STATUS PASIEN
Dokter Muda
Nama Dokter muda
NIM
Tanggal
Rumah Sakit
Gelombang Periode
Irene Esther
406138122
November 2015
Bhayangkara
9 November 12 Desember 2015
Nama Pasien
Ny. M
Umur
23 tahun
Alamat
Jenis Kelamin
Perempuan
Pekerjaan
Karyawan Swasta
Agama
Islam
Pendidikan
SMA
Status Pernikahan
Menikah
No. RM
15-11-125119
Diagnosis
Tanda tangan
ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada 19 November 2015 pukul 10:30 WIB)
Keluhan Utama
Keluhan
Tambahan
Riwayat Penyakit
Sekarang
Riwayat Penyakit
Dahulu
Riwayat Penyakit
Keluarga
Kebiasaan /
Lingkungan
Anamnesis Sistem
1. Cerebrospinal
2. Cor
3. Respirasi /
Pulmo
4. Abdomen
5. Urogenital
6. Extremitas /
Musculoskeleta
Kesimpulan Anamnesis
Mata kiri merah, berair, banyak kotoran, dan terdapat rasa mengganjal sejak 1 minggu
yang lalu.
Mata kanan merah, berair, dan banyak kotoran sejak 3 hari yang lalu.
Kadang merasa silau.
Sudah menggunakan tetes mata Insto, obat minum, tetes mata Reco, dan tetes mata
0,1
0,7
Refraksi
Koreksi
Visus Dekat
Proyeksi sinar
+/LPB
+/LPB
Persepsi Warna
(Merah, Hijau)
OD
OS
Ortoforia
Ortoforia
Penilaian
Dikerjakan
Tidak
3. Lapang pandang
4. Kelopak mata
(Superior et Inferior)
Benjolan
Edema
Hiperemis
Ptosis
Lagophthalmos
Ectropion
Entropion
5. Bulu mata
Trikiasis
Madarosis
Krusta
6. Aparatus Lakrimalis
Sakus lakrimal
Hiperemis
Edem
Tidak ada
penyempitan
S
I
-
Tidak ada
penyempitan
S
I
-
Fistel
Punctum lakrimal
Eversi
Discharge
7. Konjungtiva
K. Bulbi
Warna
Vaskularisasi
Nodul
Edema
K. Tarsal superior
Hiperemis
Folikel
Papillae
Korpus alineum
K. Tarsal inferior
Hiperemis
Folikel
Papillae
Korpus alineum
8. Sklera
Warna
Inflamasi
9. Kornea
Kejernihan
Ukuran
Permukaan
Limbus
Infiltrat
Defek
Edema
+
-
+
-
+
-
+
-
Putih
-
Putih
-
Jernih
12 mm
Licin
Jernih
-
Jernih
12 mm
Licin
Jernih
-
Cukup
Cukup
Hifema
Hipopion
11. Iris
Warna
Hitam kecoklatan
Hitam kecoklatan
Sinekia
Iridodonesis
Neovaskularisasi
12. Pupil
Ukuran
4 mm
4 mm
Bentuk
Bulat
Bulat
Tepi
Rata
Rata
Simetris
Simetris
Simetris
Refleks direk
Refleks indirek
Jernih
Jernih
13. Lensa
Kejernihan
Luksasio
Afakia
IOL
+ cemerlang
Jernih
+ cemerlang
Jernih
Normal
Normal
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD
OS
VOD = 0,1
Koreksi belum dilakukan
VOS = 0,7
Koreksi belum dilakukan
Resume Total:
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Poliklinik Mata
RS Bhayangkara dengan keluhan kedua mata merah, berair, dan banyak kotoran. Jika bangun
tidur pada pagi hari, mata lengket karena kotoran yang banyak. Mata kiri sejak 1 minggu
yang lalu, dan mata kanan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga kadang merasa silau pada
matanya. Pasien sudah berobat ke dokter dan menggunakan obat minum, tetes mata Reco,
dan tetes mata Polydex namun tidak ada perbaikan. Pandangan pasien sudah lama kabur dan
tidak diobati, namun pandangan semakin kabur sejak sakit ini.
