Kepada Yth.
Bapak/Ibu
Oleh:
dr. Handre Putra
Pembimbing:
dr. Rinang Mariko, Sp.A(K)
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
BAB II INFEKSI VIRUS DENGUE ........................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi.................................................................................................... 3
2.3 Etiologi ............................................................................................................ 4
2.4 Patogenesis ..................................................................................................... 5
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................. 9
2.6 Diagnosis ...................................................................................................... 13
BAB III SKORING INFEKSI DENGUE .................................................................. 17
3.1 Indikator Parameter ........................................................................................ 17
3.2 Sistem Skoring ............................................................................................... 23
BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 29
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Virus Dengue ............................................................................ 5
Gambar 2.2. Patogenesis Multifaktorial pada Infeksi Dengue ....................................... 6
Gambar 2.3. Respon host awal setelah digigit nyamuk Aedes aegypti..................... 7
Gambar 2.4. Secondary heterologous dengue infection .......................................... 8
Gambar 2.5. Teori Enhancing antibody ................................................................... 9
Gambar 2.6. Spektrum klinis infeksi virus dengue ................................................ 10
Gambar 2.7. Perjalanan klinis infeksi dengue ....................................................... 12
Gambar 2.8. Tes diagnostik infeksi virus dengue .................................................. 14
Gambar 2.9. Respon Imunologi Pada Infeksi Dengue ........................................... 15
Gambar 3.1. Algoritma Tanner dkk menentukan derajat keparahan infeksi dengue ...... 24
Gambar 3.2. Algoritma Potts dkk menentukan derajat keparahan infeksi dengue ......... 24
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011 ................................. 13
Tabel 3.1. Prediktor signifikan penentu derajat keparahan infeksi dengue ........... 26
Tabel 3.2. Skoring infeksi dengue ......................................................................... 26
Tabel 3.3. Level skor keparahan infeksi dengue dan risk estimation validity ........ 27
iv
DAFTAR SINGKATAN
ADCC
ADE
APC
APTT
CART
CI
DEN
DD
DBD
DNA
DIC
DSS
ICD-10
Ig G
Ig M
IL
NS
PAF
PCR
PEI
PELOD
PRISM III
prM
PT
PPV
OR
RNA
RT-PCR
SGOT
SGPT
TNF
WHO
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus ini termasuk dalam genus
Flavivirus dan famili Flaviviridae, terdiri atas empat serotipe yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3 dan DEN-4.1 Infeksi oleh salah satu dari empat serotipe akan
menyebabkan spektrum klinis penyakit dari demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) serta dengue syok sindrom (DSS).2 Patofisiologi yang
membedakan antara DBD/DSS dengan DD adalah adanya gangguan hemostasis
dan
peningkatan
permeabilitas
vaskuler
yang
menyebabkan
terjadinya
perembesan plasma.3
Dalam 50 tahun terakhir, insiden infeksi virus dengue meningkat 30 kali
lipat. Diperkirakan 50 juta orang terinfeksi setiap tahun dan 2.5 milyar orang
tinggal di daerah endemis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita infeksi dengue setiap tahunnya. Sementara
itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization
(WHO) mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus tertinggi di Asia
Tenggara.4 Pada tahun 2013 ditemukan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang
dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita, sedangkan pada tahun 2014
sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita infeksi dengue di 34
provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal
dunia.5
Gejala awal infeksi virus dengue sering tidak khas sehingga sering terjadi
keterlambatan diagnosis dan pasien masuk dalam keadaan berat. 6 Overdiagnosis
juga sering terjadi sehingga pasien dengan infeksi dengue ringan lebih sering
dirawat untuk observasi. Idealnya hanya kasus berat yang dirawat untuk
mendapatkan monitoring.7 Oleh karena itu, diperlukan suatu alat prognostik
sederhana dan cepat untuk menentukan derajat keparahan infeksi dengue seperti
skoring infeksi dengue. Skoring infeksi dengue akan sangat bermanfaat pada
tahap awal karena sangat sulit membedakan infeksi dengue ringan dengan kasus
berat. Penggunaan sistem skoring merupakan hal yang baru dan belum banyak
BAB II
INFEKSI VIRUS DENGUE
2.1 Definisi
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus ini termasuk dalam genus
Flavivirus dan famili Flaviviridae, terdiri atas empat serotipe yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3 dan DEN-4.1
