Anda di halaman 1dari 98

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional

yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,


merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan
puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.
Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan
merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah :
a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang tujuannya
untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu.
7

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program Puskesmas
merupakan program kesehatan dasar, meliputi :
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA & KB
d. Perbaikan gizi
e. Pemberantasan penyakit menular
f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik
(laboratorium dan farmasi)
B. Pelayanan Puskesmas
Pelayanan puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat jalan dan
puskesmas rawat inap.
a. Pelayanan rawat jalan
Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang
melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan,
termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada waktu yang
akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan
kesehatan di Puskesmas. Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan
ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
i. Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan
kesehatan dibandingkan dengan rawat inap,
8

ii. Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk


prosedur di rawat jalan,
iii. Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk
pelayanan rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan
Tujuan pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan
diagnosa penyakit dengan tindakan pengobatan, untuk rawat inap atau
untuk tindakan rujukan.
Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung
berhubungan dengan pasien, yaitu:

i. Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan


penerimaan pendaftaran dan pembayaran,
ii. Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam
memberikan pelayanan pemeriksaan / pengobatan,
iii. Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik yang ada .
Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk
memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari
seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk
menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan
pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya.
Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman dan
menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari
rawat jalanlah pasien mendapatkan kesan pertama mengenai puskesmas
tersebut. Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas dan
9

memiliki sirkulasi udara yang lancar, tempat duduk yang nyaman


perabotan yang menarik dan tidak terdapat suara-suara yang mengganggu.
Diharapkan petugas yang berada di rawat jalan menunjukkan sikap yang
sopan dan suka menolong.
b. Pelayanan rawat inap
Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan
ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa
tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan
kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi
sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi
rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah.
Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat
kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (1)
puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2) puskesmas
mudah dicapai dengan kendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya, (3)
puskesmas dipimpin oleh seorang dokter dan telah mempunyai tenaga
yang memadai, (4) jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per
hari, (5) penduduk wilayah kerja puskesmas dan penduduk wilayah 3
puskesmas disekelilingnya minimal rata-rata 20.000 orang/Puskesmas, (6)
pemerintah daerah bersedia untuk menyediakan anggaran rutin yang
memadai (Depkes RI, 2009).
10

Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatankegiatan


sebagai berikut :
i. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat
darurat antara lain; kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan
penyulit, penyakit lain yang mendadak dan gawat.
ii. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi
penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan
tiga (3) hari atau maksimal tujuh (7) hari.
iii. Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan
pengiriman penderita lebih lanjut ke Rumah Sakit.
iv. Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk
keluarga berencana.

Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan fasilitas tambahan


berupa :
i. Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari
ruangan perawatan, operasi sederhana, persalinan, perawat jaga,
pos operasi, kamar linen, kamar cuci, dapur, laboratorium.
ii. Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi terbatas,
obstetric patologis, resusitasi, vasektomi, dan tubektomi, tempat
tidur dan perlengkapan perawatan.
iii. Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat
pelatihan klinis di Rumah sakit selama 6 bulan (dalam bidang
kebidanan, kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam), 2 orang
11

perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran dan seorang


petugas kesehatan untuk melaksanakan tugas administratif di ruang
rawat inap.
Pendirian puskesmas rawat inap didasarkan pada kebijaksanaan :
i. Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara
dalam sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya
penurunan kematian bayi dan ibu maternal, keadaan-keadaan
gawat darurat serta pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan.
ii. Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang
rawat inap puskesmas sesuai dengan prosedur yang diterapkan.
iii. Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam
meningkatkan pelaksanaan asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009)

A. PENGERTIAN PUSKESMAS
Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan. Faktor kepadatan penduduk,luas daerah,keadaan geografis dan
keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan
wilayah kerja puskesmas.
Sasaran penduduk yang dilayani kesehatan oleh puskesmas rata-rata
30.000.penduduk. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana
yaitu Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan pengobatan (kuratif),upaya pencegahan
(preventif),peningkatan kesehatan (promotif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang
ditujukan kepada semua pendudukan dan tidak dibedakan jenis kelamin dan
golongan umur,sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
B.TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Tugas Pokok Puskesmas
Menyediakan data dan informasi mutasi obat dan perbekalan kesehatan serta
kasus penyakit dengan baik dan akurat.
a. Setiap akhir bulan menyampaikan laporan pemakaian obat dan perbekalan
kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
b. Bersama Tim Perencana Obat Terpadu membahas rencana kebutuhan

Pukesmas.
c. Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
3
d. Melaporkan dan mengirim kembali semua jenis obat rusak/kadaluwarsa
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
e. Melaporkan kejadian obat dan perbekalan kesehatan yang hilang kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Fungsi Puskesmas
a. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.
b. Membina peran serta masyarakat diwilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
c. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat diwilayah kerjanya.
C. MANFAAT
SISTEM RUJUKAN
Rujukan menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 032/Birhup/72 tahun
1972,yakni melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang berkemampuan cukup, atau secara
horizontal dalam arti sesame unit yang setingkat kemampuannya.
Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya
masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat,baik secara vertical
maupun horizontal,kepada yang lebih kompeten,terjangkau dan dilakukan secara
rasional.
Jenis Rujukan:
a) Rujukan Medis:
Konsultasi penderita,untuk keperluan diagnotik,pengobatan,tindakan
operatif dan lain-lain.
Pengiriman bahan (spesiemen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
4
Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih ahli atau untuk
meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat.
b) Rujukan Kesehatan
Rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang
bersifat preventif dan promotif,yang antara lain meliputi bantuan :
Survey epidemologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa
atau berjangkitnya penyakit menular.
Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan disuatu wilayah.
Penyidikan obat-obatan atas terjadinya keracunan massal.
Pemberian makanan,tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas
terjadinya bencana alam.
Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan
air bersih bagi masyarakat umum.
Pemeriksaan spesiemen air di laboratorium kesehatan dan sebagainya.
KEGIATAN POKOK PUSKESMAS
Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbedabeda,
maka kegiatan pokok yang dapat dilaksanakan oleh sebuah Pukesmas
akan berbeda-beda pula. Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang
seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Kesejahteraan ibu dan anak


2) Keluarga berencana
3) Usaha peningkatan gizi
4) Kesehatan lingkungan
5) Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
6) Pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan
7) Penyuluhan kesehatan masyarakat
8) Kesehatan sekolah
9) Kesehatan olahraga
10) Perawatan kesehatan masyarakat
11) Kesehatan kerja
12) Kesehatan gigi dan mulut
13) Kesehatan jiwa
5
14) Kesehatan mata
15) Laboratorium sederhana
16) Pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan
17) Kesehatan lanjut usia
18) Pembinaan pengobatan tradisional
Pelaksanaan kegiatan pokok pukesmas diarahkan kepada keluarga
sebagai satuan masyarakat terkecil. Setiap pokok puskesmas dilaksanakan
dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa.
FASILITAS PENDUKUNG
1. Puskesmas Pembantu
Adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi
menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam ruang
lingkup wilayah yang lebih kecil.
2. Puskesmas Keliling
Unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan
kendaraan bermotor roda 4 atau perahu bermotor dan peralatan kesehatan,
peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.
Fungsinya menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan
puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau oleh pelayanan
kesehatan.
Kegiatan puskesmas keliling adalah:
Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah
terpencil yang tidak terjangkau oleh pelayanan puskesmas atau
puskesmas pembantu, 4 hari dalam satu minggu.
Melakukan penyelidikan tentang kejadian luar biasa.
Dipergunakan sebagai alat transpor penderita dalam rangka rujukan
bagi kasus gawat darurat.
Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan alat audiovisual.
3. Bidan Desa
4. Posyandu
6
Merupakan kegiatan keterpaduan antara puskesmas dan
masyarakat di tingkat desa yang di wujudkan dalam bentuk Pos Pelayanan
Terpadu. Semula Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dimana
masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan kesehatan.
Dalam pengembangan Posyandu dapat dibina menjadi forum
komunikasi dan pelayanan di masyarakat,antara sector yang memadukan
kegiatan pembangunan sektoralnya dengan kegiatan masyarakat,untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalah


melalui alih teknologi. Satu Posyandu sebaiknya melayani sekitar 100
balita (120 kepala keluarga), atau sesuai dengan kemampuan petugas dan
keadaan setempat.
Tujuan Posyandu:
Mempercepat penurunan angka kematian bayi,balita dan angka
kelahiran.
Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS).
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk kegiatan kesehatan dan
kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan.
Sasaran Posyandu:
Ibu hamil berisiko tinggi
Ibu menyusui
Bayi
Balita
Pasangan Usia Subur (PUS)
Pelaksanakan Posyandu
Posyandu direncanakan dan dikembangkan oleh kader kesehatan
desa bersama Kepala Pembina LKMD Tingkat Kecamatan.
Penyelenggarakan dilakukan oleh kader-kader terlatih di bidang KBKes,
berasal dari PKK, tokoh masyarakat ,pemuda dan lain-lain dengan
bimbingan Tim Pembina LKMD tingkat Kecamatan.
7
Posyandu dapat melayani semua anggota masyarakat, terutama Ibu
hamil,ibu menyusui, bayi dan balita serta Pasangan Usia Subur (PUS).
Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi
masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian
kegiatan Posyandu dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah
penduduk, balai desa, tempat pertemuan RT/RW atau di tempat khusus
yang di bangun masyarakat.
Penyelenggaraan Posyandu
Posyandu di selenggarakan dengan pola lima meja sebagaimana diuraikan
sebagai berikut:
MEJA 1 Pendaftaran
MEJA 2 Penimbangan Bayi dan Balita
MEJA 3 Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)
MEJA 4 Penyuluhan Perorangan:
a. Mengenai Balita berdasarkan hasil
penimbangan berat badannya naik/tidak
naik,diikuti dengan pemberian makanan
tambahan (PMT),oralit dan vitamin A dosis
tinggi.
b. Terhadap ibu hamil dengan resiko
tinggi,diikuti dengan pemberian tablet besi.
c. Terhadap PUS agar menjadi peserta KB
lestari diikuti dengan pemberian Kondom,pil
atau tablet busa.
MEJA 5 Pelayanan Profesional:
a. Immunisasi
b. KB
c. Pengobatan tradisional

8
ORGANISASI DAN ADMINITRASI PUKESMAS
Sebagai konsekwensi dari UU Pokok Pemerintahan di Daerah (UU
No.5 tahun 1974) maka tanggung jawab pengelolaan Puskesmas berada di
tangan pemerintah daerah. Pelimpahan tanggung jawab ini mengikuti azas
desentralisasi,yaitu Pelimpahan tanggung jawab dalam bidang
perencanaan,pelaksanaan dan pembiayaan kepada pemerintah daerah. Untuk
itu setiap tingkat pemerintah daerah dibentuk suatu institusi khusus yang
menangani masalah kesehatan yakni Dinas Kesehatan Dati II pada tingkat
kabupaten yang merupakan pembantu Kepala Daerah Tingkat II,serta Dinas
Kesehatan Dati I pada tingkat propinsi yang merupakan kepala daerah tingkat
II.
Organisasi Puskesmas
Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari:
1. Unsur pimpinan : Pimpinan Puskesmas
2. Unsur pembantu pimpinan : Urusan Tata Usaha
3. Unsur pelaksana :
a. Unit yang terdiri dari tenaga dalam jabatan fungsional
b. Jumlah unit tergantung pada kegiatan tenaga dan fasilitas daerah
masing-masing,yaitu:
Unit 1 Melaksanakan kegiatan Kesejahteraan ibu dan anak,KB dan
Perbaikan gizi.
Unit 2 Melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular (khususnya imunisasi), kesehatan
lingkungan dan laboratorium sederhana.
Unit 3 Melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut,kesehatan
kerja dan kesehatan lanjut usia.
Unit 4 Melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat,kesehatan sekolah, kesehatan olah raga,
kesehatan jiwa, kesehatan mata,dan kesehatan khusus
lainnya.
9
Unit 5 Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan
upaya kesehatan masyarakat dan penyuluhan kesehatan
masyarakat.
Unit 6 Melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat
inap.
Unit 7 Melaksanakan kegiatan kefarmasian.
Adapun struktur organisasi Pukesmas disesuaikan dengan keadaan
masing-masing daerah berkaitan dengan UU otonomi daerah,sebagai contoh
adalah di bawah ini:
(ilmu kesehatan masyarakat jilid I (untuk kelas I) cetakan ketiga)
KEPALA
URUSAN TU
UNIT1
1
UNIT2 UNIT3
PUKESMAS
PEMBANTU
UNIT4 UNIT5 UNIT6 UNIT7
10
Pengelolaan obat di Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)

Pengelolaan obat pada dasarnya mencakup kegiatan perencanaan,


penyimpanan, distribusi, penggunaan, pencatatan dan pelaporan, demikian pula
yang terdapat pada Puskesmas dan Balai Pengobatan.
a) Perencanaan
Dalam penyusunan kebutuhan obat di Puskesmas baik untuk pelayanan
rutin,program-program,PHB,dan lain-lain yang bersumber dari
INPRES,APBD,PHB,program lain yang harus didasarkan pada buku pedoman
Pengobatan,Pedoman Pengelolaan Obat di Pukesmas,serta didasarkan pada
Daftar Obat Esensial (DOEN). Daftar kebutuhan obat puskesmas dikirim ke
Dinas Kesehatan Dati II,oleh Dati II daftar ini menjadi masukan penyusunan
kebutuhan obat Dati II.
b) Pengadaan
Pada dasarnya untuk pelayanan pengobatan di Puskesmas tidak mengadakan
obat sendiri tetapi menerima obat-obatan dari Dinas Kesehatan Dati II sesuai
dengan pengajuan frekuensi penerimaan disesuaikan kesepakatan daerah.
c) Penggunaan
Untuk pelayanan penderita umum maupun gigi digunakan obat-obat yang
diterima dari Dati II. Dalam memudahkan monitoring pelayanan obat
dilakukan melalui satu pintu (kamar obat) baik untuk penderita umum,gigi,dan
lain-lain. Pelayanan obat menggunakan resep sesuai jenis obat yang akan
diambil di kamar obat.
d) Pencatatan dan Pelaporan
Semua penggunaan obat dicatat sesuai dengan pedoman pengelolaan obat
pada akhir bulan penggunaan obat baik jenisnya maupun jumlahnya
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Dati II. Laporan harus dilampiri daftar
resep,nama obat,jumlah masing-masing obat serta nama dokter yang menulis
resep keluar.

