Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Data WHO menunjukkan 17 juta orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit
jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia. Terdapat 36 juta penduduk atau sekitar
18% total penduduk Indonesia 80% diantaranya meninggal secara mendadak setiap
tahunnya dan 50% tidak menunjukkan gejala. Data di RS Jantung dan Pembuluh Darah
pasien penyakit jantung koroner baik rawat jalan maupun rawat inap mengalami
peningkatan 10% setiap tahunnya dan di AS 1,5 juta orang mengalami serangan jantung
dan 478.000 orang meninggal karena jantung koroner setiap tahunnya (Hediyani, 2012).
Sindrom koroner akut menurut Kumar, 2007 merupakan spektrum manifestasi akut
dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran. Sindrom koroner
akut meliputi berbagai kondisi patologi yang menghambat aliran darah dalam arteri yang
mensuplai jantung. Penyakit aterosklerosis koroner disebabkan kelainan metabolisme
lipid, koagulasi darah, keadaan biofisika, dan biokimia dinding arteri. Sindrom koroner
akut (SKA) meliputi spektrum penyakit dari infark miokard akut (IMA) sampai angina
tak stabil (unstable angina).
SKA membutuhkan penanganan awal yang cepat dan tepat oleh tenaga kesehatan
untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Peran tenaga kesehatan khususnya
perawat adalah upaya pencegahan komplikasi maupun penanganan yang cepat untuk
melakukan penyelamatan jiwa melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif. Oleh sebab itu perawat perlu memahami dan mengetahui konsep teoritis dan
keterampilan profesional yang harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga
dapat memberikan asuhan keperawatan pasien dengan penyakit jantung, khususnya
SKA. Berdasarkan masalah tersebut, maka kelompok membuat makalah dengan judul
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut.
Tujuan
1 Tujuan umum
Mampu mengaplikasikan secara teoritis konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan Sindrom Koroner Akut /SKA.
2 Tujuan khusus
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a Menjelaskan konsep dasar teori Sindrom Koroner Akut (SKA)
b Mengasimilasikan antara konsep dengan asuhan keperawatan pada Sindrom
Koroner Akut (SKA)
c Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut.
B Ruang Lingkup Masalah
Lingkup pembahasan makalah asuhan keperawatan pasien dengan Sindrom Koroner
Akut (SKA) adalah hal yang terkait dengan proses asuhan keperawatan mulai dari
landasan teoritis sampai dengan penerapan rencana asuhan keperawatan pada contoh
kasus yang diperoleh kelompok saat praktek lapangan.
C Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan dari berbagai
sumber, antara lain: studi kepustakaan buku-buku keperawatan dan internet yang sesuai
dengan makalah yang disusun oleh kelompok.
D Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari lima BAB yang membahas tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA). Pada BAB I tentang pendahuluan,
BAB II tentang landasan teoritis dan asuhan keperawatan, BAB III tentang kasus, BAB
IV pembahasan dari kasus yang kelompok temukan di lapangan dengan landasan toritis,
dan BAB V adalah penutup.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A Anatomi Fisiologi
1

Arteri Koroner
Fungsi dari sistem arteri koroner adalah memberikan aliran darah yang kaya
oksigen dan nutrisi kepada miokardium (http://repository.usu.ac.id, 2010). Arteri
koroner terletak di aorta tepatnya di sinus valsava yang kemudian bercabang
menjadi 2 bagian yaitu Left Main Coronary Artery (LMCA) dan Right Coronory
Artery (RCA). Left Main Coronary Artery kemudian terbagi menjadi dua yaitu
Left anterior Desendens (LAD) dan Left Circumflex (LCx). Arteri ini melingkari
jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna yaitu sulkus atrioventriokular yang
melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel, yang kedua sulkus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini
dinamakan kruks jantung dan merupakan salah satu bagian terpenting dari
jantung. LAD memperdarahi bagian depan kiri dan turun ke bagian bawah
permukaan jantung melalui sulkus interventrikuler sebelah depan, kemudian
melintasi apex jantung, berbalik arah dan terus mengarah ke atas sepanjang
permukaan bawah dari sulkus interventrikuler. Daerah yang diperdarahinya
adalah ventrikuler kiri dan kanan dan bagian interventrikuler septum. LCx akan
berjalan ke sisi kiri jantung di sulkus atrioventrikuler kiri yang akan
memperdarahi atrium kiri dan dinding samping serta bawah ventrikel kiri, 45%
memperdarahi SA Node dan 10% memperdarahi AV Node. RCA akan
memperdarahi jantung bagian kanan (atrium kanan, ventrikel kanan, dan dinding
sebelah dalam ventrikel kiri). RCA memperdarahi SA Node sebanyak 55% dan
AV Node 90%.
Hanya terdapat sedikit anastomosis di antara arteri coronaria utama, karena
itu jika terjadi sumbatan pada arteri coronaria atau salah satu cabangnya akan
menghilangkan aliran darah pada bagian otot jantung yang akan mendapatkan
suplai dari pembuluh darah tersebut.
Hasil metabolisme tersebut akan ditampung oleh venula kemudian dialirkan
ke vena-vena (vena jantung seperti vena Tebessian, vena Cardiaca Anterior), lalu

ke pembuluh darah yang lebih besar (sinus koronarius) yang akan mengalirkan
darah ke atrium kanan melalui ostium sinus koronarius yang bermuara di atrium
kanan (Muttaqin, 2009).

Struktur pembuluh darah


Pembuluh darah terdiri dari 3 lapisan, lapisan yang paling dalam disebut
tunika intima. Tunika intima terdiri dari 2 lapisan, lapisan yang lebih dalam
adalah lapisan endotel dan lapisan yang lebih luar adalah lapisan sub endotel.
Lapisan endotel terdiri dari sel endothelia yang ada pada lamina basalis.
Sedangkan lapisan sub endotel terdiri dari kolagen, sel otot polos dan fibroblast
sel. Lapisan yang lebih luar dari tunika intima adalah tunika media.
Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos yang berpilin, dan tersusun
konsentris, serta elastin dan lamela juga reticular dan prostaglandin yang tersebar
diantaranya. Khusus pada venula sebelum kapiler dan kapiler itu sendiri, tunika
media pada pembuluh darah tersebut tersusun dari sel yang disebut perisit.
Lapisan yang paling luar adalah tunika adventitia.
Tunika adventitia terdiri dari kolagen dan elasttin. Berbeda dari kolagen pada
tunika media yang merupakan kolagen type III, kolagen pada tunika adventitia
merupakan kolagen tipe I.
Tunika adventitia kemudian akan bersatu dengan jaringan ikat yang
membungkus organ yang dilalui oleh pembuluh darah tersebut.
Pada arteri, terdapat lamina elastika interna diantara tunika intima dan media.
Lamina elastika interna tersusun dari elastin yang berfenestra (berjendela)
sehingga memungkinkan senyawa-senyawa untuk berdifusi dan memberi makan
sel yang letaknya lebih dalam pada pembuluh darah. Pada arteri yang lebih besar,
selain terdapat lamina elastika interna juga terdapat lamina elastika eksterna
diantara tunika media dan tunika adventitia. Lamina elastika eksterna lebih tipis
bila dibandingkan dengan lamina elastika interna.
Pada pembuluh darah yang besar terdapat struktur yang dinamakan vasa
vasorum (pembuluh dari pembuluh). Vasa vasorum ini banyak terdapat pada
tunika adventitia dan tunika media bagian luar karena lapisan pada kedua bagian

tersebut lebih tebal sehingga difusi saja tidak cukup untuk menyalurkan
metabolik dan nutrisi ke dalamnya. Vasa vasorum lebih banyak ditemukan pada
vena dibandingkan pada arteri. Hal ini terkait dengan kurangnya oksigen dan
nutrisi pada darah yang mengalir dalam pembuluh darah vena.

