702 758 1 PB
702 758 1 PB
I Made Setiawan
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta
Abstrak: Jumlah penderita HIV pada anak makin lama makin meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah ibu hamil terinfeksi HIV, karena sebagian besar anak terinfeksi HIV tertular
secara vertikal dari ibu ke anak pada saat hamil, melahirkan dan menyusui. Selain itu, penularan
dapat juga melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik terkontaminasi, dan hubungan
seks bebas tanpa alat pelindung. Insiden penyakit banyak ditemukan di daerah perkotaan
dibandingkan daerah pedesaan. Kebanyakan penderita sudah ditinggal oleh salah satu orang
tuanya karena meninggal akibat penyakit HIV/AIDS. Dengan demikian, perawatan serta masa
depan anak menjadi tidak jelas. Gejala klinis HIV/AIDS yang muncul pada anak juga sering
tidak spesifik. Demikian juga, pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada
bayi juga sangat sulit. Oleh karena itu diperlukan metode kriteria klinis untuk menentukan
kemungkinan anak terinfeksi HIV/AIDS. Metode tersebut terutama akan sangat bermanfaat
untuk negara atau daerah dengan fasilitas yang sangat kurang. Untuk menjalankan semua itu
diperlukan tatalaksana penderita yang lengkap dan menyeluruh, dan untuk melakukannya
diperlukan kerjasama yang harmonis antara keluarga dan petugas kesehatan yang terlibat,
karena pengobatan dibutuhkan dalam waktu yang panjang.
Kata kunci: HIV/AIDS, anak/bayi, tatalaksana
607
Abstract: Number of HIV infected children is increasing as the number of the HIV infected pregnants
women is also mounting. In most cases, this is caused by the vertical transmission from HIV
seropositive mothers during pregnancy, delivery, or breast feeding. Besides, the transmission can
also through blood transfusion, using contaminated syringes and needles for medications or
drugs, and high-risk unprotected sexual intercourse among adolescents. Incidence of the disease
is more in the city than in rural area. One of the parents of many AIDS/HIV-infected children has
died because of the HIV/AIDS. So that, the carring and the future of the children is very difficult.
The signs and symptoms of HIV/AIDS in children are not specific. More over, the laboratorium
tests to diagnose the disease in infants are very complicated. Therefore, the clinical criteria are
needed to determine whether the child or infant is infected by HIV. This method is very usefull
especially in developing countries or in areas which are lack of facilities. To resolve all of these
problems, the comprehenship HIV-infected children management is needed. To be running well,
this management should be conducted by cooperation between family and involved health worker,
because the treatment must be done for long time.
Keyword: HIV/AIDS, Child/infant, Management
Pendahuluan
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan
yang sangat besar di dunia, dan berkembang dengan
kecepatan yang sangat berbahaya. Perjalanan alami, beratnya, dan frekuensi penyakit pada anak yang menderita AIDS
berbeda dengan anak yang mempunyai sistem imun normal.1
Sebagian besar kasus mendapat penularan dari ibu
terinfeksi HIV pada saat hamil, melahirkan, atau pada saat
menyusui.2,3 Dari hasil pemeriksaan antibodi ternyata 98%
ibu-ibu dari anak terinfeksi HIV adalah seropositif.4,5 Karena
sebagian besar anak terinfeksi melalui penularan vertikal dari
ibu ke anak, maka bertambahnya jumlah anak terinfeksi HIV
yang didapat saat perinatal sebanding dengan peningkatan
jumlah penularan secara heteroseksual dan jumlah ibu usia
produktif terinfeksi HIV. Angka penularan vertikal berkisar
antara 14-39% dan malahan risiko penularan pada anak
diperkirakan 29-47%.6,7
Perkembangan kelainan sistem imun dan munculnya
gejala penyakit pada anak terinfeksi HIV lebih cepat
dibandingkan orang dewasa. Insidens AIDS yang tertinggi
terjadi pada tahun pertama kehidupan dan hampir seluruh
kasus infeksi terjadi pada saat perinatal, dan gejala kliniks
608
Hepatomegali
Demam >37,5oC
Gangguan pernapasan
Kelainan kulit*
Limfadenopati generalisata
Pucat
Splenomegali
Jari tabuh
Sianosis
Jumlah
48
39
42
41
37
27
26
4
2
Persentase
(%)
53,9
50,0
47,2
46,1
41,6
30,3
29,2
4,5
2,3
Penjelasan
Tanpa gejala
(WHO=stadium 1)
Anak tanpa gejala dan tanda infeksi HIV, atau anak yang hanya mempunyai satu dari gejala yang
terdapat pada kategori A.
Gejala ringan
(WHO=stadium 2)
Anak dengan dua gejala atau lebih dari gejala berikut (tetapi tidak satupun dari gejala kategori B atau
C yang tampak): limfadenopati (>0,5 cm lebih dari dua tempat; bilateral=satu tempat; hepatomegali;
splenomegali; dermatitis; parotitis; infeksi saluran napas atas persisten atau berulang, sinusitis, atau
otitis media.
Gejala sedang
(WHO=stadium 3)
Anak dengan gejala selain gejala pada kategori A atau C yang menambah gejala infeksi HIV. Contoh
gejala-gejala pada kategori ini adalah tidak terbatas hanya pada: anemia (<8 g/dl), neutropenia (<1000/
mm3), atau trombositopenia (<100.000/mm3) yang terus menerus selama lebih dari 1 bulan. Mengitis
bakterialis, pneumonia, atau sepsis (satu kali episode); Candidiasis orofaringeal (thrush) persisten (>2
bulan) pada anak usia >6 bulan; Kardiomegali; Infeksi cytomegalovirus yang terjadi pada usia sebelum
1 bulan; Diare kronis atau berulang; Hepatitis; Stomatitis herpes simpleks yang berulang (lebih dari dua
kali dalam setahun); Bronkitis herpes simpleks virus (HSV), pneumonitis, atau esofagitis yang terjadi
sebelum usia 1 bulan; Herpes zooster paling tidak terjadi dua kali episode atau mengenai lebih dari satu
dermatom; Leiomiosarkoma; lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau pulmonary lymphoid hy
perplasia complex; Nefropati; Demam persisten (terjadi >1 bulan); Toksoplasmosis terjadi pada usia
sebelum 1 bulan; Varicella disseminated.
Gejala berat
(WHO=stadium 4)
Anak-anak yang memiliki salah satu gejala yang terdapat pada definisi kasus AIDS untuk surveilans
tahun 1987, kecuali LIP.Multipel atau infeksi bakteri serius berulang (septisemia, pneumonia, menin
gitis, infeksi sendi dan tulang, abses organ dalam). Candidiasis esofagus atau paru. Coccidiomycosis
disseminated. Cryptococcosis diluar paru. Cryptosporidiosis atau Isosporiasis dengan diare persisten
>1 bulan. Penyakit cytomegalovirus gejala muncul pada usia sebelum 1 bulan. Cytomegalovirus dengan gangguan penglihatan. Ensefalopati tanpa ada penyakit lain selain HIV. HSV yang menyebabkan
ulkus mucokutaneus lebih 1 bulan, atau sebagai penyebab bronkhitis, pneumonitis, esofagitis. Histo
plasmosis disaminated. Kaposis sarcoma. Limpoma CNS primer. Limfoma, Burkitts, sel besar, atau
imunoblastis. Tuberkulosis terdiseminasi atau di luar paru. Infeksi mycobacterium selain tuberkulosis,
terdiseminasi. PCP, leukoensefalopati multifokal progresif. Toksoplasmosis otak pada usia >1 bulan.
Gejala malnutrisi tanpa sebab selain HIV.
Tabel 3. Hubungan Klasifikasi Infeksi HIV/AIDS secara Imunologis dan Klinis. 8,21
Klasifikasi
imunologis
N: tidak ada
tanda/gejala
C: tanda/
gejala berat
N1
A1
B1
C1
N2
A2
B2
C2
N3
A3
B3
C3
Definisi kasus klinis kedua yang sangat banyak digunakan terutama dikembangkan untuk bidang epidemiologi
terdiri dari gabungan tanda mayor dan minor (Tabel 4).
Definisi ini perlu divalidasi di masing-masing negara, karena
kurang spesifik dan mempunyai nilai prediktif positif yang
rendah.
Karena infeksi HIV merupakan masalah yang sangat
sering terjadi pada anak, maka diagnosis bandingnya sangat
sulit, tetapi ada satu perbedaan yang sangat penting antara
anak terinfeksi HIV dan anak yang tidak terinfeksi, yaitu anak
terinfeksi HIV tidak memberi respons dengan baik terhadap
terapi standar. Sebagai contoh, pnemonia perlu waktu lebih
lama untuk memberi respons terhadap pengobatan
antibiotika, dan malnutrisi tidak memberikan respons dengan
baik terhadap asupan makanan yang adekuat. Hal tersebut
dapat dipakai sebagai pegangan untuk menentukan adanya
infeksi HIV.6
Tabel 4. Definisi Kasus Klinis AIDS pada Anak Menurut WHO:6
Gejala mayor:
Gejala minor:
Definisi:
Diagnosis Laboratorium
Bukti Adanya Antibodi HIV
Semua bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV mempunyai
antibodi anti-HIV maternal, yang menyeberang secara pasif
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009
lewat plasenta dan dapat dideteksi pada bayi sampai usia 1518 bulan, sehingga diagnosis sulit ditegakkan. Sekitar 1530% kasus tidak dapat dicegah dengan memberikan antiretrovirus pada ibu yang akan melahirkan.6
Dengan demikian, tes ELISA positif terhadap antibodi
IgG pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV tidak berarti
bayi juga terinfeksi. Hasil tes western blot juga tidak dapat
dipakai menentukan terinfeksi atau tidak, karena yang dites
juga antibodi IgG.6,22
Terdapat pemeriksaan laboratorium yang dapat menentukan antibodi HIV yang diproduksi oleh bayi seperti
IgA dan IgM untuk menentukan antibodi HIV yang diproduksi
oleh sel bayi sendiri. Anak dikatakan terinfeksi bila dua dari
hasil tes tersebut menunjukkan nilai positif. Hasil tes negatif
belum tentu bayi tidak terinfeksi.6
Deteksi antibodi IgA merupakan tes diagnostik yang
sensitif dan spesifik sesudah usia 6 bulan. Cara pemeriksaannya sederhana dan relatif murah, dan sangat mungkin
dilakukan untuk mendiagnosis HIV secara dini pada bayi di
seluruh dunia.6
Bukti Adanya Virus
Diagnosis pasti infeksi HIV pada bayi memerlukan teknik
yang dapat menentukan adanya virus secara langsung,
misalnya biakan virus. Tes tersebut merupakan baku emas
untuk mendiagnosis HIV. Namun pemeriksaan itu sangat
rumit dan memerlukan teknik yang khusus, sehingga tidak
tersedia di semua laboratorium. Polymerase chain reactions
(PCR) DNA HIV mempunyai spesifisitas dan sensitifitas yang
hampir sama dengan kultur virus dan lebih mudah dilakukan
di laboratorium. Tetapi harus hati-hati, karena sering terjadi
negatif palsu pada bayi usia satu minggu. Oleh karena itu,
pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada bayi usia 4-6 minggu,
selanjutnya diulang pada usia 3-6 bulan.22
Tes lain yang dapat dilakukan adalah mendeteksi antigen p24. Tes tersebut kurang sensitif dibandingkan dengan
PCR dan kultur, sehingga tidak rutin dilakukan. PCR-RNA
virus juga dapat menunjukkan adanya virus tetapi tidak dapat
digunakan untuk tes diagnostik infeksi HIV dan umumnya
digunakan untuk mengetahui jumlah muatan virus di dalam
tubuh penderita.22
Bukti Adanya Imunodefisiensi
Penilaian terhadap status imun sangat penting untuk
mengamati anak yang diperkirakan terinfeksi HIV. Juga
penting untuk mengklasifikasi HIV seperti yang akan
dijelaskan berikut ini. Yang dievaluasi pada anak yang
terinfeksi HIV adalah sel CD4+ dan CD8+ secara absolut,
persentase, maupun rasio.8
Hitung limfosit darah tepi anak yang terinfeksi HIV pada
fase permulaan sering normal, tetapi kadang-kadang terjadi
limfopeni karena jumlah total sel T yang beredar menurun.
Sel yang paling banyak terkena adalah sel limfosit T helper
(CD4+). Jumlah absolut limfosit CD4+ dan CD8+ pada anak
611
Hitung CD4
absolut
% CD4
1-6
7-12
13-24
25-74
Dewasa
1,153-5,285
967-5,289
739-4,463
505-2,831
237-1,817
36-37
33-63
31-60
32-52
36-67
Rasio CD4:
CD8
0,9-3,5
0,8-3,4
0,6-3,4
0,7-2,1
0,4-3,0
<12 bulan
1 -5 tahun
6 -12 tahun
Kategori imunologik
Tanpa bukti penekanan
Bukti penekanan
sedang
Bukti penekanan
berat
Mikro L [%]
Mikro L [%]
Mikro L [%]
>1,500 (25)
>1000 [>25]
>500 [25]
750-1,499
[15-24]
<750 [<15]
500-999
[15-24]
<500 [<15]
200-499
[15-24]
<200 [<15]
612
2.
4.
6.
3.
5.
Pengobatan Antiretrovirus
Yang paling penting dalam pengobatan adalah me613
2.
3.
4.
5.
6.
infeksi HIV sudah terdignosis. Walaupun data keberhasilan pengobatan pada anak masih terbatas, tetapi
bukti memperlihatkan bahwa pengobatan dini yang
agresif pada orang dewasa dapat mempertahankan fungsi
sistem imun serta mengurangi replikasi virus. Juga
berdasarkan hasil studi, bila obat tidak diberikan dengan
cepat pada wanita hamil, maka penyakit akan berkembang
lebih cepat. Dengan demikian maka bayi perlu diberi obat
sedini mungkin.
Semua anak yang terinfeksi HIV dengan gejala klinik
(kategori A, B, atau C) dan bukti terjadinya penekanan
sistem imun (kategori imun 2 atau 3) harus diobati tanpa
memandang usia dan muatan virus. Disarankan kepada
seluruh anak terinfeksi HIV dengan kelainan imunologis
dan gejala klinik yang jelas untuk diberi obat antiretrovirus secepat mungkin.
Pengobatan antiretrovirus harus dimulai pada anak
terinfeksi HIV yang berusia >1 tahun tanpa memandang
usia dan status gejala penyakit. Satu pendekatan yang
lebih disukai adalah memulai pengobatan pada seluruh
anak yang terinfeksi HIV tanpa memandang usia dan
gejala penyakit. Dengan demikian kerusakan sistem imun
oleh HIV dapat dihambat lebih dini.
Walaupun pemberian obat antiretrovirus lebih dini lebih
baik, tetapi menunda pemberian obat antiretrovirus dalam
keadaan tertentu dapat dipertimbangkan. Misalnya, anak
usia >1 tahun tanpa gejala penyakit, status imun masih
baik, muatan virus rendah, perkembangan klinis penyakit
diperkirakan lambat.Faktor yang lain misalnya tidak ada
orang tua yang dapat memberi obat sehingga timbul
masalah keamanan obat dan kepatuhan untuk berobat,
maka pemberian obat dapat dipertimbangkan untuk
ditunda. Jika pengobatan antiretrovirus ditunda,
pemberian obat ARV selanjutnya dapat dimulai bila a).
Kadar RNA HIV meningkat secara bermakna (>0,7 log
pada anak berusia di bawah 2 tahun dan >0,5 log pada
anak yang berusia lebih 2 tahun; b). CD4+ menurun
menjadi kategori 2; c). Berkembangnya gejala HIV; d).
RNA HIV >105 salinan/mL untuk setiap usia; e). Pada
anak yang berusia lebih dari 30 bulan dengan kadar RNA
HIV >104 salinan/mL.
Obat antiretrovirus yang diberikan harus efektif agar
dapat menekan virus secara terus-menerus dan efek
samping yang terjadi harus minimal karena obat
antiretrovirus akan diberikan kepada penderita selama
bertahun-tahun, mungkin seumur hidup. Pemilihan obat
pertama harus betul-betul dipertimbangkan. Sebagai
persyaratan dalam pemilihan obat berikutnya harus
dipertimbangkan kemungkinan terjadinya resisten silang.
Indikasi pemberian Highly Active Antiretroviral Therapy
(HAART). Bila ada indikasi pemberian obat antiretrovirus
maka harus diberikan highly active antiretroviral
therapy. Obat yang disarankan adalah 2 nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) dan 1 protease
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009
15-30 hari: 5 mg/kg/dosis 1x/hari selama 2 minggu, kemudian 120 mg/m2/dosis 2x/hari selama 2
minggu, kemudian 200 mg/m2/dosis 2x/hari.>30
hari - 13 tahun: 120 mg/m2/dosis 1x/hari selama
2 minggu, kemudian 120-200 mg/m2/dosis 2x/
hari.Dosis maksimum: .13 tahun:200mg/dosis 1xi/
hari 2 minggu pertama, kemudian 200 mg/dosis
2x/hari.
2. Delavirdine (Rescriptor)
3. Efavirenz
10-15 kg: 200 mg (270 mg=9 ml) 1x/hari.15(Stoerin)
<20 kg: 250 mg (300 mg=10 ml) 1x/hari20-<25
kg: 300 mg (360 mg= 12 ml 1x/hari25-<33 kg:
350 mg=15 ml 1x /hari.33-<40 kg: 400 mg (510
mg=17 ml) 1x/hari.Dosis maksimum: >40 kg:600
mg1 x/hari
Nucleoside analogues
Usia<6minggu:4mg/kg/dosis 2x/hari.
Usia 6minggu sampai 13 tahun: 180-240mg/
m2/dosis 2x/hari.
- Dosis maksimum: usia >13 tahun 300mg/dosis
2x/hari
Lamivudine
- Usia :30 hari 2 mg/kg/dosis 2x/hari >30 hari
3TC (Epivir)
atau <60 kg: 4 mg/kg/dosis 2x/hari. Dosis maksimum: >60kg: 150mg/dosis 2x/hari
Didanosine; DDI <3 bulan:50mg/m2/dosis 2x/hari.3 bulan sampai
(Videx)
<13 tahun:90-120 mg/m2/dosis 2x/hari atau 240
mg/m2/dosis 1x/hariDosis maksimum: >13 tahun
atau >60 kg: 200mg/dosis 2x/hari atau 400 mg
1x/hari
Stavudine; D4T <30 kg: 1 mg/kg/dosis 2x/hari30-60 kg: 30mg/
(Zerif)
dosis 2x/hariDosis maksimum: >60 kg:40 mg/
dosis 2x/hari. Agar tidak terjadi toksisitas mitokondria sebaiknya diberikan 30 mg 2x/hari.
Zalcitabin; DDC (Hivid)
Abacavir
<16 tahun atau <37,5 kg: 8 mg/kg/dosis 2x/
(ABC)
hariDosis maksimum: >16 tahun atau >37,5 kg:
300mg/dosis 2x/hari
1. Zidovudine;
AZT/ZDV
(retrovir)
2.
3.
4.
5.
6.
Protease Inhibitor
Dosis yang diijinkan pada orang dewasa: SQV
1000 mg/RTV 100 mg 2 x/hari. Tidak ada data
untuk anak.Untuk anak >25 kg, dapat diberikan
dosis dewasa yang sudah diijinkan.Bila mungkin
pantau SQV..
Nelvinavir NFV
<1tahun: 50mg/kg/dosis 3x/hari atau 75 mg/kg/
(Viracept)
dosis 2x/hari.>1 tahun-13 tahun: 55-65 mg/kg/
dosis 2x/hari. Dosis maksimum: >13 tahun:1250
mg/dosis 2x/hari.
Indinavir (Crixivan)*
Amprenavir (Agenerase)
Lopinavir LPV
Ritonavir r (Norvir) >6 bulan-13 tahun: 225
(Kaletra)
mg/m2 LPV/57,5 mg/m2 ritonavir 2 x/hari atau
dosis berdasarkan berat:7-15 kg: 12 mg/kg LPV/
3 mg/kg ritonavir/dosis 2 x/hari. 15-40 kg: 10
mg/kg lopinavir/5 mg/kg ritonavir 2 x/hari. Dosis
maksimum:>49 kg: 400 mg LPV/100 mg ritonavir (3 kapsul atau 5 ml)
Saquinavir SQV
(Invirase)*
Jenis Obat
Isoniazid
Rifampicin
Pyrazinamide
Ethambutol
Streptomycin
5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
20 (15-25)
15 (12-18)
300
600
-
10 (8-12)
10 (8-12)
35 (30-40)
30 (25-35)
15 (12-18)
600
-
615
III
I
I
II
IV
Kasus TBC
Rejimen
Fase intensif
Fase lanjutan
(setiap hari atau
(setiap hari atau
3 kali/hari)
3 kali/hari)
Profilaksis PCP
6 -12 tahun
616
Imunisasi Pasif
Obat Immune Globulin Intravenous (IGIV)
Dengan memberikan obat tersebut dapat mengurangi
infeksi bakteri berat maupun ringan. IGIV dengan dosis 400
mg/kg setiap 4 minggu disarankan diberikan kepada anak
terinfeksi HIV bila:23
a. Hipogamaglobulinemia (IgG <259 mg/dl);
b. Infeksi bakteri berat berulang (bila terjadi 2 infeksi berat
atau lebih, bakteremia, meningitis, atau pneumonia pada
tahun pertama kehidupan. Tetapi tidak menguntungkan
bila diberi kepada anak yang sudah mendapat profilaksis
kotrimoksazol;
c. Gagal membentuk antibodi terhadap antigen yang umum
(seperti, tetanus, campak, polio).
Harus diingat bahwa pemberian IGIV dapat menghambat
respons terhadap vaksin pneumokok dan MMR.
Oleh karena anak terinfeksi HIV tidak mempunyai
respons imun yang cukup baik terhadap vaksinasi, maka bila
anak terpapar dengan penyakit campak sebaiknya diberikan
profilaksis. Jika anak terpapar virus varicella zooster harus
diberikan profilaksis varicella zoster immunoglobulin. Bila
anak mendapat luka yang berisiko terinfeksi penyakit tetanus, maka penderita harus diberikan tetanus immun globulin. Tetapi bila anak sudah mendapat IGIV dalam 2 minggu
terakhir, maka anak tidak perlu diberikan imunisasi pasif
tambahan.23
Pemeriksaan HIV pada Orang Tua dan Dukungan Orang
Tua terhadap Anak
Dalam pengobatan anak terinfeksi HIV, dukungan orang tua mutlak diperlukan, karena bila dukungan kurang maka
pengobatan sering terhenti di tengah jalan. Penyakit yang
sudah membaik akan menjadi buruk kembali dan kemungkinan
akan muncul virus resisten yang sulit untuk diobati.40,41
Data Dasar
Bulan 1
Bulan 2
Bulan 3
Klinik
Penilaian klinis
Status nutrisi dan keperluannya
Berat, tinggi
Keperluan cotrimoxazole dan kepatuhan
Pencegahan PMS & Kehamilan
Pencegahan OI dan obat yg diperlukan
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Laboratorium
Hb & lekosit
A LT
% CD4 atau Jumlah
X
X
X
Bulan 6
Setiap 6 bulan
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Penilaian klinis
Berat, tinggi badan
Menghitung dosis ARV
Pengobatan yang lain
Pantau kepatuhan terhadap ART
Laboratorium
Hb dan lekosit
Kimia darah lengkap
Tes kehamilan pada wanita dewasa muda
% CD4 atau Jumlah
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Data Dasar
Bl. 1
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Bl. 2 Bl. 3
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Bl. 4
Bl..5
Klinis
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Bl. 6
X
X
X
X
X
Setiap 2-3 bl
TGM
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Berat dan tinggi badan anak mungkin akan bertambah setelah mendapat ART, oleh karena itu, dosis ART perlu dihitung kembali setiap
kunjungan. Dosis yang kurang menyebabkan terjadi resisten.
Periksa obat lain seperti profilaksis kotrimoksazol setiap kunjungan. Juga harus dipantau kemungkinan adanya interaksi dengan obat ART.
Pengawasan kepatuhan terhadap ART dapat dilakukan dengan menanyakan kepada anak/orangtua tentang dosis obat, waktu pemberian,
dan kepatuhan minum obat.
Hb dan leukosit terutama pada anak yang mendapat AZT pada usia 1, 2, dan 3 bulan.
Kimia darah lengkap termasuk: enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lipid, terutama pada anak yang mendapat obat NVP, pada wanita dewasa
muda dengan sel CD4+ >250 /ml dan juga bayi dan anak yang mendapat co-infeksi virus hepatitis B, C, atau oleh penyakit hepar yang lain.
Tes kehamilam harus dilakukan terutama anak dewasa muda yang akan mendapat EFV, dan harus diberikan konseling keluarga berencana.
Bila muncul gejala klinis progresif harus periksa jumlah sel CD4. Sel T limfosit tidak cocok untuk monitoring ARV. Bila tidak ada fasilitas
hitung CD4, maka lebih baik memonitor gejala klinis saja.
617
Pencegahan
Sebagian besar anak yang menderita HIV/AIDS
mendapat penularan dari ibu terinfeksi HIV, yang lain
mendapat penularan dari transfusi darah, menggunakan jarum
suntik untuk obat terlarang, dan melakukan hubungan seks
bebas tanpa pelindung. Oleh karena itu pencegahan harus
ditujukan terhadap cara penularan tersebut.21
Pertama-tama pencegahan ditujukan kepada ibu-ibu
terinfeksi HIV. Melakukan konseling dan tes laboratorium
pada ibu hamil yang mengunjungi klinik antenatal akan dapat
menjaring ibu-ibu yang terinfeksi HIV, sehingga usaha
pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin. Dengan
demikian, penularan dari ibu ke anak juga dapat dicegah.39,46
Pada ibu terinfeksi HIV yang hamil harus dilakukan
pencegahan untuk mengurangi penularan dari ibu ke janin
atau bayi. Beberapa bulan sebelum melahirkan dan sesaat
sebelum melahirkan ibu harus diberikan profilaksis antiretrovirus.47-49 Cara persalinan harus direncanakan dan
sebaiknya dengan cara bedah saesar karena persalinan
pervaginam mempunyai risiko penularan dua kali lipat lebih
tinggi dibanding bedah saesar.50 Dalam perawatan kehamilan,
cegah terjadinya pecah ketuban dini, karena dapat
mempermudah terjadinya penularan.51
Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui
ASI. Oleh karena itu, untuk mencegah penularan melalui ASI
maka ibu dilarang memberikan ASI kepada bayinya, yaitu
mengganti dengan susu formula bila keadaan memungkinkan.49,52-54 Cara lain adalah dengan memanaskan air susu
ibu yang akan diberikan kepada bayi. Dengan pemanasan
diperkirakan HIV akan mengalami denaturasi, sehingga bila
tertelan virus tidak dapat berkembang di dalam tubuh bayi.55
Untuk mencegah penularan HIV ke anak, hindari
transfusi bahan-bahan yang terkontaminisasi HIV dengan
melakukan tes penapisan terhadap bahan-bahan transfusi
tersebut. Juga anak-anak harus diawasi jangan sampai
terjerumus ke dalam kelompok pemakai obat terlarang serta
tidak melakukan hubungan seks bebas tanpa pelindung.10
Untuk melaksanakan itu semua sebaiknya dilakukan
melalui program yang terarah yang dapat mencakup semua
aspek pencegahan HIV pada anak. Program pencegahan dan
pengobatan HIV/AIDS dibuat dan dilaksanakan oleh seluruh
keluarga penderita dan bekerjasama dengan seluruh petugas
kesehatan yang terlibat. Dengan demikian, program
pengobatan dan pencegahan dapat berjalan dalam kurun
waktu yang panjang.41
Pencegahan Munculnya Penyakit Lain
Anggota keluarga yang merawat memegang peranan
penting dalam pencegahan penyakit oportunistik pada
penderita. Untuk mengurangi penularan infeksi oportunistik
kepada penderita, maka disarankan kepada keluarga yang
merawat untuk tidak mengkonsumsi daging mentah, makanan
laut yang tidak dimasak, susu yang tidak dipasteurisasi, dan
semua makanan yang ditangani dengan tidak bersih agar
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. Thurstans S, Kerac M, Maleta K, Banda T, Nesbitt A. HIV prevalence in severely malnourished children admitted to nutrition
rehabilitation units in Malawi: Geographical & seasonal variations a cross-sectional study. BMC Pediatrics. 2008;8:22.
15. Ikeogu MO, Wolf B, Mathe S. Pumonary manifestations in HIV
seropositivity and malnutrition in Zimbabwe. Arch Dis
Child.1997;76:124-8.
16. Parthasarathy P, Mittal SK, Sharma VK. Prevalence of Pediatric
HIV in New Delhi. Indian J Pediatr.2006;73:205-7.
17. WHO. HIV drives childrens pneumonia in sub-Sahara Africa.
Bull WHO, 2008;86(5):324-5.
18. Jeena PM. Can the burden of pneumonia among HIV-infected
children be reduced? Bull WHO. 2008;86(5): 323.
19. Ramzan M, Ali SM, Malik A, Zaka-ur-Rab Z, Shahab T. Frequency of HIV infection Amongst Children with Disseminated
Tuberculosis and Tuberculous Meningitis in Aligarh (North India) - A Low HIV Prevalence Area. J Col Phyc Surg Pakistan
2009;19:566-9.
20. Dunn D, Woodburn P, Duong T, Peto J, Phillips A, Gibb D, et al.
Current CD4 Cell Count and the Short-Tern Risk of AIDS and
Death before the Availability of Effective Antiretroviral Therapy
in HIV-Infected Children and Adults. J Infec Dis. 2008;197:398404.
21. Domachowske JB. Pediatric Human Immunodeficiency Virus Infection. Clin Microbiol Rev. 1996;9:448-68.
22. Stevens W, Sherman G, Downing R, Parson LM, OU CY, Crowley
S, et al. Role of laboratory in Ensuring Global Access to ARV
Treatment for HIV-Infected Children: Consensus Statement on
the Performance of Laboratory Assays for Early Infant Diagnosis. The Open AIDS Journal. 2008;2:17-25.
23. Scientific Committee on AIDS Hong Kong Advisory Council on
Aids. Recommendations on the Management of HIV Infection
in Infant on and Children; 2002.
24. Havens PL, Mofenson LM, The Committee on Pediatrics AIDS.
Evaluation and Management of the Infant Exposed to HIV-1 in
the United States. Pediatrics 2009; 123:175-87.
25. Welch SE, Gibb D. When Should Children with HIV Infection Be
Started on Antiretroviral Therapy? PLoS Medicine. 2008;5:3358.
26. Hughes SM, Amadi B, Mwiya M, Nkamba H, Mulundu G, Tomkins
A, et al. CD4+ Count decline Despite Nutritional Recory in HIVInfected Zambian Children With Severe Malnutrition. Pediatrics. 2009;123:e347-e351.
27. Patal K, Herman MA, Williams PL, Seeger JD, Mclatosh K, Van
Dyke RB, et al. Long-Term Effect of Highly Active Antiretroviral
Therapy on CD4+ Cell Evolution among Children and Adolescents Infected with HIV: 5 Years and Counting. Clin Infect Dis.
2008;46:1751-60.
28. Violari A. Cotton MF, Gibb DM, Babiker AG, Steyn J, Madhi SA,
et al. Early Antiviral Therapy and Mortality among HIV-Infected Infants. N Engl J Med. 2008;359:2235-44.
29. Mermin J, Were W, Ekwaru P, Moore D, Downing R, Behumbiize
P, et al. Mortality in HIV-infected Uganda adults receiving
antiretroviral treatment and survival of their HIV-uninfected
children: a prospective cohor study. Lancet. 2008;371:752-8.
30. Espanol T, Caragol I, Soler P, Hernandez M. Pediatric HIV Infection. Iran J Allergy Asthma Immun.2004;3:159-63.
31. Goetghebuer T, Haelterman E, Chenadec JL, Dollfus C, Gibb D,
Boyd K, et al. Early vs deferred highly active antiretroviral
therapy in HIV infected infants: a European Collaborative Cohort Study. Retrovirology. 2008;5 (suppl 1) :025.
32. Diniz LO, Pinto JA. Quality of life of HIV-infected children in
Brazil. Bol Med Hosp Infant Mex. 2009; 66:325-34.
33. Easterbrook P. HIV drug resistence in HIV-infected Children. J
Pediatr. 2009;85:94-6.
34. Almeida F, Berezin E N, Rodrigues R, Safadi MAP, Arnoni MV,
Oliveira C, et al. Diversity and prevalence of antiretroviral ge-
619
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
620
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.