Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies
2.1.1. Definisi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut juga dengan the
itch, pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh
tahunan). Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk,
kerak, penyakit ampere, dan gatal agogo (Djuanda, 2006).

2.1.2. Epidemiologi
Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis
dan subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia, meskipun
demikian gambaran akurat insidensinya sulit ditentukan dengan pasti oleh karena
berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat jalan di
rumah sakit (Burns DA, 1998).
Di beberapa negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara
kronik pada beberapa kelompok. Sebagai contoh, survey di sepanjang sungai Ucayali,
Peru tahun 1983 menemukan bahwa di beberapa desa semua anak penduduk asli telah
mengidap skabies. Penelitian lain di India tahun 1985 menemukan bahwa prevalensi
skabies pada anak-anak di banyak desa sebesar 100%. Hasil survey di Kuna tahun
1986 menemukan 61% dari 756 penderita skabies berusia 1-10 tahun dan 84% pada
bayi kurang 1 tahun. Di daerah Malawi, suatu penelitian memperlihatkan bahwa
insidens tertinggi terdapat pada usia 0-9 tahun (Landwehr D, 1998).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Etiologi
Sarcoptes scabiei var.hominis termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan
tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk
melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan
pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat (Handoko, 2008).
Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
keadaan sosial-ekonomi yang rendah, kondisi perang, kepadatan penghuni yang
tinggi, tingkat hygiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam
diagnosis serta penatalaksanaan skabies (Tabri, 2005).
Transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat berlangsung melalui
kontak langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung (melalui
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Handoko, 2008).

2.1.4. Patogenesis
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang
digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan
dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk
betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-4 hari larva akan

Universitas Sumatera Utara

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki
(Handoko, 2008).
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2008). Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban
relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama 24-36 jam (Burns
DA, 1998).
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder (Rahariyani, 2007).

2.1.5. Gejala klinis


Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-bintik
kecil sampai besar. Berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintikbintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006).
Menurut Handoko (2008), ada 4 tanda kardinal:
1.

Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2.

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah


keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi,
yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi
tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa
(carrier).

3.

Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna


putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1

Universitas Sumatera Utara

cm pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum
yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus,
bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4.

Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan


satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

2.1.6. Bentuk-bentuk skabies


Menurut Djuanda (2006), terdapat bentuk-bentuk khusus antara lain:
a. Skabies pada orang bersih
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang
penderita skabies menemukan hanya 7% terowongan.
b. Skabies in cognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga
gejala dan tanda klinis membaik. Tetapi tungau tetap ada dan penularan masih
bias terjadi.
c. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Sumber utama dari skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan. Tidak menyerang sela-sela jari
dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, lengan, dan dada. Masa
inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara

Universitas Sumatera Utara

(4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena skabies varietas binatang tidak
dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

2.1.7. Diagnosis Skabies


I.

Anamnesis
Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam
anamnesis antara lain:
a. Biodata.
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit skabies bisa
menyerang semua kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa
terkena penyakit ini, tempat, paling sering di lingkungan yang
kebersihannya kurang dan padat penduduknya seperti asrama dan penjara.
b. Keluhan utama.
Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada
kulit.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul
lesi berbentuk pustul pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak,
areola mammae, bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan
gatal, biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan
adanya lesi tambahan akibat garukan.
d. Riwayat penyakit terdahulu.
Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan skabies kecuali
kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain,
tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan
gejala yang sama.

Universitas Sumatera Utara

f. Psikososial.
Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan
adanya lesi yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan
daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial.
g. Pola kehidupan sehari-hari.
Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau
kurang (kebiasaan mandi, cuci tangan, dan ganti baju yang tidak baik).
Pada saat anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri
penderita maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal di malam hari, tidur
penderita sering kali terganggu. Lesi dan bau yang tidak sedap, yang
tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan
aktivitas dan interaksi sosial.

II.

Pemeriksaan fisik
Menurut Harahap (1994), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus,
berbentuk benang.
2. Papula, urtika, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi
sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan
eksantem.
3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impetiginasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis
seperti: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong,
genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada
remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Sifat-sifat lesi kulit berupa papula dan vesikel milier sampai lentrikuler
disertai ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul lentrikuler.
Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari
salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abuabu. Ujung kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes
scabiei (Siregar, 2005).

