Anda di halaman 1dari 10

Kaidah Dasar Bioetik

Harristi Friasari Adiati


102013029
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Terusan Arjuna No.6,Kebon Jeruk,Jakarta Barat.Tel.(021)56966593-4 Fax.(021)5631731
Email: harristi.like@yahoo.com
PENDAHULUAN
Dunia kedokteran semakin hari semakin berkembang karena merupakan ilmu yang
sangat dinamis. Bukan hanya mencakup masalah medis namun juga menyangkut etika.
Dokter yang baik memiliki etika yang baik pula. Etika ini mencakup suatu ilmu yang disebut
bioetik. Selaras dengan profesi yang digelutinya, seorang dokter harus memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam bioetik. Bioetik merupakan pegangan seorang dokter sebelum
melakukan pendekatan/tindakan terhadap pasien.
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti normanorma atau nilai-nilai moral. Bioetika atau etika medis merupakan studi indisipliner tentang
masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik
skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu
sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang
medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi buatan, dan
rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam
lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan
kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap
penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.1,2.3
Bioetika merupakan pandangan lebih luas dari etika kedokteran karena begitu saling
mempengaruhi antara manusia dan lingkungan hidup. Bioetika merupakan genus,
sedangkan etika kedokteran merupakan spesies. Bioetik atau yang dibahas disini kaidah
dasar bioetik mencakup 4 nilai yang semuanya perlu dijadikan pedoman seorang dokter

dalam menghasilkan keputusan etis. Kadiah dasar tersebut yaitu Beneficence, Non
Maleficence, Autonomy, dan Justice. 5
Keempat kaidah tersebut memiliki ciri-ciri masing masing yang telah dicantumkan dalam
pembahasan. Kaidah-kaidah tersebut harus dipahami dan menjadi pedoman dalam
mengambil suatu keputusan yang etis. Dalam makalah ini pula akan dibahas secara spesifik
perbedaan dari empat kaidah tersebut. Pembahasan mengenai kasus juga akan dibahas rinci
sehingga dapat memudahkan pemahaman.
BENEFICENCE
Beneficence merupakan kaidah yang menjadi pedoman dokter dimana kondisi pasien
dalam kondisi yang wajar. Kondisi ini berlaku pada banyak pasien lainnya sehingga dokter
akan melakukan yang terbaik untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini, dokter telah
melakukan kalkulasi dimana kebaikan pasien akan lebih banyak dibandingkan dengan
kerugiannya. Prinsip Prima Facienya adalah sesuatu yang

berubah menjadi atau dalam

keadaan yang umum. 4


Di dalam Beneficence terdiri 2 prinsip :

Prinsip Positive Beneficence


Mencegah hal yang jahat dan membahayakan serta berbuat baik pada pasien. Dalam
hal ini, seorang dokter memaksimalisasi akibat baik dan meminimalisasi akibat buruk.
Balancing of Utility / Proportionality
Mempertimbangkan dengan bijaksana manfaat dan kerugian dalam hal biaya,
efektivitas, dan besarnya resiko.

Beneficence sendiri sebenarnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu :


General Beneficence
- Melindungi & mempertahankan hak yang lain
- Mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
- Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
Specific Beneficence
- Menolong orang cacat,
- Menyelamatkan orang dari bahaya
Beneficence tentunya memiliki ciri-ciri. Ciri-ciri tersebut antara lain:

Mengutamakan altruisme
Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter
Memaksimalisasi akibat baik daripada akibat buruk
Meminimalisasi akibat buruk
2

Mengusahakan

keburukannya
Paternalisme
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan pasien
Menghargai hak-hak pasien
Kewajiban menolong pasien gawat darurat
Tidak menarik honorarium diluat kepantasan
Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
Mengembangkan profesi secara terus menerus
Menerapkan Golden Rule Principle
Memberikan obat berkhasiat namun murah

agar

kebaikan/manfaatnya

lebih

banyak

dibandingkan

PEMBAHASAN KASUS BENEFICENCE


Berdasarkan kasus Dr. Bagus, terdapat beberapa kejadian yang mengarah kepada
kaidah Beneficence.
1. Dr. Bagus telah lama bertugas di suatu desa terpencil yang sangat jauh dari kota.
Sehari-harinya ia bertugas di sebuah puskesmas yang hanya ditemani oleh seorang
mantri, hal ini merupakan pekerjaan yang cukup melelahkan karena setiap harinya
banyak warga desa yang datang berobat karena puskesmas tersebut merupakan satusatunya sarana kesehatan yang ada. Dr. Bagus bertugas dari pagi hari sampai sore hari
tetapi tidak menutup kemungkinan ia harus mengobati pasien dimalam hari bila ada
warga desa yang membutuhkan pertolongannya. (Paragraf 1).
Dalam hal ini, Dr. Bagus menerapkan Altruisme dimana dia mengemban
tugasnya sebagi dokter tetapi menolong tanpa pamrih. Dia rela mengobati
pasien hingga malam hari apabila ada warga yang membutuhkan
pertolongan.
Dr. Bagus menerapkan prinsip paternalisme. Sebagai dokter di puskesmas dia
bertanggung jawab terhadap pasiennya dan berkasih sayang karena
memberikan waktu hingga malam apabila ada yang datang berobat.
2. Dr. Bagus memberikan beberapa macam obat dan vitamin serta nasehat agar istirahat
yang cukup. (Paragraf 2)
Dalam hal ini Dr. Bagus menerapkan kaidah beneficence dimana Dr. Bagus
mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan
keburukannya. Sehingga dampak positif ke pasien lebih banyak dan
meminimalkan akibat buruk. Dr bagus juga memberikan nasihat yang baik
sebagai penjaminan nilai pokok harkat dan martabat manusia.
3

3. baiklah kalau begitu saya akan member ibu obat dan ORALIT untuk anak ibu, nanti
ibu berikan obat tersebut sesuai dengan aturan dan usahakan anak ibu minum oralit
sesering mungkin, nanti sore setelah selesai tugas saya akan mampir ke rumah ibu
untuk melihat kondisi anak ibu kata dr. Bagus. (Paragraf 3)
Dalam tindakan ini dr. Bagus sangat baik dalam mengambil keputasan dimana
ia meberikan obat berkhasiat namun murah karena telah memberikan oralit
sebagai obat yang pas. Selain itu dr. Bagus memaksimalisasi kepuasan
tertinggi, berkasih sayang atau paternalisme karena berjanji akan melihat
kondisi anak ibu tersebut.
4. Pak, yang hanya saya dapat lakukan adalah memberi obat obatan penunjang agar
anak bapak tidak terlalu menderita kata dr. Bagus sambil menyerahkan obat kepada
orang tua pasien. (Paragraf 4)
Pada hal ini dr. Bagus menerapkan ciri beneficence dimana ia meminimalisasi
akibat buruk yang akan terjadi pada pasien.
5. Melihat kondisi pasien yang baik dan stabil, akhirnya pasien diperbolehkan pulang
dengan diberi beberapa macam obat dan anjuran agar besok datang kembali untuk
kontrol. (Paragraf 5)
Tindakan ini lebih mengarah ke paternalisme dimana dr. Bagus bertanggung
jawab dan berkasih sayang terhadap pasien dengan menyarankan pasien untuk
kontrol sehingga dapat memastikan perkembangannya.
6. Dokter Bagus curiga pasien tersebut menderita penyakit jantung sehingga ia membuat
surat rujukan kerumah sakit yang berada dikota. (Paragraf 6)
Disini dr. Bagus meminimalisasi akibat buruk dengan memberikan surat
rujukan agar mendapat penanganan yang lebih memadai di rumah sakit kota.
Sehingga kebaikan yang diterima pasien lebih banyak daripada keburukannya.
7. Namun dalam kasus ini terdapat pelanggaran yang dilakukan dr. Bagus. Dimana
Dokter Bagus tidak menanggapi keluhan si ibu muda dan segera membuat surat
rujukan untuk ibu tersebut ke LAB KLINIK Cepat tepat langganannya di kota. Dari
Lab Klinik ini dr. Bagus mendapat sejumlah uang ternyata sejajar dengan pasien yang
ia kirim ke situ. Pernah 2 bulan yang lalu dengan 20 pasien yang ia kirim, ia
memperoleh Rp.300.000. (Paragraf 7)
Dalam hal ini dr. Bagus mengutamakan keuntungannya sebagai dokter
sehingga ia mendapatkan honorarium dari klinik lain. Ini merupakan
pelanggaran kaidah Beneficence dan tidak patut untuk dilakukan.
NON MALEFICENCE
4

Kaidah dasar bioetik kedua adalah non maleficence. Kaidah non maleficence
merupakan kaidah dimana primafacienya ketika pasien (berubah menjadi atau dalam
keadaan) gawat darurat dimana diperlukan suatu interfensi medik dalam rangka
penyelamatan nyawanya. Dapat pula diartikan sebagai konteks lain dimana dokter
menghadapi pasien yang rentan, mudah dimarjinalisasikan dan berasal dari kelompok anakanak atau orang uzur ataupun juga kelompok perempuan (dalam konteks isu jender).4
Kewajiban yang sebetulnya inti dari non maleficence adalah ketika dokter
menghadapi pasien dalam keadaan yang sangat berbahaya atau beresiko kehilangan sesuatu.
Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut. Tindakan yang dilakukan dokter
tersebut terbukti efektif. Sehingga keuntungan yang diterima pasien lebih banyak daripada
kerugian dari dokter.
Di dalam kaidah non malificence terdapat prinsip-prinsip :
-

Primum non nocere


Above all do no harm
Satu continuum dengan beneficence
Double effect

Adapun kaidah dalam non maleficence antara lain :

Menolong pasien emergency


Pasien dalam keadaan amat berbahaya (darurat) atau pasien beresiko kehilangan

sesuatu yang penting(gawat)


Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
Tindakan dokter tadi terbukti efektif
Manfaat bagi pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
Mengobati secara proporsional
Mencegah pasien dari bahaya
Menghindari misrepresentasi dari pasien
Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian
Memberikan semangat hidup
Melindungi pasien dari serangan
Tidak melakukan white colar crime dalam bidang kesehatan atau kerumahsakitan
yang merugikan pihak pasien/keluarganya

PEMBAHASAN KASUS NON MALEFICENCE


5

1. Pasien kedua adalah seorang anak balita tampak lemah digendong oleh ibunya.
Ibunya mengatakan bahwa anak tersebut sudah 2 hari buang air besar. Setelah
memeriksa anak tersebut, dr. Bagus menyarankan agar anak tersebut dirawat di rumah
sakit yang berada di kota.
Dalam hal ini dr. Bagus menerapkan kaidah non maleficencee dimana pasien
tersebut merupakan anak balita sehingga pasien tidak dapat memutuskan
keinginannya sendiri. Sehingga, ia bergantung/membutuhkan ibunya dalam
mengambil keputusan hingga mau dirujuk ke rumah sakit di kota.
2. Ketika yang lain sibuk membaringkan pemuda yang tidak sadarkan diri tersebut, salah
satu orang mengatakan bahwa pemuda tersebut telapak tangan sebelah kanannya
masuk kedalam mesin penggilingan padi dan setelah 15 menit kemudian telapak
tangan pemuda tersebut baru dapat dikeluarkan dari mesin penggilingan padi. Pada
pemeriksaan, dokter Bagus mendapatkan telapak tangan pemuda tersebut hancur.
Dokter Bagus bertanya kepada orang-orang yang mengantar pemuda tadi apakah
diantara mereka ada keluarga dari pemuda tersebut. Dari serombongan orang tadi
keluar seorang perempuan, ia mengatakan bahwa ia adalah istri dari pemuda tersebut.
Dokter Bagus menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan tindakan
yang harus dilakukan adalah amputasi. (Paragraf 5)
Pada pasien ini diketahu bahwa keadaannya gawat karna mengalami
kecelakaan. Ditambah lagi keadaan pasien tidak sadarkan diri. Kaidah yang
diterapkan adalah non maleficence karena dalam keadaan tidak sadar sehingga
dr. Bagus menanyakan keputusan pada kerabat pasien. Akhirnya pasien setuju
untuk dilakukannya ampuitasi. Ini berarti juga dr. Bagus melakukan informed
consent secara lisan kepada keluarga sehingga misrepresentasi dapat
dihindarkan.
3. Namun di dalam kasus dr. Bagus ini terdapat pelanggaran yang telah dilakukan.
Pelanggaran tersebut terdapat pada pasien kelima seorang ibu muda yang sangat
cerewet, karena begitu masuk si ibu tadi sudah mengeluh berbagai macam keluhan.
Dokter Bagus tidak menanggapi keluhan si ibu muda tadi dan segera membuat surat
rujukan untuk ibu tersebut ke LAB KLINIK Cepat tepat langganannya di kota. Dari
Lab Klinik ini dr.Bagus mendapat sejumlah uang ternyata sejajar dengan pasien yang
ia kirim ke situ. Pernah 2 bulan yang lalu dengan 20 pasien yang ia kirim, ia
memperoleh Rp.300.000. (Paragraf 7)
Di dalam kasus ini dr. Bagus telah melakukan pelanggaran yang biasa dikenal
dengan white colar crime. Dimana dr. Bagus mengambil keuntungan lebih atas
6

profesinya dnegan merekomendasikan klinik tertentu. Ini sewajarnya tidak


boleh dilakukan karena seorang dokter seharusnya lebih jujur dan bersikap
netral.
AUTONOMY
Kaidah ini menuntut seorang dokter dimana primafacienya muncul (berubah menjadi
atau dalam keadaan) pada sosok pasien yang dewasa dan berkepribadian matang untuk
menentukan nasibnya sendiri. Dokterpun dianjurkan untuk menghendaki, menyetujui,
membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri (sebagai
makhluk bermartabat). Autonomy sendiri erat terkait dengan informed consent.4
Prinsipnya, autonomy aalah dasar doktrin informed concent. Artinya tindakan medis
terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien tersebut. Hal itu tentunya setelah ia
diberi informasi dan memahaminya. Prinsip autonomy mecakup informed concent yang
dibagi menjadi tiga yaitu :

Threshold Element(competence),
Prinsip ini mengambil kapasitas dalam membuat keputusan. Dalam hal ini lebih
mengarah kepada syarat yang dapat memberikan consent daripada sekedar elemen.
Information Elements (disclosure),
Penentuan penggunaannya apabila adanya tradisi praktek profesional, kebutuhan
informasi pada individu pasien tersebut. Namun hal ini tidak perlu dilakukan apabila

kondisi gawat darurat, tak kompeten, waiver (melepaskan haknya)


Concent Elements (understanding).
Prinsip ini dipengaruhi oleh penolakan informasi sebagai suatu kebenaran
(nonacceptance), keyakinan yang salah atau irasional (false belief),bahasa/istilah,
melepaskan hak (waiver).
Selain itu dalam concent elements terkandung juga prinsip voluntariness dimana
bebas dari tipuan dan paksaan, bebas dari ancaman untuk dibiarkan, persuasi masih
dibolehkan.4

Adapun kaidah yang terdapat dalam Autonomi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

Menghargai hak menentukan nasib sendiri


Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
Berterus terang
Menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Menghargai rasionalitas pasien
Melaksanakan Informed Consent
7

Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri


Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk

keluarga pasien sendiri


Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikann pasien
Menjaga hubungan atau kontrak4

PEMBAHASAN AUTONOMY
Dalam kasus dr. Bagus, terdapat kaidah autonomy yang diterapkan. Antara lain dalam kasus:
1. Pasien kedua adalah seorang anak balita tampak lemah karena sudah 2 hari buangbuang air besar. Ibunya memeriksakan anak tersebut pada dr.Bagus dan dr.Bagus
menyarankan agar anak tersebut dirawat di rumah sakit yang berada dikota. Namun
ibu tersebut menolak karena tidak cukup biaya untuk berobat. dr.Bagus menghargai
hal tersebut, sehingga ia memberikan pasien tersebut oralit dan berjanji akan mampir
kerumah ibu tersebut untuk melihat kondisi/perkembangan pasien balita itu selesai
bertugas. ( Paragraf 3)
Dalam tindakan ini, dr. Bagus menerapkan kaidah autonomy dimana
menghargai martabat pasien. Selain itu dr. Bagus juga menjaga kontak yaitu
melakukan kontrol ke rumah pasien sehingga sesuai dengan kewajiban/ciri-ciri
autonomi.
2. Pasien ke empat adalah seorang bapak berusia 55 tahun diantar oleh anak laki-lakinya
datang dengan keluhan nyeri pada ulu hati dan terasa berat pada dada serta
punggungnya. Dari hasil pemeriksaan tekanan darah 150/90 dan nadi cepat tidak
teratur. Dokter bagus curiga pasien tersebut menderita penyakit jantung sehingga ia
membuat surat rujukan ke rumah sakit yang berada di kota. Setelah menerima
penjelasan tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya, pasien pulang dengan
membawa surat rujukan tersebut.
Dalam hal ini dr. Bagus menerapkan kaidah autonomy dimana ia
melaksanakan informed consent.
3. Dokter Bagus menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan tindakan
yang harus dilakukan adalah amputasi. Walau dengan berat hati, istri pemuda tersebut
menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter. (Paragraf 5)

Dalam hal ini dr. Bagus menjelaskan kepada istrinya dengan informed
concent, secara lisan. Dr. Bagus berterus terang, dan tidak mengintervensi
pasien dalam memutuskan sesuatu.
JUSTICE
Kaidah justice merupakan kaidah yang mesti diterapkan dimana prima facienya pada
(berubah menjadi atau dalam keadaan) konteks membahas hak orang lain selain diri pasien
itu sendiri. Hak orang lain ini khususnya mereka yang sama atau setara dalam mengalami
gangguan kesehatan di luar diri pasien, serta membahas hak-hak sosial masyarakat atau
komunitas sekitar pasien. Artinya, seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata
terhadap semua pasiennya serta sehingga pasien akan bahagia dan nyaman karena perlakuan
tersebut.
Terdapat istilah pada prinsip justice yaitu justice;fairness (sesorang menerima yang
selayaknya dia diterima) dan distributive justice(distribusi sumber daya dalam masyarakat).
Justice (keadilan) sangat erat kaitannya dengan memberi perlakuan sama kepada pasien untuk
kebahagiaan pasien dan umat manusia. Tujuannya untuk menjamin nilai tak terhingga dari
setiap makhluk (pasien) yang berakal budi (aspek sosial). Dalam keadilan tentunya
berhubungan dengan memberi sumbangan relatif sama dengan kebutuhan pasien (kesamaan
sumbangan sesuai kebutuhan pasien. Menuntut pengorbanan mereka secara relatif sama
dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).
Adapun ciri-ciri dalam kaidah jaustice antara lain :

Memberlakukan segala sesuatu secara universal


Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
Menghargai hak orang lain
Menjaga kelompok rentan
Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status sosial,

dan sebagainya
Tidak melakukan penyalahgunaan
Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil
Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau tepat
Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakit atau gangguan

kesehatan
Bijak dalam makroalokasi
9

PEMBAHASAN JUSTICE
1.

Pada suatu pagi hari, ketika ia datang ke Puskesmas sudah ada 4 orang pasien yang
sedang mengantri. Dokter bagus memeriksa pasien sesuai nomor urut pendaftaran,
hal ini dilakukannya agar pemeriksaan pasien berjalan tertib teratur. (Paragraf 2)
Dalam hal ini dr. Bagus menghargai hak-hak pasien dimana ia tidak
membeda-bedakan

pasien

(memberlakukan

segala

sesuatu

secara

universal), dan memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam


posisi yang sama.
4. dr. Bagus meminta kesediaan pasien keempat untuk menunggu diluar karena ia akan
terlebih dahulu memberi pertolongan pada pemuda tersebut. (Paragraf 5)
pada tindakan ini jelas dr. Bagus menerapkan kaidah justice dimana ia
menghargai hak pasien karena pasien yang datang merupakan korban
kecelakaan.
PENUTUP
Bioetika atau etika medis merupakan studi indisipliner tentang masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro
maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetik atau yang dibahas disini kaidah
dasar bioetik mencakup 4 kaidah yang semuanya perlu dijadikan pedoman seorang dokter
dalam menghasilkan keputusan etis. Kadiah dasar tersebut yaitu Beneficence, Non
Maleficence, Autonomy, dan Justice yang kesemuanya memiliki nilai-nilai tersendiri yang
diterapkan dalam konteks berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Edisi ke-4. Jakarta:
EGC; 2008. h. 3-4.
2. Budi S, Zulhasmar S, Tjetjep DS. Bioetik dan Hukum kedokteran. Ed 1. Jakarta :
Pustaka Dwipar; 2005.h.29-31
3. William Chang, Bioetika Sebuah Pengantar. Jakarta. 2009.h. 8
4. Budiman H, Darmino S. Bioetika, Humaniora dan Profesionalisme dalam Profesi
Dokter. Jakarta. 2013

10

Anda mungkin juga menyukai