Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil

menyelesaikan makalah yang berjudul Harta Benda Dalam Perkawinan ini


tepat pada waktunya. Saya mengharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi dan menambah wawasan pengetahuan kepada kita semua tentang
kedudukan harta dalam perkawinan dan apa yang terjadi dengan harta perkawinan
jika terjadi perceraian.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, tidak
lepas dari kesalahan dan kekurangan Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca.

Malang, Desember 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Harta benda dapat memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan penunjang

manusia. Dengan adanya harta benda berbagai kebutuhan hidup seperti makanan,
pakaian, tempat tinggal, transportasi, rekreasi, penunjang beribadah dan
sebagainya dapat dipenuhi. Dalam perkawinan kedudukan harta benda disamping
sarana untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, juga berfungsi sebagai
pengikat perkawinan. Tetapi banyak juga ditemukan keluarga yang memiliki
banyak harta benda dalam perkawinan menjadi sumber masalah dan penyebab
terjadinya perselisihan dan perceraian suami isteri. Oleh sebab itu perlu ditinjau
dari beberapa segi agar hal yang tidak baik dapat dihindari.
Ada aspek lain yang perlu ditinjau dari segi hukum karena status harta benda
sebagai salah satu simbol duniawi sering membawa mala petaka yang fatal antara
suami isteri. Hal ini terjadi karena sangat banyak di antara pasangan suami isteri
tidak mengerti dengan perkawinan yang sedang dijalaninya secara benar. Oleh
karena itu, dalam makalah ini saya akan menjelaskan mengenai Kedudukan Harta
Dalam Perkawinan dan beberapa hal yang berkaitan dengannya. Walaupun
makalah saya jauh dari kesempurnaan, tetapi saya berharap semoga dapat
bermanfaat untuk kita semua.

B. PERMASALAHAN
Dari latar belakang tersebut, saya menemukan beberapa permasalahan yang
akan saya coba ulas dalam makalah ini. Permasalahan tersebut antara lain:
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan harta perkawinan?


Apa saja jenis harta dalam perkawinan?
Apa itu harta bersama dan apa yang tidak termasuk harta bersama?
Bagaimana konsep harta bersama dalam Undang-Undang No.1 Tahun
1974?
5. Bagaimana yang terjadi dengan harta perkawinan jika terjadi perceraian,
perlukah dibuat perjanjian kawin?
6. Bagaimanakah pemanfaatan harta benda dalam perkawinan?
C. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari lebih dalam mengenai harta dalam perkawinan dan apa yang terjadi
dengan harta perkawinan jika terjadi perceraian.
D. PEMBATASAN MASALAH
Agar mengena pada sasaran, saya membatasi permasalahan yang akan saya
bahas dalam makalah ini meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.

Harta benda dalam perkawinan


Harta bersama dan Harta bawaan
Akibat Perceraian Terhadap Harta Perkawinan
Perjanjian Perkawinan
Pemanfaatan Harta dalam Perkawinan

BAB II
PEMBAHASAN

1. HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN


Harta kekayaan adalah benda milik seseorang yang mempunyai nilai
ekonomi. Dalam literatur hukum, benda adalah terjemahan dari istilah bahasa
Belanda zaak, barang adalah terjemahan dari good, dan hak adalah terjemahan
dari recht. Menurut pasal 499 KHUPdt, pengertian benda meliputi barang dan
hak. Barang adalah benda berwujud, sedangkan hak adalah benda tak berwujud.
Pada dasarnya menurut hukum islam harta suami isteri itu terpisah, jadi masingmasing mempunyai hak untuk menggunakan atau membelanjakan hartanya
dengan sepenuhnya, tanpa diganggu oleh pihak lain.
Harta benda yang menjadi hak sepenuhnya masing-masing pihak ialah harta
bawaan masing-masing sebelum terjadinya perkawinan ataupun harta yang
diperoleh masing-masing pihak dalam masa perkawinan yang bukan merupakan
usaha bersama, misalnya menerima warisan, hibah, hadiah dan lain sebagainya.
Apabila dilihat dari asalnya, harta kekayaan dalam perkawinan itu dapat
digolongkan menjadi tiga golongan:
a. Harta masing-masing suami isteri yang telah dimilikinya sebelum kawin,
baik diperolehnya karena mendapat warisan atau usaha-usaha lainnya,
dalam hal ini disebut harta bawaan.
b. Harta masing-masing suami isteri yang diperolehnya selama berada dalam
hubungan perkawinan, tetapi diperoleh bukan karena usaha mereka
bersama-sama maupun sendiri-sendiri, tetapi karena diperoleh seperti
hibah, warisan ataupun wasiat untuk masing-masing.
c. Harta yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan
atas usaha mereka berdua atau salah satu pihak dari mereka, dalam hal ini
disebut harta pencaharian.

2. HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN

Menurut pasal 35 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), harta


benda dalam perkawinan terbagi dalam tiga bentuk yakni harta bersama, harta
bawaan dan harta perolehan.
a. Harta Bersama (psl 36 ayat (1) UUP No 1/1974).
Harta bersama yaitu harta benda yang diperoleh sesudah suami-istri
berada dalam hubungan perkawinan, atas usaha mereka berdua atau
usaha salah seorang dari mereka. Harta bersama dikuasai oleh suami dan
istri, sehingga baik suami maupun istri punya hak dan kewajiban yang
sama untuk memperlakukan harta mereka dengan persetujuan kedua
belah pihak. Bila terjadi perceraian, maka menurut pasal 37 UUP, harta
bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud
dengan hukumnya masing-masing adalah hukum yang berlaku
sebelumnya bagi suami istri, yaitu hukum agama, hukum adat dan
hukum-hukum lain (KUH Perdata misalnya).

b. Harta Bawaan (psl 36 ayat ( 2) UUP)

Yaitu harta benda yang telah dimiliki masing-masing suami-istri sebelum


mereka melangsungkan perkawinan, baik yang berasal dari warisan,
hibah, atau usaha mereka sendiri-sendiri. Harta bawaan dikuasai oleh
masing-masing pemiliknya yaitu suami atau istri. Artinya, seorang istri
atau suami berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai harta bendanya masing-masing. Tetapi bila suami istri
menentukan lain yang dituangkan dalam perjanjian perkawinan
misalnya, maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi
perjanjian itu. Demikian pula bila terjadi perceraian, harta bawaan
dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali jika
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Untuk itu penyimpanan
surat-surat berharga sangat penting disini.
b. Harta Perolehan
Yaitu harta masing-masing suami-istri yang dimilikinya sesudah mereka
berada dalam hubungan perkawinan. Harta ini diperoleh bukan dari
usaha mereka baik seorang atau bersama-sama, tetapi merupakan hibah,
wasiat atau warisan masing-masing. Pada dasarnya penguasaan harta
perolehan ini sama seperti harta bawaan, yakni suami atau istri berhak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
perolehannya masing-masing dan jika ada kesepakatan lain yang dibuat
dalam perjanjian perkawinan maka penguasaan harta perolehan
dilakukan sesuai dengan isi perjanjian. Demikian juga jika terjadi
perceraian.

3. HARTA BERSAMA DALAM UNDANG-UNDANG NO.1


TAHUN 1974

Harta bersama diatur dalam Undang-Undang no.1 Tahun 1974 pada pasal 35,
36 dan 37 menyatakan:
Pasal 35:
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36:
1. Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak.
2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
bendanya.
Pasal 37:
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut
hukumnya masing-masing.
Dalam pasal 119 KUH Perdata dikemukakan bahwa mulai saat
perkawinan dilangsungkan, secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara harta
kekayaan suami isteri. Persatuan harta kekayaan itu sepanjang perkawinan
dilaksanakan dan tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan
antara suami isteri. Jika bermaksud mengadakan penyimpangan dariketentuan itu,
suami isteri harus menempuh jalan dengan perjanjian kawin yang diatur dalam
pasal 139-154 KUH Perdata.
Perjanjian sebagaimana tersebut di atas harus dilaksanakan sebelum
perkawinan dilangsungkan dan dibuat dalam bentuk akta authenthic di depan
notaris. Akta authentic ini sangat penting, karena dapat dijadikan bukti dalam

persidangan pengadilan apabila terjadi sengketa tentang harta bawaan masingmasing suami dan isteri, jika tidak ada perjanjian kawin yang dibuat sebelum
perkawinan dilaksanakan, maka terjadi pembauran semua harta suami isteri,
kemudian harta suami dan isteri dianggap harta bersama.
Dalam pasal 128-129 KUH Perdata, dinyatakan bahwa apabila putusnya
tali perkawinan antara suami isteri, maka harta bersama itu dibagi dua antara
suami isteri tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu
sebelumnya diperoleh. Perjanjian perkawinan dibenarkan oleh peraturan
Perundang-undangan sepanjang tidak menyalahi tata susila dan ketentuan umum
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat

3.

