PKL
PKL
A. PENGERTIAN PUSKESMAS
Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan. Faktor kepadatan penduduk,luas daerah,keadaan geografis dan
keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan
wilayah kerja puskesmas.
Sasaran penduduk yang dilayani kesehatan oleh puskesmas rata-rata
30.000.penduduk. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana
yaitu Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan pengobatan (kuratif),upaya pencegahan
(preventif),peningkatan kesehatan (promotif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang
ditujukan kepada semua pendudukan dan tidak dibedakan jenis kelamin dan
golongan umur,sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
B.TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Tugas Pokok Puskesmas
Menyediakan data dan informasi mutasi obat dan perbekalan kesehatan serta
kasus penyakit dengan baik dan akurat.
a. Setiap akhir bulan menyampaikan laporan pemakaian obat dan perbekalan
kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
b. Bersama Tim Perencana Obat Terpadu membahas rencana kebutuhan
Pukesmas.
c. Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
3
d. Melaporkan dan mengirim kembali semua jenis obat rusak/kadaluwarsa
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
e. Melaporkan kejadian obat dan perbekalan kesehatan yang hilang kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Fungsi Puskesmas
a. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.
b. Membina peran serta masyarakat diwilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
c. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat diwilayah kerjanya.
C. MANFAAT
SISTEM RUJUKAN
Rujukan menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 032/Birhup/72 tahun
1972,yakni melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang berkemampuan cukup, atau secara
horizontal dalam arti sesame unit yang setingkat kemampuannya.
Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya
masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat,baik secara vertical
maupun horizontal,kepada yang lebih kompeten,terjangkau dan dilakukan secara
rasional.
Jenis Rujukan:
a) Rujukan Medis:
Konsultasi penderita,untuk keperluan diagnotik,pengobatan,tindakan
operatif dan lain-lain.
Pengiriman bahan (spesiemen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
4
Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih ahli atau untuk
meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat.
b) Rujukan Kesehatan
Rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang
bersifat preventif dan promotif,yang antara lain meliputi bantuan :
Survey epidemologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa
atau berjangkitnya penyakit menular.
Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan disuatu wilayah.
Penyidikan obat-obatan atas terjadinya keracunan massal.
Pemberian makanan,tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas
terjadinya bencana alam.
Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan
air bersih bagi masyarakat umum.
Pemeriksaan spesiemen air di laboratorium kesehatan dan sebagainya.
KEGIATAN POKOK PUSKESMAS
Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbedabeda,
maka kegiatan pokok yang dapat dilaksanakan oleh sebuah Pukesmas
akan berbeda-beda pula. Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang
seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut:
8
ORGANISASI DAN ADMINITRASI PUKESMAS
Sebagai konsekwensi dari UU Pokok Pemerintahan di Daerah (UU
No.5 tahun 1974) maka tanggung jawab pengelolaan Puskesmas berada di
tangan pemerintah daerah. Pelimpahan tanggung jawab ini mengikuti azas
desentralisasi,yaitu Pelimpahan tanggung jawab dalam bidang
perencanaan,pelaksanaan dan pembiayaan kepada pemerintah daerah. Untuk
itu setiap tingkat pemerintah daerah dibentuk suatu institusi khusus yang
menangani masalah kesehatan yakni Dinas Kesehatan Dati II pada tingkat
kabupaten yang merupakan pembantu Kepala Daerah Tingkat II,serta Dinas
Kesehatan Dati I pada tingkat propinsi yang merupakan kepala daerah tingkat
II.
Organisasi Puskesmas
Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari:
1. Unsur pimpinan : Pimpinan Puskesmas
2. Unsur pembantu pimpinan : Urusan Tata Usaha
3. Unsur pelaksana :
a. Unit yang terdiri dari tenaga dalam jabatan fungsional
b. Jumlah unit tergantung pada kegiatan tenaga dan fasilitas daerah
masing-masing,yaitu:
Unit 1 Melaksanakan kegiatan Kesejahteraan ibu dan anak,KB dan
Perbaikan gizi.
Unit 2 Melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular (khususnya imunisasi), kesehatan
lingkungan dan laboratorium sederhana.
Unit 3 Melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut,kesehatan
kerja dan kesehatan lanjut usia.
Unit 4 Melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat,kesehatan sekolah, kesehatan olah raga,
kesehatan jiwa, kesehatan mata,dan kesehatan khusus
lainnya.
9
Unit 5 Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan
upaya kesehatan masyarakat dan penyuluhan kesehatan
masyarakat.
Unit 6 Melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat
inap.
Unit 7 Melaksanakan kegiatan kefarmasian.
Adapun struktur organisasi Pukesmas disesuaikan dengan keadaan
masing-masing daerah berkaitan dengan UU otonomi daerah,sebagai contoh
adalah di bawah ini:
(ilmu kesehatan masyarakat jilid I (untuk kelas I) cetakan ketiga)
KEPALA
URUSAN TU
UNIT1
1
UNIT2 UNIT3
PUKESMAS
PEMBANTU
UNIT4 UNIT5 UNIT6 UNIT7
10
Pengelolaan obat di Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)
1 Puskesmas
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok.
Wilayah Puskesmas
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
keadaan
infrastruktur
lainnya
merupakan
bahan
pertimbangan
dalam
a.
b.
c.
d.
jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai
tutup usia.
dari balai pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak, usaha higienis sanitasi
lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain sebagainya. Usaha-usaha
2 Fungsi Puskesmas
Puskesmas memiliki fungsi antara lain :
1
Namun,
kegiatan
pokok
Puskesmas
yang
dilaksanakan yaitu :
1
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan Olahraga
seharusnya
10 Kesehatan Kerja
11 Kesehatan Gigi dan Mulut
12 Kesehatan Jiwa
13 Kesehatan Mata
14 Laboratorium Sederhana
15 Pencatatan dan Pelaporan dalam Rangka Sistem Informasi Kesehatan
16 Kesehatan Usia Lanjut
17 Pembinaan Pengobatan Tradisional
Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai
satuan
masyarakat
terkecil.
Kegiatan
pokok
Puskesmas
ditujukan
untuk
Konsep Puskesmas
2.4.1
Konsep Wilayah
Puskesmas membawahi suatu wilayah tertentu, minimal tiap kecamatan mempunyai satu
Puskesmas. Bahkan saat ini satu kecamatan dapat mempunyai beberapa Puskesmas
kelurahan.
2.4.2 Konsep Penduduk
Sesuai konsep penduduk maka tiap 30 ribu penduduk dapat didirikan sebuah
Puskesmas. Apabila ditinjau dari konsep tersebut maka masih banyak Puskesmas
harus dibangun oleh pemerintah terutama di perkotaan karena pertumbuhan
penduduk kota bertambah dengan cepat. Untuk perluasan jangkauan pelayanan
kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan
yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Kelurahan dan Puskesmas
Keliling. Oleh karena itu lebih menguntungkan jika meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan kesehatan Puskesmas tertentu daripada menambah jumlah
Puskesmas baru.