2.2 Epidemiologi
Istilah Demam Berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Setelah tahun 1958, penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam
bentuk epidemik di beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia pertama
kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru
diperoleh pada tahun 1970. Pada saat ini infeksi dengue telah menyebar luas ke
seluruh provinsi di Indonesia.9
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropis dan
subtropis bahkan cenderung terus meningkat dan menimbulkan kematian pada
anak.1 Penelitian Karyanti dkk, 2014 menjelaskan kejadian DBD di Indonesia
meningkat dari 0.05/100.000 pada tahun 1968 menjadi 34-40/100.000 pada tahun
2013. Kejadian epidemik tertinggi terjadi pada tahun 2010, ditemukan 86/100.000
kasus. Kejadian outbreak DBD terjadi pada tahun 1973, 1988, 1998, 2007 dan
2010. Akan tetapi terdapat penurunan case fatality ratio dari 41% tahun 1968
menjadi 0.73% tahun 2013.10
Morbiditas dan mortalitas DBD dilaporkan di berbagai negara bervariasi
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan
vektor, tingkat penyebaran dengue, prevalensi serotipe virus dengue, dan kondisi
cuaca.12 Penelitian Karyanti dkk, 2014 mendapatkan angka kejadian DBD lebih
sering pada anak usia 5 hingga 14 tahun.13 Kepadatan vektor dihubungkan dengan
transmisi virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sebagai vektor primer dan Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris serta
Aedes niveus sebagai vektor sekunder. Risiko penularan dan penyebaran
2.4 Patogenesis
Patogenesis infeksi virus dengue merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor
agen atau penyebab, faktor lingkungan dan faktor host. Faktor agen meliputi
serotipe, jumlah, dan virulensi virus, faktor lingkungan dipengaruhi oleh
kelembapan, musim, suhu udara, curah hujan, kepadatan penduduk, mobilitas
penduduk, dan perilaku masyarakat, sedangkan faktor host terdiri dari status gizi,
umur, jenis kelamin, kerentanan genetik atau etnis, status imun, penyakit
penyerta/komorbiditas dan interaksi antara virus dengan penjamu.16, 17
Gambar 2.3 Respon host awal setelah digigit nyamuk Aedes aegypti.18
jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap jenis virus tersebut untuk
jangka waktu yang lama (homologous antibody). Pada infeksi selanjutnya,
heterologous antibody yang telah terbentuk dari infeksi primer, membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda. Namun tidak
dapat dinetralisasi bahkan membentuk kompleks yang infeksius.17
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotipe lain) karena adanya non-neutralizing antibody maka partikel virus DEN
dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara
kompleks imun dengan reseptor Fc- pada sel melalui bagian Fc dari IgG.
Kompleks imun selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan
komplemen terutama C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan
terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48
jam. Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis
dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, tatalaksana syok sangat
penting guna mencegah kematian.17
10
sehingga tidak disadari oleh orang tua. Pada masa penyembuhan akan muncul
ruam konvalesens di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular dan petekie
diselingi oleh bercak putih (white islands in the sea of red), dapat disertai rasa
gatal. Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet
positif ( 10 petekie dalam area 2,8 x2,8 cm) atau petekie spontan.16
Pada DBD terdapat tiga fase dalam perjalanan infeksi virus dengue, yaitu
fase demam, kritis dan penyembuhan. Setiap fase memerlukan pemantauan yang
cermat, karena setiap fase mempunyai risiko yang dapat memperberat penyakit.
Pada fase demam ditemukan demam yang serupa dengan DD, namun pada akhir
fase demam terjadi penurunan demam secara cepat ditandai dengan suhu tubuh
menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam disertai dengan
berkeringat dan perubahan laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan
gangguan sirkulasi ringan akibat kebocoran plasma. Pada kasus infeksi dengue
sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga
menimbulkan hipovolemia dan bisa berakhir dengan mortalitas.19
Pada fase kritis (fase syok) diawali dengan time fever of defervescence dan
terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi.
Pada fase ini dikenal istilah warning signs terjadi pada hari ke-3 hingga ke-7.
Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma dan bertambah berat saat pasien masuk dalam keadaan syok.
Pasien tampak semakin lesu tetapi pada umumnya tetap sadar. Petekie spontan,
perdarahan spontan (epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,
hematuria, menorrhagia) atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan
manifestasi perdarahan penting. Hepatomegali sering ditemukan pada pasien
DBD. Penurunan jumlah trombosit progresif <100.000/mm3 serta kenaikan
hematokrit 10-20% di atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma.
Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke ekstravaskular, seperti
efusi pleura, asites dan penebalan dinding vesica felea. Peningkatan hematokrit
(hemokonsentrasi) merupakan salah satu tanda paling awal untuk mendeteksi
kebocoran plasma yang biasanya berlansung 24-48 jam. Hemokonsentrasi
mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi. Oleh karena itu,
pemeriksaan hematokrit berkala sangatlah penting.16
11
Fase penyembuhan terjadi setelah 24-48 jam fase syok, ditandai dengan
reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular kembali ke intravaskular yang
berlansung bertahap. Fase ini ditandai dengan dengan keadaan umum, nafsu
makan, diuresis yang membaik, gejala gastrointestinal yang mereda, dan status
hemodinamik yang stabil. Pada fase ini akan ditemukan ruam konvalesens dan
hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan
yang direabsorbsi.16
DSS merupakan syok hipovolemi yang terjadi pada DBD diakibatkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler diserta perembesan plasma. Syok dengue terjadi
pada fase kritis, yatu pada hari ke-4 dan 5 dan sering didahului oleh warning
signs. Secara klinis ditemukan ekstremitas dingin dan lembab, sianosis, kulit
tubuh bercak-bercak (mottled skin), pengisian waktu kapiler >2 detik. Akibat
vasokontriksi perifer terjadi peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan
diastolik meningkat sedangkan tekanan sistolik tetap. Perbedaan tekanan antara
sistolik dan diastolik menyempit menjadi <20 mmHg (tekanan nadi). Pada
keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis tubuh mempertahankan organ vital
gagal, tekanan sistolik dan diastolik menurun, disebut dengan syok hipotensif.
12
Apabila keadaan ini terlambat terdiagnosis dan mendapat terapi cairan adekuat,
akan terjadi profound shock ditandai dengan nadi tidak teraba, tekanan darah tidak
terukur, sianosis yang semakin jelas.16
2.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus, tatalaksana
kasus, memperkirakan prognosis kasus, survelaince. Kriteria diagnostik
laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting
dalam pelaporan, surveilance dan langkah-langkah tindakan preventif dan
promotif.16
Tabel 2.1 Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011.19
DBD
DD
Derajat
Laboratorium
Leukopenia (jumlah
leukosit 4000
sel/mm3)
Trombositopenia
(jumlah trombosit
<100.000 sel/mm3)
Peningkatan
hematokrit (5%-10%)
Tidak ada bukti
perembesan plasma
DBD
I
Demam dan manifestasi perdarahan (uji
Trombositopenia
bendung positif) dan tanda perembesan
<100.000 sel/mm3;
plasma
peningkatan hematokrit
20%
DBD
II
Seperti derajat I ditambah perdarahan
Trombositopenia
spontan
<100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit
20%
DBD*
III
Seperti derajat I atau II ditambah
Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, tekanan <100.000 sel/mm3;
nadi 20 mmHg, hipotensi, gelisah,
peningkatan hematokrit
diuresis menurun
20%
DBD*
IV
Syok hebat dengan tekanan darah dan
Trombositopenia
nadi yang tidak terdeteksi
<100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit
20%
Diagnosis infeksi dengue: Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi
dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif (IgM anti
dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)
13
1. Isolasi virus
Penelitian Darwish dkk, 2015 menyebutkan isolasi virus dapat digunakan
untuk menganalisis virus, mendapatkan informasi epidemiologik molekular
dari analisis virus. Teknik ini memiliki spesifitas mencapai 100%, akan tetapi
sensitivitas masih lemah, yaitu 53%, selain itu proses pengerjaan yang rumit
dan harga pemeriksaan yang mahal.22
2. Polymerase chain reaction (PCR)
Polymerase chain reaction adalah proses amplifikasi dari DNA untuk
memproduksi cDNA dari RNA target dengan menggunakan teknik reaksi
reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR).20
Secara umum RT-PCR memiliki 2 kelemahan, yaitu adanya false-negatif
akibat variasi dari serotipe DENV dan tidak adanya protokol standar dalam
melakukan RT-PCR. Pemeriksaan ini hanya bisa mendeteksi pada fase infeksi
dan tidak lagi efisien jika dilakukan setelah hari ke 5-7, selain itu pemeriksaan
RT-PCR tidak tepat jika dilakukan di daerah endemis karena memerlukan
biaya yang besar, serta tenaga analis yang terlatih.20
14
15
IgM terdeteksi pada hari ke 5 pada 80% pasien, dan 90% pasien pada
hari ke 10. Titer tertinggi di observasi pada hari ke 15 dan menurun hingga tak
terdeteksi dalam 2 hingga 3 bulan sesudah infeksi. Sedangkan antibodi IgG
pada infeksi primer meningkat sekitar demam hari ke-14 dan pada infeksi
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosis
dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM
setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih
dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.18
16
BAB III
SKORING INFEKSI DENGUE
17
18
19
20
% dan 73 % usia > 5 tahun.47 Penelitian Pongpan dkk, 2013 hematokrit >
40% merupakan salah satu faktor prognostik infeksi dengue. Pongpan dkk
2013, meneliti 386 dari 777 pasien diperoleh hematokrit > 40% dengan nilai
hematokrit 40.5 4.8 pasien DBD dan 42.4 5.4 pasien DSS.28 Sesuai
dengan penelitian Singhi dkk, 2007 di Brazil peningkatan hematokrit > 30%
dari normal atau hematokrit > 40% diperkirakan dapat berkembang menjadi
infeksi dengue berat.48
Perubahan paling awal pada profil hematologi infeksi dengue adalah
penurunan progresif leukosit.1 Pada saat permulaan sakit DBD terjadi
leukopenia (leukosit < 5.000/mm3) diserta dengan limfositosis relatif (> 15%
limfosit atipik). Akan tetapi leukopenia sebagai penanda awal infeksi dengue
bukan sebagai prognostik, leukosit > 5.000/mm3 lebih sering ditemukan pada
pasien syok. Pada pasien syok dapat terjadi leukositosis sebagai suatu respon
awal terhadap stress metabolik.42 Penelitian Mayetti, 2010 mendapatkan
kejadian syok lebih banyak ditemui pada pasien dengan jumlah leukosit >
5.000/mm3.49 Penelitian Ledika, dkk 2015 terdapat hubungan antara leukosit
5.000/mm3 dengan infeksi dengue berat pada anak (OR 4.25 95% CI 1.5511.65).39
Jumlah trombosit mengalami penurunan secara progresif selama fase
akut infeksi dengue, mencapai jumlah terendah saat pasien DBD sebelum
memasuki time fever of defervescence bersamaan dengan kebocoran plasma.
Jumlah trombosit pada infeksi dengue mengalami penurunan pada hari ke-3
sampai dengan hari ke-7 kemudian mencapai normal kembali pada hari ke-8
atau ke-9. Mekanisme yang terlibat dalam trombositopenia dan perdarahan
selama infeksi dengue belum sepenuhnya dimengerti. Virus DENV dapat
secara lansung dan tidak lansung mempengaruhi sel induk hematopoietik
sehingga mengurangi proliferasi sel hematopoietik, termasuk megakariosit.
Infeksi dengue juga menginisiasi konsumsi yang berlebihan trombosit karena
DIC, dan destruksi trombosit karena proses apoptosis, aktivasi komplemen
serta keterlibatan antibodi anti-platelet.50 Penelitian yang dilakukan
Narayanan dkk, 200351, Wichman dkk, 200452, dan Dewi dkk, 200653 bahwa
syok lebih sering terjadi apabila jumlah trombosit 50.000/mm3. Penelitian
21
oleh Mayetti, 2010 menyimpulkan bahwa kadar hematokrit saat masuk >
42%, leukosit > 5000/mm3 dan trombosit 50.000/mm3 kemungkinan akan
berisiko mengalami syok dua kali lebih besar.50 Sesuai dengan penelitian
Ledika dkk, 2015 terdapat hubungan antara trombosit 50.000/mm3 dengan
infeksi dengue berat (OR 26.54 95% CI 8.59 81.88). Anak yang
menunjukkan jumlah trombosit 50.000/mm3 atau dengan penurunan jumlah
trombosit secara cepat membutuhkan perhatian khusus karena dapat
berkembang menjadi infeksi dengue berat. Jumlah trombosit pada hari
pertama rawatan menjadi parameter penting dalam pemantauan dan
tatalaksana infeksi dengue.39
5. Profil biokimia: SGOT (Serum glutamic-oxaloacetic transaminase), SGPT
(Serum glutamine-pyruvic transaminase), PT (Prothrombin time) dan APTT
(Activated partial thromplastin time).
Kerusakan hepar ditandai salah satunya oleh peningkatan enzim hepar, yaitu
SGOT/SGPT. Peningkatan SGOT terjadi pada 63-97% pasien infeksi dengue
dan SGPT 45-96% pasien infeksi dengue. SGOT tidak hanya dihasilkan oleh
hepar tapi juga dihasilkan oleh jantung, otot, sumsum tulang sedangkan
SGPT hanya dihasilkan hepar. Oleh karena itu, peningkatan SGOT tidak
selalu menggambarkan keterlibatan hepar. Nilai rata-rata peningkatan SGOT
93.9-174 U/L sedangkan SGPT 86-88.5 U/L. Peningkatan SGOT/SGPT
terjadi pada hari ketiga demam dan mencapai puncaknya hari ketujuh/delapan
demam dan menurun secara bertahap kembali normal dalam 3-8 minggu.