HARTA BERSAMA DAN HARTA BAWAAN


Seperti telah dijelaskan di atas, harta bersama atau lebih sering disebut

dengan harta gono-gini adalah harta benda atau hasil kekayaan yang diperoleh
selama perkawinan. Meskipun harta tersebut diperoleh dari hasil kerja suami
saja, isteri tetap memiliki hak atas harta bersama. Jadi, harta bersama meliputi
harta yang diperoleh dari usaha suami dan isteri berdua atau usaha salah seorang
dari mereka. Ini berarti baik suami maupun istri mempunyai hak dan kewajiban
yang sama atas harta bersama dan segala tindakan hukum atas harta bersama
harus mendapat persetujuan kedua belah pihak. Harta bersama dapat berupa
benda berwujud, benda tidak berwujud (hak dan kewajiban), benda bergerak,
benda tidak bergerak dan surat-surat berharga. Sepanjang tidak diatur lain dalam
perjanjian perkawinan, apabila terjadi perceraian maka masing-masing pihak
isteri maupun suami berhak atas separoh (seperdua) dari harta bersama.

Sebelum memasuki perkawinan adakalanya suami atau isteri sudah


memiliki harta benda. Dapat saja merupakan harta milik pribadi hasil usaha
sendiri, harta keluarganya atau merupakan hasil warisan yang diterima dari orang
tuanya. Harta benda yang telah ada sebelum perkawinan ini bila dibawa kedalam

perkawinan tidak akan berubah statusnya. Pasal 35 ayat 2 UU nomor 1 tahun 1974
menetapkan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri adalah
dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Masing-masing berhak menggunakan untuk keperluan apa saja.
Sehinggam menurut hukum perkawinan yang berlaku (Undang-Undang
No 1 thn 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam), harta kekayaan
yang dimiliki sebelum perkawinan (harta bawaan) tidak termasuk dalam harta
bersama kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

4.

AKIBAT PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA


Berdasarkan Pasal 37 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan,

bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur

menurut hukumnya masing-masing.

Dalam

penjelasan Pasal 37 tersebut,

ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah


hukum Agama, hukum adat, dan hukum-hukum lainnya. Oleh karena itu, bagi
pemeluk agama Islam berlakulah peraturan yang ditetapkan itu dalam kompilasi
hukum Islam.
Bagi umat Katolik pada dasarnya tidak ada perceraian dalam agama.
Namun dalam praktiknya, pasangan Katolik tetap dapat bercerai secara perdata,
walaupun secara Katolik perceraian tersebut dianggap tidak sah. Dalam hal yang
demikian, perceraian dan pembagian harta bersama berpedoman pada ketentuanketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Berdasarkan Pasal 126 KUHPer, harta bersama bubar demi hukum salah
satunya karena perceraian. Lalu, setelah bubarnya harta bersama, kekayaan
bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris
mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu (Pasal 128
KUHPer).
H. Hilman Hadikusuma menjelaskan dalam buku Hukum Perkawinan
Indonesia Menurut: Perundangan Hukum Adat Hukum Agama (hlm. 189), akibat
hukum yang menyangkut harta bersama berdasarkan Pasal 37 UU Perkawinan ini
diserahkan kepada para pihak yang bercerai tentang hukum mana dan hukum apa

yang akan berlaku, dan jika tidak ada kesepakatan antara mantan suami-istri,
hakim dapat mempertimbangkan menurut rasa keadilan yang sewajarnya.
Selain itu, akibat perceraian terhadap harta bersama juga dapat ditentukan
oleh hukum adat yang digunakan para pihak, apabila para pihak menggunakan
hukum adat untuk mengatur akibat perceraian. Sehingga, segala sesuatu mengenai
harta bersama diatur berdasarkan hukum adat yang berlaku masing-masing, dan
tidak ada kesamaan antara masyarakat adat yang satu dan yang lainnya.

PERJANJIAN PERKAWINAN

5.

Seringkali pihak isteri dirugikan dan mengalami ketidakadilan dalam


pembagian harta bersama. Ketidakadilan ini terkait dengan masalah pembakuan
peran suami isteri dalam Undang-Undang No. 1 thn 1974 tentang Perkawinan
(UUP) yang menyatakan bahwa suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu
rumah tangga. UUP juga telah menempatkan isteri sebatas pengelola rumah
tangga (domestik) dengan aturan yang mewajibkan isteri mengatur urusan rumah
tangga sebaik-baiknya. Dampaknya, banyak isteri yang tidak memiliki
kesempatan bekerja dan mencari nafkah sendiri sehingga tidak bisa mengolah
ketrampilan yang dimilikinya untuk memperoleh penghasilan. Dalam hal ini, para
isteri mengalami ketergantungan ekonomi terhadap suaminya. Bagaimana jika
kemudian terjadi perceraian? Isteri yang telah "dirumahkan" tentu akan
mengalami kesulitan untuk mandiri secara ekonomi. Beban isteri pun semakin
berat

jika

dalam

perkawinan

sudah

lahir

anak-anak

yang

menjadi

tanggungannya.Jadi perlu sekali dibuat suatu kesepakatan perjanjian sebelum


perkawinan yang bebas dari tekanan dan ancaman agar jika terjadi sesuatu yang
tidak adil maka setidaknya istri mendapat setengah bagian harta gono gini sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Jika Anda tidak menghendaki harta kekayaan yang Anda peroleh selama masa
perkawinan menjadi harta bersama, Anda harus membuat perjanjian perkawinan
pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Hal-hal yang dapat diatur
dalam perjanjian perkawinan, diantaranya, adalah:

a) Ketentuan pembagian harta bersama termasuk prosentase pembagian harta

bersama jika terjadi perceraian;


b) Pengaturan atau penanganan urusan keuangan keluarga selama perkawinan

berlangsung;
c) Pemisahan harta selama perkawinan berlangsung, artinya harta yang anda

peroleh dan harta suami terpisah sama sekali.


Membuat perjanjian perkawinan adalah hal yang penting untuk mencegah
terjadinya ketidakadilan dalam pembagian harta bersama sebaiknya di sahkan
didepan notaris dan dicatatkan di KUA untuk agama islam dan non islam di
Kantor Catatan Sipil.

6.

PEMANFAATAN HARTA DALAM PERKAWINAN


Dalam hal penggunaan harta benda milik bersama ini menurut pasal 36 ayat 1

UU nomor 1 tahun 1974 menetapakan bahwa suami atau isteri dapat bertindak
bila atas dasar peretujuan kedua belah pihak. Menurut pasa 92 Inpres nomor 1

tahun 1991 suami atau isteri tanpa adanya persetujuan pihak lainnya tidak boleh
menjual atau memindahtangankan harta milik bersama.
Harta benda milik bersama hanya dapat digunakan untuk keperluan seharihari semua pihak terkait menurut atau untuk memenuhi kebutuhan bersama atau
kebutuhan apa yang menjadi tanggung jawabnya.menurut yang wajar dan layak.
Bila ada ada kelebihan wajib disimpan sebagai cadangan atau sebagai modal dan
investasi. Tidak boleh dibelanjakan secara boros, karena orang pemboros adalah
sahabat setan di dunia dan sahabat setan juga di dalam neraka kelak. Harta milik
bersama dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai pinjaman atau hibah
dengan syarat harus disetujui oleh suami / isteri dan anak-anak. Harta bersama
dalam perkawinan adalah milik suami /isteri dan semua anak-anak

BAB III
PENUTUP
Dapat disimpulkan, harta kekayaan dalam perkawinan itu dapat
digolongkan menjadi tiga golongan:
1.

Harta masing-masing suami isteri yang telah dimilikinya sebelum kawin, baik
diperolehnya karena mendapat warisan atau usaha-usaha lainnya, dalam hal ini
disebut harta bawaan.

2.

Harta masing-masing suami isteri yang diperolehnya selama berada dalam


hubungan perkawinan, tetapi diperoleh bukan karena usaha mereka bersama-sama
maupun sendiri-sendiri, tetapi karena diperoleh seperti hibah, warisan ataupun
wasiat untuk masing-masing.

3.

Harta yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas
usaha mereka berdua atau salah satu pihak dari mereka, dalam hal ini disebut
harta pencaharian.
Menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 35-37
dikemukakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama. Harta bersama diatur dalam Undang-Undang no.1 Tahun 1974 pada
pasal 35, 36 dan 37. Di dalam KHI, harta kekayaan terdapat dalam Pasal 85-97
Demikianlah makalah yang saya buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan
ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.
Karena saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan saya juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Sekian penutup dari saya semoga dapat diterima di hati dan saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, Muhammad. 1994. Hukum Harta Kekayaan. Bandung: Citra Aditya
Bakti
Abul A' La Al Maududi, Maulana, 1990. The Laws of Marriage and Divorce.
Jakarta: Gema Insani Press
H. Hilman, Hadikusuma. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut:
Perundangan Hukum Adat Hukum Agama. Bandung: Mandar Maju

Idris Ramulyo, Mohd. 1999. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Kuswanto, Heru. 2012. Modul Hukum Perkawinan. Surabaya; Universitas
Naratoma
Manan, Abdul. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media Group
Pranata, T.A. 2012. Materi Kuliah Hukum Perkawinan. Jember; Universitas
Jember.
Wasmandan, Wardah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Teras

Anda mungkin juga menyukai