Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pedagang Besar Farmasi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (Anonim, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/VI/2011,
Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki seorang
Apoteker sebagai penangggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian (Anonim, 2011).
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, apoteker
melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan
Menteri Kesehatan dan menerapkan Standar Prosedur Operasional yang
dibuat secara tertulis dan diperbarui secara terus menerus sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal
yang berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan
mengenai:
a. Perbekalan Farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan
obat dan alat kesehatan.

b. Sarana pelayanan kesehatan adalah apotek, rumah sakit atau unit


kesehatan lainnya yang ditetapkan Menteri Kesehatan, toko obat
dan pengecer lainnya.
1. Tata Cara Pendirian Izin Pedagang Besar Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Ketentuan
pemberiizin PBF pada pasal 7 adalah sebagai berikut :
a. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan
POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM
dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagai mana terlampir.
b. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker
calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif
sebagai berikut:
1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
2) susunan direksi/pengurus;
3) pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus
tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan
di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
4) akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
5) surat Tanda Daftar Perusahaan;
6) fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
7) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
8) surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
9) peta lokasi dan denah bangunan
10) surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab; dan
11) fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

c. Untuk permohonan izin PBF yang akan menyalurkan bahan obat selain
harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
melengkapi surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.
Dalam pasal 8 disebutkan sebagai berikut :
1. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat
(3).
2. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),
Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB.
3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM
dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana
terlampir.
4. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit
pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan
pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala
Badan. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Badan POM
memberikan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 3
sebagaimana terlampir.
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) serta persyaratan

lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF


dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir.
6. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4),
ayat (4a) dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon
dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai
POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan
contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir.
7. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menerbitkan
izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Kepala Balai POM.

Tata cara pemberian pengakuan PBF Cabang disebutkan pada pasal 9 adalah
sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh
Formulir 6 sebagaimana terlampir.
2. Permohonan harus di tanda tangani oleh kepala PBF Cabang dan
apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan
kelengkapan administratif sebagai berikut:
a.

fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;

b.

fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;

c.

surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;


d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir;

e. surat

pernyataan

kesediaan

bekerja

penuh

apoteker

calon

penanggung jawab;
f.

surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

g.

peta lokasi dan denah bangunan; dan

h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.

3. Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan


menyalurkan

bahan

obat

selain

harus

memenuhi

persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti


penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.
2. Persyaratan Pedagang Besar Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/Vi/2011
Tentang Pedagang Besar Farmasi, bahwa dalam setiap pendirian PBF harus

memilki izin dari Direktur Jendral dan permohonan pendirian PBF


diajukan kepada Direktur Jendral Kementerian Kesehatan dengan
tembusan kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kepala Balai POM dan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Memiliki secara tetap apoteker warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab
d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat
baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai dengan CDOB.
Izin usaha Pedagang Besar Farmasi berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan. Sedangkan pengakuan PBF Cabang berlaku

10

mengikuti jangka waktu izin PBF. Pedagang Besar Farmasi dan setiap
cabangnya

berkewajiban

mengadakan,

menyimpan,dan

menyalurkan

perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu dan wajib


melaksanakan pengadaan obat, bahan obat, bahan baku obat dan alat
kesehatan dari sumber yang sah berdasarkan peraturan perundangundangayang berlaku.
Pedagang besar farmasi dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan
dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanankan pengelolaan,
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi serta dapat
menjamin