B Definisi
Definisi SKA merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan
keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen (O2) miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).
Acute Coronary Syndrome meliputi berbagai kondisi patologi yang menghambat
aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung (C. Long, Barbara, 1999).
Acute Coronary Syndrome merupakan suatu istilah atau terminology yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
yang meliputi angina pectoris tidak stabil, infark miokard gelombang non Q atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST elevation miocard
infarction/NSTEMI), infark miokard dengan gelombang Q atau infark miokard
dengan elevasi segment ST (ST elevation miocard infarction/STEMI) (Departemen
Kesehatan, 2007).
Sheerwood, 2001 menjelaskan bahwa pada keadaan jantung normal, aliran
darah koroner meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan oksigen, namun
pada penyakit arteri koroner aliran darah tidak dapat memenuhi peningkatan
kebutuhan oksigen.

C Etiologi
Etiologi terjadinya menurut Kasuari, 2002 yaitu :
1 Tiga faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke miokard:
a

Faktor pembuluh darah :


1

Aterosklerosis

Spasme

3
b

Arthritis

Faktor sirkulasi:
1

Hipotensi

Stenosis aorta

Insufisiensi

Faktor darah:
1

Anemia

Hipoksemia

Polisitemia

Curah jantung yang meningkat:

Aktivitas yang berlebihan

Makan terlalu banyak

Emosi

Hipertiroidisme

Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada:


a

Kerusakan miokard

Hipertropi miokard

Hipertensi diastolik

Faktor resiko pada SKA (Muttaqin, 2009) dibagi menjadi :


1 Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
a

Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA
meningkat seiring
pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau
lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65 tahun.
Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari
pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.

Jenis kelamin

Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada wanita
resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada wanita setelah
menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid
dalam darah.
c

Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis pada
orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama
dengan anggota keluarga lain.

Suku bangsa
Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dibandinkan dengan
kulit putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33% orang Amerika
kulit hitam menderita hipertensi dibandingkan dengan kulit putih.

Faktor resiko yang dapat dirubah:


a

Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA
daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak
rokok per hari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini
dikaitkan dengan pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida
karbon yang terkandung dalam rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja
miokardium dan dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon monoksida
menganggu pengangkutan oksigen karena hemoglobin mudah berikatan
dengan karbon monoksida daripada oksigen.

Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam transportasi,
digesti, dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol melebihi
300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA dibandingkan yang
memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan
faktor utama yang menimbulkan hiperlipidemia.

Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa
memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi

pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan
dalam pertumbuhan atheroma.
d

Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan kebutuhan
ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk miokard untuk
menghadapi suplai yang berkurang.

Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang meningkat
dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan dengan
peningkatan intake kalori dan kadar low density lipoprotein.

Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara menurunkan
kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologis dari
kegiatan mampu menurunkan kadar kepekatan rendah dari lipid protein,
menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac output.

Stres psikologis berlebihan


Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang
meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi

D Patofisiologi
Faktor penyebab utama pada SKA adalah kurangnya aliran darah ke miokard
yang terbanyak sering disebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis ditandai dengan
adanya akumulasi bahan lemak/lipid dan jaringan fibrosa pada dinding arteri,
pertambahan aterosklerosis membuat lumen dari pembuluh darah menyempit dan
aliran darah terhambat ke daerah miokardium. Dinding pembuluh darah akan
kehilangan elasitasnya dan menjadi kurang responsif terhadap perubahan volume
dan tekanan.
Pathogenesis dari aterosklerosis (C. Long, Barbara, 1999) pada ACS dimulai
dengan lesi atherosklerosis timbul pada permulaan dari arteri koroner utama. Proses
perjalanan penyakit pada awalnya setempat, kemudian menjadi difus dan
bertambah. Lesi yang pertama timbul pada dinding arteri koroner disebut garis
lemak. Sel-sel yang mengandung lipid atau sel-sel busa (foam cells) invasi ke dalam
dinding intima dan menimbulkan garis-garis lemak, karena penyakit berlanjut
kemudian timbul sejenis benjolan dengan ukuran yang terus meningkat sehingga

kapasitas lumen pembuluh menjadi terbatas. Lesi tersebut merupakan jenis


karakteristik khas aterosklerosis yang berkembang.
Tingkat aterosklerosis yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan fibrosa
berkapur. Deposit kapur dapat ruptur dan meningkatkan resiko spasmus,
membentuk thrombus, dan emboli. Ini adalah jenis lesi aterosklerosis yang
menimbulkan gejala coronary artery disease (CAD). Lumen arteri menjadi begitu
sempit, sehingga timbul ketidakseimbangan suplai oksigen untuk miokardium
dibandingkan dengan kebutuhan. Manifestasi iskemik miokardium biasanya tidak
akan terjadi sampai arteri 75% tersumbat. Hal itu bisa berakibat angina pektoris,
infark miokardium dan kematian mendadak.
Angina pektoris merupakan cerminan dari iskemik miokard. Nyeri dada angina
biasanya berlokasi dibawah sternum (retrosternal) dan kadang menjalar ke leher,
rahang, bahu dan kadang lengan kiri atau keduanya. Kadang angina dikeluhkan
sebagai tanda tak enak di dada atau rasa berat di dada, rasa penuh, diremas,
dicengkram, dan rasa seperti ditikam (Muttaqin, 2009). Pada lansia kemungkinan
rasa nyeri yang dirasakan nyeri viseral yang disertai dengan sesak napas, keringat
dingin, mual, rasa melayang, dan lemah.
Angina pektoris stabil ditandai dengan nyeri dada yang berakhir 5-15 menit. Hal
ini dapat timbul karena aktivitas, stress, atau kedinginan kemudian menghilang
dengan istirahat atau minum obat. Angina pektoris stabil biasanya disebabkan oleh
lesi koroner yang fixed (plak yang stabil). Pada Unstable Angina Pektoris (UAP)
mencerminkan suatu keadaan klinis diantara angina pektoris stabil dan infark
miokardium. Biasanya berhubungan dengan ruptur plak dan trombosis.
Iskemia mengganggu permeabilitas sel-sel miokardium terhadap elektrolitelektrolit yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas miokardium. Proses
iskemik yang berlangsung lebih dari 3545 menit akan menyebabkan kerusakan selsel yang ireversibel dan nekrosis miokardium.
Infark miokard akut disebabkan oleh penyumbatan yang tiba-tiba pada salah
satu cabang dari arteri koronaria. Penyumbatan ini dapat meluas dan mengganggu
fungsi jantung atau mengakibatkan nekrosis miokardium (Muttaqin, 2009). Infark
tidak langsung menjadi total. Trauma iskemik berkembang dan meluas kemudian
baru terjadi infark atau timbul nekrosis. Pada saat proses iskemik berlangsung,
lapisan subendokardium (karena sangat peka terhadap kekurangan oksigen)
mengalami hipoksia kemudian baru seluruh miokardium.
Nyeri dada oleh karena infark biasanya adanya serangan angina pektoris yang
lebih berat 15-30 menit, kecuali pada lansia dan penderita diabetes. Pasien dengan
infark inferior kadang terasa seperti nyeri abdomen, mual, dan muntah. Pasien yang
mengalami infark akut menjadi gelisah, cemas, takut, merasa nyawa terancam, sulit
bernapas, sianosis, dan syok. Ada pula sekitar 5-20 % dari pasien dengan serangan
infark miokard akut tanpa rasa nyeri.

E Klasifikasi
SKA berdasarkan gambaran EKG dibagi menjadi 3 yaitu:
1 Unstable Angina Pektoris (UAP)

Nyeri dada yang timbul pada saat istirahat selama kurang dari 20 menit. Ada
peningkatan dalam frekuensi sakitnya atau ada gejala perburukan dan disertai
perubahan EKG (gelombang T terbalik 0,2 mV dan atau depresi segmen ST >
0,05 mV)
Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)

Riwayat nyeri dada yang khas selama lebih dari 20 menit, tidak disertai dengan
perubahan EKG berupa elevasi segmen ST, tidak hilang dengan nitrat dan
ditandai dengan peningkatan enzim jantung (CKMB).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
Riwayat nyeri dada yang khas selama lebih dari 20 menit, disertai dengan
perubahan EKG berupa elevasi segmen ST, tidak hilang dengan nitrat dan
ditandai peningkatan enzim jantung.

F Tanda dan Gejala


Nyeri dada merupakan sindrom klinis yang terjadi akibat aliran darah ke arteri
koroner berkurang. Ketidakseimbangan yang terjadi antara suplai dan kebutuhan
miokardium menimbulkan nyeri akibat perubahan metabolisme aerob menjadi
anaerob, produk tambahan dari metabolisme anaerob adalah asam laktat.
Pada unstable angina pektoris, nyeri dada biasanya dirasakan pada area
substernal dan retrosternal dapat menjalar ke leher, rahang, lengan, punggung. Nyeri
timbul dirasakan akibat gerakan atau aktivitas, gangguan emosi, namun dapat
berkurang dengan istirahat dan nitrogliserin.
Nyeri yang dirasakan pada infark miocard seperti diremas-remas yang hebat,
tidak hilang dengan istirahat, dan nitrogliserin sering disertai dengan sesak
nafas/dispneu, pucat, dingin, diaporesis berat, pening atau kepala terasa melayang
dan mual muntah.
G Komplikasi
Adapun komplikasi dari SKA menurut Price & Wilson, 1995 diantaranya:
1

Gagal Jantung Kongesti


Gagal jantung kongesti sirkulasi akibat sirkulasi disfungsi miokard tempat
kongesti tergantung dari ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kiri menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis. Disfungsi
ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
Kompilkasi mekanis yang paling sering setelah infark miokard adalah gagal
jantung kiri

Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah darurat medis yang memerlukan tindakan cepat dan
tepat untuk menghindari kerusakan sel yang ireversibel dan kematian, biasanya
diakibatkan oleh kegagalan ventrikel kiri.

Regurgitasi mitral akut


Kelainan regurgitasi mitral akut ini dapat relatif ringan dan bersifat sementara
bila disebabkan oleh disfungsi otot papilaris. Ruptur otot papilaris/korda tendinea
lebih jarang dan sering menyebabkan gagal jantung akut dan penurunan tekanan
darah. Inkompetensi katup akibat aliran balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium
kiri, akibat yang terjadi adalah pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti atrium kiri dan vena pulmonalis.

Ruptur jantung dan septum


Ruptur ventrikel menyebabkan tamponade karena dinding nekrotik yang tipis
sehinga terjadi perdarahan massif ke dalam jantung perikardium sehingga
menekan jantung.

Tromboembolisme
Trombus mural dapat ditemukan di ventrikel kiri pada tempat infark miokard dan
kadang-kadang terjadi dalam 24 jam pertama, bila diketahui ada trombus mural
maka anti koagulan perlu diberikan.

Aneurisma Ventrikel
Aneurisma ventrikel dapat timbul setelah terjadi MCI transmural. Nekrosis dan
pembentukan parut membuat dinding miokard menjadi lemah. Ketika sistol,
tekanan tinggi dalam ventrikel membuat bagian miokard yang lemah menonjol
keluar. Darah dapat merembes ke dalam bagian yang lemah itu dan dapat menjadi
sumber emboli. Disamping itu bagian yang lemah dapat mengganggu curah
jantung kebanyakan aneurisma ventrikel terdapat pada apex dan bagian anterior
jantung.

Perikarditis
Sering ditemukan dan ditandai dengan nyeri dada yang lebih berat pada inspirasi
dan tidur terlentang. Infark transmural membuat lapisan epikardium yang

langsung kontak dengan perikardium kasar, sehingga merangsang permukaan


perikard dan timbul reaksi peradangan.
8

Aritmia
Lazim ditemukan pada fase akut MCI, aritmia perlu diobati bila menyebabkan
gangguan hemodinamik. Aritmia memicu peningkatan kebutuhan O2 miokard
yang mengakibatkan perluasan infark.

H Pemeriksaan penunjang
Diagnosa SKA umumnya diangkat berdasarkan tanda dan gejala, EKG 12 lead, tes
laboratorium yang kemudian dapat dijadikan data untuk menentukan apakah pasien
termasuk UAP, NSTEMI atau STEMI. Prognosis tergantung dari seberapa berat
obstruksi arteri koroner dan seberapa kerusakan yang terjadi pada miokardium.
1 EKG
Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal EKG tidak
menyingkirkan tidak adanya iskemik miokard atau memulangkan pasien,
pemeriksaan EKG perlu dilakukan secara berkala.
a NSTEMI : depresi ST segmen >0,5 mm pada sandapan yang berdekatan atau
inversi gelombang T >2 mm yang dinamik memberikan kecurigaan adanya
suatu sindrom koroner akur non ST elevasi.
b

STEMI: ST elevasi >1 mm pada 2 atau lebih sandapan yang berdekatan pada
limb lead dan atau segment elevasi > 2 mm pada 2 sadapan chest lead, atau
gambaran LBBB baru yang menunjukan adanya suatu sindrom koroner akut
dengan elevasi ST/infark transmural. Gelombang T iskemik biasanya
terbalik, dalam dan simetris. Gelombang Q merupakan tanda kemungkinan
terdapat jaringan yang mati.

Penentuan lokasi infark berdasarkan hasil perekaman EKG (Dharma, Surya,


2009) adalah:
1 Anterior
: V3, V4
2

Anteroseptal

: V1, V2, V3, V4

Antero ekstensif

: I, AVL, V2 sampai V6

Anterolateral

: I, aVL, V3, V4, V5, V6

Inferior

: II, III, aVF

Lateral

: I, aVL, V5, V6

Septum

: V1, V2

Posterior

: V7, V8, V9

Foto thoraks

Foto thoraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung
atau peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya infark miokard atau
disfungsi ventrikel kiri, namun temuan ini kadang tidak dapat diandalkan.
Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim, dan enzim tersebut dapat
membantu dalam menegakkan infark miokard.
a Creatinin Kinase (CK, CKMB) mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam
12-16 jam, normal kembali antara 3-4 hari tanpa terjadi nekrosis baru.
Enzim CKMB sering dijadikan indikator MCI sebab hanya terjadi saat
kerusakan jaringan miokard. Nilai referensi CKMB 0-24 u/l. Kuantitatif
Troponin T sebagai kriteria diagnostik untuk infark miokard akut, barubaru
ini didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran troponin < 0.03 =
negative. 0.03 0,1 = low. 0,1 2 = MCI. > 2 = massive MCI.
b LDH: Dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah
3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
c Elektrolit: ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat mempengaruhi
konduksi dan kontraktilitas jantung, misalnya: hipokalemia, hiperkalemia.
d Sel darah putih: kadar leukosit biasanya tampak mengalami peningkatan
pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
e Kecepatan sedimentasi meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA
menunjukkan inflamasi.
f AGD: dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit paru akut maupun
kronis.
g Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukan arteriosklerosis
sebagai penyebab IMA.

Echocardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung, gerakan katup atau


dinding ventrikel dan konfigurasi atau fungsi katup.
Pemeriksaan Pencitraan Nuklir
a
b

Talium
: mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard
misalnya lokasi atau luasnya AMI.
Technetium : terkumpul dalam sel iskemik disekitar area nekrotik.

Pencitraan darah jantung (MUGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding


regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
Angiografi koroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner, biasanya dilakukan


untuk mengukur tekanan ruang jantung dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau bersifat darurat.
Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup ventrikel, lesi
vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

Penatalaksanaan
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada
penderita dengan infark miokard, yaitu :
1 Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik,
angioplasti, atau CABG.
2 Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti
platelet.
3 Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi
oksigen demand atau mencukupi kebutuhan oksigen.
Protokol tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita:
1 Oksigen nasal 2-3 L/menit
2 Aspilet kunyah 160-320 mg
3 Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
4 Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali, jika masih nyeri dada diberi Morphin
2,55 mg IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 5
mikrogram/menit atau dititrasi.
5 Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit,
CKMB, hs-Troponin
6 ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi)
7 Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium antagonis
8 Statin
9 Anti koagulan:
a CCT > 30 ml/menit berikan pondafarinux atau enoxafarine subkutan, jika
CCT < 30 ml/menit berikan UFH atau enoxafarine (1 mg/KgBB subkutan
sehari sekali).
b Loding dose heparin bolus 60-70 unit maksimal 4000 unit dengan dosis
pemeliharaan 12-15 unit/KgBB/jam maksimal 1000 unit/jam dengan target
APTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Dosis enoxafarine 1 mg/KgBB subkutan setiap
12 jam. Dosis pondafarinux 2,5 mg subkutan sekali sehari.

Protokol tatalaksana awal SKA dengan elevasi segmen ST di RS Jantung dan


Pembuluh Darah Harapan Kita:
1 Onset kurang dari 12 jam:
a Oksigen nasal 2-3 L/menit.
b Aspilet kunyah 160-320 mg
c Clopidrogel loading dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg. clopidrogel
loading dose 600 mg hanya diberikan pada pasien yang akan dilakukan PPCI
dan tidak diberikan pada pasien usia lebih dari 75 tahun atau yang rutin
mendapat clopidrogel.
d Nitrat tablet 5 mg SL maksimal 3 kali, jika masih nyeri dada diberikan
Morphin 2,55 mg IV atau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai
dari 10 mikrogram/menit.
e Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit,
CKMB, hs-Troponin
f Penatalaksanaan untuk SKA adalah PCI (Percutaneus Coronary
Intervention) dan fibrinolitik. PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di ruang
kateterisasi, jika PCI tidak bisa dilakukan diberikan fibrinolitik.
1 Indikasi fibrinolitik:
a Usia kurang dari 75 tahun
b Nyeri dada khas infark dalam 12 jam
c Elevasi segmen ST pada perikordial dan ekstremitas lead >1 mm
pada 2 lead atau lebih, pada lead yang berdekatan
d LBBB baru
2 Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut fibrinolitik:
a Riwayat perdarahan intrakranial
b

Lesi struktural cerebrovaskuler

Tumor intrakranial

Stroke iskemik dalam 3 bulan

Dugaan dalam diseksi aorta

Adanya trauma, pembedahan kepala dalam waktu 3 bulan terakhir

Adanya pendarahan aktif kecuali menstruasi

Kontraindikasi relatif fibrinolitik:


a Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol
b

Hipertensi berat yang tidak terkontrol (saat diperiksa sistolik >180


mmHg atau diastolik >110 mmHg)

Riwayat stroke iskemik > 3 bulan

Resusitasi jantung paru traumatik/lebih dari 10 menit atau operasi


besar < 3 minggu

Perdarahan internal dalam 24 minggu terakhir

Terapi antikoagulan oral

Kehamilan

Ulkus peptikum aktif

Onset lebih dari 12 jam


Jika kondisi stabil rawat ICVCU kurang dari 48 jam, rawat ruang intermediate
atau ruang rawat biasa jika onset lebih dari 48 jam, echokardiografi dan
angiografi koroner dalam 24 jam. Pada pasien tidak stabil dilakukan PCI dini.
Indikasi PCI adalah:
a Persentasi lebih dari 3 jam
b Tersedia fasilitas PCI
c Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon kurang dari 90
menit
d Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara
pasien tiba sampai dengan fibrinolitik kurang dari 1 jam
e Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
f Resiko tinggi (gagal jantung kongestif killip III)

Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
a

Data subjektif
Ketika tahap akut infark miokard, termasuk dalam data subjektif adalah
persepsi pasien tentang nyeri dada yang dirasakannya.
1 Persepsi pasien tentang nyeri dada yang dialaminya ini menyangkut
PQRST, yaitu :
a

Provocatif/paliatif: nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau


tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan visceral).

Kualitas/crushing: menyempit, berat, menetap,tertekan.

Radiasi/penyebaran: tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,


dapat menyebar ke tangan, rahang, dan wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, dan leher.

Skala/severity: pada skala 1-10, berhubungan dengan pengalaman nyeri


paling buruk yang pernah dialaminya.

Waktu/time: lamanya kurang dari 20 menit untuk iskemia, pada infark


miokard, nyeri timbul terus menerus, tidak hilang dengan obat dan
istirahat, dan lamanya lebih dari 20 menit. Catatan nyeri mungkin tidak
ada pada pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan pasien pasca
operasi.

Adanya tanda seperti dispnea, mual, pusing, rasa lemah, dan gangguan
tidur.

Perasaan pasien dan keluarganya: perasaan kurang aman, rasa takut akan
kematian, dan menyangkal/depresi.

Riwayat penyakit atau pengobatan sebelumnya: angina pectoris, infark


miocard, hipertensi, dan diabetes mellitus.

Data Objektif
Termasuk dalam data objektif adalah kedaan fisik dan psikologis pasien.
Pemantauan dilakukan secara terus menerus untuk kemungkinan timbulnya
disritmia dan mengantisipasi terjadinya fibrilasi ventrikel yang dapat
mengancam nyawa pasien pada tahap akut MCI.
1 Tampilan umum: pasien tampak pucat, berkeringat, gelisah, mungkin
terdapat gangguan pernapasan yang jelas dengan tachipneu dan sesak
napas.
2 Sinus takikardi (100-120 x/menit) terjadi pada 1/3 pasien. Denyut jantung
rendah mengindikasikan sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. Peningkatan tekanan darah moderat disebabkan
oleh pelepasan katekolamin. Hipotensi timbul merupakan tanda syok
kardiogenik.
3 Peningkatan aktifitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan dikatakan
lebih sering terjadi pada infark inferior.
4 Bunyi napas tidak terdengar adanya perubahan kecuali bila timbul edema
paru akan terdengar krackles.
5 Bunyi jantung: normal atau terdapat S3/S4/murmur.
6 Terdapat faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner: hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes mellitus, merokok, obesitas, usia, jenis kelamin,
keturunan.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SKA adalah:
a

Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan demand oksigen.

Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan perfusi


miokard.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/nekrosis jaringan miokard.

Intervensi Keperawatan
a

Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan demand oksigen


Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan kurang dari 24
jam.
Kriteria Hasil: Nyeri berkurang bahkan hilang, ekpresi wajah
rileks/tenang/tidak tegang, tidak gelisah, nadi 60-100 x/menit, tekanan darah
120/80 mmHg.

Intervensi:

Kaji karakteristik, lokasi, waktu, kualitas, radiasi, dan skala

Anjurkan pada pasien untuk istirahat dan menghentikan aktifitas selama ada
serangan.

Bantu pasien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku


distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.

Pertahankan oksigenasi dengan kanul nasal, contohnya 2-4 L/ menit

Monitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah) tiap dua jam.

Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan perfusi


miokard.
Tujuan: Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil: akral hangat, capillary refill kurang dari 3 detik, tidak ada
disritmia, haluaran urin normal, tanda-tanda vital dalam batas normal (Nadi: 60100x/menit, Tekanan darah: sistolik 100-120 mmHg, diastolik 60-80 mmHg).
Intervensi :

Pertahankan tirah baring selama fase akut

Kaji dan laporkan adanya tandatanda penurunan cardiac ouput dan tekanan
darah

Monitor urin out put

Kaji dan pantau tanda-tanda vital tiap jam

Kaji dan pantau EKG tiap hari

Berikan oksigen sesuai kebutuhan

Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi

Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai terapi

Berikan makanan sesuai diitnya

10 Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan)

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/nekrosis jaringan miokard
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas,
terjadinya disritmia.
Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktivitas pada pasien setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam.
Kriteria hasil: pasien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan pasien,
nadi 60-100 x/menit, tekanan darah 120-80 mmHg.
Intervensi :
1

Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan


sesudah aktifitas

Tingkatkan istirahat

Batasi aktifitas dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.

Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun


dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah
makan.

Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap


aktifitas.

Implementasi
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang
dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang
telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan
komunikasi terapetik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada
pasien. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan
secara independent, dependent, dan interdependent. Tindakan mandiri/independen
yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah
dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan dependent adalah tindakan yang
berhubungan dengan tindakan medis atau dengan instruksi dokter atau tenaga
kesehatan lainnya. Tindakan interdependent ialah tindakan keperawatan yang
memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi,
fisioterapi dll.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan SKA yang perlu diperhatikan
adalah penanganan terhadap nyeri akut, resiko penurunan curah jantung, gangguan
perfusi jaringan, gangguan pertukaran gas, cemas, dan intoleransi aktifitas.

Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat
digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat,
sehingga perawat dapat menilai apa yang akan dilakukan kemudian.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A Pengkajian
Data yang kelompok temukan pada pengkajian yang dilakukan di UGD RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita pada tanggal 9 Januari 2013 adalah:
1. Data dasar
Identitas Pasien
Nama
: Tn. M
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku/ Bangsa
: Batak
Agama
: Kristen
Status
: Kawin
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: Wiraswasta
Tanggal Masuk
: 9 Januari 2013 Jam 11.45 WIB
No.Med. Rec.
: 2013-34-25-53
Diagnosa Medis
: Akut STEMI Inferior onset 5 jam Killip IV Timi 11/14 ec syok
kardiogenik
2 Riwayat Kesehatan
a Keluhan Utama: Pasien mengeluh kepala masih pusing, badan lemas, dan perut
terasa tidak nyaman.
b Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ketika sedang BAK tiba-tiba pandangannya berkunangkunang, keluar keringat yang banyak, dan jatuh pingsan selama kurang lebih 1
menit, kemudian muntah banyak berisi cairan dan sisa-sisa makanan. Pasien
dibawa oleh teman dibawa ke RS Pondok Kopi, pasien di diagnosa dengan akut
STEMI Inferior onset 5 jam Killip IV Timi 11/14 ec syok kardiogenik dengan TD
masuk 70/ 45 mmHg, diberikan loading NaCl 0.9%, terapi dobutamin s/d 10
mikrogram/kg/mnt, aspilet 160 mg, plavix 300 mg dan diazepam. RS Pondok
Kopi merujuk pasien ke PJNHK untuk tindakan Percutaneous Coronary
Intervention (PCI).
c Riwayat Penyakit Dahulu
Asma, stroke, gastritis tidak ada. Faktor resiko: DM (-), merokok dari tahun 1990
sampai tahun 1996, Hipertensi (+) tapi tidak dengan pengobatan.
d Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang pernah mengalami sakit seperti ini
atau sakit jantung.

