PENDAHULUAN
1.1.Umum
Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis
konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan
tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara
aman dan nyaman tanpa terjadi kerusakan yang berarti.
Struktur perkerasan jalan sendiri terbagi menjadi tiga tipe, yaitu struktur
perkerasan lentur, perkerasan kaku dan perkerasan komposit. Ketiga jenis perkerasan
tersebut memiliki perbedaan baik dalam hal proses pembuatan, kelas mutu, dan
spesifikasinya. Dalam praktikum ini mengkhususkan membahas mengenai perkerasan
lentur. Jenis perkerasan lentur yang buat dalam praktikum ini adalah beton aspal.
Bahan lapis beton aspal terdiri dari aspal, agregat kasar, agregat halus, dan
filler (jika dibutuhkan). Pada laporan ini akan dibahas mengenai bahan-bahan
penyusun laston tersebut, dimulai dari sifat materialnya hingga pengujian yang perlu
dilakukan.
1.2.Aspal
Dalam perkerasan lentur, material aspal adalah material yang sangat penting
sebagai pengikat antar agregat. Aspal merupakan material yang berwarna hitam
kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila
terdapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat
aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses
produksi dan masa pelayanannya.
Persyaratan aspal sendiri adalah aspal yang berasal dari minyak bumi,
mempunyai sifat sejenis dengan kadar parafine dalam aspal tidak melebihi 2%, tidak
mengandung air dan tidak berbusa jika dipanaskan sampai suhu 75 derajat celsius.
Dalam praktikum ini aspal yang dipakai berasal dari PT. Pertamina.
1.2.1
Jenis-jenis Aspal
Jenis-jenis aspal terbagi menjadi 2, yaitu aspal alam dan aspal buatan.
a. Aspal alam (Asbuton)
Sesuai dengan namanya, aspal alam langsung tersedia di alam, jika di
Indonesia dapat diperoleh disumber terbesarnya yaitu di Pulau Buton. Sifat
asbuton sangat dipengaruhi oleh suhu, yang mana jika suhu semakin
meningkat maka aspal akan semakin cepat mencapai plastis. Selain itu sifat
asbuton pun dipengaruhi oleh bahan pelarut, yang jika asbuton diresapi oleh
flux oil (bahan perangsang) maka asbuton akan menjadi lembek.
Penggunaan aspal alam sebagai lapis permukaan pada jalan adalah untuk
jalan dengan volume lalu lintas 200-1500 kendaraan perhari.
Klasifikasi dari aspal alam dapat dibagi sebagai berikut :
1) Asbuton 10 kadar aspal 9-11%
2) Asbuton 13 kadar aspal 11,5-14,5%
3) Asbuton 16 kadar aspal 15-17 %
4) Asbuton 20 kadar aspal 17,5-22,5%
5) Asbuton 25 kadar aspal 23-27 %
6) Asbuton 30 kadar aspal 27,5-32,5 %
b. Aspal buatan
Aspal buatan merupakan hasil akhir dari penyaringan minyak (biasanya
aspal + parafine). Klasifikasi aspal buatan terbagi menjadi tiga, yaitu Aspal
Cair, Aspal Emulsi, dan Aspal Semen (Asphalt Cement (AC)).
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari
hasil penyulingan dengan minyak bumi, dengan demikian cut back aspal berbentuk
cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap
bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas :
1. RC (Rapid Curing Cut Back)
Merupakan aspal (semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium).
RC merupakan Cut Back aspal yang paling cepat menguap.
2. MC (Medium Curing Cut Back)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental
seperti minyak tanah.
tidak
mengantarkan listrik
Untuk aspal semen terdiri dari beberapa tipe menurut angka penetrasinya, yaitu:
1) AC 40 50
2) AC 60 70
3) AC 85 100
4) AC 120 150
5) AC 200 300
Angka di atas menunjukan angka penetrasi aspal, semakin tinggi nilai
penetrasi maka akan semakin lembek aspal tersebut. AC dengan penetrasi rendah
digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas volume tinggi sedangkan yang
berpenetrasi tinggi digunakan pada daerah bercuaca dingin atau berlalu lintas redah.
Oleh karena aspal merupakan material yang penting, maka diperlukan adanya
pengujian untuk mengetahui apakah aspal tersebut memenuhi spesifikasi atau tidak.
Pengujian pertama yang dilakukan adalah penetrasi. Hal ini karena mutu aspal
ditentukan oleh angka penetrasinya.
Dalam praktikum ini bertujuan membuat job mix formula (rancangan
campuran rencana) beton aspal jenis AC 60-70 dengan spesifikasi aspal yang
digunakan untuk campuran beton aspal konvensional jenis AC terlihat dalam Tabel
1.1 pada halaman selanjutnya.
Tabel 1.1 Spesifikasi Semen Aspal 60-70 untuk Campuran Aspal Beton Konvensional
Tipe AC
Persyaratan
Penetrasi 60
Min.
Maks.
Karakteristik
Penetrasi 80
Min.
Maks.
Satuan
Penetrasi
(250 ; 100 gram ; 5 60
detik ; 0,1)
Titik Lembek
(Ring and Ball)
Karakteristik
Titik Nyala
(Clev. Open Cup)
Kehilangan Berat
(163 0C ; 5 jam)
Daktilitas
(25 0C ; 5 cm/menit)
Penetrasi
setelah
kehilangan berat
Penetrasi aspal hasil
ekstraksi benda uji
Daktilitas aspal hasil
ekstraksi benda uji
Kelarutan (CCl4)
Berat jenis (25 0C)
48
79
80
99
0,1 mm
58
46
54
Persyaratan
Penetrasi 60
Min.
Maks.
Penetrasi 80
Min.
Maks.
200
225
0,4
0,6
% berat
100
100
Cm
Satuan
%
75
75
terhadap
asli
%
55
55
terhadap
asli
40
40
cm
99
1
99
1
% berat
-
Pada pengujian tersebut dihasilkan berat jenis aspal yang akan digunakan
dalam analisis campuran, yaitu pada formula berat jenis maksimum
campuran dan presentase rongga terisi aspal.
i. Uji Pemulihan Aspal dengan alat penguap putar
Metode pengujian pemulihan aspal dengan alat penguap putar ini
dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan pemulihan
aspal di laboratorium, tujuan metode ini adalah untuk memisahkan aspal
dari bahan pelarut, sehingga dapat digunakan kembali.
j. Uji Kehilangan Berat Minyak dan Aspal dengan Cara A
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan
pengujian kehilangan berat minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan
tebal tertentu, tujuan metode ini adalah menentukan kehilangan berat
minyak dan aspal.
k. Uji Aspal Cair Dengan Penguap Cepat
l. Uji Aspal Cair Dengan Penguap Sedang
m. Uji Aspal Emulsi Kationik
Metode Pengujian Pengendapan Aspal Emulsi dimaksudkan sebagai acuan
dan pegangan dalam pelaksanaan pengujian pengendapan aspal emulsi di
laboratorium, tujuan metode ini adalah untuk menentukan persentase aspal
emulsi yang mengendap.
Dalam pengujian aspal terdapat beberapa macam standar yang
digunakan untuk masing-masing proses pengujian. Standar-standar pengujian
seperti terlihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Standar-standar pengujian aspal
No.
1.
2.
3.
Pengujian
Uji penetrasi
Uji daktilitas
Uji titik lembek aspal
AASHTO
T-49-68
T-54-74
T-53-74
ASTM
D-571
D-113-69
D-36-70
SK SNI
M-08-1989-F
M-08-1989-F
-
PA
-
No.
4.
5.
6.
Pengujian
Uji viskositas
Uji kehilangan berat
Uji titik nyala aspal
AASHTO
T-22-68
T-47-74
T-54-74
ASTM
D-7-72
D-6-69
D-113-69
SK SNI
M-08-1989-F
PA
03011-76
0304-76
6
T-44-70
D-165-42
T-228-68
D-70-72
T-70-90
M-21-1995-03
10.
T-79-88
SNI-06-24401991
11.
M-81-90
S-03-1995
M-82-75
S-02-1995
M-208-87
S-01-1995
7.
8.
9.
12.
13.
Gradasi agregat ditentukan oleh analisis saringan, dimana contoh agregat harus
memenuhi satu set saringan. Gradasi agregat dapat dibedakan atas beberapa jenis,
di antaranya :
Gambar 1.1
Contoh Tipikal
Macam-Macam
Gradasi Agregat
1)
Gradasi
seragam (uniform graded) atau gradasi terbuka (open graded) adalah gradasi
agregat dengan ukuran hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi
terbuka atau open graded karena hanya mengandung sedikit agregat halus
sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar agregat. Campuran
beraspal yag dibuat dengan gradasi ini bersifat porous atau memiliki
permeabilitas yang tinggi, stabilitas rendah, dan memiliki berat isi yang kecil.
2) Gradasi rapat (dense graded) adalah gradasi agregat di mana terdapat butiran
dari agregat kasar sampai halus sehingga sering juga disebut gradasi menerus,
atau gradasi baik (well graded). Campuran dengan gradasi ini memiliki
stabilitas yang tinggi, agak kedap air, dan memiliki berat isi yang besar.
3) Gradasi senjang (gap graded) adalah gradasi agregat di mana ukuran agregat
yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya
sedikit sekali. Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas
peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan diatas.
Spesifikasi gradasi agregat yang dilakukan pada praktikum mengacu seperti pada
Tabel 1.3.
Spesifikasi
Bawah
Atas
8
25,400
19,100
12,700
9,500
4,760
2,380
1,190
0,590
0,279
0,149
0,074
Pan
1"
3/4"
1/2"
3/8"
No.4
No.8
No.16
No.30
No.50
No.100
No.200
100
100
75
60
38
27
21
14
9
5
2
2
100
100
100
85
55
40
32
24
18
12
8
8
Dengan adanya spesifikasi, maka untuk gradasi agregat yang dihasilkan yang baik
harus masuk dalam batas atas dan batas bawah dari spesifikasi tersebut sehingga
mendapakan campuran yan baik pula.
c. Kebersihan agregat
Dalam spesifikasi biasanya memasukkan syarat kebersihan agregat, yaitu dengan
memberikan suatu batasan jenis dan jumlah material yang tidak diinginkan (seperti
tanaman, partikel lunak, lumpur dan lain sebagainya) yang berada dalam atau
melekat pada agregat. Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang jelek
pada kinerja perkerasan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat
yang disebabkan karena banyaknya kandungan empung pada agregat tersebut.
d. Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi
selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan
digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) dari
pada agregat yang digunakan untuk lapis bawahnya. Hal tersebut disebabkan
karena lapisan permukaan perkerasan akan menerima dan menahan tekanan dan
benturan akibat beban lalu lintas paing besar. Oleh karena itu, kekuataan agregat
terhadap beban merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi oleh
agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan.
e. Bentuk butir agregat
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara agregat (agregat
interlocking) yang baik yang dapat menahan perpindahan (displacement) agregat
yang mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat
9
yang memiliki lebih dari 1 bidang pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat
yang paling baik. Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut
saja atau bulat saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik.
Kombinasi pengunaan kedua bentuk partikel agregat ini sangatlah dibutuhkan
untuk menjamin kekuatan pada struktur perkerasan dan workability yang baik dari
campuran tersebut.
f. Tekstur permukaan agregat
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal
karena kekerasan permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari
pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan
tahanan geser yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan
keamanan kendaraan terhadap slip. Selain itu, film aspal lebih mudah merekat pada
permukaan yang kasar sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal
dan agregat dan pada akhirnya akan menghasilkan campuran beraspal kuat.
g. Daya serap agregat
Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik
pada saat maupun setelah proses pencampuran agregat dengan aspal di unit
pencampur aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada
permukaan agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat menjadi lebih
sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu, agar
campuran yang dihasilkan tetap baik agregat yang porus memerlukan aspal yang
lebih banyak dibandingkan dengan yang kurang porus.
1.3.1
Jenis-jenis Agregat
Agregat terbagi menjadi agregat kasar, agregat halus, dan filler.
a. Agregat Kasar
Persyaratan :
Untuk agregat kasar harus memenuhi syarat sebagai berikut : abrasi
maksimal 40%, kelekatan terhadap aspal minimal 95%, bagian yang lunak
maksimal 5%, berat jenis semu minimal 2,5, penyerapan air maksimal 3%,
10
stabilitas
campuran
dari
kondisi
saling
mengunci
b. Agregat Halus
Persyaratan :
Agregat halus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : berat jenis
semu minimal 2,5, peresapan agregat terhadap air minimal 3%, kadar debu
maksimal 8%, agregat lolos saringan no.4.