kelancaran

pelaksanaan

dan

fungsi

pedagang

besar

farmasi.gudang harus dilengkapi dengan perlengkapan yang menjamin mutu


serta keamanan perbekalan farmasi yang disimpan. Gudang dan kantor
dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi
efektivitas pengawasan intern oleh direksi dan penanggung jawab.
Pedagang besar farmasi wajib melakukan dokumentasi pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran secara tertib di tempat usahanya mengikuti
pedoman teknis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pedagang besar
farmasi menyalurkan bahan baku farmasi wajib menguasai laboratorium
yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan baku yang disalurkan
sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk setiap
pengubahan pada kemasan bahan baku dari kemasan aslinya wajib
dilakukan uji lab untuk identifikasi.
Pendirian cabang pedagang besar farmasi di provinsi wajib dilaporkan
kepada kepala dinas kesehatan setempat dengan tembusan kepada menteri
dan kepala BPOM setempat. Izin usaha Pedagang Besar Farmasi dapat
dicabut apabila:
a. Tidak mempekerjakan apoteker dan asisten apoteker penanggung
jawab yang memiliki Surat Izin Kerja.

11

b. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 tahun.


c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana yang
ditetapkan dalam peraturan.
d. Tidak lagi menyampaikan informasi pedagang besar farmasi tiga kali
berturut-turut.
e. Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran perbekalan farmasi.
3. Peraturan Perundang-Undangan terkait PBF
a. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 34 tahun 2014 tentang
Pendistribusian Farmasi adalah sebagai berikut:
1) Dalam hal terjadi perubahan nama dan/atau alamat PBF serta
perubahan lingkup kegiatan penyaluran obat atau bahan obat,
wajib dilakukan pembaharuan izin PBF.
2) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan

obat

dan/atau

bahan

obat

yang

memenuhi

persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.


3) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat.
4) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
6) Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan
tugas, apoteker yang bersangkutan harus menunjuk apoteker lain
sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama untuk
waktu 3 (tiga) bulan.
7) Penggantian sebagai mana dimaksud harus mendapat persetujuan
dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
8) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian
direktur/ketua PBF, wajib memperoleh persetujuan dari Direktur

12

Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala


Dinas Kesehatan Provinsi.
9) PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat
di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya.
10) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud PBF Cabang
dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi
terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan dengan
Surat Penugasan/Penunjukan.
11) Surat Penugasan/Penunjukan disahkan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi dimaksud.
12) PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola
apotek,

apoteker

penanggung

kefarmasian penanggung

jawab,

jawab untuk

atau

tenaga

teknis

toko obat dengan

mencantumkan nomor SIPA, SIKA, atau SIKTTK.


a. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF, asisten apoteker
penanggung jawab PBF harus memiliki Surat Izin Kerja (SIK). Keputusan
Menteri Kesehatan tentang asisten apoteker adalah:
1) Asisten apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah
asisten apoteker atau sekolah menengah farmasi, Akademi Farmasi,
dan Jurusan farmasi politeknik kesehatan, akademi analis farmasi dan
makanan, Politeknik kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2) Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang
diberikan kepada pemegang ijazah sekolah Asisten Apoteker atau
sekolah Menengah Farmasi dan jurusan farmasi politeknik kesehatan,
Akademi Analis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analis Farmasi dan
Makanan

Politeknik

Kesehatan

untuk

kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.

menjalankan

pekerjaan

13

3) Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di sarana kefarmasian.
4) Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian antara lain industri farmasi, apotek dan toko
obat.
b. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian
dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi menurut pasal 14 dalam
hal ini adalah PBF meliputi:
1) Ayat (1)
Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, PBF harus
memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
2) Ayat (2)
Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana diatur dalam ayat
(1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
B. Tugas, Fungsi, dan Tujuan Pedagang Besar Farmasi
1. Tugas PBF
a. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang
meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan.
b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi kesarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi: Apotek, Rumah
Sakit, Toko Obat Berizin, sarana pelayan kesehatan masyarakat
yang lain serta PBF lainnya.
c. Sebagai distribusi perbekalan

farmasi

dan

sarana

untuk

mengamankan terjadinya penyalahgunaan perbekalan farmasi serta


menjamin penyebaran obat yang merata sesuai dengan yang
dibutuhkan.
d. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung
jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk Toko Obat Berizin,
pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas
dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, Rumah Sakit dan

