PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk memahami etika usaha yang Islami, terlebih dahulu harus dipahami
peran dan tugas manusia di dunia. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Adz
Dzaariyat ayat 56, yang artinya:
Dan tidak Ku-Ciptakan jin dan manusia melainkan (semata mata) agar mereka
beribadah (mengabdi) kepada-Ku.
Oleh karena itu semua tindakan manusia di dunia ini adalah semata-mata ibadah,
semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT. Dan sebagai abdi Allah SWT maka
manusia dalam semua tindakannya harus mengikuti perintah-Nya dan menghindari
larangan-Nya. Semua tindakan tersebut juga termasuk tindakan dalam berusaha.
Disamping sebagai abdi dari Allah SWT, manusia juga diangkat olehAllah SWT
untuk menjadi khalifah di muka bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
Al Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
B. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam lagi tentang
pembahasan Dagang dalam Syariah sekaligus sebagai salah satu syarat dalam
menempuh perkuliahan pada mata kuliah Akuntansi Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
Al-quran,
perdagangan
dijelaskan
dalam
tiga
Selain
bentuk,
istilah
tersebut masih banyak lagi istilah-istilah lain yang berkaitan dengan perdagangan,
seperti dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan
perdagangan global (QS. Al-Jumah : 9). Kata tijarah adalah mashdar dari kata kerja
yang berarti menjual dan membeli. Kata tijarah ini disebut sebanyak 8 kali dalam
Alquran yang tersebar dalam tujuh surat, yaitu surat Al-Baqarah : 16 dan 282, AnNisaa : 29, At-Taubah : 24, An-Nur :37, Fathir : 29 , Shaf : 10 dan Al-Jumah :11.
Pada surat Al-Baqarah disebut dua kali, sedangkan pada surat lainnya hanya disebut
masing-masing satu kali. Sedangkan kata baa (menjual) disebut sebanyak 4 kali
dalam Al-quran, yaitu Surat Al-Baqarah : 254 dan 275, Surat Ibrahim : 31 dan Surat
Al-Jumah : 9.
Selanjutnya istilah lain dari perdagangan yang juga terdapat dalam Al-quran
adalah As-Syira. Kata ini terdapat dalam 25 ayat. Dua ayat di antaranya berkonotasi
perdagangan dalam konteks bisnis yang sebenarnya (surat Yusuf ayat 21 dan 22),
yang menjelaskan tentang kisah Nabi Yusuf yang dijual oleh orang yang
menemukannya. Dalam surat al-Jumah ayat 10 Allah berfirman, Apabila shalat
sudah ditunaikan maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah serta
banyak-banyaklah mengingat Allah agar kalian menjadi orang yang beruntung.
Apabila ayat ini kita perhatikan secara seksama, ada dua hal penting yang harus
kita cermati, yaitu fantasyiruu fi al-ard (bertebaranlah di muka bumi) dan wabtaghu
min fadl Allah (carilah rezeki Allah). Makna fantasyiruu adalah perintah Allah agar
umat Islam segera bertebaran di muka bumi untuk melakukan aktivitas bisnis setelah
shalat fardlu selesai ditunaikan. Allah SWT tidak membatasi manusia dalam
berusaha, hanya di kampung, kecamatan, kabupaten, provinsi, atau Indonesia saja.
Allah memerintahkan kita untuk go global atau fi al-ard. Ini artinya kita harus
menembus seluruh penjuru dunia.
Ketika perintah bertebaran ke pasar global bersatu dengan perintah berdagang,
maka menjadi keharusan bagi kita membawa barang, jasa dan komoditas ekspor
lainnya
serta
bersaing
dengan
pemain-pemain
global
lainnya.
Menurut
kaidah marketing yang sangat sederhana tidak mungkin kita bisa bersaing sebelum
memiliki daya saing di 4 P: Products, Price, Promotion, dan Placement atau delivery.
Dalam Surat Al-Quraisy Allah melukiskan satu contoh dari kaum Quraisy yang
telah mampu menjadi pemain global dengan segala keterbatasan sumber daya alam di
negeri mereka. Allah berfirman, Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (Yaitu)
kebiasaan melakukan perjalanan dagang pada musim dingin dan musim panas.
Para ahli tafsir baik klasik, seperti al-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari, maupun
kontemporer seperti, al-Maraghi, az-Zuhaily, dan Sayyid Qutb, sepakat bahwa
perjalanan dagang musim dingin dilakukan ke utara seperti Syria, Turki, Bulgaria,
Yunani, dan sebagian Eropa Timur, sementara perjalanan musim panas dilakukan ke
selatan seputar Yaman, Oman, atau bekerja sama dengan para pedagang Cina dan
India yang singgah di pelabuhan internasional Aden.
B. Karakteristik Perdagangan Syariah
Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau niaga
adalah tolok ukur dari kejujuran, kepercayaan dan ketulusan. Dalam perdagangan
nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan standar benar-benar harus diperhatikan.
Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al Muthoffifin ayat 2-7 :
Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan pada suatu hari yang besar, yaitu hari ketika manusia berdiri
Ini tidak termasuk orang yang memperdagangkan emas dan sutera, karena
kedua bahan tersebut halal buat orang-orang perempuan. Justru itu mereka ini kelak
di hari kiamat tidak akan dibangkitkan dalam golongan pendurhaka yang ditempatkan
di neraka Jahim.
Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. keluar ke tempat sembahyang, tiba-tiba
dilihatnya banyak manusia yang sedang berjual-beli. Kemudian Rasulullah
memanggil mereka: Hai para pedagang! ... Mereka pun lantas menjawab dan
mengangkat kepala dan pandangannya. Maka kata Rasulullah:
"Sesungguhnya pedagang kelak di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai
pendurhaka, kecuali orang yang takut kepada Allah, baik dan jujur." (Riwayat
Tarmizi, Ibnu Majah dan Hakim. Kata Tarmizi: hadis ini hasan sahih)
Dari Watsilah bin al-Asqa' ia berkata: "Rasulullah pernah keluar menuju kami,
sedang kami adalah golongan pedagang-- maka kata beliau: 'Hai para pedagang, hatihati kamu jangan sampai berdusta.'" (Riwayat Thabarani)
Untuk itu seorang pedagang harus berhati-hati, jangan sekali-kali dia berdusta,
karena dusta itu merupakan bahaya (lampu merah) bagi pedagang. Dan dusta itu
sendiri dapat membawa kepada perbuatan jahat, sedang kejahatan itu dapat membawa
kepada neraka.
Di samping itu hindari pula banyak sumpah, khususnya sumpah dusta, sebab
Nabi Muliammad s.a.w. pernah bersabda: "Tiga golongan manusia yang tidak akan
10
dilihat Allah nanti di hari kiamat dan tidak akan dibersihkan, serta baginya adalah
siksaan yang pedih, salah satu di antaranya ialah: Orang yang menyerahkan barang
dagangannya (kepada pembeli) karena sumpah dusta." (Riwayat Muslim)
"Dari Abu Said ia berkata: Ada seorang Arab gunung berjalan membawa seekor
kambing, kemudian saya bertanya kepadanya: Apa kambing itu akan kamu jual
dengan tiga dirham? Ia menjawab: Demi Allah tidak! Tetapi tiba-tiba dia jual dengan
tiga dirham juga. Saya utarakan hal itu kepada Nabi, maka kata Nabi: Dia telah
menjual akhiratnya dengan dunianya." (Riwayat Ibnu Hibban). Di samping itu si
pedagang harus menjauhi penipuan, sebab orang yang menipu itu dapat keluar dari
lingkungan umat Islam.
Hindari pula pengurangan timbangan dan takaran, sebab mengurangi timbangan
dan takaran itu membawa celaka, seperti firman Allah: Wailul lil muthaffifin
(celakalah orang-orang yang mengurangi takaran). Dan hindari pulalah dari
penimbunan, sehingga Allah dan RasulNya tidak akan membiarkan dia begitu saja.
Terakhir, hindarilah perbuatan riba. Karena sesungguhnya Allah akan
menghancurkannya. Seperti tersebut dalam hadis yang mengatakan : "Satu dirham
uang riba dimakan oleh seseorang, sedangkan dia tahu (bahwa uang tersebut adalah
uang riba), akan lebih berat (siksaannya) daripada tigapuluh enam kali berzina."
(R iwayat Ahmad)
D. Etika Perdagangan Islam
11
Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli.
Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam,
dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur
bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar
mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus
dilakukan oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan
dengan menggunakan dan mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha
perdagangan dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu
mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat. Etika perdagangan Islam
menjamin, baik pedagang maupun pembeli, masing-masing akan saling mendapat
keuntungan.
12
bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya. Mengapa harus jujur?
Karena berbagai tindakan tidak jujur selain merupakan perbuatan yang jelas-jelas
berdosa, jika biasa dilakukan dalam berdagang juga akan mewarnai dan berpengaruh
negatif kepada kehidupan pribadi dan keluarga pedagang itu sendiri. Bahkan lebih
jauh lagi, sikap dan tindakan yang seperti itu akan mewarnai dan mempengaruhi
kehidupan bermasyarakat.
Dalam Al Quran, keharusan bersikap jujur dalam berdagang, berniaga dan
atau jual beli, sudah diterangkan dengan sangat jelas dan tegas yang antara lain
kejujuran tersebut, di beberapa ayat dihuhungkan dengan pelaksanaan timbangan,
sebagaimana firman Allah SWT: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. (Q.S Al Anaam(6): 152)
Firman Allah SWT :
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
ini dengan membuat kerusakan. (Q.S AsySyuaraa(26): 181-183)
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. ItuIah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(Q.S Al lsraa(17): 35)
13
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu. (Q.S Ar Rahmaan(55): 9)
Dengan hanya menyimak ketiga ayat tersebut di atas, maka kita sudah dapat
mengambil kesimpulan bahwa; sesungguhnya Allah SWT telah menganjurkan kepada
seluruh umat manusia pada umumnya, dan kepada para pedagang khususnya untuk
berlaku jujur dalam menimbang, menakar dan mengukur barang dagangan.
Penyimpangan dalam menimbang, menakar dan mengukur yang merupakan wujud
kecurangan dalam perdagangan, sekalipun tidak begitu nampak kerugian dan
kerusakan yang diakibatkannya pada manusia ketimbang tindak kejahatan yang lehih
besar lagi seperti; perampokan, perampasan, pencurian, korupsi, manipulasi,
pemalsuan dan yang lainnya, nyatanya tetap diharamkan oleh Allah SWT dan
Rasulnya. Karena kebiasaan melakukan kecurangan menimbang, menakar dan
mengukur dalam dunia perdagangan, akan menjadi cikal baka! dari bentuk kejahatan
lain yang jauh lebih besar. Sehingga nampak pula bahwa adanya pengharaman serta
larangan dari Islam tersebut, merupakan pencerminan dan sikap dan tindakan yang
begitu bijak yakni, pencegahan sejak dini dari setiap bentuk kejahatan manusia yang
akan merugikan manusia itu sendiri.
Di samping itu, tindak penyimpangan dan atau kecurangan menimbang,
menakar dan mengukur dalam dunia perdagangan, merupakan suatu perbuatan yang
sangat keji dan culas, lantaran tindak kejahatan tersebut bersembunyi pada hukum
dagang yang telah disahkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, atau
14
mengatasnamakan jual beli atas dasar suka sama suka, yang juga telah disahkan oleh
agama.
Jika perampokan, pencurian, pemerasan, perampasan, sudah jelas merupakan
tindakan memakan harta orang lain dengan cara batil, yang dilakukan dengan jalan
terang-terangan. Namun tindak penyimpangan dan atau kecurangan dalam
menimbang, menakar dan mengukur barang dagangan, merupakan kejahatan yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sehingga para pedagang yang melakukan
kecurangan tersebut, pada hakikatnya adalah juga pencuri, perampok dan perampas
dan atau penjahat, hanya mereka bersembunyi di balik lambang keadilan yakni,
timbangan, takaran dan ukuran yang mereka gunakan dalam perdagangan. Dengan
demikian, tidak ada bedanya, mereka sama-sama penjahat. Maka alangkah kejinya
tindakan mereka itu. Sehingga wajar, jika Allah SWT dan Rasul-Nya mengharamkan
perbuatan tersebut, dan wajar pula jika para pelakunya diancam Allah SWT; akan
menerima azab dan siksa yang pedih di akhirat kelak, sebagaimana Firman Allah
SWT dalam Al Quran:
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah
orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada
suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan
Semesta Alam ini. (Q.S Al Muthaffifiin (83): 1-6)
15
Selain ancaman azab dan siksa di akhirat kelak bagi orang-orang yang
melakukan berbagai bentuk penyimpangan dan kecurangan dalam menakar,
menimbang dan mengukur barang dagangan mereka, sesungguhnya Al Quran juga
telah menuturkan dengan jelas dan tegas kisah onang-orang Madyan yang terpaksa
harus menerima siksa dunia dari Allah SWT, lantaran menolak peringatan dari Nabi
mereka Syuaib as.
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka Syuaib. Ia
berkata:Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selainNya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah membuat kerusakan di muka
bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
betul-betul kamu orang-orang yang beriman. (Q.S Al Araaf(7): 85)
Firman Allah SWT:
Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang
beriman bersama-sama dia dengan Rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim
dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati
bergelimpangan di tempat tinggalnya. (Q.S Hud(11): 94)
Kedua ayat tersebut di atas, hendaknya menjadi peringatan bagi kita, bahwa
ternyata perbuatan curang dalam menimbang, menakar dan mengukur barang
dagangan, sama sekali tidak memberikan keuntungan, kebahagiaan bagi para
16
pelakunya, bahkan hanya menimbulkan murka Allah. Sedangkan azab dan siksa serta
hukuman bagi para pelaku kejahatan tersebut, nyatanya tidak selalu diturunkan Allah
SWT kelak di akhirat saja, namun juga diturunkan di dunia.
Oleh sebab itu, Rasulullah SAW dalam banyak haditsnya, kerapkali
mengingatkan para pedagang untuk berlaku jujur dalam berdagang.
Sabda Rasulullah SAW:
Wahai para pedagang, hindarilah kebohongan. (HR. Thabrani)
Seutama-utama usaha dari seseorang adalah usaha para pedagang yang bila
berbicara tidak berbohong, bila dipercaya tidak berkhianat, bila berjanji tidak
ingkar, bila membeli tidak menyesal, bila menjual tidak mengada-ngada, bila
mempunyai kewajiban tidak menundanya dan bila mempunyai hak tidak
menyulitkan. (HR. Ahmad, Thabrani dan Hakim)
Pedagang dan pembeli keduanya boleh memilih selagi belum berpisah. Apabila
keduanya jujur dan terang-terangan, maka jual belinya akan diberkahi. Dan apabila
keduanya tidak rnau berterus terang serta berbohong, maka jual belinya tidak
diberkahi. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW menegaskan pula, bahwa pedagang yang jujur dalam
melaksakan jual beli, di akhirat kelak akan ditempatkan di tempat yang mulia. Suatu
ketika akan bersama- sama para Nabi dan para Syahid. Suatu ketika di bawah Arsy,
17
dan ketika lain akan berada di suatu tempat yang tidak terhalang baginya masuk ke
dalam surga.
Sabda Rasulullah SAW:
Pedagang yang jujur serta terpercaya (tempatnya) bersama para Nabi, orangorang yang jujur, dan orang-orang yang mati Syahid pada hari kiamat. (HR.
Bukhari, Hakim, Tirmidzi dan Ibnu Majjah)
Pedagang yang jujur di bawah Arsy pada hari kiamat. (HR. Al-Ashbihani)
Pedagang yang jujur tidak terhalang dari pintu-pintu surga. (HR. Tirmidzi)
Allah Taala berfirman (dalam hadits Qudsi):
Aku yang ketiga (bersama) dua orang yang berserikat dalam usaha (dagang)
selama yang seorang tidak berkhianat (curang) kepada yang lainnya. Apabila
berlaku curang, maka Aku keluar dari mereka. (HR. Abu Dawud)
Sesama Muslim adalah saudara. Oleh karena itu seseorang tidak boleh menjual
barang yang ada cacatnya kepada saudaranya, namun ia tidak menjelaskan cacat
tersebut. (HR. Ahmad dan lbnu Majaah)
Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu barang dengan tidak menerangkan
(cacat) yang ada padanya, dan tidak halal bagi orang yang tahu (cacal) itu, tapi
tidak menerangkannya. (HR. Baihaqie)
18
Sebaik-baik orang Mumin itu ialah, mudah cara menjualnya, mudah cara
membelinya, mudah cara membayarnya dan mudah cara menagihnya. (HR.
Thabarani)
2. Amanah (Tanggungjawab)
Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau
jabatan sebagai pedagang yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini
artinya, mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang
secara otomatis terbeban di pundaknya.
Sudah kita singgung sebelumnya bahwa dalam pandangan Islam setiap
pekerjaan manusia adalah mulia. Berdagang, berniaga dan atau jual beli juga
merupakan suatu pekerjaan mulia, lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan
seluruh anggota masyarakat akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup dan
kehidupannya.
Dengan demikian, kewajiban dan tanggungjawab para pedagang antara lain:
menyediakan barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat dengan harga yang wajar,
jumlah yang cukup serta kegunaan dan manfaat yang memadai. Dan oleh sebab itu,
tindakan yang sangat dilarang oleh Islam sehubungan dengan adanya tugas,
kewajiban dan tanggung jawab dan para pedagang tersebut adalah menimbun barang
dagangan.
19
20
21
Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat adalah pasar. (HR.
Thabrani)
Siapa saja menipu, maka ia tidak termasuk golonganku. (HR. Bukhari)
Setiap sumpah yang keluar dan mulut manusia harus dengan nama Allah. Dan
jika sudah dengan nama Allah, maka harus benar dan jujur. Jika tidak benar, maka
akibatnya sangatlah fatal.
Oleh sehab itu, Rasulululah SAW selalu memperingatkan kepada para
pedagang untuk tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang
cenderung mengada-ngada, semata-mata agar barang dagangannya laris terjual,
lantaran jika seorang pedagang berani bersumpah palsu, akibat yang akan menimpa
dirinya hanyalah kerugian.
Sabda Rasulullah SAW:
Jangan bersumpah kecuali dengan nama Allah. Barangsiapa bersumpah dengan
nama Allah, dia harus jujur (benar). Barangsiapa disumpah dengan nama Allah ia
harus rela (setuju). Jika tidak rela (tidak setuju), niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah. (HR. lbnu Majaah dan Aththusi)
Ada tiga kelompok orang yang kelak pada hari kiamat Allah tidak akan berkatakata, tidak akan melihat, tidak akan pula mensucikan mereka. Bagi mereka azab
yang pedih. Abu Dzarr berkata, Rasulullah mengulang-ulangi ucapannya itu, dan
22
(mempublikasikan
kebaikannya),
dan
orang
yang
menjual
23
Memang sangat disayangkan, mengapa hal seperti ini harus terjadi. Sementara
tidak hanya sekali saja Rasulullah SAW memberi peringatan kepada para pedagang
untuk berbuat jujur, tidak menipu dalam berjual beli agar tidak merugikan orang lain.
Sebagaimana pernyataan beberapa hadits di bawah ini:
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:
Janganlah seseorang menjual akan suatu barang yang telah dibeli oleh orang
lain. (HR. Bukhari)
Dari lbnu Umar: Bahwa seorang laki-laki menyatakan pada Nabi SAW bahwa ia
tertipu ketika berjual beli. Maka Nabi menyatakan: Jika engkau berjualbeli maka
katakanlah: Tidak boleh menipu. (HR. Bukhari)
4. Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada
para pembeli maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat
menepati janjinya kepada Allah SWT.
24
Janji yang harus ditepati oleh para pedagang kepada para pembeli misalnya;
tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang yang kwalitasnya, kwantitasnya,
warna, ukuran dan atau spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi
layanan puma jual, garansi dan lain sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati
kepada sesama para pedagang misalnya; pembayaran dengan jumlah dan waktu yang
tepat. Sementara janji kepada Allah yang harus ditepati oleh para pedagang Muslim
misalnya adalah shalatnya. Sebagaimana Firman Allah dalam Al Quran:
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung.
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk
menuju kepadaNya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah).
Katakanlah: Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan, dan Allah sebaik-baik pemberi rezki (Q.S Al Jumuah (62):10-11).
Dengan demikian, sesibuk-sibuknya urusan dagang, urusan bisnis dan atau
urusan jual beli yang sedang ditangani sebagai pedagang Muslim janganlah pernah
sekali-kali meninggalkan shalat. Lantaran Allah SWT masih memberi kesempatan
yang sangat luas kepada kita untuk mencari dan mendapatkan rejeki setelah shalat,
yakni yang tercermin melalui perintah-Nya; bertebaran di muka bumi dengan
mengingat Allah SWT banyak- banyak supaya beruntung.
5. Murah Hati
25
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu
bermurah hati dalam melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian; ramah
tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh
tanggungjawab.
Sabda Rasulullah SAW:
Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati ketika ia menjual, bila membeli
dan atau ketika menuntut hak. (HR. Bukhari)
Allah memberkahi penjualan yang mudah, pembelian yang mudah, pembayaran
yang mudah dan penagihan yang mudah. (HR. Aththahawi)
6. Tidak Melupakan Akhirat
Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban
Syariat Islam adalah perdagangan akhirat. Keuntungan akhirat pasti lebih utama
ketimbang keuntungan dunia. Maka para pedagang Muslim sekali-kali tidak boleh
terlalu menyibukkan dirinya semata-mata untuk mencari keuntungan materi dengan
meninggalkan keuntungan akhirat. Sehingga jika datang waktu shalat, mereka wajib
melaksanakannya sebelum habis waktunya. Alangkah baiknya, jika mereka bergegas
bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah, ketika adzan telah dikumandangkan.
Begitu pula dengan pelaksanaan kewajiban memenuhi rukun Islam yang lain. Sekali-
26
27
3. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang
membeli (penjual dan pembeli).
Adapun dalam hukum muamalat ada hal-hal yang terlarang atau larangan dalam
melakukan jual beli. Larangan itu meliputi :
1. Membeli barang di atas harga pasaran
2. Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain.
3. Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong).
4. Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
5. Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
6. Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
7. Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
8. Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan.
9. Menjual atau membeli barang haram.
10. Jual beli tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum,
menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain.
Dalam melakukan kegiatan perdagangan atau jual beli ada beberapa
hukumnya, yaitu haram, mubah, dan wajib. Berikut ini adalah penjelasan tentang
hukum jual beli :
1. Haram. Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli
atau melakukan larangan jual beli.
2. Mubah. Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3. Wajib. Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu
seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
28
29
30
konsep berusaha yang sesuai syariat Islam. Konsep-konsep dasar dalam berusaha
tersebut antara lain :
1. Berusaha hanya untuk mengambil yang halal dan baik (thoyib).
Allah SWT telah memerintahkan kepada seluruh manusia jadi bukan hanya
untuk orang yang beriman dan muslim saja untuk hanya mengambil segala sesuatu
yang halal dan baik (thoyib).Dan untuk tidak mengikuti langkah-langkah syaitan
dengan mengambil yang tidak halal dan tidak baik.
Hai sekalian manusia, makanlah (ambillah) yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (Q.S. Al Baqarah :168)
Oleh karena itu, dalam berusaha Islam mengharuskan manusia untuk hanya
mengambil hasil yang halal. Yang meliputi halal dari segi materi, halal dari cara
perolehannya, serta juga harus halal dalam cara pemanfaatan atau penggunaannya.
Banyak manusia yang memperdebatkan mengenai ketentuan halal ini. Padahal bagi
umat Islam acuannya sudah jelas, yaitu sesuai dengan sabda Rasulullaah SAW:
Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara haram itupun jelas, dan diantara
keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (meragukan) yang tidak diketahui
oleh orang banyak. Oleh karena itu, barangsiapa menjaga diri dari perkara syubhat,
ia telah terbebas (dari kecaman) untuk agamanya dan kehormatannya . . .. . .Ingat!
Sesungguhnya didalam tubuh itu ada sebuah gumpalan, apabila ia baik, maka baik
pula seluruh tubuh, dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh, tidak lain ia
adalah hati (Hadits)
31
Jadi sesungguhnya yang halal dan yang haram itu jelas. Dan bila masih
diragukan maka sebenarnya ukurannya berkaitan erat dengan hati manusia itu sendiri,
apabila hatinya jernih maka segala yang halal akan menjadi jelas. Dan sesungguhnya
segala sesuatu yang tidak halal termasuk yang syubhat tidak boleh menjadi obyek
usaha dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian dari hasil usaha.
2. Memperoleh hasil usaha hanya melalui perniagaan yang berlaku secara ridho
sama ridho karena saling memberi manfaat
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
secara ridho sama ridho di antara kamu. (Q.S. An Nisaa:29)
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada orang yang beriman agar bila ingin
memperoleh keuntungan dari sesamanya hanya boleh dengan jalan perniagaan (baik
perniagaan barang atau jasa) yang berlaku secara ridho sama ridho. Untuk
penjelasannya dapat dikaji hadits berikut ini:
Nabi Muhammad saw. pernah mempekerjakan saudara Bani `Adiy Al Anshariy untuk
memungut hasil Khaibar. Maka ia datang dengan membawa kurma Janib (kurma
yang paling bagus mutunya). Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya: Apakah
semua kurma Khaibar demikian ini? Orang itu menjawab: Tidak, demi Allah, wahai
Nabi Utusan Allah. Saya membelinya satu sha` dengan dua sha` kurma Khaibar
(sebagai bayarannya). Nabi Muhammad SAW bersabda: Janganlah berbuat begitu,
tetapi tukarkan dengan jumlah yang sama, atau juallah ini (kurma Khaibar) lalu
belilah kurma yang baik dengan hasil penjualan (kurma Khaibar) tadi.
32
Intisari dari pelajaran yang diberikan oleh Rasulullah SAW adalah bahwa harga
dalam setiap perniagaan harus mengikuti penilaian (valuasi atau mekanisme) pasar.
Karena penilaian yang dilakukan (oleh masyarakat) melalui mekanisme pasar akan
memberikan penilaian yang adil. Tentunya selama pasar berjalan dengan wajar.
Sehingga kaidah ridho sama ridho yang disyaratkan dapat dicapai. Dan untuk
memfasilitasi perniagaan melalui mekanisme pasar tersebut diperlukan prasarana alat
tukar nilai yang disebut sebagai uang.
3. Fungsi Uang yang utama adalah sebagai alat tukar nilai di dalam transaksi
Dalam syariah Islam, uang semata-mata berfungsi sebagai alat tukar nilai.
Oleh karena itu salah seorang pemikir Islam, Imam Ghazali, menyatakan bahwa
Uang bagaikan cermin, ia tidak mempunyai warna namun dapat merefleksikan
semua warna. Maksudnya uang itu sendiri seharusnya tidak menjadi obyek
(perniagaan) melainkan semata-mata untuk merefleksikan nilai dari obyek. Dan
bagaikan cermin yang baik, uang harus dapat merefleksikan nilai dari obyek
(perniagaan) secara jernih dan lengkap. Oleh karena itu pada zaman Rasulullah SAW
uang dibuat dari logam mulia (emas atau perak) dan mempunyai spesifikasi (mutu
dan berat) yang tertentu.
Pemerintahan Rasulullah SAW sendiri tidak menerbitkan uang. Karena
pemerintahan Rasulullah SAW tidak perlu menerbitkan uang sendiri selama uang itu
mempunyai nilai yang dapat diterima di semua pasar yang terkait. Sehingga pemikir
Islam lainnya, Ibnu Khaldun menyatakan Kekayaan suatu negara tidak ditentukan
oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi di
33
Anam:152)
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) supaya
kamu jangan melampaui batas neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan
adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu (Q.A. Ar Rahman:7-9)
Berlaku adil akan dekat dengan taqwa, karena itu berlaku tidak adil akan membuat
seseorang tertipu pada kehidupan dunia. Karena itu dalam perniagaan, Islam
melarang untuk menipu bahkan sekedar membawa suatu kondisi yang dapat
menimbulkan keraguan yang dapat menyesatkan atau gharar. Contoh yang diajarkan
Rasulullah SAW adalah sesuatu (ikan) dalam air, karena pandangan pada segala
sesuatu yang berada dalam air akan terbias dan dapat menimbulkan keraguan yang
menipu.
Wahai manusia, sesungguhnya janji Allah benar maka janganlah sekali-kali kamu
tertipu kehidupan dunia dan janganlah sekali-kali tertipu tentang Allah (karena)
seorang penipu (al gharuur). (Q.S. Al Faatir: 5)
Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (kolam/laut) karena hal itu adalah
gharar. (HR Ahmad)
35
Sebaliknya atas harta milik sendiri dilarang untuk mengambil resiko yang melebihi
kemampuan yang wajar untuk mengatasi resiko tersebut. Walaupun resiko tersebut
mempunyai probabilita untuk membawa manfaat, namun bila probabilitas untuk
membawa kerugian lebih besar dari kemampuan menanggung kerugian tersebut maka
tindakan usaha tersebut adalah sama dengan mengeluarkan yang lebih dari keperluan
sehingga harus difikirkan dengan matang.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan maysir, (maka) katakanlah pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, dan dosa
keduanya lebih besar dari manfaat keduanya, Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan (keluarkan), maka katakanlah yang lebih dari keperluan,
demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya supaya kamu berfikir.
(Q.S. Al Baqarah:219)
5. Menjalankan usaha harus memenuhi semua ikatan yang telah disepakati
Sebagai abdi Allah SWT menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi,
atas nama Allah SWT, dalam menjalankan usaha Islam mengharuskan dipenuhinya
semua ikatan yang telah disepakati. Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi harus
dilaksanakan secara ridho sama ridho, disepakati oleh semua fihak terkait.
Hai orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (Q.S. Al Maidah:1)
Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun
yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar.. (Q.S. Al Araf : 33)
36
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu.. (Q.S. An Nahl:91)
6. Manusia harus bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan
Manusia memang ditakdirkan untuk diciptakan dengan perbedaan, dimana
sebagian diantaranya diberi kelebihan dibandingkan sebagian yang lain, dengan
tujuan agar manusia dapat bekerjasama untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.
Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Q.S. Az
Zukhruf :32)
Pakar ekonomi Islami, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa Setiap individu tidak dapat
dengan sendirinya memperoleh kebutuhan hidupnya. Semua manusia harus
bekerjasama untuk memperoleh kebutuhan hidup dalam peradabannya. Lebih lanjut
Ibnu Khaldun juga menerangkan akan hasil kerjasama yang sekarang kita sebut
synergy, sebagai berikut: Hasil kerjasama sejumlah manusia dapat menutupi
kebutuhan beberapa kali lipat dari jumlah mereka sendiri.
37
BAB III
KESIMPULAN
Rasulullah merupakan sosok teladan yang patut kita jadikan contoh,
keberhasilan beliau dalam mengembangkan perekonomian umat telah terbukti. Hanya
dalam waktu setahun setelah hijrah ke madinah, beliau berhasil membangun
perekonomian yang sangat kuat. Hanya dalam waktu setahun umat Islam berhasil
menguasai ekonomi yang selama ini dipegang oleh orang-orang Yahudi dan umat
lainnya.
Rahasia kesuksesan tersebut adalah ternyata Rasulullah memprioritaskan
pasar. Yang pertama kali dilirik oleh Rasulullah adalah pasar. Beliau membangun
38
39
DAFTAR PUSTAKA
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/2048.html
http://cempaka-gold.blogspot.com/2011/08/hukum-dagang-islam-tentangperdagangan.html
http://abuzubair.wordpress.com/2007/08/10/jual-beli-yang-dilarang-dalam-islam/
http://rinaelrahma.blogspot.com/2010/05/prinsip-perdagangan-dalam-islam.html
http://antan2dd03.blogspot.com/2010/03/perdagangan-menurut-syariah-islam.html
http://ldiisurabaya.org/kunci-bisnis-menurut-nabi-muhammad-saw/
http://aspal-putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html
40
http://lampung.tribunnews.com/2012/07/30/hukum-dagang-dengan-untung-100persen
http://www.muslimbusana.com/umum/adab-berdagang-dalam-islam/index.htm
http://abudzakwanbelajarislam.blogspot.com/2011/02/dalam-berdagang-berapakeuntngn-yang.html
Agustianto. Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Mahasiswa
Program Doktor Ekonomi Islam UIN Jakarta. (Artikel)
Mannan, Abdul. 1995. Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Wakaf.
Rahman, Afzalur. 1995. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf.
http://ditjenpdn.depdag.go.id/pls/portal30/url/folder/
http://fossei.4t.com/Artikel.htm
http://muhammadfendisyariah.blog.friendster.com/about/
http://www.ekonomisyariah.org/docs/detail_cara.php?idKategori=1
Hasan Ali, AM, (2004), Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Prenada Media ,
Jakarta.
IrfanKurniadi, http://empatempat.wordpress.com/2010/02/21/asuransi-syariahprospek-tantanga-dan-strategi/
41
Muhammad Syakir Sula dan Hermawan Kartajaya, (2006), Syariah marketing, Mizan
Pustaka, Bandung
Syakir Sula, Muhammad, Asuransi Syariah (life ang general) Konsep dan system
Operasional, (akarta: Gema Insani, 2004
Sudarsono, Heri, (2007), Bank dan lembaga keuangan Syariah, Deskripsi dan
Ilustrasi, Ekonisia, Yogyakarta.
Sumitro, Warkum, (1996), Asas Asas Perbankan Islam dan Lembaga Lembaga
Terkait (BMUI dan Takaful) di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Solahudin, M, (2006), Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Muhammadiyah
University Press, Surakarta.
42