1 Puskesmas
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok.

Wilayah Puskesmas
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari

kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis, dan

keadaan

infrastruktur

lainnya

merupakan

bahan

pertimbangan

dalam

menentukan wilayah kerja Puskesmas.


Puskesmas merupakan perangkat pemerintah daerah tingkat II sehingga
pembagian wilayah kerja Puskesmas ditetapkan oleh Walikota dengan sarana
teknis dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Masyarakat yang telah disetujui oleh
Kepala Dinas Provinsi untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih
sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta lebih, wilayah
kerja Puskesmas bisa meliputi satu kelurahan. Puskesmas kecamatan dengan
jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih merupakan Puskesmas Pembina
yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga
mempunyai fungsi koordinasi.

Pelayanan Kesehatan Menyeluruh


Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas ialah pelayanan

kesehatan yang meliputi pelayanan :

a.
b.
c.
d.

Promotif (peningkatan kesehatan)


Preventif (upaya pencegahan)
Kuratif (pengobatan)
Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Semuanya ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan

jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai
tutup usia.

Pelayanan Kesehatan Integrasi (Terpadu)


Sebelum Puskesmas ada, pelayanan kesehatan di dalam kecamatan terdiri

dari balai pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak, usaha higienis sanitasi
lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain sebagainya. Usaha-usaha

tersebut masing-masing bekerja sendiri dan langsung melapor kepada suku


dinas kesehatan kota madya. Dengan adanya sistem pelayanan kesehatan
melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), maka berbagai kegiatan
pokok Puskesmas dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi dan pimpinan.

2 Fungsi Puskesmas
Puskesmas memiliki fungsi antara lain :
1

Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka


meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

Memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat


wilayah kerjanya.

3 Kegiatan Pokok Puskesmas


Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda,
maka kegiatan pokok yang dapat dilaksanakan oleh sebuah Puskesmas akan
berbeda-beda.

Namun,

kegiatan

pokok

Puskesmas

yang

dilaksanakan yaitu :
1

Klinik Ibu dan Anak (KIA)

Keluarga Berencana (KB)

Usaha Peningkatan Gizi

Kesehatan Lingkungan

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

Pengobatan termasuk Pelayanan Darurat karena Kecelakaan

Penyuluhan Kesehatan kepada Masyarakat

Kesehatan Olahraga

seharusnya

Perawatan Kesehatan Masyarakat

10 Kesehatan Kerja
11 Kesehatan Gigi dan Mulut
12 Kesehatan Jiwa
13 Kesehatan Mata
14 Laboratorium Sederhana
15 Pencatatan dan Pelaporan dalam Rangka Sistem Informasi Kesehatan
16 Kesehatan Usia Lanjut
17 Pembinaan Pengobatan Tradisional
Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai
satuan

masyarakat

terkecil.

Kegiatan

pokok

Puskesmas

ditujukan

untuk

kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat wilayah


kerjanya.

Konsep Puskesmas

2.4.1

Konsep Wilayah

Puskesmas membawahi suatu wilayah tertentu, minimal tiap kecamatan mempunyai satu
Puskesmas. Bahkan saat ini satu kecamatan dapat mempunyai beberapa Puskesmas
kelurahan.
2.4.2 Konsep Penduduk
Sesuai konsep penduduk maka tiap 30 ribu penduduk dapat didirikan sebuah
Puskesmas. Apabila ditinjau dari konsep tersebut maka masih banyak Puskesmas
harus dibangun oleh pemerintah terutama di perkotaan karena pertumbuhan
penduduk kota bertambah dengan cepat. Untuk perluasan jangkauan pelayanan
kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan
yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Kelurahan dan Puskesmas

Keliling. Oleh karena itu lebih menguntungkan jika meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan kesehatan Puskesmas tertentu daripada menambah jumlah
Puskesmas baru.

2.5
2.5.1

Puskesmas di Perkotaan
Gedung Puskesmas
Sulitnya mendapatkan lahan untuk pengembangan Puskesmas, perluasan

gedung Puskesmas dapat dilakukan dengan membangun gedung bertingkat.


Prioritas pengembangan diberikan kepada Puskesmas Pembina. Pengembangan
gedung

Puskesmas

dilakukan

secara

bertahap

dan

disesuaikan

dengan

kemampuan negara.
2.5.2 Pelayanan Kesehatan
Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk upaya kesehatan
pokok. Pelayanan kesehatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah :

a. Pelayanan gawat darurat


b. Pelayanan dokter spesialis
c. Pengembangan inovasi program kesehatan
Contoh : program imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat, peningkatan gizi dan
keluarga berencana.
2.5.3 Peralatan medis Kesehatan
Peralatan medis standar ditingkatkan dengan peralatan medis tertentu untuk
mendukung pelayanan kesehatan khusus yang diberikan, misalnya pertolongan
gawat darurat, peralatan kebidanan (USG), peralatan EKG, alat rontgen.
Peralatan lain yang harus ditingkatkan adalah peralatan penunjang berfungsinya
laboratorium di Puskesmas.

2.5.4 Fasilitas Penunjang Lain


Puskesmas diharapkan dengan :

a. Daya listrik yang cukup baik untuk kebutuhan penerangan dan menjalankan peralatan
yang ada.
b. Persediaan air yang cukup dan telepon.
2.5.5 Ketenagaan di Puskesmas
Di Puskesmas diperlukan minimal 1 orang dokter umum untuk memberikan
pelayanan kesehatan dan kegiatan manajemen. Bagi Puskesmas yang ramai
dengan pengunjung, jumlah dokter dapat menjadi 3 5 orang tergantung dari
beban kerja.
2.5.6 Peningkatan Mutu Pelayanan
Puskesmas diharapkan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan
melaksanakan pelayanan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah
diterapkan.
2.5.7 Menjaga kebersihan
Dengan meningkatkan kebersihan dan kepedulian setiap petugas terhadap
Puskesmas maka citra Puskesmas di hadapan masyarakat akan meningkat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok (Depkes RI, 1991).
Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.

Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan


Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
2.2. Manajemen Puskesmas
Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara
senergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif. Manajemen puskesmas
tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan diatas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan
berkesinambungan (Depkes RI, 2006).
1. Perencanaan Puskesmas
Arah perencanaan puskesmas adalah mewujudkan kecamatan sehat 2010. Dalam perencanaan
puskesmas hendaknya melibatkan masyarakat sejak awal sesuai kondisi kemampuan masyarakat
di wilayah kecamatan.
Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya ada 3 langkah penting dalam penyusunan perencanaan yaitu : (a) identifikasi
kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan tentang
cakupan dan mutu pelayanan, (b) identifikasi potensi sumber daya masyarakat dan provider, dan
(c) menetapkan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan masalah.
Hasil perencanaan puskesmas adalah Rencana Usulan Kegiatan (RUK) tahun yang akan datang
setelah dibahas bersama dengan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Setelah mendapat kejelasan
dana alokasi kegiatan yang tersedia selanjutnya puskesmas membuat Rencana Pelaksanaan
Kegiatan (RPK). Proses perencanaan dapat menggunakan instrumen Perencanaan Tingkat
Puskesmas (PTP) yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat atau dapat memanfaatkan
instrument lainnya.
2. Penggerakkan Pelaksanaan
Puskesmas melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan penjabaran lebih rinci dari
rencana pelaksanaan kegiatan. Penyelenggaraan penggerakan pelaksanaan puskesmas melalui
instrumen lokakarya mini puskesmas yang terdiri dari :
a. Lokakarya mini bulanan adalah alat untuk penggerakan pelaksanaan kegiatan bulanan dan juga
monitoring bulanan kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas program intern puskesmas.
b. Lokakarya mini tribulanan dilakukan sebagai penggerakan pelaksanaan dan monitoring
kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas sektoral, Badan

Universitas Sumatera Utara

Penyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain puskesmas sebagai wujud tanggung
jawab puskesmas perihal kegiatan.
3. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Untuk terselenggaranya proses pengendalian, pengawasan dan penilaian diperlukan instrumen
yang sederhana. Instrumen yang telah dikembangkan di puskesmas adalah:
a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
b. Penilaian/Evaluasi Kinerja Puskesmas sebagai pengganti dan stratifikasi.
2.3. Penyakit Berbasis Lingkungan
Lingkungan tidak mungkin mampu mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas dengan
segala aktivitasnya. Karena itu, apabila lingkungan sudah tidak mampu lagi mendukung
kehidupan manusia, manusia akan menuai berbagai kesulitan. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi telah berdampak pada kualitas daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya akan
merusak lingkungan itu sendiri. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan akan berdampak buruk
pada manusia (Anies, 2006).
Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari, seperti
dikemukakan Blum dalam Planing for health, development and applicationof social change
theory, bahwa factor lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Sebaliknya kondisi kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya berbagai
penyakit juga dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk (Anies, 2006).
Universitas Sumatera Utara

Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia.
Sering terjadi kuman yang tinggal ditubuh host kemudian berpindah kemanusia karena manusia
tidak mampu menjaga kebersihan lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian
penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat
Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat kondisi lingkungan yang buruk seperti ISPA,
diare, DBD, Malaria dan penyakit kulit (Depkes RI, 2002).
2.3.1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud dengan
saluran pernafasan adalah mulai dari hidung sampai gelembung paru beserta organ-organ
disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru (Depkes RI, 2001).
ISPA disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia, hemophilhillus influenza, asap dapur,
sirkulasi udara yang tidak baik, tempat berkembang biaknya disaluran pernapasan, ISPA dapat
ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dengan bakteri ketika penderita batuk yang terhirup
oleh orang sehat masuk kesaluran pernafasannya (Depkes RI, 2001).
ISPA dapat dicegah dengan cara menjaga sirkulasi udara dalam rumah dengan membuka jendela
setiap hari, menghindari polusi udara di dalam rumah seperti asap dapur dan asap rokok, tidak
padat penghuni di kamar tidur, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI,
2001).
2.3.2. Diare
Universitas Sumatera Utara

Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali dalam satu hari. Diare
dapat disebabkan oleh bakteri/virus seperti : Rotavirus, Escherrichia Coli Enterotoksigenik
(ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni, Cryptospondium (Depkes RI, 2001).
Diare karena bakteri Escherrichia Coli (E.Coli) disebabkan oleh bakteri E.Coli , tempat
berkembang biak bakteri ini adalah dalam tinja manusia, cara penularan melalui makanan yang
terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang dibawa oleh lalat yang hinggap pada tinja yang
dibuang sembarangan, melalui minum air yang terkontaminasi bakteri E.Coli yang tidak dimasak
sampai mendidih, melalui tangan yang terkontaminasi bakteri E.Coli karena sudah buang air
besar tidak mencuci tangan dengan sabun (Depkes RI, 2001).
Cara pencegahan diare dapat dilakukan antara lain : menutup makanan agar tidak dihinggapi
lalat, tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan
makanan dan setelah buang air besar, mencuci bahan makanan dengan air bersih, memasak air
sampai mendidih dan menggunakan air bersih yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2001).
2.3.3. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung virus Dengue bila digigit
nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk
ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk
menggigit orang sehat akan
Universitas Sumatera Utara

menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat
menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI, 2001).
Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di dalam dan di luar rumah seperti ember, drum,
tempayan, tempat penampungan air bersih, vas bunga, kaleng bekas yang berisi air bersih bak
mandi, lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat
menampung air (Depkes RI, 2001).
Upaya praktis yang dapat dilakukan dalam pengendalian vector dan pemberantasan penyakit
DBD adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :
1. Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, drum, gantilah air di vas bunga serta di
tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempayan agar nyamuk tidak dapat
masuk dan berkembang biak.
3. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol bekas.
4. Tutuplah lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen.
5. Jangan meletakkan pakaian digantungan di tempat terbuka misalnya di belakang pintu kamar
agar nyamuk tidak hinggap.
6. Untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate ke dalam genangan
air tersebut, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
Takaran penggunaan bubuk abate, untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate.
7. Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan anti nyamuk dan
memakai kelambu yang diberi intektisida pada saat tidur.

Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang
termasuk golongan protozoa, yang penularannya melalui vector nyamuk Anopheles spp, dengan
gejala demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot, menggigil, suhu bias mencapai 40C terutama
pada infeksi Plasmodium falcifarum. Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi
2008) :
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah beriklim dingin,
subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu
siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivak antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala
adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika secara klinik berat dan dapat
menimbulkan berupa malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika sekitar 12 hari,
dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata serta kadang dapat
menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodium ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale adalah 12
hngga 17 hari, dengan gejala setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria guartana yang memberikan gejala demam
setiap 72 jam, malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung dataran rendah pada
daerah tropic. Biasanya berlangsung tanpa gejala dan ditemukan secara tidak sengaja namun
malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa faktor ligkungan sangat berperan dalam berkembangbiaknya nyamuk sebagai vector
penular malaria, faktor-faktor tersebut antara lain, lingkungan fisik seperti suhu udara, suhu udara
mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik yaitu pertumbuhan fase sporogoni
dalam perut nyamuk. Kelembaban udara yang rendah, akan memperpendek umur nyamuk, hujan
yang diselingi panas semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya (Achmadi, 2008).
Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles antara lain : kolam ikan yang tidak dipakai lagi,
bekas galian tanah atau pasir yang terisi air hujan, batang bambu yang dapat menampung air
hujan, kaleng bekas, ban bekas yang dapat menampung air hujan serta saluran air yang tidak
mengalir (Depkes RI, 2001).
Lingkungan biologi juga berperan dalam perkembangbiakan vector penular malaria, misalnya ada
lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang membuat Anopheles sundaicus merasa nyaman
untuk membesarkan anak keturunannya berupa telur dan larva (Achmadi, 2008).
Penyakit malaria dapat menular dengan cara nyamuk malaria menggigit dan menghisap darah
orang yang sakit malaria, parasit di dalam tubuh manusia masuk ke dalam tubuh nyamuk, parasit
tersebut berkembangbiak dalam tubuh nyamuk dan menjadi matang dalam waktu 10-14 hari,
setelah parasit matang, jika nyamuk menggigit manusia sehat maka parasit malaria akan masuk
ke dalam tubuh orang yang sehat, maka orang yang sehat akan menjadi sakit (Depkes RI, 2001).
Malaria dapat dicegah dengan membasmi tempat perindukan nyamuk seperti menyebarkan ikan
pemakan jentik, membersihkan semak belukar di sekitar rumah, mengubur barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan, membersihkan
Universitas Sumatera Utara