Riwayat Psikososial
Pada saat dikaji pasien tampak cemas dan gelisah dengan keadaan saat ini, pasien
tidak mengalami gangguan komunikasi. Orang yang paling dekat dengan pasien
adalah keluarga, terutama istri. Pekerjaan pasien sebagai pegawai dan pasien
merasa senang dengan pekerjaannya.
f Riwayat Spiritual
Pasien beragama kristen dan cukup taat beribadah dan pasien berharap untuk
cepat sembuh
3 Pemeriksaan Fisik
a Keadaan umum
: Lemah
b Kesadaran
: Composmentis
c Berat badan
: 65 Kg
d Tinggi badan
: 165 cm
e Tanda-tanda vital
: TD = 98/78 mmHg, RR = 20 x/mnt, HR =132 x/mnt,
saturasi oksigen = 100% dengan pemberian oksigen NRM 10 L/mnt.
f Kepala
Mata
: Mata cenderung menutup karena masih pusing, konjungtiva tidak
anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik
Rambut
: Rambut dan kulit kepala tampak bersih, berwarna hitam dan terlihat
sudah ada uban
Hidung
: Bentuk simetris, bersih, gerakan cuping hidung tidak ada, terpasang
oksigen NRM 10 L/mnt.
Telinga
: Pendengaran dalam batas normal. Paien tidak menggunakan alat
bantu dengar.
Muka
: Ekspresi tampak cemas dan terlihat gelisah.
Leher
: Tekanan JVP dalam batas normal
g Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak nampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba di intercostal V, 2 cm dari midklavikula kiri,
capillary refill 2 detik, akral dingin.
Perkusi
: Suara redup di daerah jantung
Auskultasi : BJ I dan BJ II normal, murmur (-), gallop (-)
h Paru-paru
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris. Pasien terpasang oksigen NRM 10
L/menit
Palpasi
: Focal fremitus kanan dan kiri sama, RR 20 x/mnt
Perkusi
: Resonan di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara paru-paru vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/i Abdomen
Inspeksi
: Tidak tampak gambaran vena pada abdomen, asites (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus 8 x/mnt
j Genitalia : Bersih
k Ekstremitas : Akral dingin, edema -/-, pulsasi arteri perifer lemah +/+, terpasang IV
Line di tangan kanan.
l Kulit
: Lembab, turgor kulit baik, tidak ada lesi.

4. Pola Nutrisi : Pasien dipuasakan selama di IGD untuk persiapan PCI.


5. Pola Eliminasi : Pasien terpasang dower catheter, jumlah urine 700 cc dalam 4 jam.
6. Pemeriksaan Penunjang
a Laboratorium Tgl 9 januari 2013 jam 10.30 di laboratorium RS Pondok Kopi
PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI NORMAL
a Hematologi
Hb
14,9 g/dl
12-14 g/dl
Ht
45%
37-45 %
Leukosit
13.400 /uL
5000-10000 /uL
b Liver Pankreas
SGOT
435,20 U/L
10-35 U/L
SGPT
181,80 U/L
10-45 U/L
c Fungsi Ginjal
Ureum
20 mg/dL
10-50 mg/dL
Creatinin
1,3 mg/dL
0.67-1,17 mg/dL
d Elektrolit
Na
134 mmol/L
135-145 mmol/L
K
3,47 mmol/L
3,5-5,5 mmol/L
Cl
98 mmol/L
98-110 mmol/L
e Enzim jantung
CK
337 U/L
< 171 U/L
CKMB
42 U/L
7-25 U/L
Troponin T
1831 ng/L
< 50 ng/L bukan AMI
50-100 ng/L mungkin AMI
100-2000 ng/L diduga AMI
>2000 ng/L pasti AMI
f Lipid
Kolesterol total
132 mg/dL
120-200 mg/dL
HDL Kolesterol
36 mg/dL
40-60 mg/dL
LDL Kolesterol
85 mg/dL
50-130 mg/dL
Trigliseride
90 mg/dL
50-150 mg/dL
g GDS
187 mg/dl

Hasil pemeriksaan AGD tanggal 9 Januari 2013 di RS Jantung dan Pembuluh


Darah Harapan Kita:
PH
: 7.45
PaO2
: 94 mmHg
PaCO2
: 27 mmHg
BE
: -2,9 mmol/L
HCO3
: 19,1 mmol/L
SaO2
: 98,9 %
EKG (Tanggal 9 januari 2013)

Hasil perekaman EKG di RS Pondok Kopi = sinus rythm, rate 76 x/mnt, axis normal,
P wave normal, PR interval 0,14 detik, QRS durasi 0,06 detik, ST elevasi lead II, III,
AVF, V5-V6, ST depresi AVL, V1-V2.
Hasil perekaman EKG di PJNHK = Sinus takichardi, rate 132x/m, axis normal, P
wave normal, PR interval 0,14 detik, QRS durasi 0,10 detik, Q di lead II, III, aVF, ST
elevasi di lead II, III, AVF, V7-V9.
c Rontgen Thorax
CTR 52%, segmen Aorta: normal, segmen pulmonal: normal, pinggang jantung
mendatar, apex downward, infiltrate (-), kongesti (-).
d Kateterisasi
Hasil kateterisasi tanggal 9 Januari 2013 adalah LM: normal, LAD: stenosis 50-60%
di mid, LCx: kecil tidak berkembang, RCA: diffusely diseased from proximal to mix
part dan total occlusi di mid part.
e

Terapi yang diperoleh di IGD


1 Loading aspirin 320 mg (di RS Pondok Kopi 160 mg) besok 1x80 mg
2 Loading plavix 600 mg (di RS Pondok Kopi 300 mg) besok 1x75 mg
3 Simvastatin 1 x 20mg
4 ISDN 3 X 5 mg, extra k/p
5 Diazepam 1x5 mg
6 Laxadin syrup 1 x CI
7 KSR 3 x 2 tab
8 Captopril 3 x 6,25mg
9 Bisoprolol 1 x 1,25mg
10 Dobu 10 mikrogram/kgBB/mnt

B Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
Tgl/ N Data
Jam o
09/0 1 DS :
1
Pasien mengeluh kepala masih pusing,
2013
badan lemas, dan perut terasa tidak
nyaman.
DO:
- Keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis
- Tanda-tanda vital : TD = 98/78 mmHg,
RR = 20 x/mnt, HR=132 x/mnt
- Saturasi
oksigen=100%
dengan
pemberian oksigen NRM 10 L/mnt
- Capillary refil 2 detik, akral dingin,
pulsasi arteri perifer lemah: +/+
- Hasil perekaman EKG tgl 9 Januari
2013 : Sinus takichardi, rate 132x/m,

Masalah
Penurunan
curah
jantung

Etiolog
i
Iskemi
k
miokar
dium

axis normal, P wave normal, PR


interval 0,14 detik, QRS durasi 0,10
detik, Q di lead II, III, aVF, ST elevasi
di lead II, III, AVF, V7-V9.
- Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 9
Januari 2013: CK: 337 U/L, CKMB:
42 U/L, Troponin T: 1831 ng/L
- Hasil kateterisasi tanggal 9 Januari 2013:
LM: normal, LAD: stenosis 50-60% di
mid, LCx: kecil tidak berkembang,
RCA: diffusely diseased from proximal
to mix part dan total occlusi di mid part
- Pasien terpasang IV Line dengan support
dobu 10 mikrogram/kgBB/menit
09/0 2 DS : Gangguan
1
DO :
perfusi
2013
- Hasil perekaman EKG tgl 9 Januari 2013 miocard
adalah Sinus takichardi, rate 132x/m,
axis normal, P wave normal, PR
interval 0,14 detik, QRS durasi 0,10
detik, Q di lead II, III, aVF, ST elevasi
di lead II, III, AVF, V7-V9.
- Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 9
Januari 2013:
CK: 337 U/L, CKMB: 42 U/L,
Troponin T: 1831 ng/L
- Hasil kateterisasi tanggal 9 Januari 2013:
LM: normal, LAD: stenosis 50-60% di
mid, LCx: kecil tidak berkembang,
RCA: diffusely diseased from proximal
to mix part dan total occlusi di mid
part.