2.5
2.5.1
Puskesmas di Perkotaan
Gedung Puskesmas
Sulitnya mendapatkan lahan untuk pengembangan Puskesmas, perluasan
Puskesmas
dilakukan
secara
bertahap
dan
disesuaikan
dengan
kemampuan negara.
2.5.2 Pelayanan Kesehatan
Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk upaya kesehatan
pokok. Pelayanan kesehatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah :
a. Daya listrik yang cukup baik untuk kebutuhan penerangan dan menjalankan peralatan
yang ada.
b. Persediaan air yang cukup dan telepon.
2.5.5 Ketenagaan di Puskesmas
Di Puskesmas diperlukan minimal 1 orang dokter umum untuk memberikan
pelayanan kesehatan dan kegiatan manajemen. Bagi Puskesmas yang ramai
dengan pengunjung, jumlah dokter dapat menjadi 3 5 orang tergantung dari
beban kerja.
2.5.6 Peningkatan Mutu Pelayanan
Puskesmas diharapkan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan
melaksanakan pelayanan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah
diterapkan.
2.5.7 Menjaga kebersihan
Dengan meningkatkan kebersihan dan kepedulian setiap petugas terhadap
Puskesmas maka citra Puskesmas di hadapan masyarakat akan meningkat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok (Depkes RI, 1991).
Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Pada dasarnya ada 3 langkah penting dalam penyusunan perencanaan yaitu : (a) identifikasi
kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan tentang
cakupan dan mutu pelayanan, (b) identifikasi potensi sumber daya masyarakat dan provider, dan
(c) menetapkan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan masalah.
Hasil perencanaan puskesmas adalah Rencana Usulan Kegiatan (RUK) tahun yang akan datang
setelah dibahas bersama dengan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Setelah mendapat kejelasan
dana alokasi kegiatan yang tersedia selanjutnya puskesmas membuat Rencana Pelaksanaan
Kegiatan (RPK). Proses perencanaan dapat menggunakan instrumen Perencanaan Tingkat
Puskesmas (PTP) yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat atau dapat memanfaatkan
instrument lainnya.
2. Penggerakkan Pelaksanaan
Puskesmas melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan penjabaran lebih rinci dari
rencana pelaksanaan kegiatan. Penyelenggaraan penggerakan pelaksanaan puskesmas melalui
instrumen lokakarya mini puskesmas yang terdiri dari :
a. Lokakarya mini bulanan adalah alat untuk penggerakan pelaksanaan kegiatan bulanan dan juga
monitoring bulanan kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas program intern puskesmas.
b. Lokakarya mini tribulanan dilakukan sebagai penggerakan pelaksanaan dan monitoring
kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas sektoral, Badan
Penyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain puskesmas sebagai wujud tanggung
jawab puskesmas perihal kegiatan.
3. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Untuk terselenggaranya proses pengendalian, pengawasan dan penilaian diperlukan instrumen
yang sederhana. Instrumen yang telah dikembangkan di puskesmas adalah:
a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
b. Penilaian/Evaluasi Kinerja Puskesmas sebagai pengganti dan stratifikasi.
2.3. Penyakit Berbasis Lingkungan
Lingkungan tidak mungkin mampu mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas dengan
segala aktivitasnya. Karena itu, apabila lingkungan sudah tidak mampu lagi mendukung
kehidupan manusia, manusia akan menuai berbagai kesulitan. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi telah berdampak pada kualitas daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya akan
merusak lingkungan itu sendiri. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan akan berdampak buruk
pada manusia (Anies, 2006).
Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari, seperti
dikemukakan Blum dalam Planing for health, development and applicationof social change
theory, bahwa factor lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Sebaliknya kondisi kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya berbagai
penyakit juga dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk (Anies, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia.
Sering terjadi kuman yang tinggal ditubuh host kemudian berpindah kemanusia karena manusia
tidak mampu menjaga kebersihan lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian
penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat
Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat kondisi lingkungan yang buruk seperti ISPA,
diare, DBD, Malaria dan penyakit kulit (Depkes RI, 2002).
2.3.1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud dengan
saluran pernafasan adalah mulai dari hidung sampai gelembung paru beserta organ-organ
disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru (Depkes RI, 2001).
ISPA disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia, hemophilhillus influenza, asap dapur,
sirkulasi udara yang tidak baik, tempat berkembang biaknya disaluran pernapasan, ISPA dapat
ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dengan bakteri ketika penderita batuk yang terhirup
oleh orang sehat masuk kesaluran pernafasannya (Depkes RI, 2001).
ISPA dapat dicegah dengan cara menjaga sirkulasi udara dalam rumah dengan membuka jendela
setiap hari, menghindari polusi udara di dalam rumah seperti asap dapur dan asap rokok, tidak
padat penghuni di kamar tidur, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI,
2001).
2.3.2. Diare
Universitas Sumatera Utara
Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali dalam satu hari. Diare
dapat disebabkan oleh bakteri/virus seperti : Rotavirus, Escherrichia Coli Enterotoksigenik
(ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni, Cryptospondium (Depkes RI, 2001).
Diare karena bakteri Escherrichia Coli (E.Coli) disebabkan oleh bakteri E.Coli , tempat
berkembang biak bakteri ini adalah dalam tinja manusia, cara penularan melalui makanan yang
terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang dibawa oleh lalat yang hinggap pada tinja yang
dibuang sembarangan, melalui minum air yang terkontaminasi bakteri E.Coli yang tidak dimasak
sampai mendidih, melalui tangan yang terkontaminasi bakteri E.Coli karena sudah buang air
besar tidak mencuci tangan dengan sabun (Depkes RI, 2001).
Cara pencegahan diare dapat dilakukan antara lain : menutup makanan agar tidak dihinggapi
lalat, tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan
makanan dan setelah buang air besar, mencuci bahan makanan dengan air bersih, memasak air
sampai mendidih dan menggunakan air bersih yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2001).
2.3.3. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung virus Dengue bila digigit
nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk
ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk
menggigit orang sehat akan
Universitas Sumatera Utara
menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat
menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI, 2001).
Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di dalam dan di luar rumah seperti ember, drum,
tempayan, tempat penampungan air bersih, vas bunga, kaleng bekas yang berisi air bersih bak
mandi, lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat
menampung air (Depkes RI, 2001).
Upaya praktis yang dapat dilakukan dalam pengendalian vector dan pemberantasan penyakit
DBD adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :
1. Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, drum, gantilah air di vas bunga serta di
tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempayan agar nyamuk tidak dapat
masuk dan berkembang biak.
3. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol bekas.
4. Tutuplah lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen.
5. Jangan meletakkan pakaian digantungan di tempat terbuka misalnya di belakang pintu kamar
agar nyamuk tidak hinggap.
6. Untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate ke dalam genangan
air tersebut, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
Takaran penggunaan bubuk abate, untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate.
7. Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan anti nyamuk dan
memakai kelambu yang diberi intektisida pada saat tidur.