Kadar SGOT lebih tinggi dibandingkan SGPT terutama pada infeksi dengue
berat.54
Pemanjangan PT dan APTT termasuk salah satu faktor prognostik
DBD dan DSS menurut Shah dkk, 2004.55 Akan tetapi Pongpan dkk, 2013
tidak menemukan peningkatan enzim hepar dan pemanjangan PT/APTT
sebagai faktor risiko syok dengue. Disebabkan oleh peningkatan faal hepar
dan pemanjangan PT/APTT dianggap sebagai bagian respon setelah syok. Di
samping itu, pemeriksaan SGOT, SGPT, PT dan APTT tidak rutin diperiksa
dan tidak semua fasilitas tersedia pemeriksaan ini.28
22
23
Gambar 3.2 Algoritma Potts dkk dalam menentukan derajat keparahan infeksi
dengue 8
24
faktor
risiko
klinis
dan
laboratorium
dianalisa
menggunakan
25
Kategori
>6
6
Ya
Tidak
40
<40
<90
90
>5000
5000
50.000
>50.000
OR
1.46
95% CI
1.12-1.91
Ref
8.84-17.15
Ref
1.32-2.17
Ref
1.32-2.17
Ref
1.13-1.75
Ref
3.14-4.96
Ref
12.31
1.70
1.70
1.40
3.95
P value
0.005
Koefesien
0.38
<0.001
2.51
0.003
0.30
<0.001
0.53
0.002
0.34
<0.001
1.37
Indikator parameter di atas ditransformasi dalam bentuk sistem skoring. Nilai skor
dikonversi dengan koefesien, model koefesien terkecil (0.30) dan dibulatkan
menjadi 0.5. Rentang nilai skor 0- 8.5 dan total skor 0-18. 7
Tabel 3.2 Skoring infeksi dengue.7
Karakteristik Klinis
Usia (tahun)
Hepatomegali
Hematokrit (%)
Tekanan sistolik (mmHg)
Leukosit (/mm3)
Trombosit
Kriteria
>6
6
Ada
Tidak
>40
<40
<90
90
>5.000
5.000
50.000
>5.000
Skor
1
0
8.5
0
1
0
2
0
1
0
4.5
0
Sistem skoring di atas membagi derajat infeksi dengue menjadi 3 klasifikasi: DD,
DBD dan DSS. Cut-off points klasifikasi pasien berdasarkan derajat keparahan
infeksi dengue:7
1. Skor <2.5 (DD)
Pongpan dkk memprediksi DD dengan benar 297 dari 391 pasien, dengan
underestimation 19.8% (154 pasien). Berdasarkan hasil skor, pasien tidak
memerlukan rawat inap di rumah sakit bahkan jika pasien dalam keadaan
demam. Pasien dapat diobservasi di rumah, rawat jalan dengan terapi
26
Rentang
skor
<2.5
Tingkat keparahan
DD
DBD
DSS
(n=391)
(n=296)
(n = 90)
3.6 2.1 5.1 3.2 11.0 4.1
2.0-4.8
3.8-5.8
6.8-13.3
297
149
3
38.2
19.8
2.5-11.5
94
136
46
12.1
17.5
5.9
>11.5
11
39
1.4
5.0
Total
13.5
60.7
25.7
Sistem skoring oleh Pongpan dkk memprediksi DSS dengan benar, nilai
positive predictive value (PPV) yaitu 88% dan hasil ini sama dengan PPV dari
skor PELOD, PRISM III dan analisis CART, yaitu 82-95%.7 Sistem skoring ini
sudah dilakukan validasi pada tahun 2014 dengan hasil kurang akurat pada data
validasi, hal ini mungkin disebabkan pasien pada data validasi lebih atau kurang
derajat keparahannya daripada pasien dari data sebelumnya. Akan tetapi dari
perspektif klinis skoring ini sangat berguna bila diaplikasikan dalam praktek klinis
sehari-hari, karena hanya membutuhkan data klinis sederhana yang biasa
diperiksa secara rutin. 58
27
KESIMPULAN
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang terdiri atas empat serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Infeksi oleh salah satu dari empat serotipe di
atas akan menyebabkan spektrum klinis yang berbeda. Kebocoran plasma
merupakan faktor utama yang membedakan tingkat keparahan penyakit akibat
infeksi virus dengue.
Pada awal infeksi sangat sulit membedakan infeksi dengue ringan dengan
kasus berat, sehingga sering terjadi underdiagnosis maupun overdiagnosis infeksi
dengue. Untuk itu diperlukan alat prognostik sederhana seperti sistem skoring
yang diperoleh berdasarkan faktor risiko klinis dan laboratorium sederhana yang
telah diteliti memiliki peranan dalam menentukan derajat keparahan infeksi
dengue. Skoring infeksi dengue yang dikembangkan Pongpan dkk tahun 2013
menggunakan parameter klinis dan pemeriksaan labor rutin sederhana untuk
menentukan derajat keparahan infeksi dengue. Parameter yang digunakan antara
lain usia, hepatomegali, hematokrit, tekanan darah sistolik, leukosit dan trombosit.
Parameter ini sangat sederhana dan mudah digunakan pada layanan kesehatan
primer dengan fasilitas terbatas. Sehingga dapat diaplikasikan dalam praktek
klinis sehari-hari dan dapat membantu untuk mengurangi rawatan yang tidak
diperlukan
karena
overdiagnosis
serta
underdiagnosis.
28
mengurangi
mortalitas
akibat
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
29
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
30
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
Pham Tb, Nguyen TH, Vu TQ, Nguyen TL, Malvy D. Predictive factors of
dengue shock syndrome at the children hospital No. 1, Ho-Chi-Minh City,
Vietnam. 2007;100(1):43-7
Gupta V, Yadav TP, Pandey RM, Singh A, Gupta M, Kanaujiya P, et al.
Risk factors of dengue shock syndrome. Journal of Tropical Pediatrics.
2011;57:451-6
Petdachai W. Hepatic dysfunction in children with dengue shock syndrome.
Dengue Bull 2005;29:112-7
Falconar AKI, Romero-vivas CME. Simple prognostic criteria can
definitely identify patients who develop severe versus non-severe dengue
disease, or have other febrile illnesses. J Clin Med Res. 2011;4(1):33-44
Roy A, Sarkar D, Chakraborty S, Chaudhuri J, Ghosh P, Chakraborty S.
Profile of hepatic involvement by dengue virus in dengue infected children.
2013. North American Journal of Medical Sciences. 2013;5(8):480-5
Ledika Ma, Setiabudi D, Dhamayanti M. Association between clinical
profiles and severe dengue infection in children in developing country.
American Journal of Epidemiology and Infectious Disease. 2015;3(3):45-9
Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat D, Siripanichgon K. The differences
of clinical manifestations and laboratory findings in children and adults with
dengue virus infection. J Clin Virol. 2007;39(2):76-81.
Weerakoon KGAD, Chandrasekaram S, Jayabahu JPSNK, Gunasena S,
Kularatne SAM. Acute abdominal pain in dengue haemorrhagic fever: A
study in Sri Lanka. Dengue Bulletin. 2009;33:70-4
Khanna S, Vij JC, Kumar A, Singal D, Tandon R. Etiology of Abdominal
Pain in Dengue Fever. Dengue Bulletin. 2005;29:85-9
Srikiatkachorn A, Krautrachue A, Ratanaprakarn W, Wongtapradit L,
Nithipaya N, Kalayanarooj S, et al. Natural history of plasma leakage in
dengue hemorrhagic fever: a serial ultrasonographic study. Pediatric
Infectious Disease Journal. 2007;26(4):283-90
Hawarini N, Kosim MS, Supriatna M, Istanti Y, Sudjianto E. The
relationship between pleural effusion index and mortality in children with
dengue shock syndrome. 2012;52(4):239-42
Ejaz K, Khursheed M, Raza A. Pleural effusion in dengue. 2011;32(1):46-9
Espinosa JN, Dantes HG, Quintal JGC, Martinez JLV. Clinical profile of
dengue hemorrhagic fever cases in Mexico. Salud Publica de Mexico 2005;
47:193-200
Lam PK, Tam DTH, Dung NM, Tien NTH, Kleu NTT, Simmons C, et al. A
Prognostic Model for Development of Profound Shock among Children
Presenting with Dengue Shock Syndrome. PLOS one. 2015;10(5):1-13
Balasubramania S, Anandnathan K, Shivabalan SO, Data M, Amalraj E.
Cut-off hematocrit value for hemoconcentration in dengue hemorrhagic
fever. Journal pf Tropical Pediatrics Oxford University Press.