14

PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas


terbatas, obat keras dan obat keras tertentu (DEPKES RI, 2011).
2. Fungsi PBF
a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri.
b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif keseluruh
tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan
kesehatan.
c. Untuk membantu

pemerintah

dalam

mencapai

tingkat

kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.


d. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja (DEPKES
RI, 2011).
3. Tujuan PBF
Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi dalam
jumlah kecil maupun jumlah besar sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku adalah tujuan Pedagang besar farmasi.
Pedagang besar farmasi dapat menyalurkan perbekalan farmasi ke

apotek, rumah sakit, atau unit pelayanan kesehatan lainnya yang


ditetapkan menteri kesehatan, toko obat dan pengencer lainnya
(DEPKES RI, 2011).
C. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Pengelolaan sumber daya manusia dalam istilah lain sering disebut:
personal management / personal administration / resources administration
(UmiSukamti,1989:4). Beberapa istilah tersebut dalam bidang pendidikan
merupakan salah satu substansi dari manajemen pendidikan.
Pengelolaan sumber daya manusia adalah merupakan aspek yang sangat
penting dalam proses pendidikan secara umum. Oleh karena itu fungsifungsi dalam pengelolaan sumber daya manusia harus dilaksanakan secara

15

optimal

sehingga

kebutuhan

yang

menyangkut

tujuan

individu,

perusahaan, organisasi ataupun kelembagaan dapat tercapai. EdwinB.


Flippo (1984) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya manusia
merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian dari pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi,
integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud
untuk

mencapai

tujuan

atau

sasaran

perorangan,

organisasi,dan

masyarakat.
Pengelolaan sumber daya manusia pada dasarnya merupakan deskripsi dari
administrasi atau manajemen pendidikan dengan mengidentifikasikan
fungsi-fungsinya

sebagai

suatu

setting

proses

administrasi

atau

manajemen pendidikan yang didesain untuk saling berkaitan antara tujuan


individu maupun organisasi. Menurut Castetter (1981:3) proses administrasi
atau manajemen tersebutmeliputi planning, recruitment, selection,
induction, appraisal, development, compensation, bargaining, security,
continuity,

and

information.

Sedangkan

Randall

(1987:29)

mengidentifikasikan fungsi-fungsi tersebut ke dalam proses sumber daya


manusia yang meliputi planning, staffing, appraising, compensation,
training.
Dari beberapa definisi dan konsep pengelolaan sumber daya manusia diatas
dapat dipahami bahwa suatu pengelolaan sumber daya manusia merupakan
suatu proses yang berhubungan dengan implementasi indikator fungsifungsi pengelolaan atau manajemen yang berperan penting dan efektif
dalam menunjang tercapainya tujuan individu, lembaga, maupun organisasi
atau perusahaan.
Bagi suatu organisasi, pengelolaan sumber daya manusia menyangkut
keseluruhan urusan organisasi dan tujuan yang telah ditetapkan.Untuk itu
seluruh komponen atau unsur yang ada didalamnya, yaitu para pengelola
dengan berbagai aktifitasnya harus memfokuskan pada perencanaan yang
menyangkut penyusunan staff, penetapan program latihan jabatan dan lain

16

sebagainya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan


jangka pendek dan jangka panjang dari suatu organisasi tersebut, khususnya
yang menyangkut kesiapan sumber daya manusianya. Alasan lainya adalah
bahwa suatu pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi tidak
dapat terlepas dari lingkungan internal maupun eksternal, yang pada suatu
saat akan dapat mempengaruhi keberadaan organisasi tersebut.
D. Cara Distribusi Obat yang Baik
Pemerintah menetapkan CDOB sebagai pedoman begi semua pedagang
besar farmasi di Indonesia. CDOB ditetapkan melalui keputusan kepala
BPOM RI No.HK 03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012. Cara distribusi obat yang
baik, yang selanjutnya disingkat CDOB, adalah cara distribusi/penyaluran
obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaanya.
Untuk dapat terlaksananya jaringan distribusi obat yang baik, maka harus
diperhatikan beberapa aspek penting dalam CDOB, yaitu:
1. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan
kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan
bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi
dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi
harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua ada
tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus
divalidasi dan di dokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip
manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung
jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan
kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh
komitmen managemen puncak.
Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat
manajemen.

