Narasi Rencana Aksi KB KR 2012
Narasi Rencana Aksi KB KR 2012
Oleh:
DEPUTI BIDANG KB DAN KR
(dr. Julianto Witjaksono AS, MGO, Sp.OG (K-FER))
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Isu-Isu Strategis
C. Kerangka Pikir Penggunaan Kontrasepsi
BAB II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan program KB Nasional dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di
dunia internasional. Pada kurun waktu 1970-an hingga 1990-an, keberhasilan
program KB di Indonesia sangat ditentukan pada aspek demografis semata yaitu
pengendalian angka kelahiran. Namun pasca ditandatanganinya International
Conference on Population and Development (ICPD) di Cairo Tahun 1994, telah
terjadi pergeseran paradigma yang cukup signifikan dalam pelaksanaan program
KB yaitu dari pendekatan demografis menjadi mengedepankan aspek hak-hak
asasi manusia. Disamping itu pula, Indonesia merupakan salah satu dari beberapa
Negara berkembang yang menyepakati tujuan-tujuan pembangunan global dalam
Millennium Development Goals (MDGs) yang telah diratifikasi pada tahun 2000.
Dalam tujuan global kelima (b), seluruh Negara penandatangan sepakat untuk
membuka akses kesehatan reproduksi secara universal kepada seluruh individu
yang membutuhkan termasuk di dalamnya adalah peningkatan Contraceptive
Prevalence Rate (CPR); penurunan unmet need, penurunan angka fertilitas remaja
dan peningkatan usia kawin pertama perempuan.
Pada bagian lain, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005
2025, pada bagian lampiran disebutkan bahwa membangun Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas diarahkan pada peningkatan kualitas SDM
Indonesia yang ditandai antara lain dengan meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), serta tercapainya
penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto (NRR)
sama dengan 1, atau angka kelahiran total (TFR) sama dengan 2,1.
Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk diarahkan pada
peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang
terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang
berkualitas.
Program Keluarga Berencana (KB) memiliki makna yang sangat strategis,
komprehensif dan fundamental dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia
sejahtera yang tidak terpisahkan dengan program pendidikan dan kesehatan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang kemudian direvisi menjadi Undang-
2. Disparitas TFR masih tinggi dan meningkat pada status sosial ekonomi
menengah ketas.
Secara nasional angka Total Fertility Rate (TFR) tahun 2002/03 sebesar 2,4 dan
tahun 2007 sebesar 2,3 atau menurun 0,1. Tahun 2007, TFR tertinggi di
provinsi Nusa Tenggara Timur 4,2 dan terendah di provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta 1,8. Pada tahun 2014 diharapkan angka TFR menurun menjadi 2,1.
Berdasarkan hasil SDKI juga terlihat adanya peningkatan TFR pada kelompok
status sosial ekonomi menengah ke atas yaitu pada golongan menengah dari
2,7 (SDKI 2002/03) menjadi 2,8 (SDKI 2007) dan pada golongan teratas dari
2,2 (SDKI 2002/03) menjadi 2,7 (SDKI 2007)
3. Kenaikan CPR 1,1 persen dalam 5 tahun
Menurunnya angka TFR sebesar 0,1 selama kurun waktu 5 tahun (2002/032007) ditandai dengan hanya meningkatnya angka Contraceptive Prevalence
Rate (CPR) sebesar 1,1 persen yang dicapai dalam waktu 5 tahun (2002/032007). CPR diharapkan meningkat menjadi 65 persen dengan tingkat
persebaran yang merata pada tahun 2014.
4. Unmet need tinggi
Saat ini diperkirakan masih ada sekitar tiga setengah juta PUS di Indonesia
yang ingin menunda, menjarangkan dan membatasi kelahiran untuk masa dua
tahun berikutnya, namun tidak menggunakan metoda kontrasepsi apapun.
Hasil SDKI 2007 menunjukkan bahwa unmet need mencapai 9,1 persen dari
jumlah PUS, dengan rincian untuk menjarangkan kelahiran (spacing) 4,3
persen dan membatasi kelahiran (limiting) 4,7 persen. Terjadi peningkatan
dibanding dengan hasil SDKI 2002/03 yang mencatat unmet need sebesar 8,6
persen, 4,0 persen untuk penjarangan dan 4,6 persen untuk pembatasan
kelahiran. Unmet need KB ini sangat bervariasi antara provinsi, terendah 3,2
persen di provinsi Bangka Belitung dan tertinggi 22,4 persen di provinsi
Maluku. Unmet need KB diharapkan menurun menjadi 5,0 persen pada tahun
2014.
Hasil SDKI 2007, alasan PUS tidak menggunakan kontrasepsi sebagian besar
adalah karena efek samping, yaitu 30 persen untuk mengakhiri dan 27 persen
untuk menjarangkan. Selain itu alasan lain diantaranya adalah tidak nyaman,
yaitu 12 persen untuk mengakhiri dan 21 persen untuk menjarangkan dan
alasan kurang akses yaitu 2 persen untuk mengakhiri dan 1 persen untuk
menjarangkan.
Berdasarkan status sosial ekonomi, unmet need pada golongan menengah dan
golongan teratas masih cukup tinggi yaitu 8,5 persen pada golongan
menengah dan 8,2 persen pada golongan teratas.
5. Kesertaan MKJP rendah
Berdasarkan SDKI, peserta KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
menurun dari 14,6 persen (2002/03) menjadi 10,9 persen (2007). Metode
kontrasepsi IUD cenderung mengalami penurunan dari 8,1 persen (SDKI 1997)
menjadi 6,2 persen (SDKI 2002/03) dan turun lagi menjadi hanya 4,9 persen
(SDKI 2007). Penggunaan kontrasepsi Implant juga cenderung mengalami
penurunan lebih dari 50 persen, dari 6 persen (SDKI 1997) menjadi 2,8 persen
(SDKI 2007). Walaupun MOW sempat mengalami peningkatan sebesar 3,7
persen (SDKI 2002/03), namun kembali turun menjadi 3 persen (SDKI 2007).
Tren MOP sempat mengalami stagnasi di angka 0,4 persen (SDKI 1997 dan
2002/03), dan kembali turun menjadi 0,2 persen (SDKI 2007). Pola
penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh metode
kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek. Metode kontrasepsi seperti
suntikan cenderung mengalami peningkatan dari 21,1 persen (SDKI 1997),
27,8 persen (SDKI 2002/2003), menjadi 31,8 persen (SDKI 2007).
Rendahnya penggunaan MKJP dipengaruhi oleh faktor pengguna dan
penyedia pelayanan KB. Salah satu faktor yang dianggap berkontribusi dengan
kecenderungan pemilihan metode kontrasepsi jangka pendek adalah faktor
penerimaan atau image terhadap kontrasepsi tersebut. Selain itu dari sisi
penyedia pelayanan, MKJP membutuhkan tenaga yang berkompeten, sarana
dan prasarana penunjang pelayanan yang memadai.
Kondisi ini merupakan tantangan jika upaya peningkatan kompetensi tenaga
kesehatan pelayanan KB tidak dilakukan atau dalam kondisi statis. Pembinaan
peserta KB aktif terutama peserta KB-MKJP di daerah tertinggal, terpencil dan
perbatasan (Galciltas) juga perlu di lakukan sebagai upaya peningkatan KB
MKJP. Kesertaan KB aktif MKJP diharapkan meningkat menjadi 27,5 persen
pada tahun 2014.
2007
13,2
4,9
31,8
1,3
2,8
3
0,2
0
6.
7.
persen (2007) dan Rumah Sakit Swasta dari 3,4 persen (2002/03) menjadi
2,2 persen (2007). Begitu pula dengan pelayanan di Puskesmas menurun
dari 20,3 persen (2002/03) menjadi 16 persen (2007), di klinik pemerintah
dari 0,4 persen (2002/03) menjadi 0,3 persen (2007) serta di klinik swasta
dari 1,8 persen (2002/03) menjadi 1,3 persen (2007).
8.
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BIDANG KB DAN KR
A.
VISI
Visi BKKBN adalah Penduduk Tumbuh Seimbang 2015. Visi tersebut mengacu
kepada fokus pembangungan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025 dan Visi misi Presiden yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014. Berdasarkan Visi
BKKBN diatas, Bidang KB dan KR menetapkan visi yaitu Mewujudkan keluarga
kecil dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang 2015. Perwujudan keluarga
kecil menjadi fokus utama Bidang KB-KR yang ditandai dengan menurunnya
angka rata-rata fertilitas (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) =1.
B.
MISI
Dalam rangka mewujudkan visi BKKBN di atas, misi Pembangunan
Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah mewujudkan pembangunan
yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera. Misi tersebut dilakukan melalui : penyerasian kebijakan pengendalian
penduduk; penetapan parameter penduduk; peningkatan penyediaan dan
kualitas analisis data dan informasi; pengendalian penduduk dalam
pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana serta mendorong
stakeholder dan mitra kerja untuk menyelenggarakan Pembangungan Keluarga
Berencana dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja,
pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan ketahanan dan kesejahteraaan
keluarga peserta KB. Berdasarkan misi BKKBN tersebut, Bidang KB dan KR
menetapkan misi yaitu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB dan KR
dalam rangka mencapai kesertaan dan kemandirian ber-KB.
C.
TUJUAN
Tujuan yang harus dicapai oleh Bidang KB dan KR dalam rangka mencapai visi
dan misi Bidang meliputi:
a. Tujuan Umum
Meningkatkan pembinaan, kesertaan dan kemandirian ber-KB serta
kesehatan reproduksi.
b. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pembinaan dan kesertaan KB jalur pemerintah.
2. Meningkatkan pembinaan, kemandirian dan kesertaan KB jalur swasta.
10
3.
4.
D.
13.
14.
15.
11
Meningkatnya jumlah peserta KB baru (PB) sekitar 7,46 juta per tahun.
Meningkatnya jumlah peserta KB aktif (PA) 29,8 juta pada tahun 2014.
Meningkatnya jumlah peserta KB baru mandiri sekitar 3,5 juta per tahun.
Meningkatnya persentase peserta KB Aktif mandiri 51 persen pada tahun
2014.
Meningkatnya persentase peserta KB baru MKJP sekitar 13,2 persen per
tahun.
Meningkatnya persentase peserta KB aktif MKJP 27,5 persen pada tahun
2014.
Meningkatnya persentase peserta KB baru pria menjadi 5 persen pada tahun
2014.
Meningkatnya jumlah peserta KB baru (PB) Keluarga Prasejahtera dan
Keluarga Sejahtera I sekitar 3,97 juta per tahun.
Meningkatnya jumlah peserta KB Aktif (PA) Keluarga Prasejahtera dan
Keluarga Sejahtera I sebanyak 13,1 juta pada tahun 2014.
Meningkatnya jumlah klinik KB pemerintah dan swasta yang melayani KB
sebanyak 23.500 klinik KB pada tahun 2014.
Meningkatnya jumlah dokter dan bidan praktek swasta sebanyak 70.000
pada tahun 2014.
Meningkatnya persentase klinik KB yang melayani KB sesuai SOP
(penggunaan informed consent) (dari 23.500 klinik KB pemerintah dan
swasta) sebanyak 100 persen pada tahun 2014.
Meningkatnya persentase stakeholder yang mempunyai kebijakan program
pembinaan kesertaan KB miskin (KPS dan KS I) dan KB mandiri sebanyak 75
persen pada tahun 2014.
Meningkatnya persentase klinik KB yang memberikan promosi dan
KIP/Konseling Kesehatan Reproduksi 100 persen pada tahun 2014.
Meningkatnya jumlah mitra kerja yang melaksanakan pendampingan dan
pembinaan kesertaan KB jalur pemerintah sebanyak 12 mitra kerja pada
tahun 2014.
12
BAB III
ANALISIS LINGKUNGAN
Dalam upaya merumuskan kebijakan dan strategi Bidang Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi yang memiliki daya ungkit yang besar, terlebih dahulu dilakukan
analisis lingkungan sebagai berikut:
A.
KEKUATAN
a.
KELEMAHAN
a.
13
e.
f.
g.
C.
PELUANG
a.
TANTANGAN
a.
b.
c.
14
15
BAB IV
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A.
KEBIJAKAN
Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga kecil
bahagia sejahtera, yang ditandai dengan menurunnya angka TFR menjadi 2,1 dan
NRR = 1, meningkatnya CPR cara modern menjadi 65 persen, meningkatnya
median Usia Kawin Pertama (UKP) perempuan menjadi 21 tahun, menurunnya
ASFR (15 19 tahun) menjadi 30 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun,
meningkatnya kesejahteraan peserta KB dan meningkatnya ketahanan keluarga,
maka arah kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
periode 2010 2014 adalah merevitalisasi program KB dan menyerasikan
kebijakan pembangunan dengan kebijakan Pembangunan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional.
Sejalan dengan arah kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional periode 2010-2014 diatas, sasaran RPJMN 2010-2014, perubahan
kondisi lingkungan strategis dan telah terbitnya Undang-Undang Nomor 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
maka ditetapkan kebijakan bidang KB dan KR Tahun 2011 dalam upaya
peningkatan pencapaian sasaran bidang KB dan KR sebagai berikut :
1.
16
c)
2.
B.
STRATEGI
Adapun strategi yang ditetapkan untuk melaksanakan kebijakan Bidang KB dan
KR adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur pemerintah melalui :
a. Penguatan fasilitas pelayanan KB statis di 20.203 Klinik KB milik
pemerintah.
b. Peningkatan kualitas pelayanan KB.
c. Pemberdayaan mitra kerja dalam, penggerakkan, pelayanan dan
pembinaan KB.
d. Penguatan jaminan ketersediaan kontrasepsi.
e. Peningkatan dukungan pembiayaan pelayanan melalui sinergitas
sumber daya potensial yang ada.
2.
17
18
3.
4.
BAB V
KEGIATAN DAN ROAD MAP KB DAN KR TAHUN 2012-2014
A. KEGIATAN
1.
19
1.
a.
b.
c.
d.
20
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
2.
2013)
a.
f.
g.
21
i.
j.
k.
Pelatihan MOW dan MOP bagi 5.000 dokter umum di Puskesmas PONED
l.
s.
t.
Peningkatan
dan pembinaan Peserta MKJP melalaui pemberian
Pelayanan IUD plus pap-smear/IVA pada pelayanan KB Statis, pekan
kontrasepsi, HARGANAS dan momentum setrategis lainnya
promosi dan
konseling Kesehatan
22
23
BAB VI
PENUTUP
struktur
program
Rencana
Strategis
(RENSTRA)
Program
24