tempat air minum burung dan vas bunga secara teratur, menimbun atau mengalirkan air yang
tergenang, membersihkan tambak, empang serta saluran irigasi dari tumbuhan air (Depkes RI,
2001).
Pencegahan malaria juga dapat dilakukan dengan memasang kasa nyamuk dan jendela,
memasang kelambu yang berinsektisida waktu tidur pada malam hari, menggunakan anti
nyamuk, jangan bergadang pada malam hari serta menutup seluruh badan jika diluar rumah pada
malam hari (Depkes RI, 2001).
2.3.5. Penyakit Kulit
Penyakit kuliat atau sering disebut dengan kudis/scabies/gudik/budukan yang disebabkan oleh
tungau atau sejenis kutu yang sangat kecil (Sarcoptes Scabies), tempat berkembangbiaknya
adalah dilapisan tanduk kulit dan membuat terowongan dibawah kulit sambil bertelur.
Penularannya dapat melalui kontak langsung dengan penderita dan dapat pula ditularkan melalui
perantara seperti baju, handuk, sprei yang digunakan penderita kemudian digunakan oleh orang
sehat, pencegahan dapat dilakukan dengan menghindar menukar baju, handuk, lingkungan tidak
terlalu padat, menjaga kebersihan lingkungan dan personal hygiene (Depkes RI, 2001).
2.4. Upaya Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula
(Soekidjo, 2007).
Adapun tujuan dilakukannya upaya kesehatan lingkungan adalah untuk menanggulangi dan
menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga
Universitas Sumatera Utara

faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko timbulnya penyakit menular
dimasyarakat (Muninjaya, 2004).
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan
sehat telah dipilih beberapa indikator, yaitu persentase rumah sehat, persentase keluarga yang
memiliki akses air bersih dan air minum, jamban sehat, saluran pembuangan air limbah, tempat
pembuangan sampah serta Tempat-Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TTUPM).
Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh
berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan
lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan (Dinkes Dumai, 2008).
2.4.1. Perumahan
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Perumahan yang baik
terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya seperti
sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain.
Standar arsitektur bangunan terutama untuk perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk
menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta
fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan
rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Budiman, 2006).
Universitas Sumatera Utara

Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment dari WHO (1974)
antara lain :
1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai tempat istirahat.
2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi.
3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh, dan dapat melindungi penghuninya dari gempa,
keruntuhan dan penyakit menular.
6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang asri.
Sementara itu, kriteria rumah menurut Winslow antara lain :
1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.
Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan didalam pemenuhan kebutuhan fisiologis
yang berkaitan dengan perumahan, diantaranya :
a. Suhu ruangan. Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya tetap
berkisar antara 18-20C. Suhu ruangan ini sangat dipengaruhi oleh : suhu udara luar, pergerakan
udara, kelembaban udara, suhu benda-benda yang ada disekitarnya.
b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam
hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruangan diupayakan mendapat
sinar matahari terutama dipagi hari.
c. Ventilasi. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan udara tetap segar (cukup mengandung
oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki

Universitas Sumatera Utara

jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang dari 15% dari luas lantai.
Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan
pintu dibuka.
d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni
atau jumlah orang yang tinggal bersama didalam satu rumah atau sekitar 5 m per orang.
2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.
Disamping kebutuhan fisiologis, terdapat kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi dan
diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan tersebut, antara lain :
a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga
rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.
b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal dirumah
tersebut.
c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan
sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.
d. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.

Universitas Sumatera Utara

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan atau kebakaran.


Ditinjau dari faktor bahaya kecelakaan ataupun kebakaran, rumah yang sehat dan aman harus
dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut. Adapun kriteria yang harus dipenuhi dari
perspektif ini, antara lain :
a. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak mudah runtuh.
b. Memiliki sarana pencegahan kasus kecelakaan di sumur, kolam dan tempat-tempat lain
terutama untuk anak-anak.
c. Bangunan diupayakan terbuat dari material yang tidak mudah terbakar.
d. Memiliki alat pemadam kebakaran terutama yang menggunakan gas.
e. Lantai tidak boleh licin dan tergenang air.
4. Dapat menghindarkan dari terjadinya penularan penyakit.
Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan
penyakit dan gangguan kesehatan, seperti : infeksi saluran nafas, infeksi pada kulit, infeksi
saluran pencernaan, kecelakaan, dan gangguan mental.
2.4.2. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya selalu
memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk dan laju pertumbuhannya
semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat yang semakin meningkat diperlukan industrialisasi yang dengan sendirinya akan
meningkatkan lagi aktivitas penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban
pengotoran air juga akan
Universitas Sumatera Utara

bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini sumber air
minum dan air bersih semakin langka (Soemirat, 2007).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan
timbulnya penyakit dimasyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar
antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,
standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat.
Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama, manusia mengunakan air untuk
berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi pangan, papan dan sandang. Mengingat
bahwa berbagai penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia pada saat memanfaatkannya,
maka tujuan utama penyediaan air minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah
penyakit bawaan air. Dengan demikian diharapkan, bahwa semakin banyak liputan masyarakat
dengan air bersih, semakin turun morbiditas penyakit bawaan air ini (Soemirat, 2007).
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak
langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease
atau water-related disease. Berdasarkan cara penularannya, mekanisme penularan penyakit
terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem
pencernaan.

Universitas Sumatera Utara

2. Waterwashed mechanism, mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan


umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu : (a) infeksi
melalui alat pencernaan, (b) infeksi melalui kulit dan mata dan (c) penularan melalui binatang
pengerat.
3. Water-based mechanism, penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen
penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai
intermediate host yang hidup didalam air.
4. Water-related insect vector mechanism, agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang
berkembang biak didalam air.
Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan
memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati
persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut :
1. Syarat fisik. Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak berwarna, tidak berasa,
suhu dibawah suhu udara diluarnya. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak
sukar.
2. Syarat bakteriologis. Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh
bakteri patogen, adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut.
3. Syarat kimia. Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang
tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air, akan menyebabkan
gangguan fisiologis pada manusia.

Universitas Sumatera Utara

Penyediaan air bersih, selain kualitasnya, kuantitasnya pun harus memenuhi standar yang
berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu memeriksa kualitas airnya sebelum
didistribusikan kepada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standart, maka
seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standart air minum (Soemirat, 2007).
Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks, tergantung dari kualitas
air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan sama sekali.
Apabila hanya ada kontaminasi kuman, maka desinfeksi saja cukup. Dan apabila air baku
semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi,
sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi (Soemirat, 2007).
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air
minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan segala makhluk yang
membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi
tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat, 2007).
2.4.3. Jamban Sehat
Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir dari proses yang
berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja
dan air seni (Budiman, 2007).
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah
pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
Universitas Sumatera Utara

kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok
untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feses) adalah sumber penyebaran
penyakit yang multikompleks (Soekidjo, 2007).
Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat langsung
mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga dan
bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja tersebut (Soekidjo, 2007).
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk,
jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit
yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan
sebagainya (Soekidjo, 2007).
Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu
tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan
apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Soekidjo, 2007) :
1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara

Universitas Sumatera Utara

7. Sederhana desainnya
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu berbeda dengan
teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi jamban di daerah pedesaan
disamping harus memenuhi persyaratan jamban sehat juga harus didasarkan pada sosiobudaya
dan ekonomi masyarakat pedesaan (Soekidjo, 2007).
Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam septik tank tinja akan
dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas Carbindioksida dan gas Metan).
Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat dan pengelolaan tinja secara tepat, angka
kejadian penyakit bawaan air dapat diminimalkan (Ricki, 2005).
2.4.4. Pengelolaan air limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri
maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat
yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan
lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal
dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah,
air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 1985).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang sisa dari kegiatan
manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti
Universitas Sumatera Utara

industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar,
karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari
tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini
akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air
buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik (Soekidjo, 2007).
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman
penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian
dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat
yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh
masing-masing industri. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan
polusi lingkungan menjadi lebih rumit.
3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran, perdagangan,
hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang
terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk
hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut
Universitas Sumatera Utara

antara lain : gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan terhadap keindahan
dan gangguan terhadap kerusakan benda (Ricki, 2005).
Pada awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan
tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme
patogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini
juga terkait dengan aspek estetika dan lingkungan (Ricki, 2005).
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan.
Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi.
Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan
negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi
membutuhkan area yang luas.
Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam
fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik
biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat
pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme
patogen di dalam air limbah (Ricki, 2005).
Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai
pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment) dan
pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Ricki, 2005).
Universitas Sumatera Utara

2.4.5. Pengelolaan Sampah


Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau
benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli
kesehatan masyarakat membuat batasan sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya (Soekidjo, 2007).
Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas dasar sifat-sifat biologis
dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2006):
1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, pertanian dan
lainnya.
2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam dan lainnya.
3. Sampah yang berupa debu atau abu.
4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah berasalkan industri yang
mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya.
Sampah ini dalam bahasa inggris disebut garbage, yaitu yang mudah membusuk karena aktivitas
mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya menghendaki kecepatan, baik dalam
pengumpulan maupun dalam pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang
berbahaya karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi
fotosintesa tumbuh-tumbuhan.
Universitas Sumatera Utara

Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse. Sampah ini apabila
memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui suatu
proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk
memusnahkannya, seperti pembakaran.
Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar ataupun sampah
tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan.
Selama tidak mengandung zat yang beracun, maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap
lingkungan dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang karena jumlahnya, atau
konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan
mortalitas dan morbiditas secara bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b)
berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap kesehatan
ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik.
Sampah, baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf
hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah:
1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin
banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun berpacu dengan laju pertambahan
penduduk.
2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak
jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak
dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah

Universitas Sumatera Utara

ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan
persoalan persampahan.
3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah,
karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam.
Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular dan tidak menular, dapat
juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain. Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa
pengelolaan sampah perlu didasarkan atas berbagai pertimbangan, yaitu : untuk mencegah
terjadinya penyakit, konservasi sumber daya alam, mencegah gangguan estetika, memberi
intensif untuk daur ulang atau pemanfaatan, dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan
meningkat (Soemirat, 2006).
Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat melakukan teknik
pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat mulai dari sumber sampah
sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas
dengan : meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah,
meningkatkan efisiensi pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat
terurai secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran sertanya
(Soemirat, 2006).
Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari produsen sampai pada
tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat penampungan sampah sementara
(TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan
Universitas Sumatera Utara

pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu baik untuk
memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.
2.4.6. Sanitasi Tempat-Tempat Umum
Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit,
pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan
sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-tempat
umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit
dan gangguan kesehatan lainnya (Budiman, 2006).
Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain,
tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang memfasilitasi
terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas jumlah dan waktu
kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar
tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, objek wisata dan lain-lain (Budiman, 2006).
Tujuan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain adalah untuk memantau sanitasi
tempat-tempat umum secara berkala serta untuk membina dan meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum
(Budiman, 2006).
2.4.7. Sanitasi Pengelolaan Makanan
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap
saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan
makanan (foodborne disease) dapat dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara

oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah makanan secara
tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan
sanitasi.
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan
agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan
sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain : menjamin keamanan dan kebersihan
makanan, mencegah penularan wabah penyakit.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor, yakni faktor fisik, faktor kimia dan
faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung
pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas
dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh
faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan
makanan (Ricki, 2005).
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang
digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, penggunaan wadah bekas obatobat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi
oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan
kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Slamet, 2002).
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu
sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan akibat kontaminasi. Makanan dapat
terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vector.
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit
bawaan air. Yang dimaksud penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita
seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali
keracunan.
2.5. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di
samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan
memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.
Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah :
1. Menurut WHO
a. Penyediaan air minum
b. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran
c. Pembuangan sampah padat
d. Pengendalian vektor
e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
f. Higiene makanan, termasuk higiene susu

Universitas Sumatera Utara

g. Pengendalian pencemaran udara


h. Pengendalian radiasi
i. Kesehatan kerja
j. Pengendalian kebisingan
k. Perumahan dan pemukiman
l. Aspek kesling dan transportasi udara
m. Perencanaan daerah dan perkotaan
n. Pencegahan kecelakaan
o. Rekreasi umum dan pariwisata
p. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam
dan perpindahan penduduk.
q. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
2. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan
lingkungan sebagai berikut :
a. Penyehatan air dan udara
b. Pengamanan Limbah padat/sampah
c. Pengamanan Limbah cair
d. Pengamanan limbah gas
e. Pengamanan radiasi
f. Pengamanan kebisingan
g. Pengamanan vektor penyakit

Universitas Sumatera Utara

3. Menurut Kepmenkes RI Nomor HK.03.01/160/I/2010, ruang lingkup kesehatan lingkungan


sebagai berikut :
a. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas
b. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat
c. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat
d. Persentase cakupan tempat-tempat umum yang memenuhi syarat
e. Persentase cakupan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat
f. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat
g. Persentase penduduk stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
h. Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat
perubahan iklim
i. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan STBM sebesar 100% Kab/Kota
j. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan kota sehat yang sesuai standart 50%
k. Persentase Kab/Kota Kawasan yang telah melaksanakan Kab/Kota/Kawasan sehat
2.6. Tujuan Program Kesehatan Lingkungan
2.6.1.Tujuan secara umum
1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia. 2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumbersumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup
manusia.
Universitas Sumatera Utara

3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi
pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit
menular. 2.6.2. Tujuan secara khusus
meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di
antaranya berupa:
1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan. 2. Makanan dan
minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun
yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya
perubahan ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah
sakit, dan lain-lain
5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan
rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan. 7. Kebisingan,
radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara

2.7. Sumber Daya Program Kesehatan Lingkungan


Dalam melaksanakan program-program kesehatan lingkungan diperlukan sumber daya untuk
mencapai tujuan program, sumber daya program kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut :
2.7.1. Tenaga Pelaksana
Adapun tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan program kesehatan lingkungan adalah
terdiri dari tenaga inti dibidang kesehatan lingkungan seperti sanitarian atau diploma III
kesehatan lingkungan. Disamping itu dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan ini juga
dibutuhkan tenaga pendukung yang telah ditunjuk oleh pimpinan puskesmas dalam pelaksanaan
program.
2.7.2. Sarana dan Prasarana Program Kesehatan Lingkungan
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan adalah
ruangan sebagai tempat petugas kesehatan lingkungan melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan,
konsultasi, konseling, demonstrasi, pelatihan atau perbaikan sarana sanitasi dasar dan
penyimpanan peralatan kerja.
Peralatan-peralatan kesehatan lingkungan berupa alat-alat peraga penyuluhan, cetakan sarana air
bersih dan jamban keluarga, alat pengukur kualitas lingkungan (air, tanah dan udara), lembar
chek list untuk inspeksi pada tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan serta alat
transportasi untuk mendukung kegiatan program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan.
Alat peraga dan media penyuluhan yang digunakan dalam melaksanakan program kesehatan
lingkungan antara lain berupa maket, media cetak, sound system, media elektronik dan formulir
untuk pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan.
Universitas Sumatera Utara

2.7.3. Sumber Dana Program Kesehatan Lingkungan


Untuk mendukung tercapainya cakupan program kesehatan lingkungan dibutuhkan dana, adapun
dana ini diperoleh dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kabupaten/Kota, APBD
Provinsi, BLN (Bantuan Luar Negeri), kemitraan dan swadaya masyarakat. Besarnya dana yang
dibutuhkan sangat berbeda dimasing-masing puskesmas, tergantung masalah kesehatan
lingkungan yang ditangani di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 2000).
2.8.Kegiatan Program Kesehatan Lingkungan 2.8.1. Penyehatan Air
Secara umum Program Penyehatan Air bertujuan untuk meningkatkan kualitas air untuk berbagai
kebutuhan dan kehidupan manusia untuk seluruh penduduk baik yang berada di pedesaan
maupun di perkotaan dan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
memakai air. Secara khusus program penyehatan air bertujuan meningkatkan cakupan air bersih
pada masyarakat dan meningkatkan kualitas air yang aman untuk konsumsi masyarakat.
Kegiatan upaya penyehatan air meliputi : Surveilans kualitas air; Inspeksi Sanitasi Sarana Air
Bersih; Pemeriksaan kualitas air; Pembinaan kelompok pemakai air. Kegiatan dilaksanakan
dengan strategi terpadu pengawasan, perbaikan dan pembinaan pemakai air.
Target Program Penyehatan Air yang ingin dicapai yaitu : Cakupan air bersih perkotaan 100%
dan pedesaan 85% dan Memenuhi syarat kimia dan bakteriologis 70%.
Universitas Sumatera Utara

Kegiatan surveylance kualitas air terdiri dari observasi sarana air bersih dan observasi penduduk
yang menggunakan sarana air bersih dan bukan sarana air bersih. Kegiatan pengawasan kualitas
air secara umum bertujuan mengetahui gambaran keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai
data dasar dan penyediaan informasi pengamanan kualitas air sehingga tersedia rekomendasi
tindak lanjut dalam upaya perlindungan pencemaran dan perbaikan kualitas air. Pengawasan
kualitas air dilakukan dengan upaya inspeksi sanitasi sarana air bersih.
2.8.2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Penyelenggaraan upaya penyehatan lingkungan permukiman, dilaksanakan dengan meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk hidup serasi dengan lingkungan dan dapat mewujudkan kualitas
lingkungan permukiman yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan pada berbagai
substansi dan komponen lingkungan, yaitu meliputi jamban keluarga, saluran pembuangan air
limbah (SPAL), dan pengelolaan sampah.
2.8.3. Penyehatan Tempat -Tempat Umum (TTU)
Program Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU) bertujuan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan tempat-tempat umum dan sarana kemasyarakatan lainnya yang memenuhi persyaratan
kesehatan, sehingga dapat melindungi masyarakat dari penularan penyakit, keracunan,
kecelakaan, pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan lainnya.
Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam renang
dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum, salon kecantikan, bar dan
tempat hiburan lainnya. Selain itu juga dilakukan
Universitas Sumatera Utara

upaya pembinanan institusi yang meliputi : Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana
pendidikan, dan perkantoran.
Target program penyehatan tempat-tempat umum yaitu: memenuhi syarat kesehatan 76%.
2.8.4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM)
Secara umum penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan
terhadap tempat penyehatan makanan & minuman, kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB
keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan makanan.
Target program TPM memenuhi syarat sehat sebesar 55 % dengan upaya kegiatan antara lain
melaksanakan pengawasan higiene dan sanitasi TPM pada restoran, rumah makan, jasa boga,
industri rumah tangga, dan depot air minum isi ulang.
2.9. Kriteria Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan
Lingkungan mempunyai dua unsure pokok yang sangat erat kaitannya satu sama lain yaitu unsure
fisik dan social, lingkungan fisik dapat mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan dan
perilaku sehubungan dengan kesehatan seperti akibat pengelolaan limbah yang tidak memenuhi
syarat dapat menimbulkan penyakit antara lain ISPA, DBD, Diare, Malaria, Penyakit Kulit.
Lingkungan social seperti ketidakadilan social yang menyebabkan kemiskinan yang berdampak
terhadap status kesehatan masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penyakit berbasis
lingkungan (Depkes RI, 2001).
Universitas Sumatera Utara

Keberhasilan program kesehatan lingkungan ini dapat ditunjukan dengan :


1. Meningkatnya persentase keluarga menghuni rumah yang memenuhi syarat kesehatan 75%,
persentase keluarga menggunakan air bersih menjadi 62%, persentasi keluarga menggunakan
jamban yang memenuhi syarat kesehatan menjadi 64% dan persentase tempat-tempat umum dan
tempat pengolahan makanan minuman yang sehat menjadi 76 dan 55%.
2. Penurunan angka kejadian penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA, DBD, diare, penyakit
kulit, malaria.
3. Terciptanya hubungan kerjasama yang baik antara lintas program dan lintas sector diwilayah
kerja puskesmas

2.1 Konsep Puskesmas


2.1.1 Pengertian
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).
2.1.2 Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi
antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2004).
2.1.3 Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran
masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni
masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Depkes RI, 2004).
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni: (1)
Lingkungan sehat, (2) Perilaku sehat, (3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, (4)
Derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).
Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan
puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat (Depkes RI, 2004).
2.1.4 Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan
selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar
memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di
wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,

Universitas Sumatera Utara

melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan
kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh
anggota masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta
lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi
dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek
lingkungan dari yang bersangkutan (Depkes RI, 2004).
2.1.5 Fungsi
Adapun fungsi dari puskesmas ialah :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas
sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
Universitas Sumatera Utara

kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu


puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap
program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang
dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat
setempat.
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi
tanggungjawab puskesmas meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan
tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan
Universitas Sumatera Utara

kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.


Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan
rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan
tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta
berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004).
2.1.6 Upaya Penyelenggaraan
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya
Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari
sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan
tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional,
regional dan global serta yang mempunyai daya
Universitas Sumatera Utara

ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: (1) Upaya Promosi Kesehatan, (2) Upaya Kesehatan
Lingkungan, (3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, (4) Upaya Perbaikan
Gizi, (5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, (6) Upaya Pengobatan
(Depkes RI, 2004).
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada, yakni: (1)Upaya Kesehatan Sekolah, (2) Upaya Kesehatan Olah
Raga, (3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat, (4) Upaya Kesehatan Kerja, (5) Upaya
Kesehatan Gigi dan Mulut, (6) Upaya Kesehatan Jiwa, (7) Upaya Kesehatan Mata, (8) Upaya
Kesehatan Usia Lanjut, (9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes RI, 2004).
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan, padahal
menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan
wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi
dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula
pelayanan rawat inap. Untuk
Universitas Sumatera Utara

ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2004).
Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada kemampuan, di puskesmas dapat
dikembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun
rawat inap. Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka
mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau
tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap
fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI,
2004).
2.1.7 Puskesmas Rawat Inap
Puskesmas dengan tempat tidur atau ruang rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan
ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien - pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif
terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitaas kurang lebih 10 tempat tidur.
Puskesmas dengan ruang rawat inap berfungsi sebagai pusat rujukan antara yang melayani pasien
sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu atau dipulangkan kembali ke rumahnya
dan kemudian mendapat asuhan keperawatan tindak lanjut oleh petugas perawatan kesehatan
masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Universitas Sumatera Utara

Kebijaksanaan puskesmas dengan ruang rawat sebagai pusat rujukan antara dalam sistem
rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu maternal, keadaankeadaan gawat daruratan serta pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan (Depkes RI, 1991).
Strategi dalam meningkatkan kemampuan puskesmas dengan ruang rawat inap yakni puskesamas
harus dapat menangani kasus-kasus yang potensial menimbulkan kematian pada bayi, ibu
martenal dan gawat darurat lainnya dengan pembatasan hari rawat 3- 7 hari. Dari jumlah
puskesmas rawatan yang ada saat ini, sebagian berasal dari rumah sakit pembantu sebelum
ditetapkan klasifikasi rumah sakit yang statusnya diubah dan sebagian lainnya merupakan
peningkatan puskesmas menjadi puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 1991).
Puskesmas yang ditingkatkan dari puskesmas tanpa rawat inap menjadi puskesmas dengan rawat
inap diberi tambahan fasilitas berupa:
1. Ruang tambahan seluas 246m2 diatas tanah seluas 600m2 yang terdiri dari: (1) Ruang
perawatan untuk 10 tempat tidur, (2) Ruang operasi sederhana, (3) Ruang persalinan, (4) Ruang
perawat jaga, (5) Ruang post operatif, (6) Kamar Linen, (7) Kamar cuci, (8) Dapur, (9)
Laboratorium (Depkes RI, 1991).
2. Peralatan medis dan perawatan yang terdiri dari : (1) Peralatan operasi terbatas, (2) Peralatan
obstetri patologis, (3) Peralatan Resutasi, (4) Peralatan vasektomi dan tubektomi, (5) Tempat tidur
dengan kelengkapannya, (6) Perlengkapan perawatan (Depkes RI, 1991).

Universitas Sumatera Utara

3. Tambahan tenaga yang terdiri dari : (1) 1 (satu) orang dokter yang telah mendapatkan pelatihan
klinis di rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang kebidanan dan kandungan, bedah, anak dan
penyakit dalam, (2) 2 (dua) orang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang
kebidanan dan kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam, (3) 3 (tiga) orang perawat kesehatan/
perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran, (4) 1 (satu) orang prakarya kesehatan untuk
melaksanakan administrasi di ruang rawat inap puskesmas terutama pencatatan dan pelaporan
(Depkes RI, 1991).
2.1.8 Jenis Kasus di Puskesmas Rawat Inap
Berbagai jenis kasus mungkin ditemui di puskesmas dengan ruang rawat inap dengan tingkat
kegawat daruratan yang masih mampu ditangani oleh sumber daya yang tersedia di puskesmas
tersebut. Beberapa contoh kasus yang bisa di temui di puskesmas dengan ruang rawat inap adalah
kasus ibu martenal yang meliputi: kelainan karena komplikasi kehamilan seperti hiperemisi
gravidarum,pendarahan pervaginam, keracunan kehamilan, kelainan dan komplikasi pada
persalinan seperti keluarnya air ketuban pada pemeriksaan inspekulo osteum uteri pembukaan
kecil, kontraksi rahim lemah, persalinan lama, gawat janin, uri tidak lahir, dan lainya. Selain
kasus ibu martenal kasus neonatal dan kasus lainnya juga bisa saja ditemui di puskesmas dengan
ruang rawat inap. Kasus lainnya yang mungkin di temui meliputi: diare, pneumonia, malaria,
demam berdarah, pendarahan, luka bakar, keracunan makanan, syok, dan lainnya (Depkes RI,
1991).
Universitas Sumatera Utara

Sesuai dengan tujuan puskesmas menjadi puskesmas dengan rawat inap sebagai tempat rujukan
antara, maka pasien yang dirawat terutama adalah pasien gawat darurat yang dapat ditangani di
puskesmas dengan fasilitas yang ada atau yang memerlukan observasi untuk kemudian dirujuk ke
institusi lebih mampu, atau dapat dipulangkan dan dilakukan perawatan dan pengobatan di rumah
pasien. Kasus-kasus yang sejak awal kedatangan tidak mungkin ditangani di puskesmas misalnya
kasus- kasus yang perlu tindakan spesialistis serta kasus lain yang perlu perawatan dan
pengobatan lama, harus segera dirujuk ke institusi yang lebih mampu atau rumah sakit setelah
sebelumnya dilakukan tindakan atau pertolongan pertama terhadap keadaan kedaruratannya
(Depkes RI, 1991).
2.2 Hukum Permintaan
2.2.1 Definisi Demand
Masyarakat harus selalu membuat keputusan dalam mengelolah sumber-sumber dayanya yang
terbatas atau langka dalam upaya pemenuhan kebutuhan maupun keinginannya (Mankiw, 2000)
atas dasar keinginan dan kebutuhan maka timbulah demand (permintaan) dari pernyataan tersebut
menunjukan bahwa keinginan dengan permintaan adalah dua hal yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Namun tidak dapat diingkari bahwa keduanya berhubungan erat (Rosyidi, 2002).
Demand (Permintaan) adalah keinginan yang disertai dengan ketersediaan serta kemampuan
untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2002). Kemampuan untuk membeli barang
yang bersangkutan mengartikan pada harga yang
Universitas Sumatera Utara

ditetapkan untuk barang atau jasa yang ditawarkan dalam pasar dan ini akan memengaruhi
jumlah permintaan sesuai dengan hukum dari permintaan dimana apabila hal lainnya sama, harga
meningkat maka jumlah demand akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jumlah
demand akan meningkat hukum ini sering di kenal dengan sebutan ceteris paribus (Mankiw,
2000).
Hubungan antara harga barang atau jasa dengan kuantitas yang diminta di perlihatkan dalam
sebuah tabel yang di sebut skedul permintaan atau demand schedul (Mankiw, 2000). Selanjutnya
apa yang digambarkan dalam demand skedul dapat dilukiskan dalam sebuah grafik yang disebut
kurva demand (Rosyidi, 2002).
Kurva demand bisa saja berubah miring ke kiri atau ke kanan ketika terjadi perubahan harga yang
mengakibatkan perubahan kuantitas demand atau jumlah yang diminta. Ada satu hal yang penting
untuk diperhatikan, yaitu perbedaan antara istilah demand dengan istilah kuantitas demand. Hal
ini sering sekali menimbulkan kesalahpahaman, sebab kebanyakan orang menggangapnya sama.
Sampai saat ini masih sering terdengar orang yang mengatakan, bahwa naiknya harga sesuatu
barang atau jasa akan menurunkan demand orang akan barang atau jasa tersebut. Pernyataan
tersebut salah, sebab dalam persoalan seperti itu bukanlah demand yang berubah namun kuantitas
demand (Rosyidi, 2002).
Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menunjukkan besarnya pengaruh
perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu komoditas.
Secara umum elastisitas permintaan dapat
Universitas Sumatera Utara

dibedakan menjadi elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of demand), elastisitas
permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand), dan elastisitas permintaan silang
(cross price elasticity of demand). Elastisitas permintaan terhadap harga, mengukur seberapa
besar perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harganya berubah. Jadi elastisitas
permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang diminta
terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas
permintaan terhadap harga merupakan hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang
diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besar-kah
perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga
(Sugiarto, 2005).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi elastisitas demand yaitu (1) ada tidaknya barang
pegganti. Semakin banyak serta baik suatu barang memiliki barang pegganti maka semakin elasti
permintaannya dan sebaliknya. (2) Luas atau sempitnya kemungkinan penggunaan barang yang
bersangkutan. Apabila suatu barang mampu memenuhi banyak kebutuhan yang bermacammacam atau memiliki kemungkinan banyak pengguna maka barang tersebut akan semakin elastis
dan sebaliknya. (3) Pentingnya bagi kehidupan. Jika suatu barang memiliki arti yang penting bagi
kehidupan maka akan semakin inelastislah demand-nya. (4) sifat tahan lamanya suatu barang,
barang yang tahan lama (durable goods) dan barang yang tidak tahan lama (non- durable goods
atau perishable goods). Semakin tahan lama
Universitas Sumatera Utara

suatu barang maka akan semakin elastislah permintaan terhadapnya dan sebaliknya. Kemudian
(5) harga barang dibandingkan dengan pendapatan konsumen. Semakin mahal harga suatu barang
makan akan semakin elastislah demand-nya dan sebaliknya. (Rosyidi, 2002)
2.2.2 Demand Terhadap Pelayanan Kesehatan
Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Murti bahwa Pelayanan kesehatan berbeda dengan
barang dan pelayanan ekonomi lainya. Pelayanan kesehatan atau pelayanan medis sangat
heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara,
memperbaiki, memulihkan kesehatan fissik dan jiwa seorang. Karena sifat yang sangaat
heterogen, pelayaanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Beberapa karakteristik khusus
pelayanan kesehatan sebagai berikut :
1. Intangibility. Tidak seperti mobil atau makanan, pelayanan kesehatan tidak bisa dinilai oleh
panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan, mengecap
pelayanan kesehatan.
2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara simultan (bersama).
Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan dokter
bedah pada saat yang sama digunakan oleh pasien.
3. Inventory. Pelayanan kesehataan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan
oleh pasien nantinya.

Universitas Sumatera Utara

4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari seorang
dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan yang digunakan antar pasien,
bervariasi.
Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan kesehatan diukur
berdasarkan ketersediaaan atau penggunaan.
Adanya demand terhadap pelayanan kesehatan menurut Grossman (1972) karena kesehatan
merupakan komoditas yang harus dibeli (consumption commodity) sebab dapat membuat
pembelinya merasa dirinya lebih baik dan nyaman. Kesehatan dianggap sebagai barang yang
tidak habis dalam sekejap (durable good) dan merupakan suatu investasi (investment commodity)
artinya bila keadaan sehat maka semua waktu yang tersedia dapat digunakan secara produktif
sehingga secara tidak langsung merupakan investasi sedangkan menurut Amran Razak (2000)
dalam Haeruddin (2007), Demand terhadap pelayanan kesehatan timbul akibat adanya
permintaan kesehatan yang baik, dimana meningkatnya umur seseorang bisa merupakan mulai
menurunnya kondisi kesehatan yang lebih baik.
Secara umum keadaan demand dan need jasa pelayanan kesehatan dapat dilukiskan dalam suatu
konsep yang disebut fenomena gunung es atau ice-berg phenomenon. Konsep ini mengacu pada
pengertian bahwa demand yang benar seharusnya merupakan bagian dari need. Secara
konseptual, need akan jasa pelayanan kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya
sedikit puncaknya terlihat sebagai demand (Pallutturi, 2005).
Universitas Sumatera Utara

Menurut Mills dan Gilson (1990) dalam Andhika (2010) kesehatan merupakan suatu kebutuhan
(need) yang diartikan secara umum yang merupakan perbandingan antara situasi nyata dan
standart teknis tertentu yang telah disepakati. Selain itu juga kesehatan merupakan kebutuhan
yang dirasakan (felt need) yaitu kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga
keputusan untuk memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan
kombinasi normatif dan kebutuhan yang dirasakan. Bila ditelaah dari pernyataan tersebut, dapat
dikategorikan maka kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis sesuai dengan konsep
kebutuhan Maslow.
Menurut Kasali (2000) dalam Laij (2012) terdapat dua konsep yang sangat mendasar yaitu
kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan adalah hal-hal yang mendasar yang
dibutuhkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya. Tanaman membutuhkan air,
tanah, pupuk dan udara untuk hidup. Manusia tidak hanya membutuhkan makanan dan minuman,
tetapi juga cinta, penghargaan, persaudaraan, pengetahuan dan sebagainya. Kalau kebutuhan itu
tidak terpenuhi, mereka akan merasa tidak bahagia, ada yang dirasakan kurang dalam
kehidupannya. Kebutuhan manusia amat bervariasi dan kompleks. Sedangkan keinginan adalah
pernyataan manusia terhadap kebutuhan-kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya dan
kepribadiannya. perbedaannya dengan kebutuhan terletak pada barang-barang yang dipilih untuk
melangsungkan kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara

Ada 3 situasi yang dapat diperhatikan atas tingkat persoalan kesehatan dan kebutuhan pelayanan
kesehatan yang dirasakan oleh seorang individu. Permintaan pelayanan kesehatan timbul melalui
proses perubahan persoalan kesehatan menjadi persoalan kesehatan yang dirasakan, dilanjutkan
dengan merasa dibutuhkannya pelayanan kesehatan dan akhirnya dinyatakan dengan permintaan
aktual. Dalam upayanya mengubah kebutuhan pelayanan yang dirasakan menjadi suatu bentuk
permintaan yang efektif, konsumen harus memiliki kesediaan (willingness) dan kemampuan
(ability) untuk membeli atau membayar sejumlah jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan
(Andhika, 2010).
Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya
saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya karena persoalan
kesenjangan informasi. Menerjemahkan keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan
melibatkan berbagai informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status kesehatan saat ini,
informasi status kesehatan yang lebih baik, informasi tentang macam pelayanan yang tersedia,
tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena
permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah uncertainty (ketidakpastian), sakit sebagai
ciri-ciri persoalan kesehatan merupakan suatu ketidakpastian. Keduanya, imperfect information
dan uncertainty merupakan karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan dan
kesehatan (Laij, 2012).
Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Demand terhadap Pelayanan Kesehatan


Demand terhadap pelayanan kesehatan mempunyai faktor-faktor eksogen antara lain
ketidaktahuan pasien-pasien sehingga penderita mendelegasikan keputusannya kepada petugas
kesehatan (dokter/paramedik), faktor penghasilan pemakai jasa pelayanan dan sebagainya; dan
demand terhadap pelayanan kesehatan melibatkan banyak hal, antara lain penyediaan dan tingkat
keterampilan petugas kesehatan yang ada, dimana peran ganda yang dimilikinya (penyedia
layanan medis dan wakil pasien) dapat menciptakan motif ekonomi berupa pelayanan kesehatan
yang berlebih-lebihan (unnecessary procedure) Amran Razak (2000) dalam Haeruddin (2007).
Beberapa faktor yang memengaruhi demand pelayanan kesehatan yaitu faktor kebutuhan yang
berbasis pada aspek fisiologis, penilaian pribadi akan status kesehatannya, variabel-variabel
ekonomi seperti : tarif, ada tidaknya sistem asuransi, dan penghasilan, serta variabel-variabel
demografis dan organisasi. Disamping faktor-faktor tersebut masih ada faktor lain misalnya:
pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta pengaruh inflasi,
Dunlop dan Zubkoff (1981) dalam Pallutturi (2005).
Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Andhika (2010), ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap jumlah permintaan pemeliharaan pelayanan kesehatan (Quantity demanded) seperti
harga pembayaran secara langsung oleh rumah tangga, pendapatan bersih (real income), biaya
waktu (time cost), termasuk di
Universitas Sumatera Utara

dalamnya adalah biaya (uang) untuk perjalanan termasuk muatan bis atau bensin di tambah biaya
pengganti untuk waktu, harga barang substitusi dan komplementer, selera dan preferensi,
termasuk di dalamnya status pernikahan, pendidikan dan gaya hidup, phisik dan mental hidup,
status kesehatan serta kualitas pelayanan (quality of care).
Menurut Mills & Gilson (1990) dalam Andhika (2010), hubungan antara teori permintaan dengan
pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat dipengaruhi oleh pendapatan, sarana
dan kualitas pelayanan kesehatan. Pendapatan memiliki hubungan (asosiasi) dengan besarnya
permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern.
Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan. Meningkatnya
harga mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok yang berpendapatan rendah
dibanding dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. Sulitnya pencapaian sarana pelayanan
kesehatan secara fisik akan menurunkan permintaan. Kemanjuran dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk meminta
pelayanan dan pemberi jasa tertentu.
Menurut teori laissez- faire demand didasarkan atas individual dan harapan masyarakat sehingga
faktor-faktor yang memengaruhi demand menurut teori ini adalah faktor individual seperti usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial, faktor lingkungan seperti ekonomi, masyarakat
sekitar, faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti akses, jarak, penawaran, pelayanan dan
faktor
Universitas Sumatera Utara

pembayaran seperti asuransi kesehatan yang dimiliki, pajak dari asuransi, cara pembayaran dan
sebagainya (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).
Menurut Grossman (1972) kerangka kerja dari proses produksi kesehatan terdiri dari 2 yaitu:
input dan output, dimana output yang di hasilkan merupakan kesehatan itu sendiri. Sedangkan
untuk input atau masukan, kesehatan di pengaruhi oleh faktor individual, lingkungan dan
pelayanan kesehatan. Faktor individual meliputi sosial ekonomi, pendidikan, faktor budaya,
pendapatan, perbedaan usia, gender, dan status kesehatannya. Faktor pelayanan kesehatan akan
meliputi organisasi pelayanan kesehatan itu sendiri dimana penyedia pelayanan kesehatan harus
mampu menawarkan pelayanan berkualitas sesuai dengan permintaan dan tujuan pelayanan
tersebut, kepuasan pelanggan akan menjadi tolak ukurnya. Faktor lingkungan yang memengaruhi
permintaan kesehatan meliputi pengaruh-penggaruh lingkungan yang mendukung seseorang
dalam memutuskan permintaan akan pembelian pelayanan kesehatan baik berdasarkan sumber
informasi yang diterima maupun kelompok-kelompok yang menjadi referensi dalam menentukan
keputusan pembelian (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).
Universitas Sumatera Utara

2.3 Hubungan antara Jenis kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan,
Pengetahuan, Kebutuhan, Jarak, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan Persepsi
terhadap Demand Pelayanan Rawat Inap
2.3.1 Pengaruh Jenis kelamin, Umur, Kebutuhan, Pekerjaan dan Pendapatan Terhadap
Permintaan pelayanan rawat inap
Menurut Scheiber (1990) dalam Laij (2012) menyebutkan bahwa permintaan untuk pelayanan
kesehatan bergantung pada status usia, pendapatan, pendidikan dan kesehatan itu sendiri. Pada
status usia sesuai dengan bertambahnya usia maka vitalitas tubuh akan menurun yang
mengakibatkan akan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan dan menjadikan permintaan
pelayanan kesehatan akan meningkat pula.
Perbedaan jenis kelamin juga memengaruhi perbedaan akan permintaan pelayanan kesehatan.
Theodore schultz (1985) dalam Elfindri (2003) berhasil menyebarluaskan pemikiran bahwa
masalah gender akan menjadi bagian kajian dari masalah ekonomi dimana keterkaitan gender
dengan reproduksi seperti fertility, mortality dan family planning akan memengaruhi kebutuhan
permintaan pelayanan kesehatan Selain itu kemampuan dan kemauan wanita yang terbatas untuk
mencari pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit dan
di daerah tersebut tidak tersedia tempat pelayanan.
Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap
berbagai barang dan pendapatan sangat tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang. Perubahan pendapatan selalu
Universitas Sumatera Utara

menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Ada hubungan (asosiasi)
antara tingginya pendapatan dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama
dalam hal pelayanan kesehatan modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan
bergeser kekanan sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat
berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah kebutuhan
akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun,
2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).
2.3.2 Pengaruh Jarak terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan
Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap
jumlah pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal dari
tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Ini telah sesuai dengan teori permintaan yaitu
jika barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit
(Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).
2.3.3 Pengaruh Pendidikan, Pengetahuan, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan
Persepsi terhadap Pelayanan Rawat Inap
Faktor sosial dan budaya akan memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.
Sebagai contoh faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan memengaruhi nilai pentingnya
kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi.
Pendidikan yang lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara

cenderung untuk meningkatkan kesadaran status kesehatan dan konsekuensinya untuk


menggunakan pelayanan kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi menganggap
penting nilai kesehatan, sehingga akan mengkonsumsi jasa kesehatan lebih banyak dibandingkan
masyarakat yang pendidikan dan pengetahuannya lebih rendah. Faktor budaya setempat juga
sangat menentukan konsumsi kesehatan (Joko, 2005 dalam Laij, 2012).
Grossman mengembangkan model dimana kesehatan dipandang sebagai stok modal yang
menghasilkan output kehidupan yang sehat. Individu dapat mengadakan investasi pada kesehatan
yang dikombinasikan dengan waktu (kunjungan dokter) dengan membeli input (jasa medis).
Status pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, karena
status pendidikan memengaruhi kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Hal
yang sering menjadi penghambat bagi pemanfaatan jasa pelayanan tersebut adalah kurangnya
kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang sangat bervariasi, mulai dari tidak mengetahui
tempat jasa pelayanan kesehatan yang tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang manfaat
pelayanan, tanda-tanda bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan (Joko, 2005 dalam
Laij, 2012).
Sumber informasi dan kelompok referensi akan memengaruhi keputusan pembelian seseorang
akan permintaan pelayanan kesehatan dimana hal ini berkaitan erat dengan peningkatan
pengetahuan yang diterima oleh seseorang mengenai jasa
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan tertentu dan memengaruhi persepsi seseorang
terhadap pelayanan kesehatan tersebut. Semakin banyak sumber informasi
dan kelompok referensi yang bernilai positif akan semakin baik pula persepsi
seseorang berkaitan dengan pelayanan kesehatan tersebut.