Harus

ada

kebijakan

mutu

terdokumentasi

yang

menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi

17

yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan


secara resmi oleh manajemen.
Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi prosedur,
proses dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang dikirim tidak
tercemar selama penyimpanan dan/atau transportasi. Totalitas dari
tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu.
Sistem mutu harus mencakup ketentuan untuk memastikan bahwa
pemegang izin edar dan BPOM segera diberitahu dalam kasus obat
dan/atau bahan obat palsu atau dicurigai palsu. Obat dan/atau bahan
obat tersebut harus disimpan ditempat yang aman/terkunci, terpisah
dengan label yang jelas untuk mencegah penyaluran lebih lanjut.
Manajemen puncak harus menunjuk penanggung jawab untuk fasilitas
distribusi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah
ditetapkan untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan
dan dipertahankan. Lingkup dan kompleksitas kegiatan fasilitas
distribusi harus dipertimbangkan ketika mengembangkan sistem
manajemen mutu atau memodifikasi sistem mutu yang sudah ada.
Sistem mutu harus didokumentasikkan secara lengkap dan dipantau
efektifitasnya. Semua kegiatan yang terkait dengan mutu harus
didefinisikan dan di dokumentasikan. Harus ditetapkan adanya sebuah
panduan mutu tertulis atau dokumen lainnya yang setara.
2. Organisasi, Managemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem menajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada
personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan
kompeten melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab
fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus
dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami

18

prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan lanjutan yang sesuai


dengan tanggung jawabnya.
Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dipahami
oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam uraian tugas.
Kegiatan tettentu yang memerlukan perhatian khusus, misalnya
pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan.
Personil yang terlibat pada proses distribusi harus diberi penjelasan dan
pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
Personil yang bertanggung jawab dalam kegiatan manajerial dan teknis
harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk
menyusun, mempertahankan, mengidentifikasikan dan memeperbaiki
penyimpanan sistem mutu.
a. Penanggung jawab
Manajemen puncak difasilitasi distribusi harus menunjuk seorang
penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung
jawabnya bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung jawab
fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu
yang ditentukan, maka harus dilakukan pendelegasian tugas kepada
tenaga teknis kefarmasian. TTK yang mendapat pendelegasian
wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada penanggung
jawab.
Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.
Disamping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti
pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat
dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi.
b. Personil Lainnya
Harus dipastikan tersedianya personil yang kompeten dalam jumlah
yang memadai disetiap kegiatan yang dilakukan pada proses

19

distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat


tetap terjaga.
c. Pelatihan
Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan
dalam

CDOB

dengan

mengikuti

pelatihan

dan

memiliki

kompetensi sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu prosedur


tertulis dan sesuai dengan program pelatihan termasuk keselamatan
kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga kompetensinya dalam
CDOB melalui pelatihan rutin berkala. Disamping itu, pelatihan
harus mencakup aspek identifikasi dan menghindari obat dan/atau
bahan obat palsu memasuki rantai distribusi.
d. Higiene
Harus terseda prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil
yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan
pakaian kerja. Dilarang menyimpan makanan, minuman, rokok
atau obat untuk penggunaan pribadi di area penyimpanan.
Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat
harus memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan.
Personil yang menangani obat dan bahan obat berbahaya, termasuk
yang mengandung bahan sangat aktif (misalnya korisif, mudah
meledak, mudah menyala, mudah terbakar), beracun dapat
menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi dengan pakaian
pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan
kerja (K3).
3. Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan bahan obat. Bangunan
harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan
yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan
penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan

20

dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan


semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.
Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka
harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut harus
menjadi tanggung jawab dari fasilitas distribusi. Harus ada area terpisah
dan terkunci antara obat dan bahan obat yang menunggu keputusan
lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan bahan obat yang
diduga

palsu,

yang

dikembalikan,

yang

ditolak,

yang

akan

dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadarluarsa dari obat dan bahan
obat yang dapat disalurkan.
Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus
dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua
bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu,
kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan. Harus tersedia
kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan bahan obat yang
membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika). Area penerimaan,
penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi
cuaca, dan harus di desain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari
sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program
pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan
pembersih yang dipakai harus sesuai agar tidak menjadi sumber
kontaminasi terhadap obat dan bahan obat.
Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan bahan
obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan
vital, seperti termometer, genset, dan chiller.

21

Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor


lingkungan penyimpanan obat dan bahan obat harus dikalibrasi, serta
kebenaran dan kesesuai tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala
dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu
tertelusur.
4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada
kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan
cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan bahan
obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan fasilitas distribusi
lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk
meminimalkan risiko obat dan bahan obat palsu memasukan rantai
distribusi resmi.
a. Kualifikasi pemasok
Fasillitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan bahan obat
dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari
industri farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa
pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan
pedoman CPOB.
Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain,
maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB.Jika
obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang
memproduksi bahan obat dengan mutu standar farmasi, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB.
Pengadaan obat dan bahan obat harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta

22

didokumentasikan. Kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan


harus dilakukan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur
tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara
berkala.
Prosedur tertulis yang mengatur kegiatan administratif dan teknis
terkait wewenang pengadaan dan pendistribusian harus tersedia,
guna memastikan bahwa obat hanya diperoleh dari pemasok yang
memiliki izin dan didistribusikan oleh fasilitas distribusi resmi.
Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas
distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan calon
pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk
memasok obat dan bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis
risiko harus dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Reputasi atau tingkat keandalan serta

keabsahan

operasionalnya
2) Obat dan bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan
3) Penawaran obat dan bahan obat dalam jumlah besar yang
biasanya hanya tersedia dalam jumlah terbatas
4) Harga yang tidak wajar
b. Kualifikasi Pelanggan
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan bahan obat
hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk
menyerahkan obat ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan
harus didokumentasikan dengan baik. Pemeriksaan ulang secara
berkala dapat mencakup tetapi tidak terbatas pada permintaan
salinan surat izin pelanggan.
Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan
dan melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola
transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap

23

penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan


distribusi obat dan bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.
c. Penerimaan
Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman
obat dan bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok
yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama
transportasi.Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika
tidak kadarluarsa, atau mendekati tanggal kadarluarsa sehingga
kemungkinan besar obat dan bahan obat telah kadarluarsa sebelum
digunakan oleh konsumen obat dan bahan obat yang memerlukan
penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera
dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan
pemeriksaan. Jika ditemukan obat dan bahan obat diduga palsu,
batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi
berwenang, dan ke pemegang izin edar.Pengiriman obat dan bahan
obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai
bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup.
Fisik dan fitur kemasan serta label kemasan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan dan penanganan obat dan bahan obat harus mematuhi
peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimoanan untuk obat
dan bahan obat harus sesuai rekomendasi dari industri farmasi nonfarmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi.
Obat dan bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain
obat dan bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak
diinginkan akibat paparan sinar matahari, suhu, kelembaban atau
faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat
dan bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan bahan obat
harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang di
persyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur
sesuai kategorinya: obat dan bahan obat dalam status karantina,

24

diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus


diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai
dengan tanggal kadaluarsa obat dan bahan obat mengikuti kaidah
First Expired First Out (FEFO).
Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian
rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan
campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung
diletakan di lantai. Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan
disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan,
kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat yang
kadaluarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan dan
diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat
dan/atau bahan obat kadaluarsa harus dilakukan secara berkala.
Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock
opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan
stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang
ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan
keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan
obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus
disimpan untuk jangka waktu yang ditentukan.
e. Pemisahan Obat dan Bahan Obat
Jika diperlukan, obat dan/atau bahan obat yang mempunyai
persyaratan khusus harus disimpan di tempat terpisah dengan label
yang jelas dan akses masuk dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang.

Sistem

komputerisasi

yang

digunakan

dalam

pemisahan secara elektronik harus dapat memberikan tingkat


keamanan yang setara dan harus tervalidasi.
Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman dan
terkunci untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditolak,
kadaluarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat diduga
palsu. Obat dan/atau bahan obat yang ditolak dan dikembalikan ke

25

fasilitas distribusi harus diberi label yang jelas dan ditangani sesuai
dengan prosedur tertulis.
f. Pemusnahan Obat dan Bahan Obat
Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang
tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan
obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat,
diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta
ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut
harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan
pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat
dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.
g. Pengambilan
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan
dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk
memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat
dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan
yang cukup sebelum kadaluarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor
batch obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat
diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah
pendistribusian obat dan/atau bahan obat kadaluarsa.
h. Pengemasan
Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga
kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan
harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat
dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau
bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel.
i. Pengiriman
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada
pelanggan yang mempunyai izin sesuai peraturan perundangundangan. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke orang/
pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus, seperti
penelitian, special access da uji klinik harus dilengkapi dengan
dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat,

26

bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama dan alamat pemasok,


nama dan alamat pemesan/penerima. Proses pengiriman dan
kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat
dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus
disimpan dan mempu tertelusur.
Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/bahan obat harus
tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat
dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus.
j. Ekspor dan Impor
Ekspor obat dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas
distribusi yang memiliki izin. Pengadaan obat dan/atau bahan obat
melalui importasi dilaksanakan sesuai peraturan perundangundangan. Di pelabuhan masuk, pengiriman obat dan/atau bahan
obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai dalam waktu
sesingkat mungkin. Importir harus memastikan bahwa obat
dan/atau

bahan obat

ditangani sesuai dengan

persyaratan

penyimpanan pada saat di pelabuhan masuk agar terhindar dari


kerusakan. Jika diperlukan, personil yang terlibat dalam importasi
harus mempunyai kemampuan melalui pelatihan atau pengetahuan
khusus kefarmasian dan harus dapat dihubungi.
k. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan
dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak
lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Program inspeksi diri harus dlaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur
tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu
saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen
dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh
perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen
dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya
cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB.

27

l. Keluhan, Obat dan Bahan Obat kembalian, Diduga Palsu dan Obat
Kembalian.
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat
berotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis.Obat dan /atau bahan obat yang akan
dijual kembali harus melalui persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab sesusia dengan kewenangannya.
Diperlukan koordinasi dari setiap instansi, industry farmasi dan
fasilitas distribusi dalam menangani obat dan/atau bahan obat yang
diduga palsu. Jika diperlukan, dibutuhkan suatu system yang
komprehensif untuk menangani semua kasus, termasuk cara
penarikan kembali. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses
penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan
kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
m. Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi
yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan
kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.
Metode transportasi yang dipilih, harus digunakan mencakup
transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi. Apapaun
metode transportasi yang dipilh harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama
transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis
risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi.
Obat dan/atau bahan obat dan container pengiriman harus aman
untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil
yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan
keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat
dan/atau

bahan

transportasi.