Fungsi :
11
12
13
pemecahan
(crushing),
penurunan
(degradation),
dan
Butiran agregat jika terkena air akan mudah pecah sehingga lebih baik tidak
digunakan, karena jika perkerasan jalan tergenang air, selain mudah pecah
biasanya menunjukkan suatu kecenderungan bahwa butiran ini mengandung
lempung.
f. Pengujian daya lekat agregat terhadap aspal
15
16
bentuk kubus dengan sisi 50mm atau silinder diameter 25mm atau 50 mm
dan tinggi 2 kali diameter benda uji.
Dalam pengujian kekuatan agregat untuk beton ini, terdapat beberapa cara
dan istilah yang dipergunakan oleh beberapa negara salah satunya dengan
uji nilai kekuatan pukul ( impact ).
Dalam pengujian agregat terdapat beberapa macam standar yang digunakan
untuk masing-masing proses pengujian agregat ditunjukkan pada Tabel 1.4
Tabel 1.4 Standar Pengujian Agregat
No
.
Pengujian
AASHTO
ASTM
British
Standart
1.
T-27-74
D-36-46
2.
T-85-74
C-127-68
3.
T-84-74
D-128-68
T-182
T-19-74
C-29-71
C-131-55
C-535
4.
5.
6.
T-96-74
7.
T-11-90
8.
T-176-86
9.
M-29-91
10
Uji Kekerasan
BS-182-1967
17
Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan
sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan aspal yang memenuhi kriteria sebagai
berikut :
a. Stabilitas yang cukup. Sehingga mampu mendukung beban lalu lintas yang
melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis selama
umur rencana.
b. Durabilitas yang cukup. Sehingga mempunyai keawetan yang cukup akibat
pengaruh cuaca dan beban lalu lintas.
c. Kelenturan yang cukup. Sehingga harus mampu menahan lendutan akibat beban
lalu lintas tanpa mengalami retak.
d. Cukup kedap air. Sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di
bawahnya.
e. Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan erat
dengan keselamatan pengguna jalan.
f. Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Sehingga mampu menahan beban
berulang dari beban lalu lintas selama umur rencana.
g. Kemudahan kerja. Sehingga ampuran beraspal mudah dilaksanakan, mudah
dihamparkan, dan mudah dipadatkan.
1.4.1
Jenis Campuran
AC dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain :
a. Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC), untuk perata atau laston atas
(Asphalt Treated Base/ATB), diameter butir maksimal 19,0 mm, dan
bertekstur halus.
18
Spesifikasi
3-5%
15%
75-82%
> 600 kg
200 350 kg/mm
2.4 mm
mengetahui kadar aspal optimum dari campuran beton aspal yang akan
diterapkan di lapangan.
c. Pemeriksaan kadar bitumen dengan cara ekstraksi.
Ekstraksi yang dilakukan merupakan proses pengendalian mutu, di mana
bermaksud untuk memeriksa kadar aspal pada suatu campuran yang telah
digelar di lapangan dengan kadar aspal optimum pada JMF. Selain
pemeriksaan kadar aspal, pemeriksaan gradasi agregat juga diperlukan
karena dapat mempengaruhi kinerja perkerasan jalan jika berbeda dnegan
19
Mulai
Memahami Spesifikasi
JMF AC MS 600
20
Agregat
Aspal Penetrasi
60/70
Kasar
Halus
Filler
Uji Aspal :
Uji Penetrasi
Uji Daktilitas
Uji Titik Lembek
Uji Titik Nyala
Uji Kelarutan
Uji Berat Jenis
Tidak
Tidak
Uji Agregat Gradasi (Uji
Analisis Saringan)
Memenuhi
Spesifikasi?
Memenuhi
Spesifikasi?
Ya
Ya
Campuran
Campuran
21
Uji Campuran :
Uji Marshall
Uji Ekstraksi
Tidak
Memenuhi
Spesifikasi?
Ya
JMF AC MS 600
Selesai
22