Anda di halaman 1dari 14

Tinjauan Pustaka

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS


pada Bayi dan Anak

I Made Setiawan
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta

Abstrak: Jumlah penderita HIV pada anak makin lama makin meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah ibu hamil terinfeksi HIV, karena sebagian besar anak terinfeksi HIV tertular
secara vertikal dari ibu ke anak pada saat hamil, melahirkan dan menyusui. Selain itu, penularan
dapat juga melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik terkontaminasi, dan hubungan
seks bebas tanpa alat pelindung. Insiden penyakit banyak ditemukan di daerah perkotaan
dibandingkan daerah pedesaan. Kebanyakan penderita sudah ditinggal oleh salah satu orang
tuanya karena meninggal akibat penyakit HIV/AIDS. Dengan demikian, perawatan serta masa
depan anak menjadi tidak jelas. Gejala klinis HIV/AIDS yang muncul pada anak juga sering
tidak spesifik. Demikian juga, pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada
bayi juga sangat sulit. Oleh karena itu diperlukan metode kriteria klinis untuk menentukan
kemungkinan anak terinfeksi HIV/AIDS. Metode tersebut terutama akan sangat bermanfaat
untuk negara atau daerah dengan fasilitas yang sangat kurang. Untuk menjalankan semua itu
diperlukan tatalaksana penderita yang lengkap dan menyeluruh, dan untuk melakukannya
diperlukan kerjasama yang harmonis antara keluarga dan petugas kesehatan yang terlibat,
karena pengobatan dibutuhkan dalam waktu yang panjang.
Kata kunci: HIV/AIDS, anak/bayi, tatalaksana

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

607

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak

Management of AIDS/HIV-infection in Infants and Children


I Made Setiawan
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta

Abstract: Number of HIV infected children is increasing as the number of the HIV infected pregnants
women is also mounting. In most cases, this is caused by the vertical transmission from HIV
seropositive mothers during pregnancy, delivery, or breast feeding. Besides, the transmission can
also through blood transfusion, using contaminated syringes and needles for medications or
drugs, and high-risk unprotected sexual intercourse among adolescents. Incidence of the disease
is more in the city than in rural area. One of the parents of many AIDS/HIV-infected children has
died because of the HIV/AIDS. So that, the carring and the future of the children is very difficult.
The signs and symptoms of HIV/AIDS in children are not specific. More over, the laboratorium
tests to diagnose the disease in infants are very complicated. Therefore, the clinical criteria are
needed to determine whether the child or infant is infected by HIV. This method is very usefull
especially in developing countries or in areas which are lack of facilities. To resolve all of these
problems, the comprehenship HIV-infected children management is needed. To be running well,
this management should be conducted by cooperation between family and involved health worker,
because the treatment must be done for long time.
Keyword: HIV/AIDS, Child/infant, Management

Pendahuluan
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan
yang sangat besar di dunia, dan berkembang dengan
kecepatan yang sangat berbahaya. Perjalanan alami, beratnya, dan frekuensi penyakit pada anak yang menderita AIDS
berbeda dengan anak yang mempunyai sistem imun normal.1
Sebagian besar kasus mendapat penularan dari ibu
terinfeksi HIV pada saat hamil, melahirkan, atau pada saat
menyusui.2,3 Dari hasil pemeriksaan antibodi ternyata 98%
ibu-ibu dari anak terinfeksi HIV adalah seropositif.4,5 Karena
sebagian besar anak terinfeksi melalui penularan vertikal dari
ibu ke anak, maka bertambahnya jumlah anak terinfeksi HIV
yang didapat saat perinatal sebanding dengan peningkatan
jumlah penularan secara heteroseksual dan jumlah ibu usia
produktif terinfeksi HIV. Angka penularan vertikal berkisar
antara 14-39% dan malahan risiko penularan pada anak
diperkirakan 29-47%.6,7
Perkembangan kelainan sistem imun dan munculnya
gejala penyakit pada anak terinfeksi HIV lebih cepat
dibandingkan orang dewasa. Insidens AIDS yang tertinggi
terjadi pada tahun pertama kehidupan dan hampir seluruh
kasus infeksi terjadi pada saat perinatal, dan gejala kliniks
608

akan muncul dalam sepuluh tahun pertama kehidupan.


Munculnya penyakit pnemonia pneumocystis carinii,
pnemonia interstisial limfoid, infeksi bakteri berulang, dan
kurang gizi merupakan gejala yang sangat sering ditemukan
pada penderita AIDS. Penyakit lain yang juga merupakan
tanda spesifik AIDS pada anak adalah tuberkulosis milier,
diare persisten, dan otitis media.44 Oleh karena penyakit HIV
pada anak sangat rumit dan kompleks, maka diperlukan
tatalaksana yang baik sehingga munculnya AIDS dapat
ditunda dan usia anak dapat diperpanjang.
Epidemiologi
Infeksi HIV/AIDS pada anak umumnya ditularkan oleh
ibu secara vertikal pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui.
Oleh karena itu, penderita terbanyak ditemukan pada anak
yang berusia di bawah 5 tahun (lebih dari 66%), sedangkan
anak yang berusia antara 5-10 tahun sebanyak 26%, dan yang
berusia lebih dari 10 tahun hanya 7,9%. Sebagian besar
penderita (92,7%) berasal dari daerah perkotaan, kemudian
sisanya berasal dari pedesaan. Sekitar 26% penderita sudah
kehilangan orang tua (ibu atau ayah) karena meninggal akibat
menderita penyakit HIV/AIDS.1
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


Cara Penularan
Sebagian besar bayi dan anak memperoleh infeksi HIV
secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV. Cara penularan
lain adalah melalui transfusi darah serta komponenkomponennya, secara parenteral melalui tusukan jarum suntik
untuk pengobatan dan penggunaan obat terlarang, dan
melalui hubungan seksual bebas tanpa alat pelindung.8,9,10
Penyakit Infeksi yang Menyertai
Infeksi bakteri sering ditemukan pada anak terinfeksi
HIV dengan jenis yang sama seperti anak lain dengan sistem
imun normal. Gejala klinis yang muncul sering disebabkan
oleh infeksi bakteri S. pneumoniae (paling sering) berupa
infeksi saluran kencing, pnemoni, infeksi kulit dan jaringan
lunak yang lain. Infeksi juga dapat muncul berupa otitis media akut dan kronis, dan sinusitis. Selain itu penderita juga
sangat mudah terserang Mycobacterium tuberculosis, tidak
hanya disebabkan oleh imun seluler yang menurun, tetapi
karena tertular dari orang dewasa terinfeksi HIV yang juga
menderita penyakit tuberkulosis yang tinggal bersama
mereka.8,11 Penyakit malaria, diare, candidiasis oral, dan
bakterimia juga merupakan penyakit oportunistik yang sering
ditemukan pada bayi dan anak.12
Infeksi virus yang umum terjadi pada penderita adalah
respiratory syncytial virus (RSV), herpes simplex ginggivostomatitis, dan varicella zoster virus (VZV). Infeksi varicella primer pada anak immunocompromised jika tidak diobati
menyebabkan kematian sebanyak 20%. Infeksi cytomegalovirus biasanya tanpa gejala, tetapi dapat bermanifestasi
sebagai pnemonia interstesialis, ensefalitis, mielitis, hepatitis, atau korioretinitis.8
Gejala Klinis
Munculnya gejala klinis pada anak terinfeksi HIV
sebagian tergantung adanya infeksi penyakit lain, dan
tersedianya fasilitas perawatan dan pengobatan di wilayah
tempat tinggal penderita. Gejala klinis yang muncul pertama
pada anak adalah penyakit infeksi bakteri berulang dan
biasanya muncul pada bayi berusia 4 bulan dengan batas
usia berkisar 1-42 bulan. Tanda lain yang juga muncul adalah
limfadenopati (40%) pada usia 7 bulan, splenomegali (31%)
pada usia 3 bulan, dan hepatomegali (29%) pada usia 3
bulan.13
Gejala klinis yang lain adalah batuk dan atau sesak napas
(58%), diare (53%) dan sekitar 24% darinya merupakan diare
perssiten, dan diare kronis yang ditemukan sekitar 35%.
Biasanya gejala yang ditemukan pada saat baru masuk rumah
sakit adalah hepatomegali (54%), demam (>37,5oC) sekitar
50%, gejala gangguan saluran napas (47%), kelainan kulit
(46%), limfadenopati generalisata (42%), dan splenomegali
(29%). Penderita dengan penyakit herpes zoster sekitar 14%.1
Jika dilihat dari status gizi ternyata hanya 6,9% penderita
dengan status gizi normal. Tipe malnutrisi yang paling sering
ditemukan adalah marasmus yaitu sekitar 56,9%. Sebagian
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Fisik Anak Penderita HIV/AIDS


pada Saat Baru Masuk Rumah Sakit. 1
Kelainan fisik

Hepatomegali
Demam >37,5oC
Gangguan pernapasan
Kelainan kulit*
Limfadenopati generalisata
Pucat
Splenomegali
Jari tabuh
Sianosis

Jumlah

48
39
42
41
37
27
26
4
2

Persentase
(%)
53,9
50,0
47,2
46,1
41,6
30,3
29,2
4,5
2,3

*makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi, makulopapula,


dan pustula.

besar (96,6%) anak berusia 5 tahun atau lebih mempunyai


berat badan dibawah normal, 93,8% stunted, dan 79,5%
wasted. Wasting yang berat sekitar 33,3%.1 Oleh karena itu,
bila menemukan anak dengan status gizi buruk dan sangat
sulit memberi respons terhadap terapi nutrisi yang intensif
maka patut dicurigai anak menderita HIV.14
Pnemonia sering ditemukan pada anak terinfeksi HIV,
terutama mereka yang mempunyai status gizi buruk. Penyebab pnemonia yang sering ditemukan adalah Pneumocystis
carinii (PCV), cytomegalovirus, lymphoid interstitial
pnemonitis (LIP), dan tuberkulosis. Pneumonia yang terjadi
pada anak menderita HIV sangat sulit diobati dan sering
berulang.11,15-19
Kelainan neurologik umumnya terjadi pada anak dengan
infeksi HIV simtomatik. Kelainan yang ditemukan berupa
gangguan kognitif, kelainan bahasa, kelainan motoris, dan
kelainan mikrosefali.1,56
Anemia umumnya terjadi pada sekitar 20-70% AIDS.
Anemia dapat disebabkan oleh infeksi kronis, kurang gizi
dan fenomena penyakit autoimun. Penderita umumnya
mempunyai hematokrit kurang atau sama dengan 30%.1,11
Hitung CD4+ pada anak yang berusia lebih dari 5 tahun
adalah <200/mm3 disertai dengan imunosupresi yang berat,
sedangkan anak yang berusia 1-5 tahun adalah <500/mm3.
Namun para ahli tidak setuju menggunakan perhitungan CD4+
sebagai indikator imunosupresi terutama di negara yang
sedang berkembang karena fasilitas pemeriksaan tidak ada.1,20
Diagnosis pada saat masuk rumah sakit umumnya adalah
tuberkulosis, diare, pnemonia, kandidiasis oral, infeksi telinga
kronis, herpes zooster, Moluskum kontagiosum, PCP,
kardiomiopati, kejang, parotitis, dan riketsia.1
Klasifikasi
Klasifikasi infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa. Klasifikasi tersebut dibuat berdasarkan gejala
dan beratnya imunosupresi yang terjadi pada anak (lihat Tabel
2). Klasifikasi infeksi HIV sangat penting untuk mengetahui
derajat beratnya penyakit HIV/AIDS pada anak.
609

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


Tabel 2. Klasifikasi Penyakit HIV/AIDS pada Bayi/Anak. 8,21
Tabel Gejala klinis
Kategori/Stadium

Penjelasan

Tanpa gejala
(WHO=stadium 1)

Anak tanpa gejala dan tanda infeksi HIV, atau anak yang hanya mempunyai satu dari gejala yang
terdapat pada kategori A.

Gejala ringan
(WHO=stadium 2)

Anak dengan dua gejala atau lebih dari gejala berikut (tetapi tidak satupun dari gejala kategori B atau
C yang tampak): limfadenopati (>0,5 cm lebih dari dua tempat; bilateral=satu tempat; hepatomegali;
splenomegali; dermatitis; parotitis; infeksi saluran napas atas persisten atau berulang, sinusitis, atau
otitis media.

Gejala sedang
(WHO=stadium 3)

Anak dengan gejala selain gejala pada kategori A atau C yang menambah gejala infeksi HIV. Contoh
gejala-gejala pada kategori ini adalah tidak terbatas hanya pada: anemia (<8 g/dl), neutropenia (<1000/
mm3), atau trombositopenia (<100.000/mm3) yang terus menerus selama lebih dari 1 bulan. Mengitis
bakterialis, pneumonia, atau sepsis (satu kali episode); Candidiasis orofaringeal (thrush) persisten (>2
bulan) pada anak usia >6 bulan; Kardiomegali; Infeksi cytomegalovirus yang terjadi pada usia sebelum
1 bulan; Diare kronis atau berulang; Hepatitis; Stomatitis herpes simpleks yang berulang (lebih dari dua
kali dalam setahun); Bronkitis herpes simpleks virus (HSV), pneumonitis, atau esofagitis yang terjadi
sebelum usia 1 bulan; Herpes zooster paling tidak terjadi dua kali episode atau mengenai lebih dari satu
dermatom; Leiomiosarkoma; lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau pulmonary lymphoid hy
perplasia complex; Nefropati; Demam persisten (terjadi >1 bulan); Toksoplasmosis terjadi pada usia
sebelum 1 bulan; Varicella disseminated.

Gejala berat
(WHO=stadium 4)

Anak-anak yang memiliki salah satu gejala yang terdapat pada definisi kasus AIDS untuk surveilans
tahun 1987, kecuali LIP.Multipel atau infeksi bakteri serius berulang (septisemia, pneumonia, menin
gitis, infeksi sendi dan tulang, abses organ dalam). Candidiasis esofagus atau paru. Coccidiomycosis
disseminated. Cryptococcosis diluar paru. Cryptosporidiosis atau Isosporiasis dengan diare persisten
>1 bulan. Penyakit cytomegalovirus gejala muncul pada usia sebelum 1 bulan. Cytomegalovirus dengan gangguan penglihatan. Ensefalopati tanpa ada penyakit lain selain HIV. HSV yang menyebabkan
ulkus mucokutaneus lebih 1 bulan, atau sebagai penyebab bronkhitis, pneumonitis, esofagitis. Histo
plasmosis disaminated. Kaposis sarcoma. Limpoma CNS primer. Limfoma, Burkitts, sel besar, atau
imunoblastis. Tuberkulosis terdiseminasi atau di luar paru. Infeksi mycobacterium selain tuberkulosis,
terdiseminasi. PCP, leukoensefalopati multifokal progresif. Toksoplasmosis otak pada usia >1 bulan.
Gejala malnutrisi tanpa sebab selain HIV.