2.1. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau
kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu
wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan
sebagian dari
tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan
merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia
(Sulastomo, 2007).
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
sesuai
tdengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas
adalah
satu kecamatan. Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas,
maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas dengan
memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan masing-masing
puskesmas

tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas


kesehatan
kabupaten/ kota (Sulastomo, 2007).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat.
Kecamatan sehat
adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui
penbangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup didalam lingkungan
dengan
perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang
Universitas Sumatera Utara

bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggitingginya
(Sulastomo, 2007).
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional, yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah
kerjanya.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan puskesmas.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan per orangan, keluarga, dan
masyarakat,
serta lingkungannya (Depkes RI, 2003).
2.2. Persepsi
Persepsi merupakan proses akal manusia yang sadar yang meliputi proses
fisik, fisiologis, dan psikologi yang menyebabkan berbagai macam input, lalu
diolah
menjadi suatu penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan
yang
melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat,
dengar,
alami atau dibaca, sehingga persepsi bisa mempengaruhi tingkah laku,
percakapan,
serta perasaan seseorang (Ahmadi, 1992).
Persepsi juga dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menampilkan
pesan. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda meskipun
objeknya sama.
Studi tentang persepsi sangat berkaitan dengan studi kognitif, seperti
ingatan dan
Universitas Sumatera Utara

berfikir, disamping itu praktik dan pengalaman juga mempengaruhi persepsi


(Ahmadi, 2002).
Persepsi diyakini sebagai proses dan hasil. Dua hal ini biasa dikenal dengan
sebutan penghayatan dan pemahaman berturut-turut. Penghayatan
didasarkan pada

kondisi tertentu, merupakan proses kognitif, seperti ingatan, pernyataan


berfikir
(Ahmadi, 1992). Pada dasarnya persepsi merupakan pemahaman terhadap
apa yang
terjadi di lingkungan masyarakat.
Menurut Rahmat (1992), persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi
dengan menafsirkan pesan. Proses terbentuknya persepsi melalui tiga tahap,
yaitu
fisik, fisiologik, dan psikologik. Adanya objek menimbulkan stimulus lalu
stimulus
mengenai alat indra. Stimulus yang diterima alat indra, dilanjutkan oleh alat
sensoris
ke otak sehingga terjadi suatu proses di otak mengakibatkan individu dapat
menyadari apa yang diterimanya. Proses ini disebut proses pengamatan.
Setelah
terjadi proses pengamatan, maka akan terbentuklah persepsi tentang objek
(Ahmadi,
1992).
2.3. Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tetapi ada faktor yang
mempengaruhinya. Persepsi seseorang ada kaitannya dengan pengambilan
keputusan
untuk bertindak. Menurut Siagian (1995), ada 3 faktor yang mempengaruhi
persepsi
seseorang, yaitu :
Universitas Sumatera Utara

1. Diri orang yang bersangkutan


Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi
tentang
apa yang dilihatnya, orang tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individual
yang
turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan
harapan.
2. Sasaran persepsi tersebut
Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang
melihatnya.
3. Faktor situasi
Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi
seseorang.
Menurut Sarwono (1993), yang mengutip pendapat Jordan dan sudarti
menyebutkan bahwa persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit sangat
dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial dan budaya. Sebaliknya,
petugas
kesehatan sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif
berdasarkan
simtom untuk mendiagnosa pasien. Masyarakat mulai menghubungi sarana
kesehatan
sesuai dengan pengalamannya atau dari informasi yang diperoleh dari orang
lain

karena disadari atas kepercayaan dan keyakinan akan kemajuan sarana


kesehatan
tersebut.
2.4. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan
penilaian
baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud serta ciri-ciri pelayanan
kesehatan,
Universitas Sumatera Utara

dan ataupun terhadap kepatuhan standar pelayanan. Menurut Donabedian


yang
dikutip oleh Azwar (1996), mutu pelayanan kesehatan merupakan produk
akhir dari
interaksi dan ketergantungan yang rumit antara komponen dan aspek rumah
sakit
sebagai suatu sistem. Masalah mutu akan muncul apabila unsur masukan,
proses,
lingkungan, dan keluaran menyimpang dari standar yang telah ditetapkan.
Standar itu
sendiri mengacu pada tingkatan ideal yang diinginkan yang belum dicapai,
dan
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan
kesehatan, standar dalam menjaga program mutu pelayanan secara umum
dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Standar persyaratan minimal
Yang dimaksud dengan standar persyaratan minimal disini adalah yang
menunjuk
pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratan
minimal ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu yang pertama standar
masukan,
yang mengacu pada unsur masukan yang diperlukan untuk dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu yakni jenis, jumlah
dan
kualifikasi tenaga pelaksana, jenis, jumlah dan spesifikasi sarana, serta
jumlah
dana (modal). Yang kedua adalah standar lingkungan, yang mengacu pada
unsur
lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan
yang bemutu, yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem
manajemen yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan.
Yang
ketiga adalah standar proses, yang mengacu pada unsur proses yang
diperlukan
Universitas Sumatera Utara

untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu, yakni


tindakan
medis dan tindakan non medis pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).
2. Standar Penampilan Minimal

Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang


menunjukkan
pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar
ini
menunjuk pada unsur keluaran (standar keluaran). Untuk mengetahui apakah
mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas
yang
wajar atau tidak, perlulah ditetapkan standar keluaran (Azwar, 1996).
2.4.1. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Azwar (1996), yang mengutip pendapat Robert dan Prevost
mengatakan bahwa dimensi mutu pelayanan kesehatan adalah :
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas
dalam
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan
atau
kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan
yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi mutakhir dan
atau
otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan
kebutuhan pasien.
Universitas Sumatera Utara

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian
sumber
dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan
kesehatan mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.
Menurut Azwar (1996) yang mengutip penelitian Smith dan Metzner (1970),
juga melakukan penelitian yang sama. Untuk para dokter sebagai
penyelenggara
pelayanan kesehatan, dimensi mutu pelayanan kesehatan yang dipandang
paling
penting adalah pengetahuan yang dimiliki oleh dokter (80%), kemudian baru
menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (60%), keterampilan
yang
dimiliki ole dokter (50%), efisiensi pelayanan kesehatan (45%), serta
kenyamanan
pelayanan yang dirasakan oleh pasien ( 8%). Sedangkan untuk pasien
sebagai
pengguna jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu pelayanan kesehatan
yang
dianggap paling penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan (45%),
kemudian baru
menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (40%), pengetahuan
ilmiah
yang dimiliki dokter (40%), keterampilan yang dimiliki dokter (35%), serta
kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien (35%).

Untuk mengatasi perbedaan ini, disepakati bahwa mutu pelayanan kesehatan


dikaitkan dengan aspek kepuasan, sehingga disepakati bahwa mutu
pelayanan
kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan,
yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai
dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara
penyelenggaraaannya
sesuai dengan kode etik dan standar profesi yang ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara

Menurut Lupyoadi (2001) yang mengutip pendapat Parasuraman (1988),


untuk
dapat mengukur mutu pelayanan kesehatan, ada lima dimensi SERVQUAL
(service
quality) yaitu :
1. Bukti langsung (tangible) yang meliputi keadaan fisik, misalnya kebersihan
ruangan tunggu, kamar periksa, kamar mandi, peralatan medis dan non
medis, dan
kerapian petugas kesehatan.
2. Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk memberi pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan, misalnya kecekatan dalam
memberikan
pelayanan, ketersediaan petugas pelayanan dan ketepatan waktu pelayanan.
3. Ketanggapan (responsiveness) yaitu keinginan para petugas dalam
memberikan
pelayanan kepada pasien dengan tanggap, cepat dan tepat, misalnya
menanggapi
keluhan pasien, membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
4. Jaminan (assurance) yaitu jaminan yang mencakup kemampuan,
keterampilan,
kesopanan, dan sifat yang dipercaya (kejujuran), bebas dari bahaya, resiko
atau
keragu-raguan dalam bertindak
5. Empati (empathy) yaitu kemudahan dalam melakukan komunikasi, perhatian,
keramahan, dan memahami kebutuhan pasien.
Keberhasilan pelayanan kesehatan di Puskesmas sangat dipengaruhi oleh
mutu
pelayanan. Peningkatan mutu pelayanan merupakan faktor yang sangat
penting
karena mutu pelayanan berakaitan langsung dengan kepuasan pasien dan
minat
pasien untuk berkunjung kembali ke Puskesmas. Mutu pelayanan yang baik
adalah
sarana pelayanan penting untuk menarik pasien (Adikoesoemo, 1994).
Universitas Sumatera Utara

2.5. Kepuasan
Menurut Azwar (1996), yang mengutip pendapat Kotler mengatakan bahwa
kepuasan adalah perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
dengan harapan
atau hasil yang diberikan dengan harapannya. Kepuasan pasien dapat dilihat
dari sisi

persepsi pasien atau keluarganya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang


diberikan.
Tingkat kepuasan ini berorientasi pada individual, sehingga yang digunakan
adalah
kepuasan rata-rata pasien (Soedjadi, 1996).
Kepuasan adalah sesuatu yang bersifat relatif dan subjektif sehingga sulit
diukur.
Tidak mungkin untuk memberi kepuasan pada pasien harus mengabaikan
pertimbangan kode etik dan standar pelayanan profesi, karena pelayanan
yang
demikian itu akan merugikan pasien pada akhirnya.
2.5.1. Dimensi Kepuasan Pasien
Dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Menurut Azwar, (1996),
dimensi kepuasan pasien dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode etik
profesi.
Ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan
standar serta kode etik profesi yang baik saja, yaitu mengenai :
a. Hubungan Dokter dengan Pasien (Doctor-patient relation), yaitu terbinanya
hubungan dokter dengan pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban
etik. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
hubungan dokter dengan pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan.
Setiap dokter diharapkan dapat memberikan perhatian yang cukup kepada
Universitas Sumatera Utara

pasien secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta


menjawab dan memberikan keterangan yang jelas tentang segala hal yang
ingin diketahui pasien.
b. Kenyamanan (Amenities), yaitu mengupayakan terselenggaranya pelayanan
yang nyaman. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bermutu, suasana yang nyaman tersebut harus dapat dipertahankan.
Kenyamanan tersebut menyangkut fasilitas yang disediakan, sikap dan
tindakan para pelaksana ketika menyelenggarkan pelayanan kesehatan.
c. Kebebasan Melakukan Pilihan (Choice), yaitu memberikan kebebasan pada
pasien untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan, dan apabila
kebebasan memilih ini diberikan, maka harus dapat dilaksanakan oleh setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan.
d. Pengetahuan dan Kompetensi Teknis (Scientific Knowledge and Technical
Skill), yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus didukung oleh
pengetahuan dan kompetisi teknis bukan saja merupakan bagian dari
kewajiban etik, tetapi juga merupakan prinsip pokok penerapan standar
pelayanan profesi. Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis
tersebut, maka makin tingi pula mutu pelayanan kesehatan.
e. Efektifitas Pelayanan (Effectiveness), yaitu efektifitas pelayanan juga
merupakan bagian dari kewajiban etik serta prinsip pokok penerapan standar
pelayanan profesi. Secara umum disebutkan makin tinggi pelayanan
kesehatan
tersebut, makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara

f. Keamanan Tindakan (Safety), yaitu untuk dapat menyelenggarakan


pelayanan
kesehatan yang bermutu, aspek keamanan tindakan ini harus diperhatikan.
Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik, dan karena itu tidak boleh dilakukan.


3. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kesehatan.
Ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan
semua
persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan dikatakan
bermutu
apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat
memuaskan pasien,
sehingga mudahlah dipahami bahwa ukuran pelayanan kesehatan yang
bermutu lebih
bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan
pasien
mengenai :
a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available)
b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)
c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue)
d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable)
e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accesiblle)
f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)
g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Eficient)
h. Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality)
Universitas Sumatera Utara

2.6. Cara Pengukuran Kepuasan


Penyelenggara pelayanan kesehatan menggunakan berbagai metode untuk
mengukur kepuasan konsumen berdasarkan pelayanan yang sudah
diberikan.
Menurut Health Care Organisation cara pengukurannya sebagai berikut :
1. Sales related methode, yaitu pengukuran kepuasan berdasarkan aktivitas
penjualan. Apabila penjualan meningkat pihak manajemen mengambil
kesimpulan bahwa penyelenggara kesehatan telah memuaskan konsumen.
Cara
pengukuran ini tidaklah cukup. Konsumen tetap menggunakan sebuah jasa
pelayanan walaupun tidak merasa puas kemungkinan karena tiga alasan
yaitu :
a. Konsumen tetap menggunakan pelayanan tersebut karena tidak ada
alternatif
lain atau tidak ada pesaing.
b. Pelayanan yang tidak memuaskan dapat bertahan dalam jangka pendek,
karena tidak mampu mempertahankan pelayanan yang memuaskan akan
segera ditinggalkan. Tapi ada kecendrungan konsumen untuk melihat
apakah pelayanan yang diberikan bisa kembali seperti semula sebelum
akhirnya memutuskan untuk mencari alternatif pelayanan yang lain.
c. Penyelenggara pelayanan kesehatan merupakan tempat rujukan. Selalu
ada
kemungkinan pasien merasa tidak puas tetapi tetap memanfaatkan
pelayanan tersebut karena merupakan tempat rujukan. Tetapi hal ini tidak
akan menjadi masalah selama pelayanannya memuaskan, dan pelayanan
tesebut akan terus digunakan oleh konsumen.
2. Complaint and Sugestion System, yaitu pengukuran kepuasan menggunakan
sistem kritik dan saran jika konsumen merasa tidak puas atau kecewa
dengan

Universitas Sumatera Utara

pelayanan yang diberikan. Tapi metode ini memiliki kelemahan seperti


konsumen yang chronic complainers yang memberikan kritik dan saran terlalu
berlebihan, atau konsumen yang acuh. Bagi sebagian konsumen lebih
memilih
mengganti pelayanan yang digunakan dari pada memberi kritik dan saran
jika
mereka tidak puas dengan pelayanan.
3. Consumers Panels, yaitu cara pengukuran kepuasan dengan memberikan
pelayanan call center dengan layanan bebas pulsa agar konsumen dapat
menyampaikan rasa tidak puas atau rasa kecewa terhadap pelayanan yang
diterimanya.
4. Consumers Satisfaction Survey.
Kepuasan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seseorang melalui
pengalaman
yang dapat memenuhi harapannya. Kepuasan mempunyai tingkatan yang
berbeda
pada setiap orang. Jika performa sebuah pelayanan kesehatan melebihi apa
yang
diharapkannya, maka performa tersebut sangat memuaskan. (fully satisfied).
Apabila
performa sebuah pelayanan kesehatan sama dengan harapan pasien, maka
performa
tersebut memuaskan (satisfied). Tetapi apabila performa sebuah pelayanan
kesehatan
dibawah harapan pasien, maka performa tersebut tidak memuaskan
(dissatisfied).Untuk memahami tingkat kepuasan terhadap pelayanan
kesehatan,
terlebih dulu kita harus memahami apa harapannya terhadap sebuah
pelayanan
kesehatan. Harapan dibuat berdasarkan pengalaman sebelumnya atau
situasi yang
sama, pernyataan yang dibuat oleh orang lain, dan pernyataan yang dibuat
oleh
penyedia jasa pelayanan kesehatan (Health Care Organization).
Universitas Sumatera Utara

Cara mengukur kepuasan dengan metode ini adalah dengan menghitung


selisih antara nilai kenyataan yang diterimanya dikurang dengan nilai
harapannya.
Sebagai contoh :
Kualitas pelayanan yang diberikan perawat :
a. Bagaimana penilaian anda?
(min) 1 2 3 4 5 (max)
b. Bagaimana dengan harapan anda?
(min) 1 2 3 4 5 (max)
Jika responden menjawab 2 dari pertanyaan (a), dan 5 dari pertanyaan (b),
maka kita akan menemukan kesenjangan antara kenyataan dengan harapan
(need
deficiency) sebesar (-3), maka responden tidak puas (dissatisfied).
2.7. Minat Berkunjung Kembali
Dalam menentukan tingkat kepuasan pasien terdapat faktor-faktor yang
harus

diperhatikan, yaitu (a) kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas bila
mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan, (b)
harga, produk jasa yang sama kualitasnya tetapi mempunyai harga yang
lebih murah
akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pasien, (c) biaya, pasien
tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan
suatu pelayanan cenderung puas terhadap pelayanan tersebut (Lupyoadi,
2007)
Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pasien atas mutu pelayanan
kesehatan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukkan
pasien
setelah berkunjung ke pelayanan kesehatan (Kottler, 1997). Apabila pasien
merasa
Universitas Sumatera Utara

puas, maka pasien tersebut akan menunjukkan besarnya kemungkinan untuk


kembali
berkunjung ke pelayanan kesehatan. Pasien yang puas, cenderung
memberikan
referensi yang baik terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya kepada
orang
lain. Tetapi, tidak demikian oleh pasien yang tidak puas (disatisfied). Pasien
yang
tidak puas dapat melakukan tindakan tidak akan memanfaatkan lagi
pelayanan
kesehatan tersebut.
Kepuasan dan ketidakpuasan pasien akan suatu pelayanan kesehatan,
merupakan akhir dari proses pemberian pelayanan kesehatan yang
memberikan
dampak tersendiri kepada perilaku pasien akan pelayanan yang diterimanya.
Pembentukan sikap dan perilaku pasien terhadap pelayanan yang
diterimanya
berdasarkan hasil pengalaman sebelumnya. Pasien yang merasa puas akan
pelayanan
mungkin akan mengembangkan sikap yang mendukung, misalnya akan
berkata
positif tentang pelayanan kesehatan yang diterimanya. Sebaliknya, pemberi
pelayanan kesehatan gagal memenuhi fungsinya sebagaimana yang
diharapkan, dan
pasien merasa tidak puas, maka pasien dapat menimbulkan sikap negatif
dengan
mudah, seperti berkata negatif tentang pelayanan yang diterimanya, pindah
ke
pelayanan kesehatan lain, dsb (Lupiyoadi, 2001).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Organisasi Fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat
dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,
dengan biaya yang yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja ( Anonim, 2006 ).
Pembangunan kesehatan adalah penyenggaraan upaya kesehatan oleh Bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan
di wilayah Kabupaten / Kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan
kemampuannya.
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang meliputi :
1.

Pelayanan pengobatan (Kuratif) yaitu merupakan suatu rangkaian dari


pengelolaan obat yang merupakan tahapan akhir dari suatu pelayanan
kesehatan yang akan ikut menentukan efektifitas upaya pengobatan oleh
tenaga medis kepada pasien.
2. Upaya pemulihan kesehatan (Rehabilitatif) yaitu merupakan suatu kegiatan
dalam upaya pemulihan kesehatan.
3.
3
Upaya pencegahan (Preventif) yaitu merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
pencegahan suatu penyakit dengan memelihara kesehatan lingkungan maupun
perorangan.
1. Upaya peningkatan kesehatan (Promotif) yaitu merupakan kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal dan merupakan konsep kesatuan upaya
kesehatan.

Hal tersebut menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan
termasuk Puskesmas yang merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat pertama
adalah pelayanan yang bersifat pokok yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang
ditujukan kepada semua penduduk dan tidak membedakan jenis kelamin dan umur.
Secara Nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu Kecamatan, dengan
beberapa faktor yaitu, Kepadatan Penduduk, Luas Daerah, Keadaan Geografi, dan
Keadaan Infra Struktur lainnya yang merupakan bahan pertimbangan dalam
menentukan wilayah kerja Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi
antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah Desa atau
Kelurahan, Dusun atau Rukun Warga.
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang
dengan unit pelayanan yang lebih sederhana diantaranya, yaitu :
1.

2.

3.

4.
5.

Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan tempat pelayanan pengobatan


dibawah Puskesmas induk yang pelayanannya dilakukan oleh seorang perawat
yang bertempat disuatu Desa jauh dari Puskesmas induk.
Puskesmas Keliling (Pusling) kegiatannya dilakukan sama seperti didalam
Puskesmas, hanya saja Puskesmas Keliling dilakukan oleh seorang Dokter,
Bidan, Gizi, dan Asisten Apoteker (AA).
Posyandu, terbagi 2 yaitu :
A.
Posyandu untuk kesehatan Ibu dan Balita, terutama pelayanan
Imunisasi dan Gizi terhadap Ibu hamil, Bayi, dan Balita.
B.
Posyandu Lansia (Lanjut Usia) untuk pelayanan kesehatan bagi usia
lanjut.
Posyandu Kesehatan Desa (Poskesdes) disediakan untuk pelayanan kesehatan
yang sifatnya mendasar.
Pondok Bersalin Desa (Polindes) yaitu suatu pelayanan yang dilakukan oleh
seorang Bidan yang ditempatkan di suatu Desa jauh dari Puskesmas induk.
(Anonim, 2003)

2.2
Tugas Puskesmas
Tugas Puskesmas tercermin dari Visi dan Misi seperti yang tertulis dalam Pedoman
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas oleh Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan

Klinik dibawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan


Departemen Kesehatan RI Tahun 2006 yaitu sebagai berikut :
1.

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah


tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama,
yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Untuk mencapai visi tersebut,
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas perlu ditunjang dengan
pelayanan kefarmasian yang bermutu.
2. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah
mendukung tercapainya Misi Pembangunan Kesehatan Nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Misi tersebut adalah
sebagai berikut :
A.
Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah
kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain
yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek
kesehatan, yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku
sehat masyarakat.
B.
Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga
dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya
di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemandirian
untuk hidup sehat.
C.
Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan
masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta
meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat terjangkau oleh
seluruh anggota masyarakat.
D.
Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat yang berkunjung dan bertempat tinggal di wilayah kerjanya

tanpa diskriminasi, dengan menerapkan kemajuan dan ilmu teknologi


kesehatan yang sesuai, termasuk aspek lingkungannya.

2.3
Fungsi Puskesmas
Fungsi puskesmas, Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
RINo.128/Menkes/SK/II/2004 adalah :
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan oleh sektor lain, masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya,
serta secara aktif melaporkan dampak dari penyelenggaraan pembangunan di
wilayah kerjanya terhadap kesehatan.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
1. Pusat Pemberdayaan Masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan, keluarga dan masyarakat termasuk
dunia usaha untuk memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
1. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama.
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi :
1.

Pelayanan kesehatan perorangan (Private Goods) adalah pelayanan yang


bersifat pribadi, dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan perorangan
mencakup rawat jalan dan rawat inap.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat (Public Goods) adalah pelayanan bersifat


publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan publik,
mencegah penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan
kesehatan. Contoh pelayanan publik adalah Promosi Kesehatan,
Pemberantasan Penyakit, Penyehatan Lingkungan, Perbaikan Gizi,
Peningkatan Kesehatan Keluarga, Keluarga Berencana, Kesehatan Jiwa
Masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.4
Tujuan Puskesmas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.128/Menkes/SK/II/2004, Tujuan
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Yakni meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat setiap orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2012.

2.5
Pelayanan Farmasi di Puskesmas
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas digolongkan menjadi 2 yaitu Pengelolaan
Sumber Daya dan Pelayanan Farmasi Klinik.
2.5.a Pengelolaan sumber daya
2.5.a.1 Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
Puskesmas adalah Apoteker (UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan).
Kompetensi Apoteker di Puskesmas adalah sebagai berikut :
1.Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
2.Mampu mengambil keputusan secara profesional.
3.Mampu berkomunikasi baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya
dengan baik.

4.Selalu belajar sepanjang karir baik pada jalur formal maupun informal, sehingga
ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (Anonim, 2006).
Seorang Asisten Apoteker (AA) hendaknya dapat membantu pekerjaan Apoteker
dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut, dan kompetensi seorang
Asisten Apoteker di Puskesmas adalah sebagai berikut :
1.

Pelayanan resep, meliputi :


A.
Mengidentifikasi resep
B.
Melakukan konsultasi
C.
Memastikan resep dapat dilayani
D.
Menyiapkan atau meracik sediaan farmasi
E.
Memeriksa hasil akhir
F.
Menyerahkan sediaan farmasi kepada pasien sesuai resep disertai
informasi yang diperlukan.
i.
Pengelola sediaan farmasi, meliputi :
2. Menyusun perencanaan pemasaran dan menerima sediaan obat di Puskesmas
3. Memeriksa stok sediaan farmasi yang hampir habis atau menipis
4. Memeriksa dan mengendalikan sediaan farmasi yang mendekati waktu
kadaluarsa.
5. Menyimpan sediaan farmasi sesuai dengan golongannya.
6. Pengelolaan Dokumen, meliputi :
A.
Melaksanakan tata cara penyimpanan resep
B.
Pencatatan sediaan farmasi
C.
Mengerti cara pembuatan LPLPO (Laporan Pemakaian Dan Lembar
Permintaan Obat)
D.
Ikut serta dalam pencatatan dan penyimpanan laporan narkotika dan
psikotropika, serta obat generik berlogo.
Secara umum, petugas kamar obat Puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
1.

Menyimpan, memelihara, dan mencatat mutasi obat serta perbekalan


kesehatan yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh kamar obat
Puskesmas dalam bentuk baku catatan mutasi obat.
2. Membuat laporan pemakaiaan dan permintaan obat dan perbekalan
kesehatan.
3. Menyerahkan obat sesuai resep kepada pasien.
4. Memberikan informasi tentang pemakaian dan penyimpanan obat kepada
pasien.

5. Menyerahkan kembali obat-obat rusak atau kadaluarsa kepada petugas


Gudang obat dengan menyertakan berita acara.

2.5.a.2 Sarana dan Prasarana


Sarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan
kegiatan kefarmasian, Sedangkan Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan
yang secara tidak langsung mendukung pelayanan. Sarana dan prasarana yang perlu
dimiliki oleh Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai
berikut :
1. Papan Nama Apotek yang terlihat jelas oleh pasien.
2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
3. Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan
milligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat dan lain lain.
4. Tersedia alat dan tempat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam upaya
penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet,
booklet dan majalah kesehatan.
5. Tersedia sumber informasi dan literatur obat memadai untuk pelayanan
informasi obat, antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir, Informasi
Spesialis Obat Indonesia ( ISO ) dan Informasi Obat Nasional Indonesia
( IONI ).
6. Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai.
7. Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk suppositoria,
serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan Narkotika sesuai
dengan peraturan
perundang undang yang berlaku.
8. Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat untuk pemasukan dan
pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, agar dapat dipantau
dengan baik.
9. Tempat penyerahan obat, yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan
informasi obat ( Anonim, 2006 ).

2.5.a.3 Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan


Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Perbekalan
kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk

menyelenggarakan kesehatan. Ruang lingkup pengelolaan farmasi di Puskesmas


mencakup :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk
menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Perencanaan kebutuhan untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh
pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas. Data mutasi obat yang
dihasilkan oleh Puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam
mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan.
Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO fungsinya yaitu
Analisis Penggunaan, Perencanaan Kebutuhan, Pengendalian Persediaan Dan
Pembuatan Laporan Pengelolaan Obat. Selanjutnya UPOPPK
(Unit Pengelola dan
Perbekalan Kesehatan) yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap
kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan :
1.

Perkiraan jenis dan jumlah obat serta perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Metode yang lazim digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat di tiap
unit pelayanan kesehatan adalah :
1. Metode Konsumsi
Dengan menganalisis data konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pengumpulan data dan pengolahan data, analisis data untuk
informasi dan evaluasi, dan perhitungan perkiraan kebutuhan obat.

1.

Metode Epidemiologi

Dengan menganalisis kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Langkah yang


perlu dilakukan adalah menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani,
menentukan jumlah
kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit,
menyediakan pedoman pengobatan, menghitung perkiraan kebutuhan obat, dan
penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
1. Metode Campuran
Metode campuran merupakan gabungan dari metode konsumsi dan metode
epidemiologi.

1. Permintaan Obat atau Pengadaan


Permintaan atau pengadaan obat adalah suatu proses pengumpulan dalam rangka
menyediakan obat dan alat kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di
Puskesmas.
Tujuan permintaan obat adalah memenuhi kebutuhan obat dimasing-masing unit
pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit di wilayah kerjanya ( Anonim,
2003 ).
Sumber penyediaan obat di Puskesmas adalah berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah
obat Esensial yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri
Kesehatan dengan merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu sesuai
dengan kesepakatan global maupun keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun
1989 tentang kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di
Pelayanan kesehatan milik pemerintah, maka hanya obat generik saja yang
diperkenankan tersedia di Puskesmas.
Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah :
1.

Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan diseluruh


dunia bagi pelayanan kesehatan publik.
2. Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi standar pengobatan.
3. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan publik bagi masyarakat.
4. Menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan publik

5. Meningkatkan efekivitas dan efisensi alokasi dana obat di pelayanan


kesehatan publik.
Berdasarkan UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan dan PP No.72 tahun 1999
tentang Pengamanan sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, yang diperkenankan
untuk melakukan penyediaan obat adalah Apoteker. Puskesmas tidak
diperkenankan melakukan pengadaan obat secara sendiri-sendiri. Permintaan obat
untuk mendukung pelayanan obat dimasing-masing Puskesmas diajukan oleh kepala
Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format
LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara
Periodik menggunakan LPLPO sub unit (Anonim, 2003).
Untuk pengadaan, pada awalnya dibuat surat pesanan oleh Asisten Apoteker atau
Apoteker berupa LPLPO, yang kemudian ditanda tangani oleh kepala Puskesmas
yang bersangkutan. LPLPO dibuat sebanyak 4 rangkap, 1 lembar untuk Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota setempat, 2 lembar untuk Gudang Farmasi dan 1
lembar sebagai Arsip. LPLPO dikirimkan pada setiap akhir bulan dan permintaan
barang akan diterima pada setiap awal bulan.
Adapun macam macam permintaan obat, sebagai berikut :
1.

Permintaan rutin, dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Permintaan khusus, dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila :
kebutuhan meningkat, menghindari kekosongan, penanganan Kejadian Luar
Biasa (KLB), obat rusak dan kadaluarsa.
3. Permintaan obat dilakukan dengan menggunakan formulir Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
4. Permintaan obat ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan selanjutnya diproses oleh UPOPPK Kabupaten/Kota.
Menentukan jumlah permintaan obat, yaitu dengan menggunakan Formulir LPLPO.
Data yang diperlukan yaitu data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah
kunjungan resep, data penyakit, dan frekuensi distribusi obat oleh UPOPKK.
Adapun cara menghitung kebutuhan obat :
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada
periode sebelumnya.

SO = (SK + SWK + SWT + SP) SS


Keterangan :
SO

= Stok Optimum

SK

= Stok Kerja (Stok Pada Periode Berjalan)

SWK

= Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat

SWT
SP

= Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)


= Stok Penyanggaa

SS

= Sisa Stok

1. Penerimaan Obat
Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima
obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola dibawahnya.
Tujuan penerimaan obat adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas (Anonim, 2003).

Alur penerimaan obat :


Setiap penyerahan obat oleh UPOPPK, kepada Puskesmas dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan dari Kepala Dinas kabupaten / Kota.

Barang atau obat yang datang akan diperiksa oleh Asisten Apoteker atau Apoteker dan
disesuaikan dengan LPLPO

Petugas penerima obat wajib melakukan pemeriksaan, mencakup jumlah kemasan,


jenis obat, bentuk sediaan, serta pemeriksaan lain yang diperlukan. Jika terdapat
kekeliruan,wajib menuliskan jenis yang keliru (rusak, jumlah kurang, dan lain lain).

Keluar masuknya barang dicatat dalam buku pemasukkan barang dan kartu stok
masing masing, Kemudian barang (obat) disimpan dan disusun secara alfabet, jenis
sediaan, dengan sistem FIFO dan FEFO.

d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap
obat obatan yang
diterima agar aman, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin.
Tujuan penyimpanan adalah agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan
mutunya dapat dipertahankan.
Gudang obat Puskesmas merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan
semua perbekalan farmasi untuk kegiatan yang dilakukan di puskesmas.

Adapun persyaratan gudang obat puskesmas sebagai berikut :


1.
2.
3.
4.

Cukup luas minimal 34 M


Ruangan kering tidak lembab.
Adanya ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab atau panas.
Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai Pelindung untuk
menghindarkan adanya cahaya langsung.
5. Lantai dibuat dari semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu atau
kotoran lain, bila perlu dibuat alas papan.
6. Dinding dibuat licin
7. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
8. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
9. Mempunyai pintu yang di lengkapi kunci ganda.
10. Tersedia lemari atau laci khusus untuk narkotik dan psikotropik yang selalu
terkunci.
11. Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan. (Anonim, 2005)
Pengaturan penyimpanan obat :
1. Obat di susun secara alfabetis.
2. Obat dirotasi dengan system FIFO dan FEFO
3. Obat disimpan pada rak
4. Obat yang disimpan pada lantai harus sesuai dengan petunjuk
5. Cairan dipisahkan dari padatan
6. Sera, vaksin, suppositoria disimpan dalam lemari pendingin
e.Distribusi
Distribusi adalah kegiatan pengeluaran obat dan penyerahan obat secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan seperti
kamar obat, laboratorium, pustu, pusling, dan posyandu.
Tujuan distribusi adalah memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan
yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah, dan tepat waktu.
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan frekuensi distribusi, yaitu :
1. Jarak Sub Unit Pelayanan.
2. Biaya Distribusi yang tersedia.
Dalam menentukan jumlah obat perlu diperhatikan :

1.

Pemakaian rata rata tiap jenis obat.


A.
Sisa stok.
B.
Pola penyakit.
C.
Jumlah kunjungan dimasing masing sub unit pelayanan kesehatan.
Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara :
1.

Gudang obat menyerahkan / mengirimkan obat dan diterima di unit


pelayanan.
A.
Penyerahan di gudang Puskesmas diambil sendiri oleh sub unit
pelayanan. Obat diserahkan bersama sama dengan formulir LPLPO dan
lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat.

1. Pengendalian
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan obat diluar pelayanan kesehatan
dasar.
Tujuan pengendalian agar tidak terjadi kelebihan atau kekosongan obat di unit
kesehatan pelayanan dasar ( Anonim, 2003 ).
Kegiatan pengendalian adalah :
1.

Memperkirakan atau menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu di


Puskesmas dan seluruh unit pelayanan. Jumlah stok ini disebut stok kerja.
2. Menentukan :
a) Stok optimum adalah jumlah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan
agar tidak mengalami kekurangan atau kekosongan.
b) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya
suatu hal yang tidak terduga, misalnya keterlambatan pengiriman dari UPOPPK
.
1.

Menentukan waktu tunggu ( Leadtime ), yaitu waktu yang diperlukan dari


mulai pemesanan sampai obat diterima.

Pengendalian obat terdiri dari :


1. Pengendalian persediaan
Untuk melakukan pengendalian persediaan diperlukan pengamatan terhadap stok
kerja, stok pengaman, waktu tunggu dan sisa stok. Agar tidak terjadi kekosongan
obat dalam persediaan, maka perlu diperhatikan hal hal berikut :
1. Cantumkan jumlah stok pada kartu stok.
2. Laporkan segera kepada UPOPPK, jika terdapat pemakaian yang melebihi
rencana karena keadaan yang tidak terduga.
3. Buat laporan sederhana secara berkala kepada kepala puskesmas tentang
pemakaian obat tertentu yang banyak dan obat jenis lainnya yang masih
mempunyai persediaan banyak.

1. Pengendalian penggunaan
Tujuan pengendalian persediaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat dan
meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana obat. Pengendalian penggunaan meliputi
presentase penggunaan antibiotik, presentase obat penggunaan obat generik,
kesesuaian dengan pedoman.

1. Penanganan obat hilang


Tujuan penanganan obat hilang sebagai bukti pertanggung jawaban kepala
puskesmas sehingga diketahui persediaan obat saat itu. Untuk menangani kejadian
obat hilang, perlu dilakukan langkah langkah sebagai berikut :
1.

Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang segera


menyusun daftar jenis dan jumlah obat hilang, serta melaporkan kepada
kepala puskesmas. Daftar obat hilang tersebut nantinya akan digunakan
sebagai lampiran dari berita cara obat hilang yang diterbitkan oleh kepala
puskesmas.
2. Kepala puskesmas kemudian memeriksa dan memastikan kejadian tersebut,
serta menerbitkan berita acara obat hilang.

3. Kepala puskesmas menyampaikan laporan kejadian tersebut kepada Kepala


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, disertai berita acara obat hilang.
4. Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang
hilang tersebut pada masing-masing kartu stok.
5. Apabila jumlah obat yang tersisa diperhitungkan tidak lagi mencukupi
kebutuhan pelayanannya, segera disiapkan LPLPO untuk mengajukan
tambahan obat.
6. Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian
dengan membuat berita acara.
7. Penyimpanan obat
Obat disimpan dalam lemari atau kotak kotak tertentu. Untuk obat-obatan
Narkotik, Psikotropik hendaknya ditempat dalam lemari yang terkunci. Tempatkan
obat secara terpisah berdasarkan bentuk seperti kapsul, tablet, sirup, salep, injeksi
dan lain-lain. Vaksin dan serum ditempatkan dalam lemari pendingin. Susunan obat
berdasarkan alfabetis dan diterapkan sistem FIFO dan FEFO.

1. Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas merupakan rangkaian kegiatan
dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat obatan yang
diterima, disimpan, didistribusi dan digunakan di puskesmas dan atau unit
pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah sebagai bukti bahwa suatu kegiatan yang
telah dilakukan, sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian,
sumber data dalam pelaporan. Selain itu, pencatatan stok obat juga bertujuan untuk
mengetahui pengeluaran dan pemasukan obat, sehingga mudah dimonitor.
Pencatatan stok obat meliputi keluar masuknya obat, baik obat narkotik, psikotropik
ataupun jenis obat lain yang dicatat dalam kartu stok masing masing. Pencatatan
stok dapat dilakukan untuk periode tertentu, baik per hari, per minggu atau pun per
bulan. Pencatatan pada buku pemasukan, hanya dilakukan pada waktu barang
masuk ke apotek di puskesmas.
Penyelengaraan pencatatan :
1.

Gudang Puskesmas

A.
B.

Penerimaan dan pengeluaran obat gudang dicatat dalam kartu stok.


LPLPO dibuat berdasarkan kartu stok obat dan catatan harian
penggunaan obat.

1.

Kamar Obat
A.
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku
pengeluaran harian.
B.
LPLPO ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian
dan sisa stok.
C.
Kamar Suntik
Setiap hari pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi
sumber data untuk permintaan tambahan obat.

1. Puskesmas Keliling
Pencatatan dilaksanakan seperti pada kamar obat.
LPLPO dibuat 3 rangkap yaitu rangkap untuk Dinkes
Kabupaten/Kota melalui
UPOPPK, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditanda tangani disertai 1
rangkap lainnya disimpan LPLPO dan 1 rangkap lainnya disimpan UPOPPK. 1
rangkap untuk Arsip Puskesmas.
Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal bulan. Untuk puskesmas yang
mendapatkan distribusi LPLPO dikirim setiap awal bulan begitu juga untuk
puskesmas yang mendapatkan distribusi setiap triwulan.
2.5.b Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan Non Teknis
yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep dokter sampai penyerahan obat
kepada pasien. Tujuan pelayanan obat yaitu agar pasien mendapat obat sesuai
dengan resep dokter dan mendapat informasi bagaimana menggunaknanya. Semua
resep yang telah dilayani oleh puskesmas harus dipelihara dan disimpan minimal 3
tahun dan pada setiap resep harus diberi tanda :

1. Umum, yaitu resep pasien umum


2. Askes, yaitu untuk resep pasien yang diterima oleh peserta asuransi
kesehatan.
3. Jamkesmas, yaitu untuk resep yang diberikan kepada pasien yang dibebaskan
dari pembiayaan retribusi.
Untuk menjamin keberlangsungan pelayanan obat dan kepentingan pasien maka
obat yang ada di puskesmas tidak dibeda-bedakan sumber anggarannya. Semua obat
yang ada di puskesmas pada dasarnya dapat digunakan melayani semua pasien yang
datang ke puskesmas.
Semua jenis obat yang tersedia di unit unit pelayanan kesehatan yang berasal dari
berbagai sumber anggaran dapat digunakan untuk melayani semua kategori
pengunjung puskesmas dan puskesmas pembantu.
1. Penerimaan resep
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal hal berikut :
1.

Pemeriksaan kelengkapan administratif resep.


A.
Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis,
stabilitas, cara dan lama penggunaannya.
B.
Pertimbangan klinik seperti alergi, efek samping, interaksi dan
kesesuaian dosis.
C.
Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep
atau obat tidak tersedia.
D.
Peracikan obat
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal hal sebagai berikut :
1.

Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan


alat, dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa, dan keadaan fisik
obat.
A.
Peracikan obat
B.
Pemberian etiket putih untuk obat oral dan biru untuk obat luar, serta
label kocok dahulu pada sediaan obat dalam bentuk larutan.
C.
Memasukan obat dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat
yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah.
D.
Penyerahan obat
Setelah peracikan, dilakukan hal hal sebagai berikut :

1.

Sebelum obat diserahkan, lakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan


nama pasien pada etiket, cara penggunaan, jenis, dan jumlah obat.
A.
Penyerahan obat harus dilakukan dengan baik dan sopan, mengingat
pasien dalam kondisi tidak sehat.
B.
Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
C.
Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait
dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan minuman
yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat,
dan lain lain.
D.
Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, bijaksana
dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh
pasien. Petugas sangat perlu menyadari bahwa pasien berhak menerima informasi
yang menyangkut efek samping serta keadaan atau tingkat keparahan penyakit
pasien hendaknya disampaikan secara hati hati dan agar kerahasiaan penyakitnya
dapat dijaga dengan sebaik baiknya.
Sebab utama mengapa penderita tidak menggunakan obat dengan tepat adalah
karena penderita tidak mendapatkan kejelasan yang cukup dari yang memberikan
pengobatan atau yang menyerahkan obat, oleh karena itu sangatlah penting
memberikan waktu untuk memberikan penyuluhan kepada penderita tentang obat
yang diberikan.

Informasi yang perlu diberikan kepada pasien adalah :


1.
2.
3.
4.

Waktu penggunaan obat


Lama penggunaan obat
Cara penggunaan obat yang benar
Efek samping obat

5. Cara penyimpanan obat.

Anda mungkin juga menyukai