obat

dan

penyelewengan

lainnya

selama

28

Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan dilengkapi


dengan dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi
dan verifikasi kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan.
Kebijakan dan prosedur tertulis harus dilaksanakan oleh semua
personil yang terlibat dalam transportasi.
Prosedur tertulis harus tersedia untuk kegiatan dan pemeliharaan
semua kendaraan dan peralatan yang terlibat dalam proses
distribusi, termasuk pembersihan dan tindakan keselamatan. Harus
diperhatikan bahwa bahan pembersih yang digunakan tidak boleh
menimbulkan efek buruk pada mutu obat dan/atau bahan obat.
Tumpahan harus dibersihkan sesegera mungkin untuk mencegah
kemungkinan kontaminasi, kontaminasi silang dan bahaya yang
ditimbulkan. Prosedur tertulis harus tersedia untuk menangani
kejadian tersebut.Peralatan yang digunakan untuk pemantauan suhu
selama transportasi dalam kendaraan dan/atau kontainer, harus
n.

dirawat dan dikalibrasi secara berkala minimal setahun sekali.


Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keadaan
mutu obat dan/atau bahan obat:
1) Kontrak antar fasilitas distribusi
2) Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa
antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan
kebersihan dan sebagainya.
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan

o.

persyaratan CDOB.
Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari system
manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah
kesalahan dari
penelusuran,

komunikasi

antara

lain

lisan dan

sejarah

bets,

untuk memudahkan
instruksi,

prosedur.

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi

29

(pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur


tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk,
kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik.
Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk
memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan sesuai
uraian tugas sehingga memperkecil resiko kesalahan.
Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup
kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas,
dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis
harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil
yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus
dicetak.
Setiap

perubahan

yang

dibuat

dalam

dokumentasi

harus

ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan


informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus
dicatat. Selain itu, dokumen harus disimpan selama minimal 3
tahun.Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan
dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari
perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan
dokumen.
Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu
up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu
sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah
tidak berlaku.Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik untuk
setiap obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan
kondisi

penyimpanan

yang

direkomendasikan,

tindakan

pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika
ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan
nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.

30

Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: tanggal,


nama obat dan/atau bahan obat, nomor batch, tanggal kadaluarsa,
jumlah

yang

diterima/disalurkan;

nama

dan

alamat

pemasok/pelanggan. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan


berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri.
E. Pelayanan Farmasi Di Pedagang Besar Farmasi
Aktivitas perusahaan menentukan besar kecilnya pendapatan perusahaan
tersebut. Kegiatan utama PBF adalah memasarkan obat-obatan yang
diproduksi oleh berbagai pabrik. Daerah pemasaran dari perusahaan adalah
kota dan daerah diluar kota. Obat-obatan yang dipasarkan adalah berbagai
produk yang dihasilkan oleh perusahaan mitra termasuk obat-obatan yang
memiliki label K (obat Keras). Sasaran pemasaran dari PBF adalah dokterdokter yang ada di daerah sasaran maupun di luar daerah sasaran apotekapotek baik yang lingkungan rumah sakit maupun tidak dalam lingkungan
rumah sakit serta toko-toko obat. Selain obat-obatan, PBF juga memasarkan
berbagai jenis jamu atau obat tradisional, alat-alat kesehatan serta bahanbahan kimia. Dengan demikian berarti perusahaan tidak hanya berfokus
pada pemasaran obat-obatan saja tapi juga memasarkan produk-produk
kesehatan lainnya.
1. Pengadaan dan Pemesanan
Pengadaan obat dilakukan berdasarkan jumlah persediaan yang ada di
gudang berdasarkan kartu stok. Jika ada barang yang akan habis maka
segara dilakukan pemesanan barang ke pabrik. Pemesanan barang
dilakukan oleh tenaga kefarmasian dan disetujui oleh pimpinan dengan
mengirim surat pesanan langsung kepada pabrik yang bersangkutan
melalui fax, e-mail. Selanjutnya pabrik akan mengirimkan barang
sesuai dengan pesanan yang disertai faktur pengiriman barang dari
pabrik.
2. Penerimaan barang

31

Dalam hal ini yang dilakukan adalah pengecekan barang-barang yang


datang dari pabrik mengenai jumlah barang, keadaan barang dan
kecocokan dengan faktur. Barang yang telah masuk dicek, diperiksa
disimpan dan disusun rapi dalam gudang sesuai dengan letaknya.
Apabila terjadi kekurangan atau kekeliruan dari pengirim barang
tersebut, tenaga teknis kefarmasian harus segera mengkonfirmasikan
kepada pabrik. Pengecekan yang dilakukan mencakup cek fisik, yaitu
kemasan, keadaan obat, jumlah obat dan tanggal exp. date.
3. Gudang
Barang yang telah diterima oleh PBF dicek kembali oleh tenaga teknis
kefarmasian sebagai penanggung jawab atas barang yang diterima.
4. Penyimpanan
Barang yang masuk dan telah diperiksa, disimpan dan disusun dengan
rapi di rak-rak penyimpanan berdasarkan:
a. Penyimpanan

dikelompokkan

berdasarkan

pabrik

yang

memproduksinya.
b.

Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan abjad.

c.

Penyusunan dilakukan dengan system FIFO (First In First Out)


dimana barang yang pertama masuk akan keluar lebih dahulu.

d.

Untuk obat-obat berbentuk sirup disusun dibagian bawah rak untuk


memudahkan pengambilan dan antisipasi bila sirup tersebut pecah
atau jatuh tidak akan membasahi obat lain.

e.

Untuk obat golongan OKT disimpan dalam lemari khusus.

f.

Untuk obat berebentuk injeksi, suppositoria dan obat yang


higroskopis disimpan dalam lemari pendingin.

5.

Penanganaan Obat Kadaluarsa


Langkah-langkah penanganan obat kadaluarsa adalah sebagai berikut:
a. Obat yang mendekati kadaluarsa dipisahkan dari obat yang belum
mendekati kadarluarsa.
b. Setelah dipisahkan obat dikirimkan ke pabrik untuk mendapatkan
penggantian dengan menyatakan surat pengambilan barang.

32

F. Pengelolaan Dokumen
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari system manajemen
mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari
komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah
bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait
dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan),
prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan
dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas
dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil
melaksanakan kegiatan sesuai uraian tugas sehingga memperkecil resiko
kesalahan.
Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas
distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan
tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan
diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis
tangan dan harus dicetak.
Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika
diperlukan, alasan perubahan harus dicatat. Selain itu, dokumen harus
disimpan selama minimal 3 tahun.Semua dokumentasi harus mudah didapat
kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah
dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen.
Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to
date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan

penggunaan

dokumen

yang

sudah

tidak

berlaku.Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik untuk setiap obat


dan/atau

bahan

obat

yang

disimpan

harus

menunjukkan

kondisi

penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji


ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan

33

farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus
dipatuhi.
Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: tanggal, nama
obat dan/atau bahan obat, nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah yang
diterima/disalurkan; nama dan alamat pemasok/pelanggan. Dokumentasi
harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk
ditelusuri.
Untuk kemudahan dalam pengawasan barang-barang yang di distribusikan
oleh suatu distributor, hendaklah menggunakan No. ID terhadap satuan
terkecil barang yang akan di terima dan disalurkan. No.ID dapat di-generate
secara otomatis oleh komputer secara unik. Akan tetapi No.ID, karena
merupakan gabungan beberapa nomor sulit diingat oleh operator dalam
penelusuran kembali, No.ID diganti dengan kode produk.
Kode produk dapat merupakan gabungan nama produk, bentuk sediaan dan
lain-lain. Dokumentasi secara komputerisasi akan menjadi semakin efisien
jika program di-instal menggunakan jaringan LAN (Local Area Network).
Seperti halnya dokumentasi manual, desain dokumentasi komputerisasi
tidak jauh berbeda. Dalam sistem komputerisasi, kartu persediaan dan kartu
barang serta kartu gudang dapat dijadikan satu menjadi form mutasi stok.
Penulisan berulang-ulang dapat di hindari sehingga beberapa form dapat di
gabungkan menjadi satu form yang lebih efisien.

Anda mungkin juga menyukai