Tabel 3. Hubungan Klasifikasi Infeksi HIV/AIDS secara Imunologis dan Klinis. 8,21
Klasifikasi
imunologis

1: tidak ada bukti


Penekanan
2: ada bukti
Penekanan sedang
3: Penekanan berat

N: tidak ada
tanda/gejala

C: tanda/
gejala berat

N1

A1

B1

C1

N2

A2

B2

C2

N3

A3

B3

C3

Anak yang Dicurigai Menderita HIV/AIDS


Anak yang menderita penyakit HIV di negara yang
sedang berkembang biasanya memperlihatkan tanda dan
gejala tidak spesifik seperti, gagal tumbuh, diare kronis,
demam, batuk, dan infeksi bakteri yang berulang.
WHO telah mengeluarkan petunjuk agar dapat
mengenal infeksi HIV pada anak. Petunjuk tersebut dapat
digunakan bila petugas kesehatan mencurigai adanya infeksi
HIV, terutama bila tes laboratorium tidak tersedia, atau usia
anak masih terlalu muda sehingga hasil tes laboratorium yang
diperoleh meragukan. Petunjuk tersebut sangat berguna
untuk tatalaksana klinis serta untuk mengingatkan para
petugas kesehatan agar segera memberitahu orang tua
penderita untuk segera melakukan konseling dan perawatan.6
610

Klasifikasi secara klinis


A: tanda dan
B; Tanda/
gejala ringan
gejala sedang

Petunjuk tersebut terdiri dari gabungan gejala kardinal


(utama), karakteristik, dan disertai dengan temuan-temuan
yang berhubungan dengan epidemiologi faktor risiko, dan
kalau mungkin digabung dengan hasil laboratorium yang
membuktikan adanya infeksi HIV. Petunjuk tersebut kemudian
dapat dikembangkan untuk tatalaksana klinis, namun harus
dievaluasi kembali di setiap negara sesuai dengan gejala klinis
yang sering muncul di negara tersebut. Gejala klinis yang
muncul sangat bervariasi serta fasilitas diagnostik tidak selalu
tersedia.6
Diagnosis infeksi HIV pada anak dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya:6
Beberapa temuan kardinal: Pneumocystis carinii pneumonia (PCP), Lymphoid interstitial pneumonitis (LIP),

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak

Kaposis sarcoma, kandidiasis orofaringeal.


Dua atau lebih dari tanda-tanda karakteristik berikut:
infeksi yang berulang, herpes zooster, infeksi cytomegalovirus, tuberkulosis, kelainan neurologik.
Satu temuan karateristik, dan dua atau lebih temuan
penyerta seperti: sariawan, gagal tumbuh, timbul ruam
pada kulit, demam lebih dari satu bulan, diare lebih dari
14 hari, limfadenopati generalisata.
Tiga gejala penyerta dan satu faktor risiko epidemiologi
misalnya: ibu dengan tes HIV positif, melakukan
hubungan seks di luar pernikahan, riwayat mendapat
transfusi darah, pernah menggunakan jarum suntik yang
terkontaminasi.
Dua gejala penyerta dan adanya bukti hasil tes laboratorium infeksi HIV positif.

Definisi kasus klinis kedua yang sangat banyak digunakan terutama dikembangkan untuk bidang epidemiologi
terdiri dari gabungan tanda mayor dan minor (Tabel 4).
Definisi ini perlu divalidasi di masing-masing negara, karena
kurang spesifik dan mempunyai nilai prediktif positif yang
rendah.
Karena infeksi HIV merupakan masalah yang sangat
sering terjadi pada anak, maka diagnosis bandingnya sangat
sulit, tetapi ada satu perbedaan yang sangat penting antara
anak terinfeksi HIV dan anak yang tidak terinfeksi, yaitu anak
terinfeksi HIV tidak memberi respons dengan baik terhadap
terapi standar. Sebagai contoh, pnemonia perlu waktu lebih
lama untuk memberi respons terhadap pengobatan
antibiotika, dan malnutrisi tidak memberikan respons dengan
baik terhadap asupan makanan yang adekuat. Hal tersebut
dapat dipakai sebagai pegangan untuk menentukan adanya
infeksi HIV.6
Tabel 4. Definisi Kasus Klinis AIDS pada Anak Menurut WHO:6
Gejala mayor:

Gejala minor:

Definisi:

Kehilangan berat badan atau pertumbuhan


lambat;
- Diare kronis lebih dari 1 bulan;
- Demam yang lama lebih satu bulan
- Limfadenopati generalisata;
- Kandidiasis orofaring;
- Infeksi umum yang berulang;
- Batuk persisten;
- Dermatitis generalisata;
- Ibu terbukti menderita HIV;
Anak dicurigai menderita AIDS bila ditemukan paling tidak 2 gejala mayor disertai dengan 2 gejala
minor dengan atau tanpa diketahui penyebab terjadinya imunosupresif, seperti keganasan, malnutrisi,
atau penyebab lain.

Diagnosis Laboratorium
Bukti Adanya Antibodi HIV
Semua bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV mempunyai
antibodi anti-HIV maternal, yang menyeberang secara pasif
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

lewat plasenta dan dapat dideteksi pada bayi sampai usia 1518 bulan, sehingga diagnosis sulit ditegakkan. Sekitar 1530% kasus tidak dapat dicegah dengan memberikan antiretrovirus pada ibu yang akan melahirkan.6
Dengan demikian, tes ELISA positif terhadap antibodi
IgG pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV tidak berarti
bayi juga terinfeksi. Hasil tes western blot juga tidak dapat
dipakai menentukan terinfeksi atau tidak, karena yang dites
juga antibodi IgG.6,22
Terdapat pemeriksaan laboratorium yang dapat menentukan antibodi HIV yang diproduksi oleh bayi seperti
IgA dan IgM untuk menentukan antibodi HIV yang diproduksi
oleh sel bayi sendiri. Anak dikatakan terinfeksi bila dua dari
hasil tes tersebut menunjukkan nilai positif. Hasil tes negatif
belum tentu bayi tidak terinfeksi.6
Deteksi antibodi IgA merupakan tes diagnostik yang
sensitif dan spesifik sesudah usia 6 bulan. Cara pemeriksaannya sederhana dan relatif murah, dan sangat mungkin
dilakukan untuk mendiagnosis HIV secara dini pada bayi di
seluruh dunia.6
Bukti Adanya Virus
Diagnosis pasti infeksi HIV pada bayi memerlukan teknik
yang dapat menentukan adanya virus secara langsung,
misalnya biakan virus. Tes tersebut merupakan baku emas
untuk mendiagnosis HIV. Namun pemeriksaan itu sangat
rumit dan memerlukan teknik yang khusus, sehingga tidak
tersedia di semua laboratorium. Polymerase chain reactions
(PCR) DNA HIV mempunyai spesifisitas dan sensitifitas yang
hampir sama dengan kultur virus dan lebih mudah dilakukan
di laboratorium. Tetapi harus hati-hati, karena sering terjadi
negatif palsu pada bayi usia satu minggu. Oleh karena itu,
pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada bayi usia 4-6 minggu,
selanjutnya diulang pada usia 3-6 bulan.22
Tes lain yang dapat dilakukan adalah mendeteksi antigen p24. Tes tersebut kurang sensitif dibandingkan dengan
PCR dan kultur, sehingga tidak rutin dilakukan. PCR-RNA
virus juga dapat menunjukkan adanya virus tetapi tidak dapat
digunakan untuk tes diagnostik infeksi HIV dan umumnya
digunakan untuk mengetahui jumlah muatan virus di dalam
tubuh penderita.22
Bukti Adanya Imunodefisiensi
Penilaian terhadap status imun sangat penting untuk
mengamati anak yang diperkirakan terinfeksi HIV. Juga
penting untuk mengklasifikasi HIV seperti yang akan
dijelaskan berikut ini. Yang dievaluasi pada anak yang
terinfeksi HIV adalah sel CD4+ dan CD8+ secara absolut,
persentase, maupun rasio.8
Hitung limfosit darah tepi anak yang terinfeksi HIV pada
fase permulaan sering normal, tetapi kadang-kadang terjadi
limfopeni karena jumlah total sel T yang beredar menurun.
Sel yang paling banyak terkena adalah sel limfosit T helper
(CD4+). Jumlah absolut limfosit CD4+ dan CD8+ pada anak
611

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


normal lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa, dan
perbandingan tersebut sangat tergantung pada usia. Perbedaan itu harus diperhitungkan bila mengadakan penilaian
status imun pada anak terinfeksi HIV. Anak mungkin mendapat
infeksi oportunistik dengan jumlah CD4+ yang lebih tinggi
dari pada orang dewasa.8,20
Keadaan limfosit B dapat dinilai secara tidak langsung
dengan cara menentukan titer imunoglobulin kuantitatif (IgG,
IgM, IgA). Biasanya titer lebih tinggi dari nilai normal pada
anak-anak, tetapi immunoglobulin mengalami kelainan fungsi,
sehingga lebih tepat disebut disgamaglobulinemia.8
Tabel 5. Hitung Limfosit CD4+ sesuai Usia pada Anak Sehat.8
Usia
(bulan)

Hitung CD4
absolut

% CD4

1-6
7-12
13-24
25-74
Dewasa

1,153-5,285
967-5,289
739-4,463
505-2,831
237-1,817

36-37
33-63
31-60
32-52
36-67

Rasio CD4:
CD8
0,9-3,5
0,8-3,4
0,6-3,4
0,7-2,1
0,4-3,0

Tabel 6. Katagori imulogis berdasarkan hitung limfosit CD4+


pada usia tertentu dan persentase seluruh limfosit. 8,21
Usia anak

<12 bulan

1 -5 tahun

6 -12 tahun

Kategori imunologik
Tanpa bukti penekanan
Bukti penekanan
sedang
Bukti penekanan
berat

Mikro L [%]

Mikro L [%]

Mikro L [%]

>1,500 (25)

>1000 [>25]

>500 [25]

750-1,499
[15-24]
<750 [<15]

500-999
[15-24]
<500 [<15]

200-499
[15-24]
<200 [<15]

Bila tes virologi tidak ada, maka dapat dilakukan tes


immunoglobulin, perbandingan CD4:CD8, serta munculnya
gejala klinis. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk
menentukan status HIV pada anak.
Tatalaksana
Tatalaksana anak terinfeksi HIV pada satu negara
berbeda dengan negara lain. Hal itu tergantung dari
tersedianya fasilitas. Anak terinfeksi HIV dapat dirawat di
rumah sakit, tetapi umumnya dirawat di rumah sendiri. Segera
setelah anak diketahui terinfeksi HIV maka tahap-tahap
berikut harus dilakukan:
Melakukan pencatatan riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik
Riwayat penyakit pada anak dan keluarga harus dicatat
dengan lengkap. Oleh karena itu penderita sebaiknya dirawat
inap agar hubungan keluarga penderita dan petugas
kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll.) menjadi lebih akrab,
sehingga data yang lengkap dapat diperoleh dengan mudah
dan pencatatan dapat dilakukan dengan tepat. Pencatatan
juga dapat dilakukan tanpa terburu-buru, dan sebaiknya
dilakukan dengan pendekatan terhadap keluarga terlebih
dahulu. Rawat inap juga memberi keuntungan, karena dokter
dan perawat dapat mengamati dinamika sosial keluarga
penderita, dan juga dapat mengamati dan membimbing cara
pemberian obat antiretrovirus kepada penderita.23
Harus diperhatikan gejala klinis yang biasa muncul pada
penderita infeksi HIV seperti gagal tumbuh, perkembangan
yang terlambat, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali,
infeksi candidiasis, dan lain-lain. Jika penderita merupakan
satu-satunya dan pertama kali terdiagnosis infeksi HIV di