III.

Pemeriksaan mikroskopis
Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya
tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu:
1. Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang
masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas
objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop.
Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak
atau pasien yang tidak kooperatif.
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu
digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan
dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu
jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan
scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak

Universitas Sumatera Utara

memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu


ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.
4. Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus
dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang
karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini
mudah sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
5. Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak
papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak
mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

2.1.8. Diagnosis Banding


Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great
immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal.
Sebagai diagnosis banding ialah: prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lainlain (Handoko, 2008).

2.1.9. Penatalaksanaan
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap hari.
Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan anggota
keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga
harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan lingkungan maupun
perorangan dan tingkatkan status gizinya.
Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :

Universitas Sumatera Utara

1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2. Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan
sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus
disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,
selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa
jam.

b. Penatalaksanaan secara khusus.


Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk
topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salap atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang
dari 2 tahun.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,
dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1% dalam
krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium,
mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari
mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10

Universitas Sumatera Utara

jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dilanjutkan pada
bayi di bawah umur 12 bulan.

2.1.10. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini memberikan
prognosis yang baik (Handoko, 2008).
2.2. Tinjauan Perihal Pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
2.2.1. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain, menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

Universitas Sumatera Utara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus
makan makanan bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakn materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik
dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja yaitu dapat menggambarkan
(membuat

bagan),

membedakan,

memisahkan,

mengelompokkan,

dan

sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis itu merupakan suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,
dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori
atau rumusan- rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian ini berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang


telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi,
dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan
sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB (Keluarga Berencana), dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

Universitas Sumatera Utara

BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.

Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan Santri

3.2.

Skabies

Definisi Operasional

3.2.1. Santri
Santri adalah siswa yang menghuni atau bertempat tinggal di pesantren
Darularafah Raya.
3.2.2. Pengetahuan santri
Segala sesuatu yang diketahui santri mengenai penyakit skabies.
Cara ukur : wawancara
Alat ukur

: kuesioner

Skala ukur : Ordinal


Hasil ukur : pertanyaan terdiri dari 12 nomor dengan skor tertinggi 30. Masingmasing nomor memiliki skor yg berbeda. Berikut perinciannya:
1. Pengenalan penyakit
Nomor 1 dan 2 merupakan pertanyaan berupa pengenalan penyakit. Dimana pada
nomor ini tidak diberi skor.

2. Pengetahuan penyakit
2.1. Nomor 3 dan 4, untuk pilihan a diberi skor 1 dan pilihan b diberi skor 0.
2.2. Nomor 5, 6, dan 7. Jawaban benar diberi skor 2, jawaban salah diberi skor 1,
dan jawaban tidak tahu diberi skor 0.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Nomor 8. Jumlah skor 4. Setiap pilihan diberi skor 1.


2.4. Nomor 9, dan 11. Jumlah skor 5. Setiap pilihan diberi skor 1.
2.5. Nomor 10. Jumlah skor 7. Setiap pilihan diberi skor 1.
2.6. Nomor 12, untuk pilihan a diberi skor 1 dan pilihan b diberi skor 0.

Berdasarkan jumlah skor yang telah diperoleh, maka ukuran tingkat


pengetahuan responden dapat dikategorikan (Pratomo, 1986) :
- Tingkat pengetahuan baik, apabila skor yang diperoleh responden lebih besar dari
75%.
- Tingkat pengetahuan sedang, apabila skor yang diperoleh responden sebesar 40%75%.
- Tingkat pengetahuan kurang, apabila skor yang diperoleh responden lebih kecil
dari 40%.

3.2.5. Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis.
Transmisi atau perpindahan skabies anatara penderita dapat berlangsung
melalui kontak langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung (melalui
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Handoko, 2008).
Gejala skabies berupa gatal terutama pada malam hari. Tempat predileksi
biasanya pada sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Pada penderita dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap
hari. Semua pakaian, sprei dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara
teratur.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai