Jtptunimus GDL Nurlailiko 5205 3 Bab2
Jtptunimus GDL Nurlailiko 5205 3 Bab2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pestisida
1. Secara Umum
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti
hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan
sebagai pembunuh hama8.
2. Menurut The United State Federal Environmental Pesticide Control Act
(Green,1979)9
a. Semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas, mencegah atau
menangkis gangguan dari pada serangga, binatang pengerat, nematoda,
cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali
virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang
lainnya.
b. Semua zat atau campuran zat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai
pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.
3. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1350/
MENKES/SK/XII/2001 10
Pestisida kesehatan masyarakat meliputi semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan masyarakat untuk:
a) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.
b) Memberantas rerumputan.
c) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk
d) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
e) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan
ternak.
f) Memberantas atau mencegah hama-hama air.
B. Sejarah Pestisida
Sejak puluhan abad yang lalu pestisida telah digunakan sebagai bahan
pemberantas hama dalam melindungi tanaman. Kapur dan abu kayu pada kira-kira
tahun 1200 SM telah digunakan untuk menberantas hama gudang dan demikian pula
benih-benih tanaman telah diberi perlakuan dengan ekstrak tanaman maupun dengan
pengasapan untuk melindungi dari gangguan serangan hama9.
Belerang
telah
lama
diketahui
mempunyai
pengaruh
dalam
usaha
mengadakan penelitian dibidang perlindungan tanaman dan sejak itu ribuan senyawa
organik sintetik banyak diproduksi untun keperluan pengendalian hama penyakit
tanaman seperti serangga, cendawan, gulma, nematoda, rodent dan lain-lain9.
C. Penggolongan Pestisida
a. penggolongan pestisida berdasarkan kegunaannya dibedakan menjadi:9
1) Insektisida
2) Akarisida
memberantas tungau
3) Nematisida
4) Fungisida
memberantas cendawan
5) Herbisida
memberantas rumput-rumput
6) Ovisida
7) Rodentisida
memberantas tikus
b. Tepung yang dapat dilarutkan atau soluble powder (SP). Contoh : Dowpon
M.
c. Butiran atau Granule (G). bahan aktif pestisida dicampur dengan bahan
pembawa, seperti tanah liat, pasir, tongkol jagung yang ditumbuk. Kadar
bahan aktifnya berkisar antara 1-40%. Penggunaan biasa dengan
menaburkan. Contoh : Ekaluk 5G.
d. Pekatan debu atau Dust concetrate. Kadarnya biasa antara 25-75%.
Pestisida dicampur dengan bahan pembawa dalam bentuk debu. Kadar zat
aktif biasa 1-10% dengan ukuran partikel < 70 mikron contoh : lannate
2D.
e. Umpan atau Bait (B). bahan aktif pestisida dicampurkan dengan bahan
pembawa. Biasa terdapat dalam bentuk bubuk, pasta atau butiran.
Penggunaannya dicampurkan dengan bahan makanan yang disukai oleh
hewan sasaran. Contoh : Zink Fosfit (umpan bubuk), klerat RM.
f. Tablet, terdapat dalam 2 bentuk :
-
Tablet yang bila kena udara akan menguap jadi fumigan, yang
umumnya digunakan untuk gudang-gudang atau perpustakaan. Contoh
: Phostoxsin tablet.
bekerja
dengan
pestisida,
semakin
lama
petani
melakukan
penyemprotan secara terus menerus, maka semakin banyak kadar yang masuk
dalam tubuh. Faktor eksposisi yang berulang-ulang ini akan menyebabkan
kumulasi zat toksik dalam tubuh sehingga melewati ambang batas keracunan
sehingga timbullah paparan pestisida11.
f. Masa kerja, petani yang berpengalaman cenderung mendapat pemaparan yang
rendah. Semakin lama masa kerjanya maka pengalaman dan pengetahuan
dalam menyemprot semakin baik.
g. Frekuensi menyemprot yaitu sejumlah berapa kali petani melakukan
penyemprotan terhadap tanaman setiap minggu/bulannya, semakin sering
menyemprot maka semakin tinggi pula resiko keracunannya11.
h. Tinggi tanaman, tanaman yang ada dibawah di semprot dibawah sehingga
jauh dari wajah penyemprot, sedangkan jenis tanaman yang lain ada diatas
(setinggi lutut bahkan lebih) akan dekat dengan wajah penyemprot sehingga
lebih besar risiko keracunan dibanding dengan yang ada dibawah7.
i. Kebiasaan memakai APD
Petani yang menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang (lebih
tertutup) akan mendapat efek yang lebih rendah dibandingkan yang
berpakaian minim.
2. Faktor di dalam tubuh
a. Umur
Semakin tua umur petani akan semakin cenderung untuk mendapatkan
pemaparan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan menurunnya fungsi organ
tubuh termasuk enzim-enzim.
b. Jenis kelamin
Kadar cholinesterase pada laki-laki lebih tinggi di banding pada wanita.
c. Status gizi
Seseorang yang mempunyai status gizi baik akan berpengaruh pada daya
tahan tubuh sehingga dapat menangkal racun pestisida dan sebaliknya dengan
status gizi yang buruk akan dengan mudah terpapar racun pestisida.
d. Kadar Hemoglobin
Petani yang tidak anemis secara tidak langsung mendapat efek yang lebih
rendah. Petani yang anemis memiliki resiko lebih besar, bila bekerja dengan
pestisida organofosfat dan karbamat. Petani yang kadar Hb rendah akan
memiliki kadar cholinesterase yang rendah. Karena sifat dari organofosfat
yang mengikat enzim cholinesterase yang pada akhirnya kholinesterase tidak
lagi mampu menghidrolisa acethylcholin.
e. Keadaan Kesehatan
Menurut Devidson dan Henry (1989), penyakit yang dapat menurunkan
aktifitas cholinesterase adalah jenis penyakit : Hepatitis, Cirrosis, Abses dan
Matistatik Carsinoma pada leher. Dikarenakan menurunnya kemampuan dari
hepar didalam mendetoksifikasi bahan toksik organofosfat.
E. Toksisitas Pestisida3
Republik
Indonesia
Nomer:1350/MENKES/SK/XII/2001
tentang
A,
asetil-KoA)
dengan
kolin,
dikatalisis
oleh
enzim
Oleh
sebab itu,
enzim
yang
satu
ini
dinamakan
kaitan glikolipid sedangkan yang satu lagi biasanya berekor kolagen. Hidrolisis
asetilkolin oleh kolinestrase yang berlangsung cukup cepat dapat menjadi dasar
penjelasan perubahan konduktans Na+ dan kegiatan listrik yang terjadi pada
peristiwa transmisi sinaptik.
Kolin
+
Asetil-KoA
O
Neuron
Kolinergik
Kolin Asetiltransferase
CH-C-O-CH2CH2-N+-CH3
CH3
Asetilkolin
Asetil-KoA
+
Kolin
CH3
ACh
Asetilkolinesterase
Kolin
Kolin
+
Asetat
ACh
ASE
Jaringan
postsinaptik
Gambar
1.1.Biosintesis
asetilkolin.
dan
katabolisme
Pestisida organofosfat yang masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut
dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan akan mengikat enzim
cholinesterase. Fungsi dari enzim cholinesterase ini adalah mengatur bekerjanya
saraf. Bila enzim yang berada dalam darah tersebut terikat maka kerjanya saraf
jadi terganggu. Dengan demikian gerak otot tak dapat dikendalikan, akhirnya
terjadi kekejangan, lumpuh atau pingsan yang bisa menyebabkan kematian9.
System kontrol dan komunikasi didalam tubuh manusia dilakukan oleh
system hormonal dan system saraf. Melalui system saraf organ-organ dalam tubuh
menerima informasi untuk mempergiat/mengurangi aktifitas sel dan pada system
saraf stimulus yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut saraf (Akson)
dalam bentuk impuls. Kemudian impuls ini akan bertindak sebagai picu untuk
mengeluarkan getah (Neurotransmitter) pada ujung akson, yang tersimpan dalam
vesikel sel presinap.
Table
1.
Indikator
Tingkat
Keracunan
menurut
tingkat
aktifitas
15
Normal
- Boleh kerja terus, perlu pemeriksaan berkala
75%-50%
Keracunan Ringan
- Lakukan pemeriksaan ulang, jika hasilnya sama,
pekerja jauhkan dari jenis organoposphat
- Lakukan pemeriksaan ulang dalam waktu 2 minggu
50%-25%
Keracunan Sedang
- Lakukan pemeriksaan ulang, jika hasilnya sama,
pindahkan pekerja yang bebas pestisida dan bila sakit
perlu pemeriksaan dokter.
25%-0%
Keracunan Berat dan sangat berbahaya
- Lakukan pemeriksaan ulang
- Pekerja dilarang bekerja sampai ada rekomendasi dari
dokter.
Sumber : Bina Kurniawan, dkk, 2004 Pedoman Praktikum Laboratorium
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Undip.
3. Tanda-tanda dan gejala keracunan organofosfat3.
Gejala ini muncul dengan cepat (beberapa menit sampai beberapa jam) dan
rangkaian gejala sangat progresif. Gejala keracunan adalah berupa gejala
kolinergik/muskarinik yang berlebihan :
a. Gejala Permulaan berupa : enek, muntah, rasa lemah, sakit kepala dan
gangguan penglihatan. Segera diikuti sesak napas, spasme larings,
bronkokonstriksi dan hipersekresi kelenjar lendir hidung dan bronkus
(terutama bila OP diinhalasi), hipersaliva, kolik usus dan diare, hipersekresi
kelenjar keringat dan air mata, miosis (mungkin juga tidak ada), kelemahan
dan
akhirnya
kelumpuhan
otot-otot
rangka.
Dapat
pula
terjadi
bradikardi/takikardi.
Gejala SSP : ataksia, hilangnya reflek-reflek, bingung, sukar bicara, kejangkejang disusul paralisis otot-otot pernafasan, pernafasan CheyneStokes dan
koma.
b. Kematian disebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan, sebagian karena efek
perifer dan sebagian karena depresi sentral. Kematian dapat terjadi dalam
tempo 5 menit sampai beberapa hari, Karen itu pengobatan harus secepat
mungkin diberikan. Dengan pengobatan yang cepat dan tepat, dapat mengatasi
keracunan berat dengan berpuluh-puluh kali dosis letal.
I. Efek Pestisida Terhadap Organ Tubuh Manusia
1. Keadaan Fungsi Organ Yang Kontak
Keadaan fungsi organ yang kontak dengan suatu toksik akan mempengaruhi kerja
eksosisi. Ini terutama berlaku untuk sistem respirasi dan kulit.
Respirasi dipengaruhi oleh frekuensi pernafasan, beban kerja dan usia yang
bersangkutan, juga pada suhu dan kelembaban udara relatif. Absorbsi kulit
dipengaruhi oleh kandungan kelembaban, peredaran darah kulit dan keadaan
masing-masing lapisan kulit. Jika permukaan lemak kulit rusak bukan hanya zat
hipofil saja yang di absorbsi tetapi juga hidrifil 11.
2. Keadaan Fungsi Organ Yang Berfungsi Pada Ekskresi dan Detoksikasi
Untuk biotransformasi dan ekresi, keadaan fungsi hati dan ginjal sangat penting.
Perubahan metabolisme xenotiatik (zat asing berbahaya) di hati biasanya akan
membentuk produk yang mudah diekskresi oleh ginjal. Pada orang dengan
penyakit hati dan insufisiensi ginjal akan lebih peka terhadap zat toksik daripada
orang normal11.
J. Kerangka Teori
Organoposphat
Aktifitas Kolinesterase
Sumber :
3,7,8,9,11,13,14
K. Kerangka Konsep
Variabel Bebas
-
Umur
Lama Kerja
Masa kerja
Penggunaan APD
Arah Penyemprotan
Frekuensi Penyemprotan
Variabel Terikat
Aktifitas Kolinesterase
dalam darah
* dikendalikan
L. Hipotesa
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka Hipotesis :
1. Ada hubungan umur dengan aktifitas cholinesterase darah
2. Ada hubungan lama kerja dengan aktifitas cholinesterase darah
3. Ada hubungan masa kerja dengan aktifitas cholinesterase darah
4. Ada hubungan frekuensi penyemprotan dengan aktifitas cholinesterase darah
5. Ada hubungan penggunaan APD dengan aktifitas cholinesterase darah
6. ada hubungan arah penyemprotan dengan aktifitas cholinesterase darah