Penye
mpitan/
penyu
mbatan
pada
arteri
koroner

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data di atas, maka kelompok merumuskan 2 diagnosa keperawatan, yaitu:
1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokard
2 Gangguan perfusi miocard berhubungan dengan penyempitan/penyumbatan pada
arteri koroner
C INTERVENSI
Tgl
Tujuan & Kriteria

Perencanaan

09/01
2013

09/01
2013

Diagnosa Kep. 1
Penurunan
curah
jantung
berhubungan
dengan
iskemik
miokard
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan
penurunan
curah
jantung tidak terjadi.
Kriteria hasil:
Keadaan umum baik, akral hangat,
capillary refill 2-3 dtk, TTV: TD:
120/80 mmHg, N: 60-100x/mnt,
RR: 18x/mnt.

1
2
3
4
5
6

8
Diagnosa Kep. 2
Gangguan
perfusi
miocard 1
berhubungan
dengan
penyempitan/penyumbatan
2
pembuluh darah arteri koroner

Tujuan:

Gangguan
perfusi
jaringan
berkurang atau tidak meluas 4
selama
dilakukan
tindakan
perawatan 1x24 jam
5
Kriteria hasil:

Daerah perifer hangat, tidak


sianosis, gambaran EKG tidak
menunjukan perluasan infark, RR
16-24 x/ menit, capillary refill 2-3
detik, nadi 60-100 x/menit, TD 7
120/80 mmHg

D IMPLEMENTASI

Pertahankan tirah baring


pada fase akut.
Kaji dan pantau TTV tiap
jam.
Kaji dan laporkan adanya
penurunan curah jantung.
Kaji dan pantau EKG.
Berikan oksigen sesuai
dengan kebutuhan.
Pertahankan
cairan
parenteral dan obat-obatan
sesuai anjuran.
Berikan makanan sesuai
diit.
Hindari valsava manuver.
Monitor Frekuensi
irama jantung
Observasi
status mental

dan

perubahan

Observasi warna dan suhu


kulit/membran mukosa
Ukur haluaran urin dan
catat berat jenisnya
Berikan oksigen
Pantau
pemeriksaan
diagnostik
dan
laboratorium, misal EKG,
elektrolit , dan AGD
Kolaborasi: berikan cairan
IV sesuai indikasi dan
pemberian
terapi
fibrinolitik/PCI

Tanggal
09/01/201
3
Jam
11.55

No
Dx.
1,2

12.00

1,2

12.05

12.

1,2

12.55

13.00

1-2

14.00

Implementasi

Paraf

Menerima pasien baru rujukan dari RS Pondok TTD


Kopi. Mengukur tandatanda vital. Respon: TD
98/78 mmHg, RR 20 x/menit, HR 132 x/menit,
Sat. O2 100 % dengan O2 NRM 10 L/mnt
Melakukan EKG. Respon: Sinus takichardi,
TTD
rate 132x/m, axis normal, P wave normal, PR
interval 0,14 detik, QRS durasi 0,10 detik, Q di
lead II, III, aVF, ST elevasi di lead II, III, AVF,
V7-V9.
Memberikan
posisi
semifowler
dan
TTD
menganjurkan klien untuk istirahat (tirah
baring). Respon: pasien mengatakan lebih
nyaman dengan posisi ini dibandingkan tidur
telentang.
Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
TTD
AGD, enzim jantung, dan darah rutin. Respon:
PH: 7.45, PaO2: 94 mmHg, PaCO2: 27 mmHg,
BE: -2,9 mmol/L, HCO3 : 19,1 mmol/L, SaO:
98,9 %. Hb: 14,9 g/dl, Leu: 11.840/UL, Ht:
44%, CKMB: 33 u/l, GDS: 167 mg/dl,
Troponin T: 1980 ng/L, Na: 137 mmol/L, K:
3,8 mmol/L, Ca: 2,03 mmol/L, Mg: 1,9
mmol/L, Cl: 105 mmol/L.
Menginformasikan pasien untuk puasa dan
TTD
mencukur area pubis. Respon: pasien dan
keluarga mengerti tujuan puasa dan pencukuran
area pubis untuk persiapan tindakan.
Mengukur tanda-tanda vital. Respon: TD
TTD
100/74 mmHg, HR 110 x/ menit, RR 20
x/menit, Sat 100 % O2 dengan O2 NRM 10
L/mnt.
Mengantar klien ke ruang kateterisasi untuk
TTD
PCI

E EVALUASI
1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokard
S
:O
:
- Akral hangat.
- Saturasi oksigen 100% dengan NRM 10 L/mnt.

A
P

Capillary refill 2 detik.


Pasien
terpasang
IV
Line
dengan
support
dobu
10
mikrogram/kgBB/menit.
- Tanda-tanda vital: TD 100/74 mmHg, HR 110 x/ menit, RR 20 x/menit.
: Masalah belum teratasi
: Lanjutkan intervensi keperawatan

Gangguan perfusi miocard berhubungan dengan penyempitan/penyumbatan pada


arteri koroner
S
:O
:
- Saturasi oksigen 100% dengan NRM 10 L/mnt.
-

Hasil perekaman EKG tgl 9 Januari 2013 adalah Sinus takichardi, rate
132x/m, axis normal, P wave normal, PR interval 0,14 detik, QRS durasi
0,10 detik, Q di lead II, III, aVF, ST elevasi di lead II, III, AVF, V7-V9.

Hasil kateterisasi tanggal 9 Januari 2013: LM: normal, LAD: stenosis 5060% di mid, LCx: kecil tidak berkembang, RCA: diffusely diseased from
proximal to mix part dan total occlusi di mid part.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 9 Januari 2013 CKMB: 33 u/l,


Troponin T: 1980 ng/L.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi keperawatan

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. M dengan diagnosa medis akut STEMI Inferior onset 5 jam Killip IV Timi
11/14 ec syok kardiogenik. Data yang diperoleh pada saat dilakukan pengkajian tanggal 9
januari 2013 adalah Pasien mengeluh kepala masih pusing, badan lemas, dan perut terasa
tidak nyaman. Pemeriksaan EKG adalah sinus takichardi, rate 132x/m, axis normal, P wave
normal, PR interval 0,14 detik, QRS durasi 0,10 detik, Q di lead II, III, aVF, ST elevasi di
lead II, III, AVF, V7-V9. Hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil CKMB: 33 u/l,
Troponin T: 1980 ng/L, sedangkan dari hasil kateterisasi menunjukkan LM: normal, LAD:
stenosis 50-60% di mid, LCx: kecil tidak berkembang, RCA: diffusely diseased from
proximal to mix part dan total occlusi di mid part.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari pengkajian, kelompok memutuskan
mengangkat 2 diagnosa, walaupun di dalam teori terdapat 3 diagnosa yang mungkin bisa
diangkat. Diagnosa yang kelompok angkat adalah :

Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokard


Kelompok mengangkat diagnosa ini menjadi diagnosa utama karena pada hasil
EKG yang menunjukan adanya infark di inferior yang kemungkinan memperdarahi
daerah ventrikuler kiri dan kanan serta bagian interventrikuler septum, sedangkan LCx
memperdarahi atrium kiri dan dinding samping serta bawah ventrikel kiri. Apabila infark
tidak ditangani dengan cepat akan timbul komplikasi, seperti gangguan pompa jantung
yang berpengaruh pada curah jantung pasien.
Gangguan perfusi miokard berhubungan dengan penyempitan/penyumbatan pada arteri
koroner.
Data pemeriksaan penunjang yang kelompok dapatkan pada tanggal 9 Januari 2013
dari pemeriksaan kateterisasi adalah LM: normal, LAD: stenosis 50-60% di mid, LCx:
kecil tidak berkembang, RCA: diffusely diseased from proximal to mix part dan total
occlusi di mid part. Hal ini menunjukkan bahwa suplai ke miocard berkurang, karena
adanya penempitan pada lumen pembuluh darah. Penurunan suplai ini akan
mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang dikirm ke miokard tidak adekuat.

Pasien mendapat terapi sesuai dengan teori seperti antikoagulan (plavix 300 mg)
untuk mencegah pembentukan bekuan darah yang menyumbat sirkulasi. Antiplatelet (Aspilet
160 mg) untuk mencegah trombosisi sebelum atau sesudah IMA. Nitrat (ISDN tab) yang
mempunyai efek sistemik menurunkan tonus vena yang mengakibatkan penurunan beban
kerja jantung. Beta Bloker (bisoprolol 1x1,25 mg) yang berfungsi sebagai antiangina dengan
cara mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokardium, obat ini akan menurunkan
kebutuhan pemakaian oksigen dengan demikian akan meredakan rasa nyeri angina. ACE
inhibitor (Captopril) mempunyai efek menurunkan tekanan darah. Antilipemik (simvastatin)
menurunkan kadar lipid darah abnormal, fungsinya adalah untuk menghilangkan kolesterol
dari aliran darah dan membawanya ke hati. Laxan (laxadin syrup) untuk membantu
menurunkan resiko vagal. Relaksan (Diazepam) untuk menghilangkan sakit, melebarkan
pembuluh vena, dan mengurangi beban jantung, tapi harus memperhatikan
depresi
pernapasan dan hipotensi yang mungkin saja muncul.
Pasien dikirim dari RS Pondok Kopi ke RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita untuk PCI yang bertujuan memperbaiki aliran darah koroner dengan memecah plak
atauateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung sehingga dapat
mengurangi resiko perluasan infark di miokardium. PCI dapat langsung dilakukan sesuai
jadwal, sebab keluarga sebelumnya sudah dijelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan di RS Pondok Kopi.
Evaluasi tindakan keperawatan dari diagnosa yang diangkat yaitu diagnosa pertama
penurunan curah jantung belum teratasi, oleh sebab itu perawat masih harus berhati-hati
karena hal ini bisa terjadi kapan saja sehingga kelompok tetap melanjutkan intervensi yang
sudah dibuat. Diagnosa kedua yaitu gangguan perfusi miocard berhubungan dengan
penyempitan/penyumbatan pada arteri koroner belum teratasi, sehingga kelompok
melanjutkan intervensi yang telah dibuat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

SKA adalah suatu situasi kegawat daruratan yang dikarakteristikkan dengan onset
terjadinya iskemia miokardium dan mengakibatkan kematian jaringan miokardium, bila
tidak ada penanganan segera. SKA meliputi unstable angina, nonelevasi ST segment
(NSTEMI), dan elevasi ST segment. Penegakan diagnosa SKA tidak hanya berdasarkan
dengan keluhan pasien tapi didukung dengan pemeriksaan penunjang, seperti perubahan
gelombang EKG yang mendukung baik perubahan ST segment, gelombang Q patologis, atau
dengan adanya hiper T, atau gelombang LBBB baru, disertai dengan ada/tidaknya perubahan
nilai enzim jantung. Penanganan dengan cepat dimulai dari pemberian oksigen, nitroglycerin,
morphine, aspirin, beta-bolcker, ACE inhibitors dalam waktu 24 jam, anti koagulasi dengan
heparin dan platelet inhibitor. Dilanjutkan dengan terapi untuk indikasi reperfusi, seperti PCI
dan trombolitik terapi, kemudian dilanjutkan dengan terapi, seperti intra vena heparin,
clopidogrel (plavix), glycoprotein IIb/IIIa inhibitor, dan bed rest minimum 12-24 jam
(Atman, et al., 2007).
Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini diharapkan tercapai
asuhan keperawatan yang komperehensif tanpa memperberat kondisi klinis pasien. Perawat
diharapkan bisa memberikan informasi kepada pasien, sehingga pasien dapat mengetahui
penyebab terjadinya SKA, sehingga resiko terjadinya SKA semakin kecil , menurunkan
angka morbiditas, dan mortalitas. Perawat juga berperan sebagai jembatan informasi tentang
edukasi pentingnya mengkonsumsi obat secara teratur untuk memperkecil pengulangan
penyakit ini, terutama untuk pasien yang mengalami tindakan PCI.

DAFTAR PUSTAKA
Bare, Brenda and Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah
Bruner and Suddarth. Jakarta : EGC.
Departemen kesehatan direktorat bidang alat kesehatan. Jakarta. http://binfar.depkes.go.id.
Sindrom Koroner Akut. Diambil tanggal 11 Januari 2013 jam 22.30 WIB.
Dharma, Surya. 2009. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC.
Doengoes E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hediyani, Novie. 2012. Penyakit Jantung Koroner. www.dokterku-online. Jakarta. Diambil
pada tanggal 19 Januari 2013 jam 11.00 WIB.
Kalim, Harmani. 2009. Sirkulasi Koroner. Id.shvoong.com. Diambil pada tanggal 19 Januari
2013 jam 11.00 WIB.
Long, Barbara C. 1999. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
OCornnor, Robert E; Brady, William; et al. 2011. Acute Coronary Syndromes American
Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. http://circ.ahajournals.org.htm. diambil tanggal 11 Januari 2013
jam 22.30 WIB.
Rokhaeni, Heni dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi I. Jakarta: Bidang
Pelatihan dan Pelatihan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Universitas
Sumatera
Utara.
2010.
Sirkulasi
Koroner.
Sumatera
http://repository.usu.ac.id. Diambil pada tanggal 19 Januari 2013 jam 11 WIB.

Utara.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.


Sjahruddin, Harun. 2011. Sindrom Koroner Akut. http://www.majalah-farmacia.com. Diambil
tanggal 11 Januari 2013 jam 22.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai