Anda di halaman 1dari 13

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001,
rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Epidemiologi
Meskipun insiden rinitis alergika yang tepat tidak diketahui, tampaknya
menyerang sekitar 10 persen dari populasi umum (Norman, 1985).
Klasifikasi
Menurut klasifikasi WHO Initiative ARIA tahun 2001, berdasarkan sifat
berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu.
2. Persisten (menetap) : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4
minggu.
Berdasarkan tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :
1. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang-berat : bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
Etiologi dan Patogenesis
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang
secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas
memiliki peran penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak
semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih
besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen,

yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara
genetik telah memiliki kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk
sari, dan lain-lain.
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/ reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2
fase yaitu reaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai 1 jam setelahnya dan reaksi alergi fase lambat yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam.
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses
sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan
tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini
menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang
menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II
membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas
II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini
akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan
menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya.
IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B
menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat
dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya
IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.
Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak
dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu
histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan
bradikinin. Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh
darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya
edema, berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa
hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar
mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan
rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
2

Reaksi alergi fase lambat terjadi setelah 2 6 jam setelah fase cepat. Reaksi ini
disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel
postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM)
dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel
endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel
mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini
kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic
Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein
(MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas
dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih
didominasi oleh sumbatan hidung.
Gambaran klinis
Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan
hidung. Pembagian rinitis alergika sebelum ini menggunakan kriteria waktu pajanan
menjadi rinitis musiman (seasonal allergic rhinitis), sepanjang tahun (perenial allergic
rhinitis), dan akibat kerja (occupational allergic rhinitis). Gejala rinitis sangat
mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga
meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut
selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah
kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung (transverse nasal crease), edema
konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum
sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebirubiruan (boggy and bluish).
Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan
masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi
keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas. Pengobatan
rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif
antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin
berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak
diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi
intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten ringan-sedang-berat.
Diagnosis
3

1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan
pemeriksa. Hampir 50 % diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala yang
khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala
yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar
debu. Bersin berlangsung lebih dari 5 kali. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik,
yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Gejala lain ialah keluar
ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali gejala
yang muncul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh
pasien.
2.

Pemeriksaan fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid

disertai adanya secret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak
hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala
spesifik lain pada anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang
terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic
shiner. Selain itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal
dengan menggunakan punggung tangan, yang disebut allergic salute. Keadaan
menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang
di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering
terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan gigi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler
dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah
tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
3. Pemeriksaan penunjang
In vitro :
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan
IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien
lebih dari satu macam penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik
dengan RAST atau ELISA. Pemeriksaan sitologi hidung, jika ditemukan eosinofil
4

dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (> 5
sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN
menunjukkan adanya infeksi bakteri.
In vivo :
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes kulit, uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). Untuk alergi
makanan, uji kulit yang banyak dilakukan adalah Intracutaneus Provocative Dilutional
Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi
dan provokasi (Challenge Test).
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari rinitis alergi adalah rhinitis vasomotor.
Penatalakanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen
penyebabnya dan eliminasi.
2. Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1. Pemberian dapat
dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Preparat
kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung tidak berhasil diatasi
dengan obat lain. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi adalah anti
leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan.
Preparat kortikosteroid di gunakan bila gejala terutama sumbatan hidung
akibat respon fase lambat tidak berhasil di atasi dengan obat lain Glukokortikoid
sistemik mempunyai kerja anti inflamasi yang luas dan efektif untuk hampir semua
gejala rinitis, terutama sumbatan hidung. Pemberian oral lebih dipilih karena lebih
murah dan dosisnya lebih dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Operatif.
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti
atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil di tatalaksana dengan medikamentosa (tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat).
4. Imunoterapi
5

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan
sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan
penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan
sublingual.

Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu
faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal

UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur
: An.DTP/laki-laki/19 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan
: Mahasiswa/Tamat SMA
c. Alamat
: Jln.Bandar Purus No.27 Padang
d. MR
: VI 000321
2. Latar belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan
: Belum Menikah
b. Jumlah saudara
: 3orang
c. Status ekonomi keluarga :
Mampu, Penghasilan orang tua pasien Rp5.500.000/bulan
d. KB
: tidak ada
e. Kondisi Rumah
:
Rumah pasien permanen,pekarangan luas
Ventilasi baik, penerangan baik, jumlah kamar 3buah
Sumber air minum air PDAM
Listrik ada
Pasien memiliki WC 1 buah di dalam rumah.
Sampah dibakar dan dibuang ke tempat sampah lalu di angkut oleh
petugas.
Kesan : higiene dan sanitasi baik
3. Kondisi lingkungan keluarga
Riwayat anggota keluarga merokok (-)
Memakai kasur kapuk (+), dirumah memakai karpet ( - ), sofa (+)
Mempunyai binatang peliharaan (-)
Pasien tinggal di daerah kota yang padat penduduk.
4. Aspek psikologis keluarga
Hubungan pasien dengan keluarganya baik.
5. Riwayat penyakit dahulu/penyakit keluarga
- Telah menderita penyakit seperti ini 5tahun yang lalu.
- Riwayat alergi makanan (+) seafood.
- Riwayat sesak nafas menciut tidak ada
- Riwayat mata merah/gatal kena debu atau udara dingin tidak ada
- Riwayat biring susu tidak ada.
- Riwayat galigato tidak ada.
- Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini tidak ada.
- Riwayat anggota keluarga yang sesak nafas menciut tidak ada.
- Riwayat anggota keluarga yang mata merah/gatal kena debu atau udara
dingin tidak ada

Riwayat anggota keluarga yang alergi makanan ada yaitu ayah yang alergi

makanan seafood
- Riwayat anggota keluarga yang galigato tidak ada.
6. Riwayat penyakit
Keluhan Utama: Bersin-bersin pagi hari sejak 4 hari yang lalu.
RPS
:
- Bersin-bersin di pagi hari sejak 4 hari yang lalu, bersin-bersin bila terkena
debu atau asap rokok (+), bersin lebih dari 5 kali, sekret ada encer ,
jernih,dan tidak berbau, disertai gatal-gatal pada hidung dan mata berair.
Bersin meningkat pagi hari (saat udara dingin) dan membaik saat cuaca
-

mulai panas.
Riwayat hidung sering tersumbat ada, tidak berpindah pindah. Saat ini

hidung tidak tersumbat.


Riwayat penciuman yang berkurang tidak ada.
Nyeri kepala sejak 1 hari yang lalu, nyeri terasa diseluruh kepala, hilang

timbul.
Nyeri pada wajah tidak ada.
Nyeri di belakang mata tidak ada
Terasa ada cairan mengalir dibelakang hidung hingga tenggorok ada.
Keluhan pada telinga dan tenggorok tidak ada
Pasien pernah berobat ke Puskesmas 1 tahun yang lalu dan diberi obat
dexametason dan CTM, keluhan mulai berkurang sehingga pasien tidak ke

puskesmas lagi.
Bersin 1-3 hari seminggu dan gejala menggangu aktivitas serta

mengganggu kuliah.
7. Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: CMC
Nadi
: 82kali/menit
Nafas
: 20kali/menit
Tekanan darah
: 120/70mmHg
Suhu
; 36,5 C
BB
: 62kg
TB
: 165cm
Status gizi
: baik
Mata
: konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Thorak
:
Paru
:
Inspeksi
: Simetris kiri dan kanan statis dan dinamis
Palpasi
: Fremitus kiri dan kanan normal
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing-/8

Jantung
:
Inspeksi
: Iktus tidak terlihat
Palpasi
: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: Bunyi jantung murni, ising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi
: Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/Status Lokalis THT
Telinga
Pemeriksaan

Kelainan
Kel kongenital
Trauma
Daun telinga
Radang
Kel. Metabolik
Nyeri tarik
Daun telinga
Nyeri tekan tragus
Cukup lapang (N)
Diding
liang Sempit
Hiperemi
telinga
Edema
Massa
Ada / Tidak
Bau
Sekret/serumen
Warna
Jumlah
Jenis
Membran timpani
Warna
Reflek cahaya
Bulging
Utuh
Retraksi
Atrofi
Jumlah perforasi
Jenis
Perforasi
Kwadran
Pinggir
Tanda radang
Fistel
Sikatrik
Mastoid
Nyeri tekan
Nyeri ketok
Rinne
Schwabach

Dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang (N)

Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang(N)

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Putih mengkilat
(+) arah jam 5
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Putih mengkilat
(+) arah jam 7
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tes garpu tala


Hidung
Pemeriksaan

Hidung luar

Pemeriksaan
Vestibulum

Cavum nasi
Sekret
Konka inferior

Konka media

Weber
Kelainan
Deformitas
Kelainan kongenital
Trauma
Radang
Massa

Dektra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kelainan
Vibrise
Radang
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau
Ukuran
Warna
Permukaan

Dekstra
Ada
Tidak ada
Cukup lapang (N)
Tidak ada
Tidak ada

Sinistra
Ada
Tidak ada
Cukup lapang(N)
Tidak ada
Tidak ada

Serosa
Sedikit
Tidak ada
Hipertrofi
Livide
Licin

Serosa
Sedikit
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin

Ukuran
Warna
Permukaan
Edema

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak ada
Cukup lurus

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak ada
Cukup lupus

Licin
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Licin
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Massa

Septum

Tidak dilakukan

Cukup
lupus/deviasi
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi

Sinus paranasal
Pemeriksaan
Nyeri tekan
Nyeri ketok

Dekstra
Tidak ada
Tidak ada

Sinistra
Tidak ada
Tidak ada

Orofaring dan mulut


Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra
10

Sinistra

Simetris/tidak
Palatum mole + Warna
Edem
Arkus Faring
Bercak/eksudat
Dinding faring
Warna
Permukaan
Tonsil
Ukuran
Warna
Permukaan
Eksudat
Perlengketan
Tonsil
dengan pilar
Warna
Edema
Peritonsil
Abses
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Tumor
Permukaan
Konsistensi
Gigi
Karies/Radiks
Kesan
Warna
Bentuk
Deviasi
Lidah
Massa

Simetris
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Licin
T1
Merah muda
Rata
Tidak ada

Simetris
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Licin
T1
Merah muda
Rata
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada

Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada

Merah muda
Normal
Tidak ada
Tidak ada

Merah muda
Normal
Tidak ada
Tidak ada

8. Laboratorium anjuran: hitung jenis leukosit, skin Prick Test


9. Diagnosa kerja
: Rinitis alergi persisten sedang
10. Diagnosa Banding
:11. Manajemen
Preventif
:
Hindari faktor pencetus yang dapat membangkitkan alergi (debu, udara

dingin, kasur kapuk, karpet, asap rokok dan makanan)


Mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut setiap minggu, bila

memungkinkan menggunakan air panas (>55oC).


Menjemur cucian di bawah sinar matahari langsung.
Meminimalisir penggunaan perabotan rumah dari bahan kain atau kain

berbulu.
Menggunakan gorden yang dapat di cuci, mencuci 1x dalam sebulan.
Jaga kebersihan rumah agar tidak berdebu dan mengganti kasur kapuk
dengan kasur spring bed dikarenakan tungau sering hidup pada bahan

yang berbulu.
Promotif
:

11

Menjelaskan penyakit kepada pasien, kemungkinan keturunan menderita


penyakit seperti ini atau penyakit alergi lainnya (asma, konjungtivitis

alergi, dermatitis alergi, urtikaria)


Menjelaskan kepada pasien jika penyakit ini terus berlanjut dan tidak
terkontrol, dapat menimbulkan komplikasi berupa infeksi sekunder

seperti polip hidung, sinusitis, dam disfungsi tuba.


Kuratif (resep):
Dexametason 3x1 tab @ 0,5mg selama 3 hari.
CTM 3x1 tab @ 4mg untuk mengobati rinore dan gatal pada hidung.
Paracetamol 3x1 tab @500mg untuk mengobati sakit kepala.
Rehabilitatif :
Kontrol teratur ke Puskesmas sampai gejala hilang atau berkurang.
menjaga asupan gizi dan pola gizi yang berimbang yaitu diet tinggi

oksidan dan asam lemak omega 3.


Melakukan pencucian hidung 1 x sehari dengan menyemprotkan NaCl
0,9% yang telah dimasukkan ke dalam spuit 10 cc pada masing-masing
hidung dalam keadaan menahan nafas terlebih dahulu dan dilakukan
secara berurutan.

Dinas Kesehatan Kodya padang


Puskesmas Padang Pasir
Dokter
Tanggal

: Metha
: 23 Desember 2015

R/ Dexametason tab

0,5mg

No. X

S 3dd tab I p.c


R/ CTM tab 4mg

$
No. X

S 3 dd tab I

$
12

R/ Paracetamol tab 500mg

No. X

S 3 dd tab I

Pro
: An.DTP
Umur :19 tahun
Alamat: Jln. Bandar Purus No 27 Padang

13

Anda mungkin juga menyukai