2005;50(2):123-4
Singhi S, KissoonN, Bansal A. Dengue and dengue hemorrhagic fever:
management issues in an intensive care unit. J Pediatr (Rio J).2007;83(2
Suppl):S22-35
Mayetti. Hubungan klinis dan laboratorium sebagai faktor risiko syok pada
DBD. Sari Pediatri. 2010;11(5):367-72
31
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
32
Candra A. Demam berdarah dengue: epidemiologi, pathogenesis, dan faktor risiko penularan.
Aspirator. 2010;2:110-9
1
Leong AS, Wong KT, Leong TY, Tan PH, Wannakrairot P. The pathology of dengue hemorrhagic
fever. Seminars in Diagnostic Pathology. 2007;24:227-36
3
Aditama TY. Demam berdarah biasanya mulai meningkat di Januari. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id. Diunduh pada tanggal 29 November 2015
6
Megariani, Mariko R, Alkamar A, Putra AE. Uji diagnostik pemeriksaan antigen nonstruktural 1
untuk deteksi dini infeksi virus dengue pada anak. Sari Pediatri. 2014;16(2):121-7
7
Potts JA, Gibbons RV, Rothman AL, Srikiatkachorn A, Thomas SJ, Supradish PO, dkk. Prediction of
dengue disease severity among pediatric Thai patients using early clinical laboratory indicators.
PLoS Neglected Tropical Diseases. 2010;4(8):1-7
5
33
17
John ALS, Abraham SN, Gubler D. Barriers to preclinical investigations of anti-dengue immunity
and dengue pathogenesis J. Nature Macmilan Publisher. 2013;11:420-6
19
World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.
20
Wright WF, Pritt BS. Update: the diagnosis and managementof dengue virus infection in North
American.Diagnostic Microbiology and Infectious Disease. 2012;73:215-20
21
Peeling RW, Artsob H, Pelegrino JL, Buchy P, Cardosa MJ, Devi S, et al. Evaluation of diagnostic
tests: dengue. 2010;8(12 Suppl):30-8.
22
Darwish NT, Alias YB, Khor SM. An introduction to dengue-disease diagnostic. Trends in
Analytical Chemistry. 2015;67:45-55
23
Amorim JH, Alves RDS, Boscardin SB, Ferreira LSDS. The dengue virus non-structural 1 protein:
risks and benefits. Virus Research. 2014;181:53-60
24
Dussart P, Labeau B, Lagathu G. Evaluation of an enzyme immunoassay for detection of dengue
virus NS1 antigen in human serum. Plos. 2006;13:11859.
25
Datta S, Wattal C. Dengue NS1 antigen detection: A useful tool in early diagnosis of dengue
virus infection.Indian J Med Microbiol 2010;28:107-10.
26
Kumarasamy V, Chua SK, Hassan Z, Wahab AH, Chem YK, Mohamad M, dkk. Evaluating the
sensitivity of a commercial dengue NS1 antigen-capture Elisa for early diagnosis of acute dengue
infection. Singapore Med J 2007;48:669-73.
27
Garcia CJA, Guzman GFJ, Alejandro QVM, Ruiz MCG, Sachez HM, Lemarroy CRC. Dengue
hemorrhagic fever in infant after primoinfection.Bol Med Hosp Infant Mex. 2010;67:355-8.
28
Phubhakdi CB, Hemungkorn M, Thisyakorn U, Thisyakorn C. Risk factors influencing severity in
pediatric dengue infection. Asian Biomedicine. 2008;2(5):409-13
29
Anders KL, Nguyet NM,Chau NVV, Hung NT, Thuy TT, Lien LB, et all. Epidemiological factors
associated with dengue shock syndrome and mortality in hospitalized dengue patients in Ho Chi
Minh city, Vietnam. 2011;123-34
30
Anker M, Arima Y. Male-female differences in the number of reported incident dengue fever
cases in six Asian countries. Western Pacific Surveillance and Response Journal. 2011;2(2):17-23
31
Hammond SN, Balmaseda A, Perez L, Tellez Y, Saborio SI, Mercado JC, et al. Differences in
dengue severity in infants, children, and adults in a 3-year hospital-based study in Nicaragua. Am
J Trop Med Hyg. 2005;73(6):1063-70
32
Junia J, Garna H, Setiabudi D. Clinical risk factors for dengue shock syndrome in children.
Paediatr Indones. 2007;47(1):7-11.
33
Pham Tb, Nguyen TH, Vu TQ, Nguyen TL, Malvy D. Predictive factors of dengue shock syndrome
at the children hospital No. 1, Ho-Chi-Minh City, Vietnam. 2007;100(1):43-7
34
Gupta V, Yadav TP, Pandey RM, Singh A, Gupta M, Kanaujiya P, et al. Risk factors of dengue
shock syndrome. Journal of Tropical Pediatrics. 2011;57:451-6
35
Petdachai W. Hepatic dysfunction in children with dengue shock syndrome. Dengue Bull
2005;29:112-7
36
Falconar AKI, Romero-vivas CME. Simple prognostic criteria can definitely identify patients who
develop severe versus non-severe dengue disease, or have other febrile illnesses. J Clin Med Res.
