luasan hutan sebesar 3,38 persen dari seluruh kawasan hutan di Indonesia. Dari luasan tersebut,
sebesar 85,37 persen dikelola oleh Perum Perhutani.
Luas tutupan hutan dari tahun ke tahun makin berkurang. Tahun 2000 luas tutupan
hutan Jawa masih 2,2 juta hektar, tetapi tahun 2009 merosot tinggal 800.000 hektar. Total luas
tutupan hutan di kawasan hutan produksi di Jawa hanya 23,1 persen. Sebanyak 123 titik DAS
dan sub-DAS di Pulau Jawa terganggu akibat degradasi dan deforestasi hutan. Jika tren ini terus
berlangsung, 10,7 juta hektar DAS dan sub-DAS di Pulau Jawa akan semakin terancam.
Kebijakan tukar-menukar kawasan hutan di Pulau Jawa bukan solusi yang tepat untuk
menyelamatkan Pulau Jawa dari krisis ekologis yang berlangsung saat ini. Tukar-menukar itu
diduga dapat memicu konflik agraria karena belum adanya jaminan clear and clean dari lahan
pengganti yang disediakan. Tukar-menukar juga tidak dapat mengganti hilangnya fungsi ekologis
pada lahan yang ditukar.
Konflik agraria di Pulau Jawa, khususnya di areal Perum Perhutani, relatif tinggi dalam
hal jumlah dan frekuensi. Dalam catatan HuMa (2013), dari 72 konflik terbuka kehutanan yang
terjadi di Indonesia, 41 konflik hutan terjadi di Jawa yang notabene diurus oleh Perum Perhutani.
Menurut LSM yang bergerak pada pembaruan hukum di bidang sumber daya alam itu, dalam
satu dasawarsa terakhir ini setidaknya 108 warga desa hutan mengalami kekerasan dan
kriminalisasi.
Persentase keluarga miskin yang bermukim di desa hutan lebih besar daripada persentase
keluarga miskin di Indonesia. Di Jawa-Madura saat ini terdapat 5.400 Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH) yang terdiri atas 5 juta keluarga dan 60 persen di antaranya masuk kategori desa
miskin dan tertinggal. Berdasarkan data BPS (2012), jumlah penduduk miskin di desa pada
Pulau Jawa adalah 8.703.350 orang. Jumlah ini sangat menonjol jika dibandingkan pulau-pulau
besar lain di Indonesia.
Pembangunan Indonesia yang berprinsip pada keseimbangan pertumbuhan ekonomi,
keadilan sosial, dan pelestarian fungsi lingkungan tidak akan terwujud jika konflik agraria tidak
diselesaikan atau diselesaikan hanya dengan cara represif. Pembangunan ekonomi yang sehat
memerlukan penataan penguasaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam yang adil,
penguatan ekonomi rakyat dan partisipasi masyarakat yang hakiki. Untuk mewujudkan hal
tersebut, diperlukan kemauan politik serta jaminan perlindungan hukum yang nyata terhadap
kelompok masyarakat yang rentan, utamanya masyarakat tak bertanah serta tidak memiliki akses
terhadap tanah dan sumber daya alam.
Harapan
Terkait dengan butir-butir pandangan di atas, para ahli dan aktivis itu berharap Presiden
bisa menyelamatkan lingkungan dan sumber daya alam di Indonesia, dan di Pulau Jawa
khususnya. Dengan dukungan pemuka agama, akademisi dan masyarakat sipil, mereka berharap
Presiden segera mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah berlanjutnya krisis
sosial dan ekologis melalui kebijakan yang progresif disertai implementasinya yang tepat.
Petisi itu mengusulkan agar Presiden memimpin pelaksanaan Ketetapan MPR RI No
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan
membentuk jaringan pemantau yang beranggotakan unsur pemangku kepentingan, secara
transparan dan akuntabel.
Menugaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menghentikan
proses tukar-menukar kawasan hutan di Pulau Jawa dengan tidak menerbitkan keputusan
mengenai tukar-menukar tersebut kecuali untuk kepentingan bencana alam. Selain itu,
menugaskan Menteri LHK untuk memeriksa izin lingkungan dan tukar-menukar kawasan hutan
guna memastikan adanya partisipasi dan penghormatan hak-hak rakyat.
Menugaskan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR)
untuk mengkaji ulang perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Provinsi yang diduga
dilakukan untuk memuluskan proyek-proyek infrastruktur yang tidak mengindahkan prinsip
keadilan lingkungan. Selain itu, menugaskan Menteri ATR untuk mengkaji ulang proses
pengadaan tanah di lokasi-lokasi proyek tersebut yang patut diduga berjalan di luar ketentuan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum.
Menugaskan Menteri Badan Urusan Milik Negara untuk mengevaluasi praktik
penanganan konflik yang dilakukan oleh Perum Perhutani dan badan-badan usaha milik negara
lain terkait keabsahan tukar-menukar dan pinjam pakai kawasan hutan.
Menugaskan Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri LHK untuk memeriksa
kembali kelayakan lingkungan seluruh rencana industri semen, penambangan emas dan pasir
besi, waduk dan pembangkit listrik tenaga uap di Pulau Jawa.
Memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk mengusut tuntas tindakan-tindakan
kekerasan terhadap masyarakat, lebih khusus pada kasus-kasus konflik agraria dan sumber daya
alam yang dilakukan oleh oknum aparat Polri/TNI, dan membawanya ke proses hukum yang
terbuka dan independen.