor ke komite PPI atau K3RS atau dokter karyawan

k. Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum
bekas
Orang yang terkena
Tidak divaccin

Sumber HbsAg (+)


HIBG 1x dan

Sumber HbsAg (-)


Beri vaksin HB

diberikan vaksin HB

Sumber tidak diketahui


Bila sumber merupakan
resiko tinggi, dapat
diperlakukan sebagai sumber

Pernah diberi vaksin

Tes untuk HBs:

Tidak ada

HBsAg
Tidak ada pengobatan
68

tapi tidak diketahui

serokonversinya

jika titernya

pengobatan

cukup tidak perlu

perlu terapi.
jika tidak cukup
titernya beri
boosster HB
dalam waktu 7

Diketahui non

hari.
HBIG 1x(dalam

Tidak ada

Jika sumbermerupakan

serokonversinya

waktu 72 jam)+ 1x

pengobatan

resiko tinggi dapat

Tidak diketahui
serokonversinya

dosis vaksin

diperlakukan sebagai sumber

HB(dalam waktu 7

HbsAg (+)

hari)
Tes untuk HBs :
jika (-) obat

Tidak ada

Tes untuk anti HBs :


jika (-), obati seperti non

pengobatan

seperti non

serokonversi.
jika titer tidak
cukup HBIG 1x

serokonversi.
jika titer tidak cukup

booster vaksin HB.


jika tter cukup tidak
perlu diobati.

+ booster vaksin
HB dan ulangi
pemeriksaan

setelah 4 minggu.
Jika titer cukup,
tidak perlu
diobati

HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit

Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml


l. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb :
Sumber
Orang yang terkena

HIV(-)

Sumber positif HIV

negatif

Sumber tidak diketahui

Rujuk ke dokter

HIV
Tidak ada

internis aagar

pengobatan mikrobiologi /internist mungkin

Konsultasi dengan spesilais

mendapatkan

diobati seperti pasien HIV (+),jika

nasehat.
Setelah kejadian

resiko tinggi.

diketahui dari pasien


HIV (+) staf harus
69

dirujuk kefasilitas
post exposur
propilaksis(PEP)
dalam waktu 2 jam
setelah pajanan.
Tes ulang saat itu 6
minggu,3,6dan 12
bulan .
Saran :
Lakukan pencegahan
penularan .
Tunda proses
kehamilan selama 3
bulan.
Jangan memberikan
donor darah .
Suntikan zidovudine
selama 4 minggu
HIV (+)

(250 mg 3x/hari)

Tidak perlu

atau 150 mg

diobati

2x/hari(untuk tablet)
Tidak perlu
pemberian
pengobatan
propilaksis
m. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C
Orang yang terkena
Sumber HbsAg (+)
Sumber
Hepatitis C negatif

Sumber tidak diketahui

Berikan nasehat

HbsAg (-)
Tidak perlu Tidak perlu diobati konsul dokter

untuk melakukan

diobati

internist jika perlu.

pemeriksaan 0,3,6,12
bln pemeriksaan
HVC dengan PCR
dan diperiksa LVT
untuk mengetahui
status infeksinya
Sarankan untuk
meminalkan
penularan
70

Tidak ada
chemopropilaksis
tersdia ,rujuk pada
dokter penyakit
menular

n. Petunjuk penggunaan ARV

ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.

Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah, cairan serebrospinal, semen, vagina,


amnion dari pasien dengan positif HIV.

Tes HIV diulang setelah 6 minggu , 3 bulan dan 6 bulan.

o. Status HIV pasien.


Pajanan

Tidak diketahui

Positif

Positif Resiko
tinggi

Rejimen

Kulit utuh

Tidak perlu PPP

Tidak perlu PPP

Tidak perlu PPP

Mukosa/kulit
tidak utuh

Pertimbangkan
rejimen 2 obat

Berikan rejimen
2 obat

Berikan rejimen
2 obat

AZT 300mg/12
jam x 28 hari,
3TC 150 mg/12
jam 28 hari

Berikan rejimen 2
obat.

Berikan rejimen
2 obat.

Berikan rejimen
3 obat

Berikan rejimen 2
obat

Berikan rejimen
3 obat

Berikan rejimen
3 obat

AZT 300mg/12
jam x 28 hari,
3TC 150 mg/12
jam 28 hari,
Lop/r
400/100mg/12
jam x28 hari.

Tusukan
benda tajam
solid
Tusukan
benda tajam
berongga

13. Pemeriksaan Swab dan Kultur


Merupakan sarana pemeriksaan swab kuman pada :
lantai, dinding dan, AC
Tangan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap.
Kultur darah pada surveilens ILI.

71

BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Ketenagaan.

Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis tenaga
Dokter spesialis
ICN
Perawat
Sanitasi linen
Sanitasi gizi
farmasi
Laborat

Pendidikan formal
Anestesi
D-3
D-3
D-3
D-3
D-3
D-3

sertifikat
PPI lanjut
PPI dasar
cssd
Management linen
Management Gizi

Jumlah
1
1/150 TT
1
1
1
1

1. Kualifikasi ketenagaan PPI


a. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI
b. Minimal pendidikan D3
c. Mempunyai sertipikat PPI (basic maupun advand)
d. Bekerja purna waktu
B. Uraian Tugas :
a. Direktur.
1) Membentuk Komite dan TIM PPIRS dengan surat keputusan
2) Bertanggung

jawab

dan

memiliki

komitmen

yang

tinggi

terhadap

penyelenggaraan upya PPI


3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
4) Menentukan kebijakan PPI
5) Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS

6) Dapat menutup suatu unit perawatan / instalasi yang dianggap potensial


menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.
7) Mengesahkan SPO untuk PPIRS.

72

b. IPCO ketua komite PPI


c. Kriteria IPCO
1) Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI
2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI
3) Memiliki kemampuan leadership.
Tugas IPCO sbb :

Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.

Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.

Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi


antibiotika.

Bekerja sama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi


dan deteksi dini KLB.

Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang


berhubungan dengan prosedur terapi.

Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.

d. IPCN
Kriteria IPCN :

Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI

Memiliki komitmen di bidang PPI

Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.

Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident

Bekerja purna waktu.

Uraian tugas :

Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang


terjadi diruang perawatan.
73

Memonitor pelaksanaan PPI,penerapan SPO,kepatuhan petugas dalam


menjalankan kewaspaan isolasi.

Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.

Melaksanakan pelatihan PPIRS.

Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI


memperbaiki kesalahan.

Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas.

Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi


PPI

Audit

PPI

termasuk

pentalaksanaan

limbah,

laundry, Gizi

dengan

menggunakan daftar tilik.

Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibitica yang rasional.

Membuat laboran surveilens.

Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.

Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman penggunaannya.

Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.

Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk


meningkatkan kemampuan SDM PPIRS.

Menerima laporan dari TIM PPIdan membuat laporan kepada direktur.

Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap


tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.

Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.

Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.

Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan


dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.

Membuat SPO PPI

Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.

e. IPCLN
Kriteria IPCLN :
74

Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.

Memiliki komitmen di bidang PPI

Memiliki kemampuan leadership

Tugas IPCLN :

Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang


perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.

Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.

Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi

Berkoordinasi dengan unit terkait lain. Melakukan pengawasan terhadap


tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.

Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.

Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB
(HAIs).

Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.

Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit .

f. Tugas Anggota laboratorium

Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang berkaitan


dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas laborat.

Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien

Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO

Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi nosokomial.

g. Tugas Anggota linen:

Memisahkan linen infeksius dan non infeksius

Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.

Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.

Memantau kegiatan hand higiene diruang linen.

h. Tugas Anggota gisi :

75

Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.

Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.

Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.

i. Tugas Anggota IPSRS :

Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.

Memantau penggunaan bahan desinfektan.

Membantu mempersiapkan uji air bersih, limbah dan kuman diruang tertentu.

Memantau proses pembakaran incenerator.

Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium

C. Distribusi Tenaga
Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif dari
setiap unit pelayanan di rumah sakit :
1. QMR, IGD, Poli rawat jalan, Unit Rawat inap, Sekretariat, akuntansi, IPSRS, Gisi, lien,
farmasi, SMF, laborat, Iko
2. HCU, House keeping (CS).

76

BAB III
STANDART FASILITAS

A. Fasilitas Bagi Petugas


1. Denah
Ruangan PPIRS terintegrasi dengan ruangan perkantoran dengan komite lain Rumah
sakitdilantai 2.
2. Standart Fasilitas.
No
A
B

Fasilitas
Fisik /bangunan
Gedung perkantoran lantai 2
Peralatan
Meja
Kursi
Komputer
Line internet
Almari kaca
ATK
Buku perpustakaan PPI

Jumlah
1
1 buah
3 buah
1 buah
1 unit
1 buah
1 set

B. Fasilitas Pelayanan.
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan, petugas laboratorium,
relawan dan pihak lain.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-tindakan keamanan
biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa fasilitas
tersebut telah ditetapkan.
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak ,pembatasan dan karantina jika diperlukan
misalnya :
a. Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
b. Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan psikologi
c. Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut (rumah
sakit / kamar jenazah)
5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi
(cmplience kebersihan tangan )
6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit menular,
dengan menyediakan lokasi diluar UGD, sebagai tempat pemeriksaan awal, identifikasi
sebagai pengobatan darirat,pasien yang perlu dirujuk untuk penatalaksaan selanjutnya.

77

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing

-masing unit kerja sbb :


1. Tata laksana pelayanan unit surveilens
a. Penanggung jawab
1) IPCN
78

2) IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens


3) Petugas laborat
b. Perangkat kerja
1) Status medis
2) Form survei harian PPI
3) Form survei bulanan PPI
4) Form PPI
c. Tata laksana pelayanan
1) IPCN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens
2) IPCN membagikan form survei harian, bulanan dan form SPO
3) IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan
4) IPCN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei, dan divalidasi oleh
dokter penaggung jawab pasien.
5) IPCN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
6) IPCN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI.
7) Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur tembusan ke QMR
8) Dan dilaporkan kepada DKK setempat
2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggung jawab.
1) IPCN
2) Petugas Laborat
3) Petugas yang dilakukan survei (swab tanga petugas)
4) Petugas IPSRS
b. Perangkat kerja
1) Status medis
2) Form permintaan swab
3) Ruangan perawatan
4) AC
5) Pasien
c. Tata laksana pelayanan
1) IPCN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung jawab
pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada petugas laborat
2) IPCN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan
swab / kultur
3) Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur
4) Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada komite PPI.
3. Tata laksana monitoring kebersihan lingkungan
a. Penanggung jawab
1) IPCN, IPCLN
2) Petugas kebersihan (HC)
b. Perangkat kerja
1) Buku pedoman pembersihan
2) Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan
1) IPCN dan SSC melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja staf
HC
2) Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan
3) Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
4) Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan
5) Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh pasien.
6) Memberikan pengarahan penggunaan APD
4. Tata laksana Pelayanan CSSD
a. Penanggung jawab
1) IPCN, petugas ruangan
2) Petugas CSSD
79

3) Administrasi CSSD
4) Petugas OK
b. Perangkat kerja
1) Kalibrasi autoclave
2) Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
3) Kertas indikator bouwie dict tes
4) Indikator mekanik
5) Kertas indikator kimia
6) Tabung mikro biologi

c. Tatalaksana pelayanan CSSD


1) Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku expedisi di ruangan
yang bersangkutan dan buku expedisi di OK
2) Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai ruangan
yang mensterilkan
3) Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie dict tes
pada mesin autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan mesin autoclave
4) Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan indikator kimia pada
setiap peralatan yang akan disterilkan
5) Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO
6) Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik lakukan
penyimpanan peralatan yang sudah steril dialmari
7) Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan dengan buku
expedisi ruangan dan CSSD
8) Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil
sterilisasi
5. Tata laksana Linen
a. Penanggung jawab
1) Petugas linen
2) Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
1) Linen
2) Buku penyerahan linen kotor
3) Buku penyerahan linen bersih
c. Tata laksana linen
1) Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi
2) Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis
pada buku penyerahan linen kotor
3) Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
4) Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan
5)
6)
7)
8)
9)

deterjen selama 10 menit


Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
Swab linen bersih

6. Tata laksana formularium antibiogram


a. Penanggung jawab
80

1) Komite PPI
2) Komite farmasi
3) SMF
4) Petugas laborat
b. Perangkat kerja
1) Pasien yang akan dilakukan kultur
2) Form surveilens PPI
c. Tata laksana
1) Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan
2) IPCN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang diindikasikan
untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penaggung jawab
3) Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien
4) Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya sesuai
SPO kultur
5) Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan
yang mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian kepada IPCN
6) IPCN merekap dan menganalisa hasil kultur masing masing kegiatan
7) Hasil dibahas dikomite PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan SMF
7. Pelayanan kesehatan karyawan.
a. Penanggung jawab
1) Komite PPI
2) HRD
b. Perangkat kerja
1) Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD
2) Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
1) HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap hari ulang
tahun.
2) Komite PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan sekali.
Unit Gizi : pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali
a) Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.
b) Hasil diidentifikasi
c) Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.
d) Komite PPI dan HRD melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan
kepada direktur dan SMF.
8. Pelayanan renovasi bangunan
a. Penanggung jawab
1) Ketua komite PPI
2) IPSRS
b. Perangkat kerja
1) Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
2) Pemeriksaan swab lantai
3) Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)
4) Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana
1) Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS bahwa akan
dilakukan renovasi bangunan.
2) Bersama mengidentifikasi dampak :
kebisingan,debu.
Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)
Renovasi

81

3) Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan renovasi,alat


penghalang disekeliling area renovasi
4) Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.
5) Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk mengetes
kesiapan bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab lantai dan didinding
ruangan,jika hasil baik setelah periode 1 bulan ruangan boleh digunakan.

Selesai renovasi
Diamkan selama 1
bln dan uji swab

Hasil baik

Ruangan siap
digunakan

Hasil tak baik

Desinfeksi dinding
dan lantai dengan
larutan chlorine 0,5 %
Lakukan swab ulang

Hasil baik ruangan siap


digunakan

9. Pelayanan pembuatan ruang kohort


a. Penanggung jawab
1) Ketua komite PPI
2) IPSRS
b. Perangkat kerja
1) Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi)
2) APD ( terutama masker bedah rangkap 3)
c. Tata laksana
1) Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.
2) Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)
82

3) Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif


4) Syarat dan denah terlampir
10. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL
11. Kebersihan tangan
a. Penanggung jawab
1) Ketua komite PPI
b. Perangkat kerja
1) Alkohol handrub
2) Air mengalir
3) Wastafel
4) Towel
5) Sabun
6) Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana
1) Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan
2) Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
3) Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang,dokter,baru staf
pelaksana
4) Laporan audit kebersihan tangan

83

BAB V
LOGISTIK

A. Tata Cara logistik PPIRS

1. Perencanaan barang.
a. Barang rutine :
1) Kertas HVS, tinta printer, bolpoint, form survei harian, form survei
Bulanan, form SPO surveilens, buku tulis.
2) Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutin :
1) Proposal pemeriksaan kultur dan swab
2) Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan, etika batuk, pencegahan dan
pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan
persetujuan.
3. Penditribusian

BAB VI
KESELAMATAN KERJA
A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :
84

1. Pencegahan dan Pengendalian PPI


2. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas
B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai Melakukan pemeriksaan kesehatan meliputi
1. Pemeriksaan kesehatan prakerja
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko :
a. Rawat inap, cssd, laboratorium, Radiologi, sanitasi gizi, linen
4. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).
5. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja
6. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya
7. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas
8. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi
C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya
1. Monitoring kerjasama pengendalian hama.
2. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.
3. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3
D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan :
1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit
2. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
3. Penyehatan air
4. Pengelolaan limbah
5. Pengelolaan tempat pencucian
6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu
7. Disinfeksi dan sterilisasi
8. Kawasan Tanpa Rokok
E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan :
1. Penatalaksanaan Ergonomi
2. Pencahayaan
3. Pengawaan dan pengaturan udara
4. Suhu dan kelembaban
5. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
6. Penyehatan air
7. Penyehatan tempat pencucian

F.

Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan melakukan pemantauan terhadap :

1. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis


2. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis
G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas
1. Limbah padat yang meliputi :
a. Limbah medis / klinis
b. Limbah domestik/sampah non medis
c. Limbah infeksius
85

2. Limbah cair
3. Limbah gas
H. Pendidikan dan pelatihan PPI
1. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :
a. Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
b. Pelatihan penanggulangan bencana.
c. Simulasi penanggulangan bencana
d. Pelatihan penggunaan APD
e. Pelatihan surveilens
f. Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
g. Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
h. Pelatihan bagi regu pemadam
i. Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran
j. Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
k. Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
2. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau Intansi
lain bagi personil K3.
3. Upaya promotif dan edukasi
a. Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.
b. Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
c. Surveilens
1) ILI
2) ILO
3) ISK
4) Kepatuhan kebersihan tangan.
d. Upaya promotif PPI :
1) Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau wastafel
2) Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
3) Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
4) Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
5) Pemasangan gambar etika batuk
e. Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi
1) Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
2) Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
f. Pembuatan ruang kohort :
1) Kohort kontak infeksi
2) Kohort droplet infeksi
3) Kohort air borne infeksi
4) Kohort imunosupresif
86

g. Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.


I.

Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan


Meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.

Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI


Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
Mendokumentasikan setiap kegiatan.
Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta atau
tidak.

BAB VII
KESELAMATAN PASIEN
A. Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :
1. Ketepatan identifikasi pasien
a. Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
a. Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
1) Komunikasi antar perawat
2) Komunikasi perawat dengan dokter
3) Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di RSU DADI
KELUARGA Purwokerto.
87

b. Menggunakan komunikasi SBAR :


1) Saat pergantian shift jaga.
2) Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
3) Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
4) Saat melaporkan hasil pemeriksaan, efek samping terapi / tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
a. Melaksanakan SPO Independent Double chek, Obat kewaspadaan tinggi pada obatobat yang termasuk dalam daftar obat HAM.
b. Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
a. Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
1) Infeksi luka infuse
2) Infeksi saluran kencing
3) Infeksi luka operasi superfisial
4) Kepatuhan kebersihan tangan
5) Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi
6) Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi
7) Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi
8) Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi.

6. Pengurangan risiko pasien jatuh.


a. Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut
kepada pasien yang dirawat
b. Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi
c. Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-masing
unit pelayanan.
6.1 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

88

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Sistem Pencatatan dan Pelaporan


1. Penerapan system pencatatan dan pelaporan di RSU Dadi Keluarga Purwokerto
mempunyai tujuan :
a. Mendapatkan data untuk memetakan masalah masalah yang berkaitan dengan
keselamatan pasien
b. Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD yang
serupa tidak terulang kembali
c. Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan pelayanan pasien
menjadi lebih aman
d. Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC)
e. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
2. RSU Dadi Keluarga mewajibkan agar setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan
kepada komite keselamatan pasien rumah sakit
3. Laporan insiden keselamatan pasien diRSU Dadi Keluarga bersifat:
a. Non punitive (tidak menghukum)
b. Rahasia
c. Independen
d. Tepat waktu
e. Berorientasi pada sistem
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden
Keselamatan Pasien yang berlaku diRSU Dadi Keluarga dan diserahkan kepada Komite
Keselamatan Pasien RSU Dadi Keluarga. Bagian / unit mencatat kejadian IKP di buku
pencatatan IKP masing-masing.
5. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada komite
keselamatan pasien dalamwaktu :
a. 1 x 24 jam untuk kejadian yang merupakan sentin elevents (berdampak kematian atau
kehilangan fungsi mayor secara permanen). Apabila pelaporan secara tertulis belum
siap, pelaporan KTD dapat disampaikan secara lisan terlebih dahulu.
89

b. 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis / konsekuensi / keparahan tidak


signifikan, minor, dan moderat.

6. Tindak lanjut dari pelaporan :


a. Tingkat risiko rendah dan moderat :investigasi sederhana oleh bagian/unit yang
terkait insiden (5W: what, who, where, when, why).
b. Tingkat risiko tinggi dan ekstrim : Root Cause Analysis (RCA) yang dikoordinasi
oleh komite keselamatan pasien.
c. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko merah
(ekstrim) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut
kepada direksi RSU Dadi Keluarga.
d. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko kuning
(tinggi) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut
kepada Direksi RSU Dadi Keluarga.
e. Komite keselamatan pasien RS Panti Rahayu melakukan rekapitulasi laporan insiden
keselamatan pasien dan analisisnya setiaptiga bulan kepada direksi RSU Dadi
Keluarga.
B. Penerapan Indikator Keselamatan Pasien.
1. Komite Keselamatan Pasien RSU DADI KELUARGA menetapkan indicator
keselamatan berdasarkan atas pertimbangan high risk, high impact, high volume, prone
problem.
2. Komite Keselamatan Pasien RSU DADI KELUARGA menjelaskan definisi operasional,
frekuensi pengumpulan data, periode analisis, cara perhitungan, sumber data, target dan
penanggung jawab.
3. Komite Keselamatan Pasien RSU DADI KELUARGA bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan dan kesinambungan penerapan indikator keselamatan pasien
4. Komite Keselamatan Pasien RSU DADI KELUARGA bertanggung jawab dalam proses
pengumpulan data, analisis dan memberikan masukan kepada Direksi berdasarkan
pengkajian tersebut.
5. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan indicator dianalisis
dan difeed back kan kepada unit terkait.
6. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali

90

C. Analisis Akar Masalah


1. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, RSU DADI KELUARGA
menerapkan metode root cause analysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu suatu
kegiatan investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan identifikasi penyebab
masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar kejadian yang sama tidak terulang
kembali.
2. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang sering terjadi
di RSU DADI KELUARGA.
3. RCA dilakukan padasetiap kejadian sentin elevents.
4. Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level

tinggi dan ekstrim

diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuhkan tindakan segera
yang melibatkan Direksi.
5. Agar penemuan akar masalah

dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu yang

benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan: dokter yang mempunyai
kemampuan dalam melakukan RCA, unsur keperawatan, dan SDM lainyang terkait
dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi.
6. Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk tim RCA,
observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka, melakukan asesmen
dan diskusi untuk menentukan faktor kontribusi dan akar masalah.
7. Hasil temuan dari RCA ditindak lanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian yang
sama tidak terulang kembali.
D. Standar Dan Indikator Mutu Kinerja Klinik
1. Standar Mutu Klinik : RSPR harus mampu memberikan pelayanan yang terbukti aman

bagi semua orang yang berada didalamnya baik pasien maupun karyawan dari segala
bentuk kejadian yang dapat timbul karena proses pelayanan.
2. Indikator Mutu Klinik:
1). Indikator Non Bedah
a). Angka dekubitus
b). Angka kejadian infeksi jarum infus
c). Angka kejadian infeksi karena transfusi darah
d). Target surveilens angka kejadian infeksi <1,5%

91

e). Tersedianya Bahan-bahan desinfeksi yang sesuai rekomendasi dan aman bagi
lingkungan
f). Dilakukannya kegiatan pemantauan
g). Hasil swab : tangan, dinding dan lantai, AC yang memenuhi standart (SPM)
h). Hasil kultur : Pus, darah dan ujung kateter

2). Unit CSSD :

a). Indikator bouwie dict tes, kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan hasilnya baik
b). Maintence autoclave

c). Kalibrasi Autoclave external baik


d). Indikator mekanik, kimia, biologi
3). Upaya kesehatan :
a). Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan petugas
b). Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan disetiap ruangan, wastafel
dan ruangan publik
c). Edukasi PPI pada calon karyawan
d). Edukasi PPI pada karyawan
e). Edukasi pada mahasiswa praktek
f). Hasil survei menjadi informasi disetiap unit pelayanan melalui sistem informasi
rumah sakit
g). Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala
h). Terlaksananya ruangan kohort dimarkisa 1 atau durian
i). Tersediannya APD yang diperlukan
j). Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada perawat senior
k). Penyehatan lingkungan
l). Ruangan dan lingkungan yang bersih
m). Sampah dibuang sesuai jenisnya
n). Incenerator berfungsi dengan baik (semua sampah yang dibakar menjadi abu)
o). Terlaksananya formularium antibiotika.
3. Indikator mutu lingkungan
a. Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan perundangan yang
berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda)
b. Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair.
c. Ketersediaan pengolahan limbah infeksius
d. Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkungan
Penurunan Angka Kuman di area pelayanan khusus

92

E. Formulasi dari indikator-indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut


a)

Kelompok Pelayanan Non-Bedah


1) Angka infeksi karena Jarum Infus

2) Angka infeksi luka operasi


x 100 %
Total penderita yang dioperasi dalam satu bulan
3) Angka infeksi saluran kemih
x 100%
Total pasien terpasang DC pada bulan tersebut.

93

BAB IX
PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga
tanggung jawab semua pihak yang berada di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian infeksi
adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf ,pasien dan pengunjung Rumah sakit.,sehingga
dapat merubah perilaku yang sehat,penyampaian sarana dan prasarana PPI .upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang besar sehingga memerlukan
dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit
Umum Dadi Keluarga,lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Purwokerto 1 januari 2015


Direktur

Dr Esa Dhiandani

94

BAB XVI
LANDASAN HUKUM

1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit.


2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart minimal
pelayana Rumah Sakit.
3. Surat Edaran direktur jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/II/3744/ 08 tentang
Pembentukan komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah Sakit.
4. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
5. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan.
6. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
standart pelayanan Rumah sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan tata kerja
Departemen Kesehatan.

95

Anda mungkin juga menyukai