2011;4(1):33-44
37
Roy A, Sarkar D, Chakraborty S, Chaudhuri J, Ghosh P, Chakraborty S. Profile of hepatic
involvement by dengue virus in dengue infected children. 2013. North American Journal of
Medical Sciences. 2013;5(8):480-5
18
34
Ledika Ma, Setiabudi D, Dhamayanti M. Association between clinical profiles and severe
dengue infection in children in developing country. American Journal of Epidemiology and
Infectious Disease. 2015;3(3):45-9
39
Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat D, Siripanichgon K. The differences of clinical
manifestations and laboratory findings in children and adults with dengue virus infection. J Clin
Virol. 2007;39(2):76-81.
40
Weerakoon KGAD, Chandrasekaram S, Jayabahu JPSNK, Gunasena S, Kularatne SAM. Acute
abdominal pain in dengue haemorrhagic fever: A study in Sri Lanka. Dengue Bulletin. 2009;33:704
41
Khanna S, Vij JC, Kumar A, Singal D, Tandon R. Etiology of Abdominal Pain in Dengue Fever.
Dengue Bulletin. 2005;29:85-9
42
Srikiatkachorn A, Krautrachue A, Ratanaprakarn W, Wongtapradit L, Nithipaya N, Kalayanarooj
S, et al. Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic fever: a serial ultrasonographic
study. Pediatric Infectious Disease Journal. 2007;26(4):283-90
43
Hawarini N, Kosim MS, Supriatna M, Istanti Y, Sudjianto E. The relationship between pleural
effusion index and mortality in children with dengue shock syndrome. 2012;52(4):239-42
44
Ejaz K, Khursheed M, Raza A. Pleural effusion in dengue. 2011;32(1):46-9
45
Espinosa JN, Dantes HG, Quintal JGC, Martinez JLV. Clinical profile of dengue hemorrhagic fever
cases in Mexico. Salud Publica de Mexico 2005; 47:193-200.
46
Lam PK, Tam DTH, Dung NM, Tien NTH, Kleu NTT, Simmons C, et al. A Prognostic Model for
Development of Profound Shock among Children Presenting with Dengue Shock Syndrome. PLOS
one. 2015;10(5):1-13
47
Balasubramania S, Anandnathan K, Shivabalan SO, Data M, Amalraj E. Cut-off hematocrit value
for hemoconcentration in dengue hemorrhagic fever. Journal pf Tropical Pediatrics Oxford
University Press. 2005;50(2):123-4
48
Singhi S, KissoonN, Bansal A. Dengue and dengue hemorrhagic fever: management issues in an
intensive care unit. J Pediatr (Rio J).2007;83(2 Suppl):S22-35.
49
Mayetti. Hubungan klinis dan laboratorium sebagai faktor risiko syok pada DBD. Sari Pediatri.
2010;11(5):367-72
50
Azeredo ELD, Monteiro RQ, Pinto LMDO. Thrombocytopenia in dengue: interrelationship
between virus and the imbalance between coagulation and fibrinolysis and inflammatory
mediators. Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation. 2015;10:1-17
51
Narayanan M, Aravind MA, Ambikapathy P. Dengue fever-clinical and laboratory parameters
associated with complications. Dengue Bulletin 2003; 27:108-15.
52
Wichmann O, Hongsiriwon S, Bowonwatanuwong C, Chotivanich K, Sukhtana Y,
Pukrittayakamee. Risk factors and clinical features associated with severe dengue infection in
adults and children during the 2001 epidemic in Chonburi, Thailand. Trop Med and Int Health
2004;9:1022-9.
53
Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. Clinical features of dengue hemorrhagic fever and risk factors
of shock event. Pediatr Indones. 2006;46:144-8
54
Samanta J, Sharma V. Dengue and its effect on liver. World J Clin Cases. 2015;3(2):12531.
55
Shah I, Deshpande GC, Tardeja PN. Outbreak of dengue in Mumbai and predictive markers for
dengue shock syndrome. J Trop Pediatr. 2004;50(5):301-305.
57
Pongpan S, Patumanond J, Wisitwong A, Tawichasri C, Namwongprom S. Validation of dengue
infection severity score. Dovepress. 2014;3:45-9
38
35