Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

HEWAN RUMINANSIA
(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisiologi Hewan yang Dibimbing
oleh Drs. Nur Widodo, M.Kes)

Oleh:
Kelompok 1
Anggi Gusti Kristyawan

201310070311133

Nuril Faizah

201310070311142

Masfadilah

201310070311161

Hani Faridah

201310070311166

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

1 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Fisiologi Hewan yang berjudul Hewan Ruminansia. Kami mengucapkan
terimakasih

kepada

pihak-pihak

yang

membantu

dan

mendukung

dalam

menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada:


1. Ibu Dr. Yuni Pantiwati, M.M., M.Pd sebagai Kepala Program Studi
Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang yang sudah
memfasilitasi program Pendidikan Biologi;
2. Bapak Drs. Nur Widodo, M.Kes. sebagai dosen pengampu mata kuliah
Fisiologi Hewan yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam
membimbing, mengarahkan, dan mendukung dalam rangka penyelesaian
tugas makalah ini;
3. Serta teman-teman kelompok 1 yang dapat bekerja sama dengan baik dalam
penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran konstruktif kami harapkan untuk kesempurnaan makalah
yang kami tulis lebih lanjut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Amin.

Malang, 14 Maret 2015


Penyusun

DAFTAR ISI

2 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

Halaman
Halaman Judul ....................................................................................................1
Kata Pengantar ...................................................................................................2
Daftar Isi ..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................6
2.1 Hewan Ruminansia....................................................................................6
2.2 Anatomi dan Fungsi Saluran Pencernaan Pada Ruminansia.....................7
2.3 Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia.....................................................14
2.4 Peran Mikroba Dalam Sistem Pencernaan Ruminansia............................17
2.4.1

Mikroba Rumen...............................................................................18

2.4.2

Bakteri Rumen.................................................................................19

2.4.3

Protozoa Rumen...............................................................................20

2.5 Perbedaan Sistem Pencernaan Ruminansia dan Non Ruminansia............20


BAB III PENUTUP.............................................................................................23
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................23
3.2 Saran .........................................................................................................23
Daftar Pustaka.....................................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN

3 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

1.1 Latar Belakang


Ruminansia atau dikenal dengan hewan memamah biak merupakan hewan
yang sering dipelihara untuk diambil manfaat dan jasanya, diantaranya yaitu sapi
potong, sapi perah, kerbau, domba, kambing (Kartasudjana, 2001). Sebagian besar
makanan hewan ruminansia berupa bahan hijauan yang terdiri atas rumput atau daundaunan, Sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan
bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ruminansia
termasuk kelompok mamalia. Sistem pencernaan pada mamalia memiliki anatomi
dan fisiologi yang hampir sama antara satu dengan yang lain. Baik ruminansia
maupun non ruminansia makanan dicerna dalam saluran khusus yang sudah
berkembang dengan baik, pencernaan berlangsung di dalam organ khusus yang
disebut organ gastrointestinal.
Pada prinsipnya fungsi saluran pencernaan hewan dimaksudkan untuk
mencerna dan mengabsorbsi zat-zat nutrisi dan mengekskresikan sisanya sebagai
kotoran. Dengan demikian fungsinya mempunyai kesamaan pada beberapa spesies.
Pada beberapa hewan (ternak) karnivora dan omnivora, lambung relatif sederhana
yang disebut sebagai lambung monogastrik. Pada kebanayakan hewan struktur
kantong lambung ini sangat esensial karena didalamnya terdapat kelenjar-kelenjar
yang mensekresikan asam hidroklorat (HCl) dan pepsinogen sebagai prekusor pepsin.
Renin (sebagai faktor koagulas susu) dan lipase gastrik yang menghidrolisis lemak
disekresikan pada ternak muda (Rahmadi, dkk., 2003).
Perkembangan lambung dan atau intestin pada ternak herbivora mengalami
modifikasi karena mempunya kemampuan untuk memanfaatkan selulosa dan
polisakarida tanaman. Selulosa adalah struktur karbohidrat yang berperan sebagai
kerangka pada semua tanaman dan merupakan salah satu bahan organik yang
ketersediaannya sangat berlimpah bagi kehidupan ternak herbivora. Hanya ternak
ruminansia yang mampu mendegradasi selulosa tanaman menjadi suatu komponen
yang bermanfaat untuk membentuk produk-produk, baik untuk kepentingan pokok
hidup maupun produksi. Kemampuan memanfaatkan selulosa atau polisakarida
tanaman tersbut dimungkinkan mengingat adanya beberapa bakteri dan fungi dalam

4 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

lambung yang mampu memproduksi enzim selulolitik yang dapat menghidrolisis


selulosa menjadi selubiosa dan glukosa (Rahmadi, dkk., 2003).
Sistem pencernaan hewan ruminansia berbeda dengan hewan non ruminansia.
Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena
lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasums. Berdasarkan
latar belakang tersebut, pembahasan dalam makalah ini akan lebih ditekankan pada
fungsi saluran pencernaan dan bagaimana sistem pencernaan dari hewan ruminansia
bekerja serta mikroba apa yang berperan dalam proses tersebut. Selain itu akan
disajikan pula perbedaan sistem pencernaan pada hewan ruminansia dan non
ruminansia.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud hewan ruminansia beserta macamnya?
2.
3.
4.
5.

Bagaimana anatomi dan fungsi saluran pencernaan pada ruminansia?


Bagaimana sistem pencernaan hewan ruminansia bekerja?
Bagaimana peran mikroba dalam sistem pencernaan ruminansia?
Apa perbedaan sistem pencernaan hewan ruminansia dengan non ruminansia?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hewan ruminansia beserta macamnya.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran pencernaan pada ruminansia.


Untuk mengetahui bagaimana sistem pencernaan hewan ruminansia.
Untuk mengetahui peran mikroba dalam sistem pencernaan ruminansia.
Untuk mengetahui perbedaan sistem pencernaan hewan ruminansia dengan non
ruminansia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hewan Ruminansia


Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo
Artiodactyla dan sub ordo Ruminantia. Kata ruminansia berasal dari bahasa latin

5 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

ruminae yang berarti mengunyah berulang-ulang. Mekanisme ini disebut proses


ruminasi, yaitu suatu proses pencernaan yang dimulai dari masuknya pakan dalam
rongga mulut kemudian masuk ke rumen dan setelah menjadi bolus dimuntahkan
kembali (regurgitasi), lalu dikunyah kembali (remastikasi) dan selanjutnya ditelan
kembali (redeglutisi). Proses ruminasi berjalan kira-kira 15 kali sehari, dimana setiap
ruminasi berlangsung selama 1 menit sampai 2 jam. Selain terjadi proses ruminasi,
pada ternak ruminansia juga terjadi proses eruktasi yang berasal dari kontraksi dorsal
saccus rumen ke depan yang membawa gas keluar setelag kardia membuka
(Rahmadi, dkk., 2003).
Sebagai ternak herbivora ruminansia merupakan kelompok ternak yang
penting, baik yang sudah mengalami domestikasi maupun yang masih liar. Hal ini
mengingat jumlah dan jenis ternak mamalia saat ini semakin berkurang. Pada ordo
Artiodactila ada 333 genus yang dapat dideteksi dan hanya 86 genus yang masih
hidup. Ternak ruminansia yang sebenarnya dibagi dalam 3 familia, yaitu Cervidae
yang terdiri dari 17 genus, familia Giraffidae yang terdiri dari 2 genus dan familia
Bovidae (ruminansia dengan tanduk berlubang) yang terdiri dari 49 genus yang masih
hidup (Rahmadi, dkk., 2003).
Hewan pemamah biak secara teknis dalam ilmu peternakan serta zoologi
dikenal sebagai ruminansia. Kelompok hewan memamah biak yang sering dipelihara
untuk diambil manfaat dan jasanya, antara lain sapi potong, sapi perah, kerbau,
domba, kambing, dll. Hewan-hewan ini mendapat keuntungan karena pencernaannya
menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan,
dengan dibantu mikroorganisme di dalam perut-perut pencernanya. Lambung hewanhewan ini tidak hanya memiliki satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang.
Ciri khusus dari hewan ruminansia adalah memiliki lambung jamak yang terdiri atas
empat kompartemen, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Kartasudjana,
2001).
2.2 Anatomi dan Fungsi Saluran Pencernaan Hewan Ruminansia
Saluran Pencernaan pada ruminansia hampir sama dengan saluran pencernaan
pada mamalia lainnya namun terdapat perbedaan pada jumlah ruangan saluran

6 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

lambung. Sistem pencernaannya yaitu mulut, esophagus, lambung (rumen, retikulum,


omasum, abomasum), usus halus, usus besar (kolon), secum, anus. (Melyasari, dkk.,
2014). Berikut ini adalah pembahasan pada masing-masing alat pencernaan pada
ruminansia:
1) Mulut
Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh
mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat saliva.
Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan
ke dalam cavitas oral. Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan
anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan
dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen
anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan
bikarbonat (sebagai anionnya) (Melyasari, dkk., 2014).
Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim
amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin C, beberapa
asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.
Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2. Saliva juga mengandung
immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi rata-rata 9,4% dan 0,32 mg%.
Fungsi saliva diantaranya yaitu membantu penelanan, buffer (ph 8,4 8,5), suplai
nutrien mikroba (70% urea). Mekanisme sekresi saliva yaitu, pada kelenjar saliva,
granula sekretorik (zymogen) yang mengandung enzim-enzim saliva dikeluarkan dari
sel-sel asinar ke dalam duktus (Melyasari, dkk., 2014).

2) Esophagus
Esophagus merupakan saluran makanan masuk menuju lambung. Esofagus
yang panjangnya adalah kurang lebih 20 cm dan lebarnya 2 cm adalah jalur untuk
mengalirkan makanan setelah dari faring ke lambung. Gerakan mendorong dan
meremas akan membuat bolus turun ke lambung secara perlahan. Aktivitas menelan

7 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

ini termasuk pada aktivitas yang dipengaruhi kesadaran,karena bagian atas esofagus
ini tersusun atas otot lurik (rangka) yang responnya dipengaruhi kesadaran.
Adanya mukosa yang dihasilkan di esofagus juga mempermudah proses
mendorong bolus ke arah lambung, sehingga bolus akan lebih licin, selain itu adanya
mukus akan membuat resiko gesekan berkurang dengan licinnya permukaan,
membuatnya dapat meregang untuk menampung makanan dan air sebanyak kurang
lebih 2 liter.
3) Lambung
Lambung ternak ruminansia terdiri dari empat kompartemen, yaitu retikulum
(perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut buku), dan abomasum (perut
sejati). Retikulum, rumen, dan omasum merupakan fore stomach sedangkan
abomasum merupakan true stomach (Rahmadi, dkk., 2003). Dari pembagian tersebut
maka rumen, reticulum, dan omasum merupakan lambung depan yang semu, hal
tersebut dikarenakan ketiga bagian tersebut tidak ada glandulanya (tanpa kelenjar/non
glandula) tanpa mucus dan tidak menghasilkan enzim untuk membantu mencerna
nutrien. Sedangkan bagian lambung yang paling belakang yaitu abomasums yang
disebut juga dengan lambung sejati karena di bagian inilah disekresikannya enzim
yang dapat membantu dalam proses pencernaan (Nuswantara, 2002).
a. Rumen
Rumen merupakan suatu kantung muskular yang besar yang terbentang dari
diafragma menuju ke pelvis (Rahmadi, dkk., 2003). Rumen menempati dari
pertengahan rongga perut bagian kiri memenjang ke belakang sampai tulang pinggul
atau pelvis dan kedepan menempel pada diafragma sekat rongga dada. Bagian ini
memiliki tonjolan-tonjolan kecil yang disebut dengan papillae yang tidak berglandula
dan tanpa mempunyai fungsi sebagai sekretorik tetapi beradaptasi dengan baik dalam
mencerna bahan kasar. Bagian luar dari rumen seperti ada sulcus (groove) yaitu suatu
celah akan tetapi dilihat dari dalam disebut dengan pilar atau tonjolan sehingga rumen
dibagi menjadi kantong-kantong atau saccus yaitu ventral saccus, dorsal saccus,
cranial saccus, dan caudal saccus (Nuswantara, 2002).

8 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

Dari besar kecilnya kantong tersebut maka bagian yang terbesar adalah dorsal
saccus, diikuti ventral saccus, caudal saccus dan paling kecil adalah cranial saccus.
Caudal saccus dibagi menjadi 2, yaitu dorso-caudal saccus dan ventro-cauda saccus.
Sedangkan dilihat dari pilarnya (sulcus)

dibagi menjadi 3 bagian (dilihat dari

luarnya) yaitu dorsal groove, ventral groove, dan longitudinal groove (Nuswantara,
2002).
Permukaan mukosa rumen ber-papillae dan berwarna hitam sehingga nampak
seperti kain beludru kasar, dan oleh karena itu disebut perut beludru. Rumen dan
retikulum dihuni oleh mikrobia, yaitu bakteri yang konsentrasinya mencapai 10 9/cc
dan protozoa yang konsentrasinya mencapai 105/cc cairan rumen. Retikulum terpisah
dari rumen oleh suatu lipatan retikulo-ruminal. Karena pemisahnya hanya merupakan
lipatan, isis rumen dan retikulum dapat tercampur dengan mudah. Oleh karena itu,
retikulum dan rumen sering dianggap sebagai suatu kesatuan, yaitu retikulo-rumen.
Isi retikulo-rumen dicampur aduk dengan kontraksi berirama yang terus menerus dari
otot-otot dinding dari retikulo-rumen. Retikulo dan rumen merupakan alat pencernaan
fermentatif.
Menurut letak dari partikel pakan yang masuk dalam rumen maka rumen dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Gas zone, yaitu bagian yang paling atas, pada bagian ini berisi gas-gas hasil
fermentasi dari pakan yang ada dalam rumen yang meliputi gas CH 4, CO2, H2S,
dan H2. Pada bagian gas zone tersebut besar kecilnya dipengaruhi oleh jenis
pakan (hasil fermentasi) yang gasnya dikeluarkan melalui kardia dengan proses
eruktasi.
2. Pad zone, yaitu bagian dari rongga rumen yang berisi fiber (serat) yaitu suatu
ingesta yang terbentuk dari serat makanan yang dikonsumsi. Pada bagian ini
juga terdapat populasi mikroorganisme terutama yang mencerna serat seperti
kapang dan bakteri selulotik.
3. Fluid phase, yaitu rongga dari rumen yang berisi cairan. Pada bagian ini adalah
bagian yang paling besar dibandingkan dengan rongga rumen lainnya,
disamping itu juga terdapat populasi mikroorganisme yang paling banyak.

9 | Fi s i o l o g i H e w a n - M a ka l a h H e w a n Ru m i n a n s i a

4. High density phase, adalah bagian rongga rumen yang berisi benda berat, benda
asing di bagian tersebut seperti batu, metal (Nuswantara, 2002).
Rumen di dalamnya terdapat tonjolan-tonjolan kecil yang disebut dengan
papillae (tounggue like structure) yang berperan untuk memperluas permukaan
sehingga memperluas penyerapan nutrien hasil fermentasi tersebut lebih besar
(Nuswantara, 2002).
b. Retikulum
Retikulum merupakan lambung bagian terdepan (cranial) dan merupakan
bagian rumen dimana dinding retikulum mengandung mucous membrane dan terdapat
banyak lekukan. Permukaan retikulum mempunyai bentuk kotak-kotak seperti sarang
lebah atau jala sehingga retikulum juga sering disebut sebagai perut jala atau
honeycomb. Lambung bagian ini juga berpapilae sedang bentuknya lain dengan
papilae pada rumen. Bentuk papilaenya lebih spesifik (seragam) yang berbentuk segi
enam seperti sarang lebah yang telah disebutkan sebelumnya. Permukaan retikulum
yang kotak-kotak menyebabkan retikulum dapat menahan pakan kasar. Pakan kasar
dapat ditolak oleh retikulum kembali kedalam mulut untuk dikunyah lagi atau ditolak
kedalam rumen untuk dicerna oleh mikroba. Retikulum membantu proses ruminasi,
dimana bolus diregurgitasi kedalam mulut (Rahmadi, dkk., 2003)
Retikulum berfungsi untuk: (1) menyebarluaskan pakan untuk dicerna, (2)
membantu dalam proses ruminansi (regurgitasi), (3) mengatur arus bahan pakan dari
retikulo-rumen melelui reticular-omasal orifice, (4) lokasi fermentasi, (5) tempat
terkumpunya junk-high densiy material, dan (6) absorbsi dari hasil akhir proses
fermentasi (VFA, amonia, air, dan lain-lain) (Rahmadi, dkk., 2003).
Di dalam retikulum sering dijumpai bahan-bahan bukan berupa pakan yang
tanpa sengaja dimakan oleh ternak ruminansia. Batu, sekrup, baud, paku dan
sebagainya sering dijumpai dalam kantong bawah retikulum. Oleh karena itu, petani
di Amerika Serikat menamanakn retikulum sebagai hardware stomach (Rahmadi,
dkk., 2003).

10 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

Lokasi retikulum yang persis di belakang diafragma menempatkannya hampir


dalam posisi yang berlawanan dengan jantung sehingga bila ada benda-benda asing
cenderung akan diam disitu. Retikulum melekat pada diafragma, kira-kira di belakang
rusuk 6 8 di sebelah kiri garis median. Selain itu terjadi kontak antara retikulum
dengan diafragma, hati, omasum dan abomasum (Rahmadi, dkk., 2003)
Suatu hal yang paling penting membahayakan jika benda asing seperti paku
misalnya dapat menembus dinding reticulum yang dapat menyebabkan berlubangnya
selaput rongga perut (peritonium) yang disebut dengan peritonitis. Selanjutnya jika
tidak ditangani secara serius maka benda tersebut akan mengenai diafragma selaput
rongga dada, jika hal tersebut berlanjut maka akan mengenai jantung sehingga
disebut dengan pericarditis atau yang disebut dengan traumatic perikarditus (hard
ware disease) suatu hal yang sangat fatal (Nuswantara, 2002).
c. Omasum
Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya
berbuku-buku. pH omasum berkisar antara 5,2 - 6,5. Antara omasum dan abomasums
terdapat lubang yang disebut omaso abomasal orifice. Letak omasum di sebelah
kanan (retikulum) disebelah rusuk 7 - 11. Omasum merupakan lambung depan
terakhir yang dimiliki oleh ternak ruminansia. Perut depan bagian tersebut masih
tergolong perut semu karena belum mensekresikan getah pencernaan. Dilihat dari
anatominya omasum berbentuk seperti lembaran-lembaran atau lipatan-lipatan yang
disebut dengan laminae, perut bagian ini sering disebut dengan perut buku-buku
(Nuswantara, 2002).
Lambung bagian omasum ini memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Mengatur arus ingesta (bahan makanan yang telah dicerna) ke abomasum lewat
lobang yang ada di antara omasum dan abomasum yang disebut dengan
omasi-abomasal orifice. Setelah masuk maka ingesta tersebut didorong masuk
ke dalam abomasums.
2. Omasum juga mencerna ingesta (bagian dalam terdapat lamine) sehingga
ingesta yang ada dalam omasum tersebut seolah-olah tergilas di lamine
tersebut.
11 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

3. Penyaring dengan adanya lamine pada bagian ini maka ingesta yang lebih besar
akan tertinggal di dalam omasum sedangkan ingesta yang lebih kecil akan
diteruskan ke abomasums.
4. Omasum juga merupakan tempat absorbsi produk akhir fermentasi seperti air
sehingga jika lambung tersebut kita buka banyak terdapat ingesta yang agak
kering (Nuswantara, 2002).
d. Abomasum
Abomasum merupakan lambung sejati karena bagian ini sudah mulai
disekresikan getah pencernaan seperti HCl dan pepsin. Abomasum ternak ruminansia
sama fungsinya dengan lambung (abomasums pada ternak non ruminansia). Lambung
tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu cardia, fundus, dan pylorus. Bagian
cardia merupakan gland mucus dimana bagian ini berdekatan dengan omasum, antara
abomasums dan omasum ini dihubungkan oleh suatu celah yang disebut dengan
omaso-abomas orifice. Bagian berikutnya adalah fundus yang berglandula (fundicgland), pada tengah ini banyak disekresikan enzim pencernaan, fundic gland atau
kelenjar yang mendukung terdiri dari 3 tipe sel, yaitu:
1. Body chief cells yang mensekresikan seperti prorenindan pepsinogen.
2. Nech chief cells yang mensekresikan mukos.
3. Periental cells yang mensekresikan HCl.
Dan bagian paling akhir dari abomasums adalah pylorus yang dilengkapi
dengan glandula mukosa (phyloric gland di mana bagian pylorus ini yang
menghubungkan antara abomasums dengan usus halus). Fungsi dari abomaum ini
adalahadalah mengatur arus ingesta ke usus halus dibantu dengan adanya fold
(ridges) dengan gerakan peristaltik sedangkan kembalinya dengan gerakan anti
peristaltic. Fungsi dari fold atau ridges yaitu berfungsi mempertinggi penyerapan.
Sering juga timbul suatu kelainan dalam gerakan dari abomassum yang dapat
menyebabkan bahan makanan yang dikonsumsi tidak dapat terus ke bagian lain yaitu
usus halus sehingga terakumulasi, gejala ini disebut dengan spasmus (menegang)
untuk mengatasinya maka harus diberi obat anti sposmodik (Nuswantara, 2002).
4) Usus Halus (Intestinum Tenue)
12 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

Usus halus berfungsi sebagai pencernaan enzimatis dan absorpsi. Kedalam usus
halus masuk 4 sekresi yakni:
1. Cairan duodenum: alkalis, fosfor, buffer.
2. Cairan empedu: dihasilkan hati, K dan Na (mengemulsikan lemak),
mengaktifkan lipase pankreas, zat warna.
3. Cairan pankreas: ion bikarbinat untuk menetralisir asam lambung.
4. Cairan usus
Usus halus terletak pada lengkungan duodenum. Untuk mensekresikan enzim:
1.
2.
3.
4.

Amilase: alfa amilase, maltase, sukrase.


Protease: tripsinogen, kemotripsinogen,prokarboksi, peptidase.
Lipase: lipase, lesitinase, fosfolapase, kolesterol, esterase.
Nuklease: ribonuklease, deoksi ribonuklease.

5) Kolon
Kolon berbentuk menyerupai tabung berstruktur sederhana, dengan kondisi
mirip pada rumen. Berfungsi sebagai tempat fermentasi oleh mikroba, absorpsi VFA
dan air. Ditinjau dari struktur histologinya, usus besar saluran pencernaan tersusun
atas: Tunika mukosa (lamina epitel, propria, dan muskularis mukosa), Tunika
submukosa (jaringan ikat longgar, pembuluh darah dan saraf), Tunika muskularis
(stratum sirkulare dan longitodinal), dan Tunika serosa (Junqueira et al. dalam
Suwiti, dkk, 2010).
2.3 Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia
Ruminansia merupakan poligastrik yang mempunyai lambung depan yang
terdiri dari retikulum (perut jala), rumen (perut handuk), omasum (perut kitab), dan
lambung sejati yaitu abomasum (perut kelenjar). Proses pencernaan di dalam
lambung depan terjadi secara mikrobial. Mikroba memegang peranan penting dalam
pemecahan makanan (Cole, 1962). Sedangkan di dalam lambung sejati terjadi
pencernaan enzimatik karena lambung ini mempunyai banyak kelenjar.
Menurut Chutikul (1975) rumen merupakan tempat pencernaan sebagian serat
kasar serta proses fermentatif yang terjadi dengan bantuan mikroorganisme, terutama
bakteri anaerob dan protozoa. Di dalam rumen karbohidrat komplek yang meliputi
selulosa, hemiselulosa dan lignin dengan adanya aktifitas fermentatif oleh mikroba
13 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

akan dipecah menjadi asam atsiri, khususnya asam asetat, propionat dan butirat
(Ranjhan dan Pathak, 1979).
Proses pencernaan pada ternak ruminansia dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Pencernaan mekanik yang terjadi di dalam mulut.
2) Pencernaan hidrolitik yang disebabkan oleh enzim pencernaan ternak itu sendiri.
3) Pencernaan fermentatif yang dilakukan oleh mikroorganisme rumen.
Pencernaan

fermentatif

merupakan

proses

yang

dapat

meningkatkan

pencernaan bahan makanan dalam rumen, karena pada ternak ruminansia pencemaan
makanan sangat tergantung pada aktifitas mikroorganisme. Aktifitas mikroorganisme
rumen dipengaruhi oleh kandungan zat-zat makanan dalam ransum (Oh, dkk., 1969).
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang
sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein,
polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri
dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di
tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar
(disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua
kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke omasum. Pada
omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan
bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya
dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak
selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum
karena pH yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat
dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan
demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
Asam lemak serta protein inilah yang menjadi bahan baku pembentukkan susu pada
sapi. Inilah alasan mengapa hanya dengan memakan rumput, sapi dapat menghasilkan
susu yang bermanfaat bagi manusia.
Struktur khusus sistem pencernaan hewan ruminansia:
1. Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa
tetumbuhan seperti rumput.
14 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

2. Geraham belakang (Molar) memiliki bentuk datar dan lebar.


3. Rahang dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan.
4. Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum
dan Abomasum.
Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu
terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat
pencernaan kadang-kadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain.
Tabel 1. Susunan gigi sapi
3
M

3
P

Rahang atas
Jenis gigi

Rahang bawah

Keterangan:
I = insisivus = gigi seri

C = kaninus = gigi taring

P = premolar = geraham depan

M = molar = geraham belakang

Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak)
tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham
lebih banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk
mengunyah makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas
50% selulosa.
Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus
(kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi
(mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan
sekitar 5 cm. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga
perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara
yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi
proses pembusukan dan fermentasi.
Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung
seperti pada sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang
dilaksanakan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri.
Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung.

15 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan
selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan pada sapi proses
pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya
dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu.
Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan
kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan,
yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan
lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora. Hal itu disebabkan karena
makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat, sedangkan pada
karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat.
Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu
dipengaruhi

oleh

makanannya

yang

sebagian

besar

terdiri

dari

serat

(selulosa). Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi
untuk mencerna selulosa menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas
yang berupa CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Tidak
tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum akan keluar dari tubuh organisme
bersama feses, sehingga di dalam feses (tinja) hewan yang mengandung bahan
organik akan diuraikan dan dapat melepaskan gas CH4 (gas bio) (Melyasari, dkk.,
2014).
Gambar 1. Organ dan sistem pencernaan hewan Ruminansia

16 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

2.4 Peran Mikroba dalam Pencernaan Ruminansia


Pencernaan merupakan proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
pakan dalam alat pencernaan. Proses pencernaan tersebut meliputi pencernaan
mekanik, pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif. Pencernaan mekanik
terjadi dalam mulut oleh gigi melalui proses mengunyah dengan tujuan untuk
memperkecil ukuran, kemudian pakan masuk ke dalam perut dan usus melalui
pencernaan hidrolitik, tempat zat makanan diuraikan menjadi molekul-molekul
sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh hewan (Sutardi, 1980).
Hasil pencernaan fermentatif berupa Volatile Fatty Acid (VFA), NH 3 dan air
yang sebagian diserap dalam rumen dan sebagian lagi diserap dalam omasum.
Selanjutnya pakan yang tidak dicerna disalurkan ke abomasum dan dicerna secara
hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan, sama seperti yang terjadi pada monogastrik
(Arora, 1989).
Sistem pencernaan ruminansia sangat tergantung pada perkembangan populasi
mikroba yang mendiami rumen dalam mengolah setiap bahan pakan yang
dikonsumsi. Mikroba tersebut berperan sebagai pencerna serat dan sumber protein.
Mikroba rumen berperan mencerna pakan berserat yang berkualitas rendah dan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber protein bagi induk semang, sehingga kebutuhan asamasam amino untuk ternak tidak sepenuhnya tergantung pada protein pakan yang
diberikan (Sutardi, 1980).
Kondisi rumen sangat penting agar proses pencernaan pakan di dalam rumen
dapat optimal. Hal ini karena proses pencernaan ruminansia tidak terlepas dari peran
mikrobia rumen yang sangat membantu dalam proses pencernaan danpenyediaan zat
makanan dan energi bagi ternak ruminansia tersebut (Purbowati, dkk., 2014)
2.4.1

Mikroba Rumen
Mikroba yang terdapat dalam rumen dibagi menjadi empat jenis

mikroorganisme anaerob, yaitu bakteri, protozoa, fungi dan mikroorganisme lainnya


seperti virus. Penghuni rumen yang fungsional paling penting adalah bakteri, dalam 1

17 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

ml getah rumen terkandung 109 sampai 1010 sel dan merupakan 5-10% massa kering
isi perut besar (Schlegel dalam Kurniawati, 2009). Jumlah protozoa dalam rumen
lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 106 sel/ml.
Ukuran tubuhnya lebih besar dengan panjang tubuh berkisar antara 20-200 mikron,
oleh karena itu biomassa total dari protozoa hampir sama dengan biomassa total
bakteri (McDonald et al., 2002).
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi
mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmitik, kandungan
bahan kering dan potensial oksidasi reduksi (Dehority, 2004). Pola pertumbuhan
bakteri dan protozoa rumen dipengaruhi oleh pola fermentasi yang ditunjukkan oleh
proporsi molar VFA dan pH rumen. Perkembangan populasi mikroba rumen terutama
bakteri akan dibatasi oleh kadar amonia cairan rumen yang rendah, karena ini sangat
diperlukan oleh bakteri sebagai sumber N untuk membangun sel tubuhnya
(Kurniawati, 2009).
2.4.2

Bakteri Rumen
Spesies-spesies bakteri dan protozoa yang berbeda saling berinteraksi melalui

hubungan simbiosa dan menghasikan produk - produk yang khas seperti selulosa,
hemiselulosa, dan pati melalui pencernaan polimer tumbuhan. Bakteri rumen spesies
tertentu seperti Ruminococcus flavifaciens, R. alubus, Butyrivibrio fibrisolvans, dan
Selenomonas ruminantium bertanggung jawab dalam fermentasi pregastrik
membentuk asetat, propionat, butirat, CO2 dan H2. Fermentasi akan diikuti
meningkatnya pertumbuhan mikroba dan sintesis protein sel sebagai sumber protein
untuk ternak. Bakteri dalam rumen mampu mensintesis vitamin vitamin golongan B
kompleks (Arora, 1989).
Bakteri merupakan biomassa terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar 50% dari
total bakteri hidup bebas dalam cairan rumen dan sekitar 30 - 40% menempel pada
partikel makanan. Beberapa jenis bakteri dari spesies Micrococcus, Staphylococcus,
Streptococcus,

Corynebacterium,

Lactobacillus,

Fusobacterium

dan

Propionibacteriun ditemukan menempel pada epitel dinding rumen, disamping itu

18 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

terdapat spesies bakteri methanogen yang hidup menempel pada protozoa (Dehority,
2004).
Bakteri rumen memiliki fungsi yang sangat penting terhadap fermentasi serat
dan tanaman berpolimer (Arora, 1989). Bakteri mengurai karbohidrat polimer dalam
pakan menjadi senyawa sederhana seperti asam lemak dan alkohol dari selulosa,
amilum, fruktosan dan xilan (Schlegel dalam Kurniawati, 2009).
Bakteri rumen terdiri dari jenis gram positif dan gram negatif. Perbedaan utama
antara bakteri gram positif dan gram negatif terletak pada struktur dinding sel.
Dinding sel bakteri gram negatif merupakan struktur berlapis, sedangkan bakteri
gram positif mempunyai satu lapis yang tebal. Bakteri gram positif memiliki
kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan bakteri gram negatif, disamping
itu kandungan lipid pada dinding sel bakteri gram positif lebih rendah dari dinding sel
bakteri gram negatif (Waluyo, 2005).
Spesies bakteri rumen yang termasuk dalam gram positif antara lain
Lactibacillus

ruminis,

Lactobacillus

vitulinus,

Eubacterium

ruminantium,

Clostridium polysaccarilyticum, Streptococcus bovis dan Butyrivibrio fibrisolvens,


sedangkan yang termasuk dalam gram negatif antara lain Prevotella sp.,
Ruminobacter amylophilus, Fibrobacter succinogenes, Selenomonasruminantium,
Succinimonas amylolitica dan Treponema bryantii (Hobson dan Stewart, 1997).
2.4.3

Protozoa Rumen
Protozoa merupakan mikroorganisme yang ada dalam rumen dengan jumlah

lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 1 juta/ml
(McDonald et al., 2002). Protozoa bersifat anaerob, apabila kadar oksigen atau pH isi
rumen tinggi, maka protozoa tidak dapat membentuk cyste untuk mempertahankan
diri dari lingkungan yang jelek, sehingga dengan cepat akan mati (Arora, 1989).
Pada ruminansia, protozoa yang bersilia berkembang di dalam rumen dan
membantu pencernaan zat zat makanan dari rumput rumputan yang kaya akan
serat kasar. Protozoa jenis Holotrica terutama memecah gula terlarut seperti glukosa,
maltosa, sukrosa dan pati terlarut dan melepaskan asam asetat, asam butirat, asam

19 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

laktat, CO2, H2 dan amilopektin. Amilopektin sebagai simpanan energi bagi protozoa
digunakan apabila substrat dalam lingkungan rumen berkurang (Kurniawati, 2009).
Keadaan kelaparan atau kekurangan makanan jangka lama merupakan faktor
utama penyebab berkurangnya jumlah protozoa. Rendahnya pH mengurangi populasi
protozoa secara drastis. Protozoa mempunyai kemampuan sangat kecil untuk
mensintesa asam amino dan vitamin B kompleks. Protozoa memperoleh dua
golongan zat makanan tersebut dari bakteri dan dapat menghidrogenasi asam asam
lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh (Arora, 1989). Sebagian besar protozoa
memakan bakteri untuk memperoleh sumber nitrogen dan mengubah protein bakteri
menjadi protein protozoa, bersamaan dengan itu memperoleh tambahan sumber
protein dan pati dari ingesta rumen (Kurniawati, 2009).
2.5 Perbedaan Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia dan Non Ruminansia
Pada hewan berlambung tunggal, kegiatan pencernaan ini sangat bergantung
kepada aktivitas enzim yang dihasilkan oleh kelenjar eksokrin yang terdapat dalam
tubuh hewan tersebut. Pada beberapa hewan berlambung tunggal tertentu yang
termasuk herbivora seperti kuda dan kelinci, dalam batas tertentu dapat
memanfaatkan selulosa karena dibantu oleh mikroorganisme yang terdapat dalam
sekum. Pada ruminansia atau hewan berlambung jamak yang umumnya pemakan
tumbuh-tumbuhan, di samping enzim yang dihasilkan oleh kelenjar eksokrin dan selsel khusus, juga terdapat sejumlah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
terdapat dalam rumen, sehingga kelompok hewan ini mampu memanfaatkan selulosa
dengan baik. Sebagian besar makanannya terdiri atas serat kasar dan saluran
pencernaannya panjang dan lebih kompleks. Pada hewan ini, serat kasar dirombak
secara intensif melalui proses fermentasi di dalam rumen oleh mikroorganisme rumen
(Melyasari, dkk., 2014).
Umumnya pangan/pakan atau campuran berbagai pangan/pakan yang disebut
ransum yang dikonsumsi tidak dapat langsung diserap oleh usus. Makanan tersebut
harus diolah dahulu dalam alat pencernaan atau disebut proses pencernaan. Proses
pencernaan makanan ialah proses mekanis/fisik dan biokimiawi yang bertujuan

20 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

mengolah bahan makanan menjadi zat makanan atau dikenal zat gizi yang mudah
diserap oleh tubuh, bila zat makanan tersebut diperlukan. Proses fisik dan biokimiawi
bahan makanan tersebut hanya akan berjalan normal dan efisien bila alat-alat
pencernaan dan alat asesorinya dalam keadaan normal dan mampu mengeluarkan
enzim-enzim yang mempengaruhi proses pencernaan tersebut. Alat pencernaan ini
merupakan sistem organ yang terdiri atas lambung (gastrium) dan usus (intestinum)
sehingga dikenal dengan istilah sistem gastrointestinal dan alat pembantunya atau
asesori seperti gigi, lidah, pankreas, dan hati (Melyasari, dkk., 2014).
Alat pencernaan (Apparatus digestorius) terdiri atas saluran pencernaan
(Tractus alimentarius) dan organ pembantu (Organa accesoria). Dilihat dari anatomi
alat pencernaan, terdapat tiga kelompok hewan yakni kelompok hewan berlambung
jamak (polygastric animals) antara lain sapi, kerbau, rusa, domba, kambing dan
kijang, kelompok hewan berlambung tunggal (monogastric animals) antara lain
manusia, anjing, kucing, babi, kuda dan kelinci, dan hewan yang berlambung jamak
semu (pseudo polygastric animals) antara lain ayam, bebek, angsa, dan burung.
Hewan yang berlambung jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan yang
berlambung tunggal dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang
merupakan hewan berlambung jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke
dalam non-ruminansia (Melyasari, dkk., 2014).
Gambar 2. Saluran pencernaan pada ruminansia

Gambar 3. Saluran pencernaan pada non ruminansia

21 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ruminansia merupakan kelompok hewan memamah biak yang sering dipelihara
untuk diambil manfaat dan jasanya, antara lain sapi potong, sapi perah, kerbau,
domba, kambing.
2. Saluran Pencernaan pada ruminansia hampir sama dengan saluran pencernaan
pada mamalia lainnya namun terdapat perbedaan pada jumlah ruangan saluran
lambung. Sistem pencernaannya yaitu mulut, esophagus, lambung (rumen,
retikulum, omasum, abomasum), usus halus, usus besar (kolon), secum, anus
3. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dibagi menjadi 3 yaitu proses
pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif.

22 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

4. Mikroba berperan sebagai pencerna serat dan sumber protein. Mikroba rumen
berperan mencerna pakan berserat yang berkualitas rendah dan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber protein bagi induk semang.
5. Perbedaan sistem pencernaan pada hewan ruminansia dengan hewan non
ruminansia adalah ruan lambung dan susunan giginya.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini adalah agar
memanfaatkan makalah ini sebagai sumber bacaan untuk menambah wawasan atau
pemahaman dan bisa menjadi bahan pelajaran bagi mahasiswa mengenai hewan
ruminansia.

DAFTAR PUSTAKA
Arora, S. P., Srigondo, B (ed). 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia.
Yogyakarta: Gajah Mada Universiity Press.
Cole, H. H. 1962. Introduction to Livestock Production. W. H. Freeman and Co. San
Fransisco.
Chutikul, K. 1975. Ruminant (Buffalo) Nutrition, In the Asiatic Water Buffalo,
Proceding of an International Syimposium head at khon kaen. Thailand, March
31 April 6. Food and Fertilizer Technology Centre. Taipei, Taiwan.
Dehority, B.A. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham: Nottingham University
Press
Hobson, P.N and C.S. Stewart. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem. Great Britain.
St Edmundsbury Press,
Kartasudjana, R. 2001. Tekniok Produksi Ternak Ruminansia. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Kurniawati, A. 2009. Evaluasi Suplementasui Ekstrak Lerak (Sapindus rarak)
Terhadap Populasi Protozoa, Bakteri, dan Karakteristik Fermentasi Rumen Sapi

23 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

Peranakan Ongole Secara In Vitro. Skripsi tidak diterbitkan. Institut Pertanain


Bogor. Fakultas Peternakan. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.
McDonald, P., R. Edwards and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition.
New York.
Melyasari, dkk. 2014. Makalah Sistem Pencernaan Mamalia (Ruminansia).
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Nuswantara, L, K. 2002. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia (Sapi
Perah).Semarang: Universitas Diponegoro. Fakultas Peternakan.
Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak
OH. H. K. Longhurst, W. M. and Jones, M.B. 1969. Reaction Nitrogen Intake to
Rumen Microba Activity and Consumption Quality Roughoge by Sheep. Animal
Science. 28: 272.
Purbowati, E., Rianto E., Dilaga, W.S., Lestari C., Adiwinarti, R. 2014. Karakteristik
Cairan Rumen, Jenis, dan Jumlah Mikroba Dalam Rumen Sapi Jawa dan
Peranakan Ongole. Buletin Peternakan Vol. 38 (1): 21 26.
Ranjhan, S. K. And Pathak, N.N. 1979. Management and Feeding of Buffalo. New
Delhi: Vikas Publishing House PVT Ltd.
Rahmadi, D., dkk. 2003. Diktat Kuliah Ruminologi Dasar. Semarang: Universitas
Diponegoro. Fakultas Peternakan. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Suwiti, N. K., Setiasih, N. L., Suastika, I. P., Piraksa, I. W., Susari, N. 2010. Studi
Histologi Usus Besar Sapi Bali (Histological Study Large Intestine Of Bali
Cattle). Buletin Veteriner Udayana. Vol. 2 (2): 101 107.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

24 | F i s i o l o g i H e w a n - M a k a l a h H e w a n R u m i n a n s i a

Anda mungkin juga menyukai