2.3.4. Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang
termasuk golongan protozoa, yang penularannya melalui vector nyamuk Anopheles spp, dengan
gejala demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot, menggigil, suhu bias mencapai 40C terutama
pada infeksi Plasmodium falcifarum. Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi
2008) :
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah beriklim dingin,
subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu
siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivak antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala
adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika secara klinik berat dan dapat
menimbulkan berupa malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika sekitar 12 hari,
dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata serta kadang dapat
menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodium ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale adalah 12
hngga 17 hari, dengan gejala setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria guartana yang memberikan gejala demam
setiap 72 jam, malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung dataran rendah pada
daerah tropic. Biasanya berlangsung tanpa gejala dan ditemukan secara tidak sengaja namun
malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.
Beberapa faktor ligkungan sangat berperan dalam berkembangbiaknya nyamuk sebagai vector
penular malaria, faktor-faktor tersebut antara lain, lingkungan fisik seperti suhu udara, suhu udara
mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik yaitu pertumbuhan fase sporogoni
dalam perut nyamuk. Kelembaban udara yang rendah, akan memperpendek umur nyamuk, hujan
yang diselingi panas semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya (Achmadi, 2008).
Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles antara lain : kolam ikan yang tidak dipakai lagi,
bekas galian tanah atau pasir yang terisi air hujan, batang bambu yang dapat menampung air
hujan, kaleng bekas, ban bekas yang dapat menampung air hujan serta saluran air yang tidak
mengalir (Depkes RI, 2001).
Lingkungan biologi juga berperan dalam perkembangbiakan vector penular malaria, misalnya ada
lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang membuat Anopheles sundaicus merasa nyaman
untuk membesarkan anak keturunannya berupa telur dan larva (Achmadi, 2008).
Penyakit malaria dapat menular dengan cara nyamuk malaria menggigit dan menghisap darah
orang yang sakit malaria, parasit di dalam tubuh manusia masuk ke dalam tubuh nyamuk, parasit
tersebut berkembangbiak dalam tubuh nyamuk dan menjadi matang dalam waktu 10-14 hari,
setelah parasit matang, jika nyamuk menggigit manusia sehat maka parasit malaria akan masuk
ke dalam tubuh orang yang sehat, maka orang yang sehat akan menjadi sakit (Depkes RI, 2001).
Malaria dapat dicegah dengan membasmi tempat perindukan nyamuk seperti menyebarkan ikan
pemakan jentik, membersihkan semak belukar di sekitar rumah, mengubur barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan, membersihkan
Universitas Sumatera Utara
tempat air minum burung dan vas bunga secara teratur, menimbun atau mengalirkan air yang
tergenang, membersihkan tambak, empang serta saluran irigasi dari tumbuhan air (Depkes RI,
2001).
Pencegahan malaria juga dapat dilakukan dengan memasang kasa nyamuk dan jendela,
memasang kelambu yang berinsektisida waktu tidur pada malam hari, menggunakan anti
nyamuk, jangan bergadang pada malam hari serta menutup seluruh badan jika diluar rumah pada
malam hari (Depkes RI, 2001).
2.3.5. Penyakit Kulit
Penyakit kuliat atau sering disebut dengan kudis/scabies/gudik/budukan yang disebabkan oleh
tungau atau sejenis kutu yang sangat kecil (Sarcoptes Scabies), tempat berkembangbiaknya
adalah dilapisan tanduk kulit dan membuat terowongan dibawah kulit sambil bertelur.
Penularannya dapat melalui kontak langsung dengan penderita dan dapat pula ditularkan melalui
perantara seperti baju, handuk, sprei yang digunakan penderita kemudian digunakan oleh orang
sehat, pencegahan dapat dilakukan dengan menghindar menukar baju, handuk, lingkungan tidak
terlalu padat, menjaga kebersihan lingkungan dan personal hygiene (Depkes RI, 2001).
2.4. Upaya Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula
(Soekidjo, 2007).
Adapun tujuan dilakukannya upaya kesehatan lingkungan adalah untuk menanggulangi dan
menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga
Universitas Sumatera Utara
faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko timbulnya penyakit menular
dimasyarakat (Muninjaya, 2004).
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan
sehat telah dipilih beberapa indikator, yaitu persentase rumah sehat, persentase keluarga yang
memiliki akses air bersih dan air minum, jamban sehat, saluran pembuangan air limbah, tempat
pembuangan sampah serta Tempat-Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TTUPM).
Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh
berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan
lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan (Dinkes Dumai, 2008).
2.4.1. Perumahan
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Perumahan yang baik
terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya seperti
sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain.
Standar arsitektur bangunan terutama untuk perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk
menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta
fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan
rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Budiman, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment dari WHO (1974)
antara lain :
1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai tempat istirahat.
2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi.
3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh, dan dapat melindungi penghuninya dari gempa,
keruntuhan dan penyakit menular.
6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang asri.
Sementara itu, kriteria rumah menurut Winslow antara lain :
1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.
Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan didalam pemenuhan kebutuhan fisiologis
yang berkaitan dengan perumahan, diantaranya :
a. Suhu ruangan. Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya tetap
berkisar antara 18-20C. Suhu ruangan ini sangat dipengaruhi oleh : suhu udara luar, pergerakan
udara, kelembaban udara, suhu benda-benda yang ada disekitarnya.
b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam
hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruangan diupayakan mendapat
sinar matahari terutama dipagi hari.
c. Ventilasi. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan udara tetap segar (cukup mengandung
oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki
jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang dari 15% dari luas lantai.
Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan
pintu dibuka.
d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni
atau jumlah orang yang tinggal bersama didalam satu rumah atau sekitar 5 m per orang.
2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.
Disamping kebutuhan fisiologis, terdapat kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi dan
diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan tersebut, antara lain :
a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga
rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.
b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal dirumah
tersebut.
c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan
sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.
d. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.
bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini sumber air
minum dan air bersih semakin langka (Soemirat, 2007).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan
timbulnya penyakit dimasyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar
antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,
standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat.
Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama, manusia mengunakan air untuk
berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi pangan, papan dan sandang. Mengingat
bahwa berbagai penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia pada saat memanfaatkannya,
maka tujuan utama penyediaan air minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah
penyakit bawaan air. Dengan demikian diharapkan, bahwa semakin banyak liputan masyarakat
dengan air bersih, semakin turun morbiditas penyakit bawaan air ini (Soemirat, 2007).
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak
langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease
atau water-related disease. Berdasarkan cara penularannya, mekanisme penularan penyakit
terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem
pencernaan.
Penyediaan air bersih, selain kualitasnya, kuantitasnya pun harus memenuhi standar yang
berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu memeriksa kualitas airnya sebelum
didistribusikan kepada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standart, maka
seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standart air minum (Soemirat, 2007).
Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks, tergantung dari kualitas
air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan sama sekali.
Apabila hanya ada kontaminasi kuman, maka desinfeksi saja cukup. Dan apabila air baku
semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi,
sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi (Soemirat, 2007).
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air
minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan segala makhluk yang
membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi
tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat, 2007).
2.4.3. Jamban Sehat
Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir dari proses yang
berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja
dan air seni (Budiman, 2007).
