Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: normal
Trombosit: Normal
Leukosit: meningkat ringan
LED: 35 mm/jam (meningkat)
ASTO: 320 Todd (+)
Pembahasan
Masalah pada pasien ini adalah nyeri sendi di lutut dan kedua siku
sejak 3 hari yang lalu dan semula disertai demam. Tiga minggu yang lalu
pasien menderita radang tenggorokan, namun telah sembuh setelah berobat
Rheumatoid arthritis
Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai
dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun
Penatalaksanaan
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Eradikasi terhadap kuman Streptococcus Group-A beta hemolitik
dengan pemberian Penisilin Benzatin 1,2 juta unit im bila berat badan
>30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan <30 kg atau penisili
2x500.000 unit perhari selama 10 hari. JIka alergi penisilin, diberikan
eritromisin 2x20 mg/ kg BB/ hari untuk 10 hari.
3. Diberikan obat anti-inflamasi berupa salisilat dan kortikosteroid bila
ada kelainan jantung. Salisilat diberikan untuk mengatasi nyeri sendi.
Dosisnya adalah 100mg/ kg BB/ hari dengan maksimal 6 g/ hari, dibagi
dalam 3 dosis selama 2 minggu kemudian dilanjutkan 75 mg/ kg BB/
hari selama 4-6 minggu kemudian.Kortikosteroid diberi untuk
mengatasi kardiomegali atau karditis. Obat terpilihnya adalah
prednison dengan dosis awal 2 mg/ kg BB/ hari terbagi dalam 3 dosis
dan dosis maksimal 80 mg/ hari.
Pencegahan
Pencegahan demam rematik ada 2 cara:
1. Pencegahan primer, yaitu upaya pencegahan infeksi Streptococcus
Group-A beta hemolitik sehingga tercegah dari penyakit demam
rheumatik.
2. Pencegahan sekunder, yaitu upaya menetapnya infeksi
Streptococcus Group-A beta hemolitik pada bekas pasien demam
rheumatik.
Pencegahan sekunder pada pasien ini adalah suntikan benzatin
penisilin G 1,2 juta unit tiap 4 minggu sampai umur 25 tahun
Tinjauan Pustaka
Penyakit demam rematik akut atau disebut juga acute rheumatic fever
adalah suatu kelainan sistemik yang ditandai dengan adanya inflamasi
(peradangan) pada berbagai jaringan penunjang tubuh, terutama jantung,
sendi, dan susunan saraf. Penyebabnya bakteri Streptococcus betahemolyticus grup A pada tenggorok (saluran nafas bagian atas). Infeksi ini
menyebabkan penderita mengeluh nyeri tenggorok dan demam. Bakteri ini
sering bersarang pada infeksi gigi atau infeksi tenggorokan.
Pada fase awal, kebanyakan penderita hanya mengeluh sakit pada
tenggorok, sulit menelan, dan demam. Karena keluhannya yang belum
spesifik, banyak penderita didiagnosa mengalami infeksi saluran nafas atas
(ISPA) atau radang tenggorokan biasa. Kecurigaan dokter bisanya timbul bila
pasien datang kembali beberapa minggu kemudian dengan keluhan pada
sendi. Rasa nyeri dan pembengkakan sendi yang berpindah-pindah
(migratory polyarthralgia) adalah keluhan terbanyak.
Kelainan pada sendi ini terjadi karena kompleks imun (protein antibodi
anti Ig-G yang berikatan dengan bakteri Streptococcus beta-hemolyticus
grup A) menyebar melalui peredaran darah. Kompleks imun ini pula yang
menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi yang jantung, susunan saraf,
dan kulit.
Bila proses penyebaran penyakit telah sampai ke jantung, penderita
akan mengalami kelainan jantung (carditis), ditandai dengan batuk-batuk,
kesulitan bernapas, berdebar-debar, serta adanya tanda-tanda pembesaran
jantung. Bila menyerang susunan saraf dapat menimbulkan ketidakstabilan
emosi, gerakan-gerakan involunter tangan yang tidak teratur, kesulitan
menulis dan berbicara, dan perilaku agresif.
Selain itu, pada penderita juga dapat ditemukan adanya kelainan kulit
berupa kemerahan pada badan dan tangan (erythema marginatum) dan
benjolan/massa kecil yang berbentuk padat, tidak lunak, dan tidak melekat
pada kulit, yang disebut subcutaneous nodule.
Tanda-tanda klinis di atas penting untuk menegakkan diagnosa demam
rematik, yang secara garis besar digolongkan menjadi kriteria mayor dan
kriteria minor. Kriteria mayor ditandai dengan kelainan jantung, radang
sendi, kemerahan pada tangan, dan benjolan di bawah kulit. Kriteria minor
bila ada nyeri sendi, demam, peningkatan kadar LED atau CRP pada
pemeriksaan darah, serta perpanjangan interval PR pada pemeriksaan EKG.
Tak hanya berdasarkan gejala, untuk mengetahui pasti apakah itu
demam rematik perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Periksalah kadar
antibodi terhadap streptolisin O (ASO / ASTO), pemeriksaan kadar LED (laju
endap darah), dan CRP (C reaktive protein). Kadar ketiga jenis pemeriksaan
ini akan sangat meningkat pada penderita demam rematik akut.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sinar
X, EKG, dan echocardiography.
Sebagian besar serangan demam rematik pertama terjadi pada anak berusia
5-15 tahun. Kadang ditemui dalam satu keluarga terdapat beberapa orang
menderita demam rematik.
Padatnya penduduk dan sosioekonomi yang kurang memadai menjadi
faktor utama banyaknya penyakit ini di negara berkembang seperti Afrika,
India, RRC dan Asia Tenggara. Jarak rumah yang berdekatan antartetanggga
memudahkan penularan streptokokus dari satu anak ke anak lain.
Tidak semua demam rematik akan menjadi penyakit jantung rematik
(PJR) dikemudian hari. Tapi semua PJR harus didahului oleh demam rematik.
Dari penderita PJR dipastikan ada riwayat demam rematik pada anak-anak.
Demam rematik yang diterapi dengan adekuat dapat sembuh total tanpa
gejala sisa yang merusak katup-katup jantung. Namun, ada pula demam
rematik yang meski sudah diterapi, masih meninggalkan gejala sisa pada
katup jantung. Inilah yang berpotensi di masa datang menjadi kasus
penyakit jantung rematik.
Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita tercatat sebanyak 60% operasi
perbaikan/penggantian katup jantung adalah kasus PJR. Katup jantung yang
rusak harus diperbaiki atau diganti tergantung derajat kerusakannya, demi
menjaga fungsi organ jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh.
Pengobatan utama adalah dengan eradikasi/pemusnahan
Streptokokus. Eradikasi Streptokokus dengan pemberian antibiotik dalam
jangka waktu lama. Bagi mereka yang belum mengalami kelainan jantung,
antibiotik harus diberikan selama 5 tahun secara terus-menerus atau hingga
penderita berusia 21 tahun. Sedangkan mereka yang telah mengalami
kelainan jantung, antibiotik harus diberikan selama 10 tahun atau hingga
mereka berusia 40 tahun. Selain antibiotik, diberikan obat anti-inflamasi,
serta obat-obat spesifik bagi kelainan organnya.
Pencegahan demam rematik berupa pencegahan primer dan pencegahan
sekunder. Untuk pencegahan primer, perlu ditegakkan diagnosa infeksi
saluran nafas oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. Hal ini penting
untuk mencegah timbulnya demam rematik Sering pada pemeriksaan sulit
dibedakan dengan infeksi oleh sebab lain misalnya infeksi virus atau bakteri
pada tenggorok.
The American Heart Association dan WHO menganjurkan pencegahan
sekunder dengan pemberian suntikan penisilin setiap 3-4 minggu. Meskipun
nyeri bekas suntikan, pasien lebih memilih cara ini karena dapat dengan
mudah dan teratur melakukannya, dibandingkan dengan tablet penisilin oral
setiap hari. Pencegahan sekunder ditujukan terhadap penderita yang telah
pernah menderita demam rematik dengan tujuan agar demam rematiknya
tak kambuh lagi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita yang secara
Kesimpulan
???????????????????????????????????????????????????????????????????
?//
Daftar Pustaka
????????????????????????????????
IPD jilid 3 hal1560
http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1001480
http://cpddokter.com/home/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=151