1. Ujung kateter tekanan vena sentral sebaiknya tidak dibiarkan bermigrasi ke ruangan jantung.
2. Walaupun kateter arteri pulmoner dapat digunakan untuk memandu terapi hemodinamik
tujuan-terarah untuk memastikan perfusi organ pada keadaan syok, terdapat metode lain yang
lebih tidak invasif untuk menentukan performa hemodinamik, termasuk pengukuran output
kardia thermodilusi transpulmoner dan analisis kontur pulsasi pada bentuk gelombang tekanan
arterial.
3. Kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi arteri pulmoner termasuk blok berkas cabang kiri
(karena permasalahan mengenai blok jantung sepenuhnya) dan kondisi-kondisi yang dikaitkan
dengan peningkatan besar pada resiko aritmia, seperti sindroma Wolff ParkinsonWhite.
4. Tekanan arteri pulmoner perlu dimonitor secara kontinyu untuk mendeteksi posisi pendesakan
yang indikatif untuk migrasi kateter.
5. Pengukuran yang akurat pada output kardia bergantung pada injeksi yang cepat dan halus,
temperatur dan volume injektan yang diketahui dengan tepat, memasukkan faktor kalibrasi
yang benar untuk tipe kateter arteri pulmonter yang spesifik dalam komputer output kardia,
dan menghindari pengukuran selama elektrokauter.
Monitoring perioperatif yang cermat pada sistem kardiovaskuler adalah salah satu
tugas primer dari penyedia anestesi. Bab ini berfokus pada monitoring spesifik
pada peralatan dan teknik yang digunakan oleh anestesiologis untuk memonitor
fungsi kardia dan sirkulasi pada pasien sehat maupun tidak.
TEKANAN DARAH ARTERIAL
Kontraksi ritmik pada ventrikel kiri, mengeluarkan darah ke dalam sistem
vaskuler, menghasilkan tekanan arterial pulsatil. Tekanan puncak yang dihasilkan
selama kontraksi sistolik (pada keadaan tidak adanya stenosis valvula aortic)
memperkirakan tekanan darah arterial sistolik (SBP); tekanan arterial paling
rendah selama relaksasi diastolik adalah tekanan darah diastolik (DBP). Tekanan
nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Rata-rata berat-waktu
dari tekanan arterial selama siklus nadi adalah mean tekanan arterial (MAP).
MAP dapat ditetapkan dengan menggunakan formula berikut:
(SBP) + 2(DBP)
3
Tekanan darah arterial sangat terpengaruh dengan dimana tekanan tersebut
MAP =
radial biasanya lebih besar daripada tekanan sistolik aortik karena lokasinya yang
lebih distal. Sebaliknya, tekanan sistolik arteri radial seringkali merendahkan
tekanan yang lebih pusat setelah bypass kardiopulmoner hipothermik karena
perubahan-perubahan pada resistensi vaskuler tangan. Obat vasodilatasi dapat
menonjolkan ketidaksesuaian ini. Ketinggian tempat sampling relatif terhadap
jantung mempengaruhi pengukuran tekanan darah karena efek dari gravitasi
(Gambar 5-2). Pada pasien-pasien dengan penyakit vaskuler perifer berat,
mungkin terdapat perbedaan signifikan dalam pengukuran tekanan darah antar
ekstremitas. Nilai yang lebih tinggi perlu digunakan pada pasien-pasien ini.
Karena metode-metode penentuan tekanan darah yang noninvasif (palpasi,
auskultasi Doppler, osilometri, plethysmography) dan invasive (kanulasi arterial)
sangat berbeda, masing-masing didiskusikan secara terpisah.
1. Monitoring Tekanan Darah Arterial Noninvasif
Indikasi
Penggunaan anestesi apapun, tidak peduli seberapa remeh, adalah indikasi
untuk pengukuran tekanan darah arterial. Teknik dan frekuensi penentuan tekanan
bergantung pada kondisi pasien dan tipe prosedur pembedahah. Pengukuran
tekanan darah osilometri setiap 3-5 menit adalah adekuat pada sebagian besar
kasus.
Kontraindikasi
Walaupun beberapa metode pengukuran tekanan darah adalah wajib, teknik yang
bergantung pada manset tekanan darah lebih baik dihindari pada ekstremitas
dengan abnormalitas vaskuler (misalnya, shunt dialysis) atau dengan jalur
intravena. Jarang terjadi, mungkin mustahil untuk memonitor tekanan darah
dalam kasus-kasus (misalnya, luka bakar) dimana mungkin tidak terdapat tempat
yang dapat diakses dari mana tekanan darah dapat dicatat dengan aman.
Teknik & Komplikasi
A. Palpasi
SBP dapat ditentukan dengan (1) menemukan lokasi nadi perifer yang dapat
diraba, (2) menggembungkan manset tekanan darah pada proksimal nadi sampai
alirannya terhambat, (3) melepaskan tekanan manset sebesar 2 atau 3 mmHg per
denyut jantung, dan (4) mengukur tekanan manset dimana nadi kembali dapat
teraba. Metode ini cenderung merendahkan tekanan sistolik, karena insensitifitas
sentuhan dan penundaan antara aliran di bawah manset dan pulsasi distal. Palpasi
tidak memberikan tekanan diastolic atau MAP. Peralatan yang diperlukan
sederhana dan murah.
B. Probe Doppler
Ketika probe Doppler menggantikan jari anestesiologis, pengukuran tekanan
darah arterial menjadi cukup sensitif sehingga berguna pada pasien-pasien obes,
pasien pediatrik, dan pasien dengan syok (Gambar 5-3). Efek Doppler adalah
pergeseran frekuensi gelombang suara ketika sumbernya bergerak relatif terhadap
pengamat. Sebagai contoh, nada peluit kereta naik ketika kereta mendekat dan
turun ketika pergi. Mirip dengan itu, pantulan gelombang suara objek yang
bergerak menyebabkan pergerseran frekuensi. Probe Doppler mentransmisikan
sinyal ultrasonik yang dipantulkan oleh jaringan di bawahnya. Ketika sel darah
merah bergerak melewati arteri, pergeseran frekuensi Doppler akan terdeteksi oleh
probe. Perbedaan antara frekuensi yang ditransmisikan dan didapatkan
menyebabkan suara berdesir yang khas, yang mengindikasikan aliran darah.
Karena udara memantulkan ultrasound, couplinggel (tetapi bukan jeli ekektroda
korosif) diaplikasikan antara probe dan kulit. Memposisikan probe secara
langsung di atas arteri adalah penting, karena sorotannya harus melewati dinding
pembuluh darah. Gangguan dari gerakan probe atau elektrokauter adalah
gangguan yang menjengkelkan. Perhatikan bahwa hanya tekanan sistolik yang
dapat ditentukan dengan terpercaya dengan teknik Doppler.
Variasi teknologi Doppler menggunakan kristal piezoelectric untuk
mendeteksi gerakan dinding arterial lateral ke pembukaan dan penutupan
intermiten dari pembuluh darah antara tekanan sistolik dan diastolic. Peralatan ini
dengan demikian mendeteksi tekanan sistolik dan diastolic. Efek Doppler secara
menjadi lambat. Dengan demikian tekanan darah arterial perlu dilihat sebagi
indikator tetapi bukan pengukuran perfusi organ.
Akurasi metode apapun untuk mengukur tekanan darah yang melibatkan
manset tekanan darah tergantung pada ukuran manset yang benar (Gambar 5-6).
impuls
maksimal
atau
dengan
menggunakan
ultrasound.
Dengan
embolisasi
gelembung
udara
atau
thrombi,
pembentukan
ekstrakorporeal, penggunaan kateter yang lebih besar pada pembuluh darah yang
lebih kecil, dan penggunaan vasopressor. Resiko tersebut diminimalkan ketika
rasio ukuran kateter dengan arteri adalah kecil, salin terus-menerus diinfuskan
melalui kateter dengan kecepatan 23 mL/jam, pembilasan kateter terbatas, dan
diberikan perhatian yang cermat pada teknik aseptik. Kecukupan perfusi dapat
terus-menerus dimonitor selama kanulasi arteri radial dengan menempatkan pulse
oksimeter pada jari ipsilateral.
Pertimbangan Klinis
Karena kanulasi intraarterial memungkinkan pengukuran tekanan darah denyutdemi-denyut, hal ini dianggap sebagai teknik monitoring tekanan darah optimal.
Kualitas bentuk gelombang transduksi, akan tetapi, tergantung pada karakteristik
dinamik dari sistem transduser-tube-kateter (Gambar 5-8). Pembacaan yang keliru
dapat menyebabkan intervensi terapiutik yang tidak tepat.
Bentuk gelombang kompleks, seperti gelombang pulsasi arterial, dapat
diekspresikan sebagai sumasi gelombang harmoni sederhana (menurut teorema
Fourier). Untuk pengukuran tekanan yang akurat, sistem transduser-tube-kateter
harus mampu merespon dengan adekuat pada frekuensi tertinggi dari bentuk
gelombang arterial (Gambar 5-9). Dengan kata lain, frekuensi alami dari sistem
pengukutan harus melebihi frekuensi alami dari pulsasi arterial (kira-kira 1624
Hz).
Sebagian besar transduser memiliki frekuensi beberapa ratus Hz (>200 Hz
untuk transduser sekali pakai). Tambahan pada tube, stopcock, dan udara pada
jalur semua menurunkan frekuensi sistem. Jika respon frekuensi terlalu lambat,
sistem akan menjadi overdamped dan tidak akan dengan setia mereproduksi
bentuk gelombang arterial, memperendah tekanan sistolik. Underdamping juga
adalah permasalahan yang serius, menyebabkan overshoot dan SBP tinggi palsu.
Sistem transduser-tube-kateter harus juga mencegah hiperresonansi, suatu
artifak yang disebabkan oleh gema gelombang tekanan dalam sistem. Koefisien
damping () sebesar 0.60.7 adalah optimal. Frekuensi alami dan koefisien
kardiomiopati
dan gagal
jantung. Gelombang
ECG adalah pencatatan potensi elektris yang dihasilkan oleh sel miokardia.
Pemakaiannya
yang
rutin
memungkinkan
aritmia,
iskemia
miokardia,
yang
dapat
lepas
atau
mengalami
emboli
selama
kanulasi.
Pada
kasus-kasus
dimana
digunakan
transesophageal
Resiko kanulasi vena sentral termasuk infeksi jalur, infeksi arus darah,
emboli udara atau thrombus, aritmia (mengindikasikan bahwa ujung kateter
berada pada atrium atau ventrikel kanan), hematoma, pneumothorax, hemothorax,
hydrothorax, chylothorax, perforasi kardia, tamponade kardia, trauma pada saraf
dan arteri di dekatnya, dan thrombosis.
Pertimbangan Klinis
Fungsi kardia normal memerlukan pengisian ventrikuler yang adekuat dengan
darah vena. CVP memperkirakan tekanan atrial kanan. Volume ventrikuler
berhubungan dengan tekanan melalui kompliansi. Ventrikel yang sangat komplian
mengakomodasi volume dengan perubahan minimal dalam tekanan. Sistem yang
nonkomplian memiliki ayunan yang lebih besar dalam tekanan dengan lebih
sedikit perubahan volume. Sebagai konsekuensinya, pengukuran CVP individual
hanya akan menunjukkan informasi yang terbatas mengenai volume dan pengisian
ventrikuler. Walaupun CVP yang sangat rendah dapat mengindikasikan pasien
dengan penurunan volume, pembacaan tekanan moderat sampai tinggi dapat
mencerminkan volume overload ataupun kompliansi ventrikuler yang buruk.
Perubahan yang berkaitan dengan pengisian volume bersama dengan pengukuran
performa hemodinamik lainnya (misalnya, tekanan darah, HR, output urin) dapat
menjadi indikator yang lebih baik untuk responsifitas volume pasien. Pengukuran
CVP harus selalu dipertimbangkan dalam konteks sudut pandang klinis
kesekuruhan pasien.
Bentuk gelombang vena sentral berkorespondensi dengan terjadinya
kontraksi kardia (Gambar 5-19): gelombang a dari kontraksi uji a tidak ada pada
fibrilasi atrial dan berlebihan pada ritme junctional (gelombang a cannon);
gelombang c adala karena elevasi katup trikuspid selama kontraksi ventrikuler
awal; gelombang v mencerminkan return vena terhadap katup trikuspid yang
tertutup, dan penurunan x dan y kemungkinan disebabkan oleh pergeseran ke
bawah dari katup trikuspid selama sistole dan pembukaan katup trikuspid selama
diastole.
Kontraindikasi
Kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi arteri pulmoner termasuk left bundlebranch block (karena permasalahan mengenai blok jantung komplit) dan kondisikondisi yang berkaitan dengan peningkatan besar resiko aritmia, seperti sindroma
Wolff ParkinsonWhite. Kateter dengan kemampuan pacing adalah lebih cocok
pada situasi-situasi tersebut. Kateter PA dapat berperan sebagai nidus infeksi pada
pasien bakteremia atau pembentukan thrombus pada pasien yang rentan terhadap
hiperkoagulasi.
Teknik & Komplikasi
Walaupun
tersedia
berbagai
kateter
PA,desain
yang
paling
popular
menggabungkan lima lumen dalam kateter 7.5 FR, sepanjangn 110 cm, dengan
badan polyvinylchloride (Gambar 5-20). Lumen ditempati oleh benda-benda
berikut: kawat untuk menghubungkan termistor dekat ujung kateter ke computer
CO termodilusi, saluran udara untuk inflasi balon; port proksimal 30 cm dari
ujung untuk infus, injeksi CO, dan mengukuran tekanan atrial kanan; port
ventrikuler pada 20 cm untuk infus obat; dan port distal untuk aspirasi campuran
sampel darah vena dan pengukuran tekanan PA.
Pemasukkan kateter PA memerlukan akses vena sentral, yang dapat
dicapai dengan menggunakan teknik Seldinger, dideskripsikan di atas.
Menggantikan kateter vena sentral, dilator dan selubung dimasukkan di atas kawat
pemandu. Lumen selubung mengakomodai kateter PA setelah pengangkatan
dilator dan kawat pemandu (Gambar 5-21).
Sebelum insersi, kateter PA diperiksa dengan inflasi dan deflasi balonnya
dan irigasi ketiga lumen intravaskuler dengan saline. Port distal terhubung dengan
transduser yang diatur ke nol pada linea midaxiller pasien.
Kateter PA dimajukan melalui introduser ke dalam vena jugular interna.
Pada kira-kira 15 cm, ujung distal harus memasuki atrium kanan, dan pelacakan
vena sentral yang bervariasi dengan respirasi mengkonfirmasi posisi intratoraksis.
Balon kemudian digembungkan dengan udara sesuai rekomendasi pabrik
(biasanya 1.5 mL) untuk melindungi endokardium dari ujung kateter dan
memungkinkan CO ventrikel kanan untuk mengarahkan kateter ke depan. Balon
selalu dikempiskan selama penarikan. Selama memajukan kateter, ECG perlu
dimonitor untuk adanya aritmia. Ektopi transient dari iritasi pada ventrikel kanan
oleh balon dan ujung kateter biasa terjadi dan jarang memerlukan pengobatan.
Peningkatan
mendadak
pada
tekanan
sistolik
pada
pengusutan
distal
terus-menerus
untuk
mendeteksi
posisi
overwedge
yang
dengan
kanulasi
vena
sentral
plus
bakteremia,
endokarditis,
dapat
diperoleh
(Tabel
5-3).
Beberapa
desain
kateter
distalnya terbuka hanya terkena tekanan kapiler, yang pada keadaan tidak
adanya tekanan jalan nafas tinggi atau penyait vaskuler pulmoner sebanding
dengan tekanan atrial kiri. Faktanya, aspirasi melalui port distal selama inflasi
balon adalah sampel darah arterialis. PAOP adalah pengukuran LVEDP indirek
yang tergantung pada kompliansi ventrikuler mendekati volume end diastolik
ventrikuler kiri.
Walaupun tekanan vena sentral dapat mencerminkan fungsi ventrikler
kanan, kateter PA dapat diindikasikan jika salah satu ventrikel sangat menurun,
menyebabkan disasosiasi hemodinamik sisi kanan dan kiri. CVP buruk dalam
memprediksi tekanan kapiler pulmoner, khususnya pada pasien-pasien dengan
fungsi ventrikuler kiri abnormal. Bahkan PAOP tidak selalu memprediksi LVEDP.
Hubungan antara volume end diastolik ventrikuler kiri (preload sktual) dan PAOP
(preload estimasi) dapat menjadi tidak dapat diandalkan selama kondisi-kondisi
yang berhubungan dengan perubahan kompliansi atrial atau ventrikuler kiri,
fungsi valvula mitral, atau resistensi vena pulmoner. Kondisi-kondisi ini adalah
umum terjadi segera setelah pembedahan kardia atau vaskuler mayor dan pada
pasien yang sakit kritis yang menggunakan agen inotropik atau pada syok septik.
Terakhir, informasi yang disediakan oleh kateter PA adalah seperti
informasi dari monitor perioperatif lainnya yang tergantung pada interpretas yang
benar oleh orang yang merawat pasien tersebut. Dalam konteks ini, kateter PA
adalah peralatan yang digunakan untk membantu dalam terapi perioperatif
tujuan-terarah. Karena semakin banyaknya metode yang lebih tidak invasif yang
tersedia sekarang untk mendapatkan informasi yang serupa, kami menduga
kateterisasi PA utamanya akan menjadi minat sejarah.
OUTPUT KARDIA
Indikasi
Pengukuran CO untuk memungkinkan kalkulasi SV adalah salah satu alasan
utama untuk kateterisasi PA. saat ini, terdapat sejumlah metode alternatif yang
kurang invasif untuk mengestimasikan fungsi ventrikuler untuk membantu terapi
tujuan-terarah.
sistem arterial setelah transit indikator dingin melalui jantung dan paru dan
menentukan CO.
Thermodiluasi transpulmoner juga memungkinkan kalkulasi volume
diastolik akhir-global (GEDV) dan air paru ekstravaskuler (EVLW). Melalui
analisis matematis dan ekstrapolasi kurva thermodilusi, adalah ungkin untuk
computer thermodilusi untuk menghitung mean waktu transit dari indikator dan
waktu
penghancuran
eksponensialnya
(Gambar
5-25).
Volume
thermal
intrathoraksis (ITTV) adalah produk dari CO dan mean waktu transit (MTT).
ITTV termasuk volume darah pulmoner (PBV), EVLW, dan darah yang
terkandung dalam jantung. Volume thermal pulmoner (PTV) termasuk EVLW dan
PBV dan didapatkan dengan mengkalikan CO dengan waktu penghancuran
eksponensial (EDT). Mengurangi PTV dari ITTV memberikan GEDV (Gambar 526). GEDV adalah volume hipotetis yang mengasumsikan bahwa semua ruang
jantung terisi terus-menerus saat diastole. Dengan indeks normal antara 640 dan
800 mL/m2, GEDV dapat membantu dalam menentukan status volume. Indeks air
paru ekstra vaskuler kurang dari 10 mL/kg adalah normatif. EVLW adalah ITTV
minus volume darah intrathoraksis (ITBV). ITBV = GEDV 1.25.
Dengan demikian EVLW = ITTV ITBV. Peningkatan EVLW dapat
mengindikasikan overload cairan. Dengan demikian, melalui analisis matematis
pada kurva thermodilusi pulmoner, dimungkinkan untuk mendapatkan indeks
volumetrik untuk memandu terapi penggantian cairan. Terlebih lagi, sistem
PiCCO R menghitung variasi SV dan variasi tekanan nadi melalui analisis kontur
nadi, dimana keduanya dapat digunakan untuk menentukan reponsifitas cairan.
Baik SV dan tekanan nadi menurun selama ventilasi tekanan positif. Semakin
besar variasi selama perjalanan inspirasi dan ekspirasi tekanan positif, semakin
mungkin pasien memperbaiki pengukuran hemodinamik setelah pemberian
volume.
B. Dilusi Pewarna
Jika pewarna indocyanine green (atau indikator lainnya seperti lithium)
dinjeksikan melalui kateter vena sentral, tampilannya dalam sirkulasi arterial
sistemik dapat diukur dengan menganalisis sampel arterial dengan detektor yang
sesuai (misalnya, densitometer untuk indocyanine green). Area di bawah kurva
indikator pewarna yang dihasilkan berhubungan dengan CO. Dengan
menganalisistekanan darah arterial dan mengintegrasikannya dengan CO, sistem
yang menggunakan lithium (LiDCO TM) juga menghitung SV denyut-ke-denyut.
Pada sistem LiDCO TM, bolus sedikit lithium chloride diinjeksikan ke dalam
sirkulasi. Elektroda sensitif-lithium dalam kateter arterial mengukur penghancuran
konsentrasi lithium seiring waktu. Menggabungkan konsentrasi seiring waktu
memungkinkan mesin untuk menghitung CO. Peralatan LiDCO TM, seperti alat
thermodilusi PiCCO R, menggunakan analisis kontur nadi pada bentuk
gelombang arterial untuk menyediakan penentuan CO denyut-ke-denyut yang
terjadi dan parameter lain yang dihitung. Penentuan dilusi lithium dapat dilakukan
pada pasien-pasien yang memiliki akses vena perifer saja. Lithium tidak boleh
diberikan pada pasien pada trimester pertama kehamilan. Teknik dilusi pewarna,
memberikan permasalahan resirkulasi indikator, sampling darah arterial, dan
penumpukan tracer latar belakang, yang berpotensi membatasi penggunaan
pendekatan-pendekatan
tersebut
pada
perioperatif.
Nondepolarizing
Konsumsi oksigen
Perbedaan kandungan O2 a-v
VO2
CaO2 CvO2
(TEE).
Kedua
pendekatan
tersebut
semakin
banyak
dipergunakan dalam kondisi operatif. Dalam kamar operasi, akses yang terbatas
pada dada membuat TEE menjadi pilihan yang ideal untuk memvisualisasi
jantung. Baik TTE dan TEE dapat digunakan pada perioperatif dan postoperatif.
TTE
memiliki
keuntungan
karena
sepenuhnya
nonivasif;
akan
tetapi,
mendapatkan jendela untuk melihat jantung dapat menjadi sulit. Probe TEE
sekali pakai sekarang tersedia yang dapat tetap di posisinya pada pasien sakit
kritis selama berhari-hari, pada waktu dimana pemeriksaan TEE intermiten dapat
dilakukan.
Echokardiografi dapat digunakan oleh staff anestesia dalam dua cara,
tergantung pada derajat pelatihan dan sertifikasi. TEE dasar (atau hemodinamik)
memungkinkan anestesiologi untuk membedakan sumber primer dari instabilitas
hemodinamik pasien. Walaupun dalam beberapa decade terakhir kateter flotasi PA
akan digunakan untuk menentukan mengapa pasien dapat menjadi hipotensif,
anestesiologis yang melakukan TEE hemodinamik berusaha untuk menentukan
jika jantung terisi dengan adekuat, berkontraksi dengan baik, tidak terkompresi
eksternal, dan tidak ada defek structural yang nyata. Sepanjang waktu, informasi
yang didapatkan dari TEE hemodinamik dapat dikaitkan dengan informasi lain
tentang kondisi umum pasien.
Anestesiologis yang melakukan TEE lanjutan membuat rekomendasi
terapiutik dan bedah berdasarkan pada interpretasi TEE mereka. Berbagai
organisasi dan dewan telah ditetapkan di seluruh dunia untuk sertifikasi individu-
adalah perlu untuk melihat jantung melalui berbagai bidang gambar dan
jendela dua dimensional untuk secara mental menciptakan kembali
anatomi tiga dimensional. Kemampuan untuk menginterpretasikan
gambar-gambar ini pada tingkat sertifikasi lanjutan memerlukan banyak
latihan.
epicardial
ultrasound
memungkinkan
echokardiografi
stenosis
aortik),
kecepatan
darah
harus
meningkat
untuk
mmHg antara area kecepatan rendah (traktur outflow ventrikuler kiri) dan regio
dengan kecepatan tinggi (katup aorta stenotik).
Demikian juga, persamaan Bernoulli memungkinkan echokardiografer
untuk mengestimasi PA dan tekanan intrakaviter lainnya, jika diasumsikan.
Asumsikan P1 >> P2
Darah mengalir dari area tekanan tinggi P1 ke area tekanan rendah P2.
Gradien tekanan = 4V2, dimana V adalah kecepatan maksimal yang diuur
dalam meter per detik.
Dengan demikian,
4V2 = P1 - P2
Dengan demikian, mengasumsikan bahwa terdapat jet regurgitan aliran
darah dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dan yang meninggalkan tekanan
sistolik ventrikuler kiri (P1) adalah sama dengan tekanan darah sistemik (yaitu,
tidak ada stenosis aortik), adalah mungkin untuk menghitung tekanan atrial kiri
(P2). Dengan cara ini, echokardiografer dapat memperkirakan tekanan intracaviter
ketika terdapat gradien tekanan, kecepatan aliran yang dapat diukur antara areaarea tekanan tinggi dan rendah, dan pengetahuan P1 atau P2 (Gambar 5-33).
Prinsip
Doppler
juga
digunakan
oleh
echokardiografer
untuk
pola
aliran
tersebut
digunakan
oleh
echokardiografer
untuk
akhirnya,
echokardiografi
dapat
memberikan
monitoring
berbagai
teknik
monitoring.
Adalah
penting
untuk
juga