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah
pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
Universitas Sumatera Utara
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok
untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feses) adalah sumber penyebaran
penyakit yang multikompleks (Soekidjo, 2007).
Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat langsung
mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga dan
bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja tersebut (Soekidjo, 2007).
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk,
jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit
yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan
sebagainya (Soekidjo, 2007).
Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu
tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan
apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Soekidjo, 2007) :
1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Sederhana desainnya
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu berbeda dengan
teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi jamban di daerah pedesaan
disamping harus memenuhi persyaratan jamban sehat juga harus didasarkan pada sosiobudaya
dan ekonomi masyarakat pedesaan (Soekidjo, 2007).
Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam septik tank tinja akan
dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas Carbindioksida dan gas Metan).
Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat dan pengelolaan tinja secara tepat, angka
kejadian penyakit bawaan air dapat diminimalkan (Ricki, 2005).
2.4.4. Pengelolaan air limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri
maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat
yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan
lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal
dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah,
air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 1985).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang sisa dari kegiatan
manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti
Universitas Sumatera Utara
industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar,
karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari
tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini
akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air
buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik (Soekidjo, 2007).
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman
penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian
dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat
yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh
masing-masing industri. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan
polusi lingkungan menjadi lebih rumit.
3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran, perdagangan,
hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang
terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk
hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut
Universitas Sumatera Utara
antara lain : gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan terhadap keindahan
dan gangguan terhadap kerusakan benda (Ricki, 2005).
Pada awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan
tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme
patogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini
juga terkait dengan aspek estetika dan lingkungan (Ricki, 2005).
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan.
Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi.
Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan
negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi
membutuhkan area yang luas.
Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam
fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik
biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat
pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme
patogen di dalam air limbah (Ricki, 2005).
Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai
pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment) dan
pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Ricki, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse. Sampah ini apabila
memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui suatu
proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk
memusnahkannya, seperti pembakaran.
Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar ataupun sampah
tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan.
Selama tidak mengandung zat yang beracun, maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap
lingkungan dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang karena jumlahnya, atau
konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan
mortalitas dan morbiditas secara bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b)
berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap kesehatan
ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik.
Sampah, baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf
hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah:
1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin
banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun berpacu dengan laju pertambahan
penduduk.
2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak
jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak
dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah
ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan
persoalan persampahan.
3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah,
karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam.
Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular dan tidak menular, dapat
juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain. Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa
pengelolaan sampah perlu didasarkan atas berbagai pertimbangan, yaitu : untuk mencegah
terjadinya penyakit, konservasi sumber daya alam, mencegah gangguan estetika, memberi
intensif untuk daur ulang atau pemanfaatan, dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan
meningkat (Soemirat, 2006).
Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat melakukan teknik
pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat mulai dari sumber sampah
sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas
dengan : meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah,
meningkatkan efisiensi pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat
terurai secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran sertanya
(Soemirat, 2006).
Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari produsen sampai pada
tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat penampungan sampah sementara
(TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu baik untuk
memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.
2.4.6. Sanitasi Tempat-Tempat Umum
Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit,
pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan
sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-tempat
umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit
dan gangguan kesehatan lainnya (Budiman, 2006).
Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain,
tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang memfasilitasi
terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas jumlah dan waktu
kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar
tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, objek wisata dan lain-lain (Budiman, 2006).
Tujuan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain adalah untuk memantau sanitasi
tempat-tempat umum secara berkala serta untuk membina dan meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum
(Budiman, 2006).
2.4.7. Sanitasi Pengelolaan Makanan
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap
saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan
makanan (foodborne disease) dapat dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah makanan secara
tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan
sanitasi.
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan
agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan
sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain : menjamin keamanan dan kebersihan
makanan, mencegah penularan wabah penyakit.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor, yakni faktor fisik, faktor kimia dan
faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung
pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas
dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh
faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan
makanan (Ricki, 2005).
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang
digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, penggunaan wadah bekas obatobat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi
oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan
kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Slamet, 2002).
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu
sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan akibat kontaminasi. Makanan dapat
terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vector.
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit
bawaan air. Yang dimaksud penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita
seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali
keracunan.
2.5. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di
samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan
memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.
Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah :
1. Menurut WHO
a. Penyediaan air minum
b. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran
c. Pembuangan sampah padat
d. Pengendalian vektor
e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
f. Higiene makanan, termasuk higiene susu
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi
pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit
menular. 2.6.2. Tujuan secara khusus
meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di
antaranya berupa:
1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan. 2. Makanan dan
minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun
yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya
perubahan ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah
sakit, dan lain-lain
5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan
rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan. 7. Kebisingan,
radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan surveylance kualitas air terdiri dari observasi sarana air bersih dan observasi penduduk
yang menggunakan sarana air bersih dan bukan sarana air bersih. Kegiatan pengawasan kualitas
air secara umum bertujuan mengetahui gambaran keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai
data dasar dan penyediaan informasi pengamanan kualitas air sehingga tersedia rekomendasi
tindak lanjut dalam upaya perlindungan pencemaran dan perbaikan kualitas air. Pengawasan
kualitas air dilakukan dengan upaya inspeksi sanitasi sarana air bersih.
2.8.2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Penyelenggaraan upaya penyehatan lingkungan permukiman, dilaksanakan dengan meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk hidup serasi dengan lingkungan dan dapat mewujudkan kualitas
lingkungan permukiman yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan pada berbagai
substansi dan komponen lingkungan, yaitu meliputi jamban keluarga, saluran pembuangan air
limbah (SPAL), dan pengelolaan sampah.
2.8.3. Penyehatan Tempat -Tempat Umum (TTU)
Program Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU) bertujuan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan tempat-tempat umum dan sarana kemasyarakatan lainnya yang memenuhi persyaratan
kesehatan, sehingga dapat melindungi masyarakat dari penularan penyakit, keracunan,
kecelakaan, pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan lainnya.
Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam renang
dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum, salon kecantikan, bar dan
tempat hiburan lainnya. Selain itu juga dilakukan
Universitas Sumatera Utara
upaya pembinanan institusi yang meliputi : Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana
pendidikan, dan perkantoran.
Target program penyehatan tempat-tempat umum yaitu: memenuhi syarat kesehatan 76%.
2.8.4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM)
Secara umum penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan
terhadap tempat penyehatan makanan & minuman, kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB
keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan makanan.
Target program TPM memenuhi syarat sehat sebesar 55 % dengan upaya kegiatan antara lain
melaksanakan pengawasan higiene dan sanitasi TPM pada restoran, rumah makan, jasa boga,
industri rumah tangga, dan depot air minum isi ulang.
2.9. Kriteria Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan
Lingkungan mempunyai dua unsure pokok yang sangat erat kaitannya satu sama lain yaitu unsure
fisik dan social, lingkungan fisik dapat mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan dan
perilaku sehubungan dengan kesehatan seperti akibat pengelolaan limbah yang tidak memenuhi
syarat dapat menimbulkan penyakit antara lain ISPA, DBD, Diare, Malaria, Penyakit Kulit.
Lingkungan social seperti ketidakadilan social yang menyebabkan kemiskinan yang berdampak
terhadap status kesehatan masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penyakit berbasis
lingkungan (Depkes RI, 2001).
Universitas Sumatera Utara
yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Depkes RI, 2004).
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni: (1)
Lingkungan sehat, (2) Perilaku sehat, (3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, (4)
Derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).
Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan
puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat (Depkes RI, 2004).
2.1.4 Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan
selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar
memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di
wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,
melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan
kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh
anggota masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta
lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi
dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek
lingkungan dari yang bersangkutan (Depkes RI, 2004).
2.1.5 Fungsi
Adapun fungsi dari puskesmas ialah :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas
sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
Universitas Sumatera Utara
ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: (1) Upaya Promosi Kesehatan, (2) Upaya Kesehatan
Lingkungan, (3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, (4) Upaya Perbaikan
Gizi, (5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, (6) Upaya Pengobatan
(Depkes RI, 2004).
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada, yakni: (1)Upaya Kesehatan Sekolah, (2) Upaya Kesehatan Olah
Raga, (3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat, (4) Upaya Kesehatan Kerja, (5) Upaya
Kesehatan Gigi dan Mulut, (6) Upaya Kesehatan Jiwa, (7) Upaya Kesehatan Mata, (8) Upaya
Kesehatan Usia Lanjut, (9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes RI, 2004).
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan, padahal
menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan
wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi
dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula
pelayanan rawat inap. Untuk
Universitas Sumatera Utara
ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2004).
Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada kemampuan, di puskesmas dapat
dikembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun
rawat inap. Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka
mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau
tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap
fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI,
2004).
2.1.7 Puskesmas Rawat Inap
Puskesmas dengan tempat tidur atau ruang rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan
ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien - pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif
terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitaas kurang lebih 10 tempat tidur.
Puskesmas dengan ruang rawat inap berfungsi sebagai pusat rujukan antara yang melayani pasien
sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu atau dipulangkan kembali ke rumahnya
dan kemudian mendapat asuhan keperawatan tindak lanjut oleh petugas perawatan kesehatan
masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Universitas Sumatera Utara
Kebijaksanaan puskesmas dengan ruang rawat sebagai pusat rujukan antara dalam sistem
rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu maternal, keadaankeadaan gawat daruratan serta pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan (Depkes RI, 1991).
Strategi dalam meningkatkan kemampuan puskesmas dengan ruang rawat inap yakni puskesamas
harus dapat menangani kasus-kasus yang potensial menimbulkan kematian pada bayi, ibu
martenal dan gawat darurat lainnya dengan pembatasan hari rawat 3- 7 hari. Dari jumlah
puskesmas rawatan yang ada saat ini, sebagian berasal dari rumah sakit pembantu sebelum
ditetapkan klasifikasi rumah sakit yang statusnya diubah dan sebagian lainnya merupakan
peningkatan puskesmas menjadi puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 1991).
Puskesmas yang ditingkatkan dari puskesmas tanpa rawat inap menjadi puskesmas dengan rawat
inap diberi tambahan fasilitas berupa:
1. Ruang tambahan seluas 246m2 diatas tanah seluas 600m2 yang terdiri dari: (1) Ruang
perawatan untuk 10 tempat tidur, (2) Ruang operasi sederhana, (3) Ruang persalinan, (4) Ruang
perawat jaga, (5) Ruang post operatif, (6) Kamar Linen, (7) Kamar cuci, (8) Dapur, (9)
Laboratorium (Depkes RI, 1991).
2. Peralatan medis dan perawatan yang terdiri dari : (1) Peralatan operasi terbatas, (2) Peralatan
obstetri patologis, (3) Peralatan Resutasi, (4) Peralatan vasektomi dan tubektomi, (5) Tempat tidur
dengan kelengkapannya, (6) Perlengkapan perawatan (Depkes RI, 1991).
3. Tambahan tenaga yang terdiri dari : (1) 1 (satu) orang dokter yang telah mendapatkan pelatihan
klinis di rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang kebidanan dan kandungan, bedah, anak dan
penyakit dalam, (2) 2 (dua) orang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang
kebidanan dan kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam, (3) 3 (tiga) orang perawat kesehatan/
perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran, (4) 1 (satu) orang prakarya kesehatan untuk
melaksanakan administrasi di ruang rawat inap puskesmas terutama pencatatan dan pelaporan
(Depkes RI, 1991).
2.1.8 Jenis Kasus di Puskesmas Rawat Inap
Berbagai jenis kasus mungkin ditemui di puskesmas dengan ruang rawat inap dengan tingkat
kegawat daruratan yang masih mampu ditangani oleh sumber daya yang tersedia di puskesmas
tersebut. Beberapa contoh kasus yang bisa di temui di puskesmas dengan ruang rawat inap adalah
kasus ibu martenal yang meliputi: kelainan karena komplikasi kehamilan seperti hiperemisi
gravidarum,pendarahan pervaginam, keracunan kehamilan, kelainan dan komplikasi pada
persalinan seperti keluarnya air ketuban pada pemeriksaan inspekulo osteum uteri pembukaan
kecil, kontraksi rahim lemah, persalinan lama, gawat janin, uri tidak lahir, dan lainya. Selain
kasus ibu martenal kasus neonatal dan kasus lainnya juga bisa saja ditemui di puskesmas dengan
ruang rawat inap. Kasus lainnya yang mungkin di temui meliputi: diare, pneumonia, malaria,
demam berdarah, pendarahan, luka bakar, keracunan makanan, syok, dan lainnya (Depkes RI,
1991).
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan tujuan puskesmas menjadi puskesmas dengan rawat inap sebagai tempat rujukan
antara, maka pasien yang dirawat terutama adalah pasien gawat darurat yang dapat ditangani di
puskesmas dengan fasilitas yang ada atau yang memerlukan observasi untuk kemudian dirujuk ke
institusi lebih mampu, atau dapat dipulangkan dan dilakukan perawatan dan pengobatan di rumah
pasien. Kasus-kasus yang sejak awal kedatangan tidak mungkin ditangani di puskesmas misalnya
kasus- kasus yang perlu tindakan spesialistis serta kasus lain yang perlu perawatan dan
pengobatan lama, harus segera dirujuk ke institusi yang lebih mampu atau rumah sakit setelah
sebelumnya dilakukan tindakan atau pertolongan pertama terhadap keadaan kedaruratannya
(Depkes RI, 1991).
2.2 Hukum Permintaan
2.2.1 Definisi Demand
Masyarakat harus selalu membuat keputusan dalam mengelolah sumber-sumber dayanya yang
terbatas atau langka dalam upaya pemenuhan kebutuhan maupun keinginannya (Mankiw, 2000)
atas dasar keinginan dan kebutuhan maka timbulah demand (permintaan) dari pernyataan tersebut
menunjukan bahwa keinginan dengan permintaan adalah dua hal yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Namun tidak dapat diingkari bahwa keduanya berhubungan erat (Rosyidi, 2002).
Demand (Permintaan) adalah keinginan yang disertai dengan ketersediaan serta kemampuan
untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2002). Kemampuan untuk membeli barang
yang bersangkutan mengartikan pada harga yang
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan untuk barang atau jasa yang ditawarkan dalam pasar dan ini akan memengaruhi
jumlah permintaan sesuai dengan hukum dari permintaan dimana apabila hal lainnya sama, harga
meningkat maka jumlah demand akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jumlah
demand akan meningkat hukum ini sering di kenal dengan sebutan ceteris paribus (Mankiw,
2000).
Hubungan antara harga barang atau jasa dengan kuantitas yang diminta di perlihatkan dalam
sebuah tabel yang di sebut skedul permintaan atau demand schedul (Mankiw, 2000). Selanjutnya
apa yang digambarkan dalam demand skedul dapat dilukiskan dalam sebuah grafik yang disebut
kurva demand (Rosyidi, 2002).
Kurva demand bisa saja berubah miring ke kiri atau ke kanan ketika terjadi perubahan harga yang
mengakibatkan perubahan kuantitas demand atau jumlah yang diminta. Ada satu hal yang penting
untuk diperhatikan, yaitu perbedaan antara istilah demand dengan istilah kuantitas demand. Hal
ini sering sekali menimbulkan kesalahpahaman, sebab kebanyakan orang menggangapnya sama.
Sampai saat ini masih sering terdengar orang yang mengatakan, bahwa naiknya harga sesuatu
barang atau jasa akan menurunkan demand orang akan barang atau jasa tersebut. Pernyataan
tersebut salah, sebab dalam persoalan seperti itu bukanlah demand yang berubah namun kuantitas
demand (Rosyidi, 2002).
Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menunjukkan besarnya pengaruh
perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu komoditas.
Secara umum elastisitas permintaan dapat
Universitas Sumatera Utara
dibedakan menjadi elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of demand), elastisitas
permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand), dan elastisitas permintaan silang
(cross price elasticity of demand). Elastisitas permintaan terhadap harga, mengukur seberapa
besar perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harganya berubah. Jadi elastisitas
permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang diminta
terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas
permintaan terhadap harga merupakan hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang
diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besar-kah
perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga
(Sugiarto, 2005).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi elastisitas demand yaitu (1) ada tidaknya barang
pegganti. Semakin banyak serta baik suatu barang memiliki barang pegganti maka semakin elasti
permintaannya dan sebaliknya. (2) Luas atau sempitnya kemungkinan penggunaan barang yang
bersangkutan. Apabila suatu barang mampu memenuhi banyak kebutuhan yang bermacammacam atau memiliki kemungkinan banyak pengguna maka barang tersebut akan semakin elastis
dan sebaliknya. (3) Pentingnya bagi kehidupan. Jika suatu barang memiliki arti yang penting bagi
kehidupan maka akan semakin inelastislah demand-nya. (4) sifat tahan lamanya suatu barang,
barang yang tahan lama (durable goods) dan barang yang tidak tahan lama (non- durable goods
atau perishable goods). Semakin tahan lama
Universitas Sumatera Utara
suatu barang maka akan semakin elastislah permintaan terhadapnya dan sebaliknya. Kemudian
(5) harga barang dibandingkan dengan pendapatan konsumen. Semakin mahal harga suatu barang
makan akan semakin elastislah demand-nya dan sebaliknya. (Rosyidi, 2002)
2.2.2 Demand Terhadap Pelayanan Kesehatan
Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Murti bahwa Pelayanan kesehatan berbeda dengan
barang dan pelayanan ekonomi lainya. Pelayanan kesehatan atau pelayanan medis sangat
heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara,
memperbaiki, memulihkan kesehatan fissik dan jiwa seorang. Karena sifat yang sangaat
heterogen, pelayaanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Beberapa karakteristik khusus
pelayanan kesehatan sebagai berikut :
1. Intangibility. Tidak seperti mobil atau makanan, pelayanan kesehatan tidak bisa dinilai oleh
panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan, mengecap
pelayanan kesehatan.
2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara simultan (bersama).
Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan dokter
bedah pada saat yang sama digunakan oleh pasien.
3. Inventory. Pelayanan kesehataan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan
oleh pasien nantinya.
4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari seorang
dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan yang digunakan antar pasien,
bervariasi.
Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan kesehatan diukur
berdasarkan ketersediaaan atau penggunaan.
Adanya demand terhadap pelayanan kesehatan menurut Grossman (1972) karena kesehatan
merupakan komoditas yang harus dibeli (consumption commodity) sebab dapat membuat
pembelinya merasa dirinya lebih baik dan nyaman. Kesehatan dianggap sebagai barang yang
tidak habis dalam sekejap (durable good) dan merupakan suatu investasi (investment commodity)
artinya bila keadaan sehat maka semua waktu yang tersedia dapat digunakan secara produktif
sehingga secara tidak langsung merupakan investasi sedangkan menurut Amran Razak (2000)
dalam Haeruddin (2007), Demand terhadap pelayanan kesehatan timbul akibat adanya
permintaan kesehatan yang baik, dimana meningkatnya umur seseorang bisa merupakan mulai
menurunnya kondisi kesehatan yang lebih baik.
Secara umum keadaan demand dan need jasa pelayanan kesehatan dapat dilukiskan dalam suatu
konsep yang disebut fenomena gunung es atau ice-berg phenomenon. Konsep ini mengacu pada
pengertian bahwa demand yang benar seharusnya merupakan bagian dari need. Secara
konseptual, need akan jasa pelayanan kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya
sedikit puncaknya terlihat sebagai demand (Pallutturi, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mills dan Gilson (1990) dalam Andhika (2010) kesehatan merupakan suatu kebutuhan
(need) yang diartikan secara umum yang merupakan perbandingan antara situasi nyata dan
standart teknis tertentu yang telah disepakati. Selain itu juga kesehatan merupakan kebutuhan
yang dirasakan (felt need) yaitu kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga
keputusan untuk memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan
kombinasi normatif dan kebutuhan yang dirasakan. Bila ditelaah dari pernyataan tersebut, dapat
dikategorikan maka kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis sesuai dengan konsep
kebutuhan Maslow.
Menurut Kasali (2000) dalam Laij (2012) terdapat dua konsep yang sangat mendasar yaitu
kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan adalah hal-hal yang mendasar yang
dibutuhkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya. Tanaman membutuhkan air,
tanah, pupuk dan udara untuk hidup. Manusia tidak hanya membutuhkan makanan dan minuman,
tetapi juga cinta, penghargaan, persaudaraan, pengetahuan dan sebagainya. Kalau kebutuhan itu
tidak terpenuhi, mereka akan merasa tidak bahagia, ada yang dirasakan kurang dalam
kehidupannya. Kebutuhan manusia amat bervariasi dan kompleks. Sedangkan keinginan adalah
pernyataan manusia terhadap kebutuhan-kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya dan
kepribadiannya. perbedaannya dengan kebutuhan terletak pada barang-barang yang dipilih untuk
melangsungkan kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
Ada 3 situasi yang dapat diperhatikan atas tingkat persoalan kesehatan dan kebutuhan pelayanan
kesehatan yang dirasakan oleh seorang individu. Permintaan pelayanan kesehatan timbul melalui
proses perubahan persoalan kesehatan menjadi persoalan kesehatan yang dirasakan, dilanjutkan
dengan merasa dibutuhkannya pelayanan kesehatan dan akhirnya dinyatakan dengan permintaan
aktual. Dalam upayanya mengubah kebutuhan pelayanan yang dirasakan menjadi suatu bentuk
permintaan yang efektif, konsumen harus memiliki kesediaan (willingness) dan kemampuan
(ability) untuk membeli atau membayar sejumlah jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan
(Andhika, 2010).
Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya
saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya karena persoalan
kesenjangan informasi. Menerjemahkan keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan
melibatkan berbagai informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status kesehatan saat ini,
informasi status kesehatan yang lebih baik, informasi tentang macam pelayanan yang tersedia,
tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena
permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah uncertainty (ketidakpastian), sakit sebagai
ciri-ciri persoalan kesehatan merupakan suatu ketidakpastian. Keduanya, imperfect information
dan uncertainty merupakan karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan dan
kesehatan (Laij, 2012).
Universitas Sumatera Utara
dalamnya adalah biaya (uang) untuk perjalanan termasuk muatan bis atau bensin di tambah biaya
pengganti untuk waktu, harga barang substitusi dan komplementer, selera dan preferensi,
termasuk di dalamnya status pernikahan, pendidikan dan gaya hidup, phisik dan mental hidup,
status kesehatan serta kualitas pelayanan (quality of care).
Menurut Mills & Gilson (1990) dalam Andhika (2010), hubungan antara teori permintaan dengan
pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat dipengaruhi oleh pendapatan, sarana
dan kualitas pelayanan kesehatan. Pendapatan memiliki hubungan (asosiasi) dengan besarnya
permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern.
Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan. Meningkatnya
harga mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok yang berpendapatan rendah
dibanding dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. Sulitnya pencapaian sarana pelayanan
kesehatan secara fisik akan menurunkan permintaan. Kemanjuran dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk meminta
pelayanan dan pemberi jasa tertentu.
Menurut teori laissez- faire demand didasarkan atas individual dan harapan masyarakat sehingga
faktor-faktor yang memengaruhi demand menurut teori ini adalah faktor individual seperti usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial, faktor lingkungan seperti ekonomi, masyarakat
sekitar, faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti akses, jarak, penawaran, pelayanan dan
faktor
Universitas Sumatera Utara
pembayaran seperti asuransi kesehatan yang dimiliki, pajak dari asuransi, cara pembayaran dan
sebagainya (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).
Menurut Grossman (1972) kerangka kerja dari proses produksi kesehatan terdiri dari 2 yaitu:
input dan output, dimana output yang di hasilkan merupakan kesehatan itu sendiri. Sedangkan
untuk input atau masukan, kesehatan di pengaruhi oleh faktor individual, lingkungan dan
pelayanan kesehatan. Faktor individual meliputi sosial ekonomi, pendidikan, faktor budaya,
pendapatan, perbedaan usia, gender, dan status kesehatannya. Faktor pelayanan kesehatan akan
meliputi organisasi pelayanan kesehatan itu sendiri dimana penyedia pelayanan kesehatan harus
mampu menawarkan pelayanan berkualitas sesuai dengan permintaan dan tujuan pelayanan
tersebut, kepuasan pelanggan akan menjadi tolak ukurnya. Faktor lingkungan yang memengaruhi
permintaan kesehatan meliputi pengaruh-penggaruh lingkungan yang mendukung seseorang
dalam memutuskan permintaan akan pembelian pelayanan kesehatan baik berdasarkan sumber
informasi yang diterima maupun kelompok-kelompok yang menjadi referensi dalam menentukan
keputusan pembelian (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Hubungan antara Jenis kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan,
Pengetahuan, Kebutuhan, Jarak, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan Persepsi
terhadap Demand Pelayanan Rawat Inap
2.3.1 Pengaruh Jenis kelamin, Umur, Kebutuhan, Pekerjaan dan Pendapatan Terhadap
Permintaan pelayanan rawat inap
Menurut Scheiber (1990) dalam Laij (2012) menyebutkan bahwa permintaan untuk pelayanan
kesehatan bergantung pada status usia, pendapatan, pendidikan dan kesehatan itu sendiri. Pada
status usia sesuai dengan bertambahnya usia maka vitalitas tubuh akan menurun yang
mengakibatkan akan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan dan menjadikan permintaan
pelayanan kesehatan akan meningkat pula.
Perbedaan jenis kelamin juga memengaruhi perbedaan akan permintaan pelayanan kesehatan.
Theodore schultz (1985) dalam Elfindri (2003) berhasil menyebarluaskan pemikiran bahwa
masalah gender akan menjadi bagian kajian dari masalah ekonomi dimana keterkaitan gender
dengan reproduksi seperti fertility, mortality dan family planning akan memengaruhi kebutuhan
permintaan pelayanan kesehatan Selain itu kemampuan dan kemauan wanita yang terbatas untuk
mencari pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit dan
di daerah tersebut tidak tersedia tempat pelayanan.
Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap
berbagai barang dan pendapatan sangat tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang. Perubahan pendapatan selalu
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Ada hubungan (asosiasi)
antara tingginya pendapatan dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama
dalam hal pelayanan kesehatan modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan
bergeser kekanan sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat
berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah kebutuhan
akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun,
2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).
2.3.2 Pengaruh Jarak terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan
Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap
jumlah pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal dari
tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Ini telah sesuai dengan teori permintaan yaitu
jika barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit
(Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).
2.3.3 Pengaruh Pendidikan, Pengetahuan, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan
Persepsi terhadap Pelayanan Rawat Inap
Faktor sosial dan budaya akan memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.
Sebagai contoh faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan memengaruhi nilai pentingnya
kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi.
Pendidikan yang lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
2.1. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau
kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu
wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan
sebagian dari
tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan
merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia
(Sulastomo, 2007).
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
sesuai
tdengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas
adalah
satu kecamatan. Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas,
maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas dengan
memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan masing-masing
puskesmas
bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggitingginya
(Sulastomo, 2007).
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional, yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah
kerjanya.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan puskesmas.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan per orangan, keluarga, dan
masyarakat,
serta lingkungannya (Depkes RI, 2003).
2.2. Persepsi
Persepsi merupakan proses akal manusia yang sadar yang meliputi proses
fisik, fisiologis, dan psikologi yang menyebabkan berbagai macam input, lalu
diolah
menjadi suatu penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan
yang
melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat,
dengar,
alami atau dibaca, sehingga persepsi bisa mempengaruhi tingkah laku,
percakapan,
serta perasaan seseorang (Ahmadi, 1992).
Persepsi juga dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menampilkan
pesan. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda meskipun
objeknya sama.
Studi tentang persepsi sangat berkaitan dengan studi kognitif, seperti
ingatan dan
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kepuasan
Menurut Azwar (1996), yang mengutip pendapat Kotler mengatakan bahwa
kepuasan adalah perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
dengan harapan
atau hasil yang diberikan dengan harapannya. Kepuasan pasien dapat dilihat
dari sisi
diperhatikan, yaitu (a) kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas bila
mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan, (b)
harga, produk jasa yang sama kualitasnya tetapi mempunyai harga yang
lebih murah
akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pasien, (c) biaya, pasien
tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan
suatu pelayanan cenderung puas terhadap pelayanan tersebut (Lupyoadi,
2007)
Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pasien atas mutu pelayanan
kesehatan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukkan
pasien
setelah berkunjung ke pelayanan kesehatan (Kottler, 1997). Apabila pasien
merasa
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Organisasi Fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat
dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,
dengan biaya yang yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja ( Anonim, 2006 ).
Pembangunan kesehatan adalah penyenggaraan upaya kesehatan oleh Bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan
di wilayah Kabupaten / Kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan
kemampuannya.
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang meliputi :
1.
Hal tersebut menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan
termasuk Puskesmas yang merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat pertama
adalah pelayanan yang bersifat pokok yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang
ditujukan kepada semua penduduk dan tidak membedakan jenis kelamin dan umur.
Secara Nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu Kecamatan, dengan
beberapa faktor yaitu, Kepadatan Penduduk, Luas Daerah, Keadaan Geografi, dan
Keadaan Infra Struktur lainnya yang merupakan bahan pertimbangan dalam
menentukan wilayah kerja Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi
antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah Desa atau
Kelurahan, Dusun atau Rukun Warga.
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang
dengan unit pelayanan yang lebih sederhana diantaranya, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
2.2
Tugas Puskesmas
Tugas Puskesmas tercermin dari Visi dan Misi seperti yang tertulis dalam Pedoman
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas oleh Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
2.3
Fungsi Puskesmas
Fungsi puskesmas, Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
RINo.128/Menkes/SK/II/2004 adalah :
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan oleh sektor lain, masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya,
serta secara aktif melaporkan dampak dari penyelenggaraan pembangunan di
wilayah kerjanya terhadap kesehatan.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
1. Pusat Pemberdayaan Masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan, keluarga dan masyarakat termasuk
dunia usaha untuk memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
1. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama.
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi :
1.
2.4
Tujuan Puskesmas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.128/Menkes/SK/II/2004, Tujuan
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Yakni meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat setiap orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2012.
2.5
Pelayanan Farmasi di Puskesmas
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas digolongkan menjadi 2 yaitu Pengelolaan
Sumber Daya dan Pelayanan Farmasi Klinik.
2.5.a Pengelolaan sumber daya
2.5.a.1 Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
Puskesmas adalah Apoteker (UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan).
Kompetensi Apoteker di Puskesmas adalah sebagai berikut :
1.Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
2.Mampu mengambil keputusan secara profesional.
3.Mampu berkomunikasi baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya
dengan baik.
4.Selalu belajar sepanjang karir baik pada jalur formal maupun informal, sehingga
ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (Anonim, 2006).
Seorang Asisten Apoteker (AA) hendaknya dapat membantu pekerjaan Apoteker
dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut, dan kompetensi seorang
Asisten Apoteker di Puskesmas adalah sebagai berikut :
1.
Perkiraan jenis dan jumlah obat serta perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Metode yang lazim digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat di tiap
unit pelayanan kesehatan adalah :
1. Metode Konsumsi
Dengan menganalisis data konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pengumpulan data dan pengolahan data, analisis data untuk
informasi dan evaluasi, dan perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
1.
Metode Epidemiologi
Permintaan rutin, dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Permintaan khusus, dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila :
kebutuhan meningkat, menghindari kekosongan, penanganan Kejadian Luar
Biasa (KLB), obat rusak dan kadaluarsa.
3. Permintaan obat dilakukan dengan menggunakan formulir Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
4. Permintaan obat ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan selanjutnya diproses oleh UPOPPK Kabupaten/Kota.
Menentukan jumlah permintaan obat, yaitu dengan menggunakan Formulir LPLPO.
Data yang diperlukan yaitu data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah
kunjungan resep, data penyakit, dan frekuensi distribusi obat oleh UPOPKK.
Adapun cara menghitung kebutuhan obat :
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada
periode sebelumnya.
= Stok Optimum
SK
SWK
SWT
SP
SS
= Sisa Stok
1. Penerimaan Obat
Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima
obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola dibawahnya.
Tujuan penerimaan obat adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas (Anonim, 2003).
Barang atau obat yang datang akan diperiksa oleh Asisten Apoteker atau Apoteker dan
disesuaikan dengan LPLPO
Keluar masuknya barang dicatat dalam buku pemasukkan barang dan kartu stok
masing masing, Kemudian barang (obat) disimpan dan disusun secara alfabet, jenis
sediaan, dengan sistem FIFO dan FEFO.
d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap
obat obatan yang
diterima agar aman, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin.
Tujuan penyimpanan adalah agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan
mutunya dapat dipertahankan.
Gudang obat Puskesmas merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan
semua perbekalan farmasi untuk kegiatan yang dilakukan di puskesmas.
1.
1. Pengendalian
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan obat diluar pelayanan kesehatan
dasar.
Tujuan pengendalian agar tidak terjadi kelebihan atau kekosongan obat di unit
kesehatan pelayanan dasar ( Anonim, 2003 ).
Kegiatan pengendalian adalah :
1.
1. Pengendalian penggunaan
Tujuan pengendalian persediaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat dan
meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana obat. Pengendalian penggunaan meliputi
presentase penggunaan antibiotik, presentase obat penggunaan obat generik,
kesesuaian dengan pedoman.
Gudang Puskesmas
A.
B.
1.
Kamar Obat
A.
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku
pengeluaran harian.
B.
LPLPO ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian
dan sisa stok.
C.
Kamar Suntik
Setiap hari pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi
sumber data untuk permintaan tambahan obat.
1. Puskesmas Keliling
Pencatatan dilaksanakan seperti pada kamar obat.
LPLPO dibuat 3 rangkap yaitu rangkap untuk Dinkes
Kabupaten/Kota melalui
UPOPPK, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditanda tangani disertai 1
rangkap lainnya disimpan LPLPO dan 1 rangkap lainnya disimpan UPOPPK. 1
rangkap untuk Arsip Puskesmas.
Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal bulan. Untuk puskesmas yang
mendapatkan distribusi LPLPO dikirim setiap awal bulan begitu juga untuk
puskesmas yang mendapatkan distribusi setiap triwulan.
2.5.b Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan Non Teknis
yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep dokter sampai penyerahan obat
kepada pasien. Tujuan pelayanan obat yaitu agar pasien mendapat obat sesuai
dengan resep dokter dan mendapat informasi bagaimana menggunaknanya. Semua
resep yang telah dilayani oleh puskesmas harus dipelihara dan disimpan minimal 3
tahun dan pada setiap resep harus diberi tanda :
1.