Pada pemeriksaan didapatkan :
VOD = 0,1
Koreksi belum dilakukan
VOS = 0,7
Koreksi belum dilakukan
Sekret purulen ODS >>
Konjungtiva bulbi ODS: hiperemis, injeksi konjungtiva (+)
Konjungtiva tarsal superior ODS: hiperemis
Konjungtiva tarsal inferior ODS: hiperemis
Diagnosis kerja:
Diagnosis banding:
Terapi:
Farmako :
o Tetes mata antibiotik ofloksasin 3 mg/ml 4 dd gtt I ODS
Non farmako :
o Menganjurkan pasien untuk tidak mengucek dan menyentuh matanya
o Menyarankan pasien untuk kontrol ke dokter mata untuk mengevaluasi
perjalanan penyakit dan melakukan pemeriksaan refraksi lebih lanjut untuk
pemberian resep kacamata
Prognosis:
Ad visam
: Dubia
7
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungtionam
Ad kosmetikam
: Bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Bonam
OD
OS
A : OS Keratitis viral
P : Tetes mata idoxuridine (IDU) 1 mg/ml 4 dd gtt I OS
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA DAN KORNEA
1.1
Konjungtiva
kebutuhan
oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata, dengan mekanisme
pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah.
Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit,
adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.1,3
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar
yaitu 3
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior
dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar
Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
1.2
Kornea
manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan
oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai
oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas
ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan
konjungtiva. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 m, diameter horizontalnya
sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.1,3
Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmichus) dan nervus
kranialis trigeminus. Saraf trigeminus ini memberikan sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila
kornea disentuh.1
12
bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.1
13
2. KONJUNGTIVITIS
2.1
Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,
infiltrasi selular dan eksudasi, atau radang pada selaput lendir yang menutupi belakang
kelopak dan bola mata.2, 3
Konjungtivitis dibedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan klamidia, alergi, dan iritasi bahan-bahan kimia.2
Gambar 2. Konjungtivitis
2.2
Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
Infeksi oleh virus, bakteri atau klamidia
Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya, sinar ultraviolet dari sinar
matahari.3
2.3
Klasifikasi
14
Tanda
Injeksi konjungtiva
Hemoragi
Kemosis
Eksudat
Pseudomembran
Papil
Folikel
Nodus preaurikular
2.3.1
Bakterial
Mencolok
+
++
Purulen
Viral
Sedang
+
+/atau
mukopurulen
+/- (strep., C.diph)
+/+
Jarang, air
+/+
++
Alergik
Ringan-sedang
++
Berserabut,
lengket, putih
+
-
Konjungtivitis Bakteri
Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri seperti gonokok,
Gejala Klinis
15
Obat topical dapat diberikan dalam bentuk obat tetes atau salep. Obat tetes memiliki
keuntungan tidak mengganggu penglihatan. Obat salep memiliki keuntungan memperpanjang
kontak dengan permukaan okular.4
Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3-5 hari, maka pengobatan dihentikan
dan tunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Apabila tidak sembuh dalam satu minggu,
mungkin perlu dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau
kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.2
Intervensi operatif diperlkan hanya bila terdapat indikasi untuk mengobati kondisi
kausatif seperti obstruksi duktus nasolakrimal.4
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas
dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene
perorangan.3
Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan
yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.1
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, herpes simplex virus yang paling
17
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus.5
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat
menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.2
Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya.
Pada demam faringokonjungtival yang umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3,
dan kadang-kadang tipe 4 dan 7, ditandai oleh demam 38,3-40C, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikular pada satu atau dua mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva. Mata merah dan berair sering teradi, dank has terjadi limfadenopati preaurikular
yang tidak nyeri tekan.1
Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya
dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi
konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien
juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya
seperti sakit kepala dan demam.1,6
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang
biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis HSV dapat berlangsung
selama 2-3 minggu.1
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi
airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang
dapat terjadi kimosis.5
Terapi
Konjungtivitis viral biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.1
18
2.3.3
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun.
Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1.7
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam
satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar
raksasa.1
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya
19
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi
serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat
asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan
riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak
atau mata buatan dari plastik.7
Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-kategorinya. Pada
konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal,
kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien
dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran
mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva
tarsalis inferior.1,7
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan
keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra
yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman
penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan
gejala yang mirip konjungtivitis vernal.1
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi
pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling
penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja
disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.7
Terapi
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan
kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk
meredakan gejala lainnya.1
Komplikasi
20
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder.7
2.3.4
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan
infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain
Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium
serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.1
2.3.5
Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,
2.3.6
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk
ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan
angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia,
dan blefarospasme.1
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang
toksik atau menimbulkan iritasi.1
Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan
pemakaian tetesan ringan.1
2.3.7
Konjungtivitis lain
21
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout
dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut
diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya.1
22
3. KERATITIS
3.1
Definisi
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea
ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi
pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.1,2
Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis
superfisial dan profunda atau interstisial.2
3.2
Etiologi
3.3
Klasifikasi
23
pengawet lainnya. Gejala klinis dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa
kelilipan.
24
3.3.2
Berdasarkan penyebab
a. Keratitis Bakterial
Tabel 2. Penyebab keratitis bakterial
Pasien biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi,
penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan
bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea,
dan infiltrasi kornea.8
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan
bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media
25
cokelat (untuk Neisseria, Haemophillus dan Moraxella sp), agar darah (untuk
kebanyakan jamur, dan bakteri kecuali Neisseria) dan agar Sabouraud (untuk jamur,
media ini diinkubasi pada suhu kamar). Kemudian dilakukan pewarnaan Gram.8
Penatalaksanaan dengan cara pemberian antibiotik spektrum luas sambil
menunggu hasil kultur bakteri.
Tabel 3. Penatalaksanaan awal untuk keratitis bakterial
b. Keratitis Jamur
Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis. Biasanya dimulai
karena suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun, dan bagian tumbuhtumbuhan. Namun keratitis yang dulu banyak dijumpai pada pekerja pertanian ini,
kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya
obat kortikosteroid dalam pengobatan mata.1,2
Kebanyakan disebabkan organism oportunis seperti candida, fusarium,
aspergillus, penicillium, cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada cirri khas yang
membedakan macam-macam ulkus jamur ini.1
Pada mata akan terlihat lesi indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan
hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit.
26
Di bawah lesi utama sering terdapat plak endotel disertai reaksi bilik mata depan yang
hebat. Abses kornea sering dijumpai.1
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap
kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa.2
Pengobatan dengan natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun. Diberikan
sikloplegik disertai obat oral antiglaukoma bila timbul peningkatan tekanan
intraocular.2
c. Keratitis Virus
Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada
kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit
intraselular obligat yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,
vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan
mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.2
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada mata, fotofobia, penglihatan
kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat
yang terkena.2
Infeksi primer Herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan
dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh
sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu dimana daya tahan tubuh sangat lemah akan
menjadi parah dan menyerang stroma.
kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus
diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnya dalam 72 jam.
2) Terapi obat 2
Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang
atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
3) Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpes nonaktif.1
d. Keratitis Acanthamoeba
Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba yang biasanya disertai
dengan penggunaan lensa kontak. Pasien biasa mengeluh rasa sakit yang tidak
sebanding dengan temuan kliniknya yaitu kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas
adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Bentuk-bentuk
awal pada penyakit ini, dengan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel
kornea semakin banyak ditemukan. keratitis Acanthamoeba sering salah diagnosis
sebagai keratitis herpes.1
Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionat, propamidin topikal
(larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomisin. Bikuanid poliheksametilen
(larutan 0,01-0,02%) dikombinasi dengan obat lain atau sendiri, kini makin populer.
Agen lain yang mungkin berguna adalah paromomisin dan berbagai imidazol topikal
dan oral seperti ketokonazol, mikonazol, itrakonazol. Terapi juga dihambat oleh
kemampuan organisme membentuk kista didalam stroma kornea, sehingga
28
29
PEMBAHASAN
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Poliklinik
Mata RS Bhayangkara dengan keluhan kedua mata merah, berair, dan banyak kotoran. Jika
bangun tidur pada pagi hari, mata lengket karena kotoran yang banyak. Mata kiri sejak 1
minggu yang lalu, dan mata kanan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga kadang merasa silau
pada matanya. Pasien sudah berobat ke dokter dan menggunakan obat minum, tetes mata
Reco (isi Chloramphenicol), dan tetes mata Polydex (isi neomycin sulfate, polymixin b
sulfate, dexamethasone) namun tidak ada perbaikan. Pandangan pasien sudah lama kabur dan
tidak diobati, namun pandangan dirasakan semakin kabur sejak sakit ini.
Pada pemeriksaan didapatkan :
VOD = 0,1
Koreksi belum dilakukan
VOS = 0,7
Koreksi belum dilakukan
Sekret purulen ODS >>
Konjungtiva bulbi ODS: hiperemis, injeksi konjungtiva (+)
Konjungtiva tarsal superior ODS: hiperemis
Konjungtiva tarsal inferior ODS: hiperemis
penglihatan sejak sakit ini tidak dapat dinilai secara objektif karena pasien mengaku
penglihatannya yang memang sudah kabur sejak lama namun tidak pernah dikoreksi dengan
kacamata.
Setelah pasien diberi obat tetes mata Ofloksasin oleh dokter, pasien melakukan
kontrol 4 hari kemudian. Pasien mengatakan keluhan pada mata kanannya sudah hilang,
sedangkan pada mata kiri keluhan berair dan banyak kotoran berkurang, namun masih
terdapat rasa mengganjal dan silau, serta pandangan dirasakan semakin kabur. Kemudiaan
saat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut didapatkan VOD membaik menjadi 0,3 False 1,
sedangkan VOS memburuk menjadi 0,4. Hiperemis pada konjungtiva dan injeksi konjungtiva
sudah hilang, hanya didapatkan sedikit sekret purulen pada mata kiri. Namun pada kornea
mata kiri tampak infiltrat. Oleh karena itu ditegakkan diagnosis OS keratitis viral.
31
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari anamnesa pasien, pemeriksaan subyektif dan obyektif mata
yang dilakukan pada 19 November 2015 serta dasar teori yang saya peroleh dari tinjauan
pustaka maka didapatkan kesimpulan diagnosis adalah ODS konjungtivitis bakterial akut.
Pasien diterapi dengan tetes mata ofloksasin 3 mg/ml 4 kali sehari 1 tetes ODS.
Setelah menjalani pengobatan selama 4 hari, pasien melakukan kontrol. Dan
berdasarkan hasil dari anamnesa pasien, pemeriksaan subyektif dan obyektif mata yang
dilakukan pada 23 November 2015 serta dasar teori yang saya peroleh dari tinjauan pustaka
maka didapatkan kesimpulan diagnosis menjadin OS keratitis e.c. konjungtivitis. Pasien
kemudian diterapi dengan mengganti obat tetes mata menjadi tetes mata idoxuridine (IDU) 1
mg/ml 4 kali sehari 1 tetes OS.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17thed. Lange Mc
Graw Hill. 2007.
2. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2010.
3. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. MD
Association, San Fransisco. 2005-2006.
4. Yeung KK. Bacterial Conjunctivitis. In: Medscape Reference. 2014. Downloaded from:
http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview
5. Scott IU. Viral Conjunctivitis. In: Medscape Reference. 2015. Downloaded from:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview
6. Senaratne T, Gilbert C. Conjunctivitis. In: Community Eye Health. 2005. Downloaded
from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705660/#!po=14.444
7. Ventocilla M. Allergic Conjunctivitis. In: Medscape Referance. 2014. Downloaded from:
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview
8. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology. Edisi II. Elsevier Limited; 2009.
33