Tabel 7. Diagnosis HIV pada Anak.8,21


Diagnosis: Infeksi HIV:
(A)
anak usia <18 bulan yang diketahui seropositif HIV atau lahir dari ibu terinfeksi HIV dan: mempunyai hasil positif dari dua hasil
pemeriksaan yang terpisah (tidak termasuk darah umbilikus) dari salah satu atau lebih tes deteksi HIV seperti: kultur HIV, PCR-HIV,
dan antigen HIV.
atau
ditemukan kriteria diagnosis AIDS berdasarkan definisi survelans kasus AIDS tahun 1987.
(B)
Anak usia >18 bulan lahir dari ibu terinfeksi HIV, atau setiap anak yang terinfeksi melalui transfusi darah, komponen darah, atau
cara penularan lain (mis. hubungan seks) yang: mempunyai antibodi-HIV positif dengan pemeriksaan berulang menggunakan enzyme
immunoassay (EIA) dan tes konfirmasi (seperti, Western blot atau immunofluorescent assay ((IFA)].
atau
ditemukan beberapa kriteria pada (A) di atas.
Diagnosis: Paparan Perinatal
Anak yang tidak sesuai dengan kriteria di atas dan yang: mempunyai seropositif dengan pemeriksaan EIA dan tes konfirmasi (seperti
Western blot atau IFA) dan berusia < 18 bulan pada saat tes dilakukan;
atau
mempunyai status antibodi tidak jelas tetapi lahir dari ibu yang diketahui terinfeksi HIV.
Diagnosis: Seroreverter
Anak yang tidak memenuhi kriteria di atas yang: mempunyai catatan antibodi HIV negatif (mis. dua kali tes EIA atau lebih yang dilakukan
pada usia 6-18 bulan atau satu kali tes EIA hasilnya negatif yang dilakukan sesudah usia 18 bulan).
dan
tidak mempunyai hasil pemeriksaan laboratorium sebagai bukti infeksi (tidak mempunyai hasil dua tes deteksi virus yang positif, jika
dilakukan);
dan
tidak ditemukan tanda-tanda AIDS

612

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


dalam keluarga, maka saudara dan orang tuanya harus
dikonseling dan diperiksa untuk mengetahui adanya infeksi
HIV.23
Data Dasar dan Pemantauan
Hal yang paling penting dalam melakukan pemantauan
adalah mengamati jumlah subset sel T dan muatan virus di
dalam darah penderita. Di samping itu, ada beberapa
pemeriksaan laboratorium yang juga harus dipantau.
a. Subset Sel T
Persentase dan jumlah absolut sel T CD4+ dapat
digunakan sebagai tanda perkembangan penyakit yang
sangat penting yang harus dipantau. Jumlah sel CD4+ yang
sangat menurun pada tahun pertama merupakan tanda
perkembangan penyakit yang sangat cepat dan dapat dipakai
sebagai petunjuk untuk mulai memberikan highly active
antiretroviral therapy (HAART) kepada penderita.20,23

contoh, anak yang terinfeksi HIV dan mempunyai hasil tes


CMV negatif, bila memerlukan transfusi darah, maka harus
mendapat darah dengan CMV negatif. Jika tidak ada, maka
harus dilakukan filtrasi leukosit pada darah tersebut.23
d. Pemantauan Lain
1.

2.

b. Jumlah Muatan Virus


Untuk mengetahui jumlah virus bebas dalam plasma
dapat dilakukan dengan memeriksa RNA HIV. Dinamika jumlah
RNA virus yang diamati pada bayi sangat berbeda dengan
yang diamati pada orang dewasa. Bayi yang terinfeksi pada
saat perinatal memperlihatkan viremia HIV primer pada bulan
pertama kehidupan ketika dia masih mempunyai sistem imun
yang relatif belum matang. Biasanya pada bayi tersebut
ditemukan adanya jumlah muatan virus sangat tinggi di dalam
plasma, dan bila diperiksa dengan PCR RNA HIV biasanya
memberi hasil lebih dari 106 salinan/ml plasma. Umumnya,
jumlah muatan PCR RNA HIV meningkat sesudah bulan
pertama yang mempunyai korelasi dengan kecepatan
berkembangnya penyakit, walaupun ada beberapa anak
dengan muatan RNA HIV yang sangat tinggi, tetapi penyakit
tidak berkembang dengan cepat. Berdasarkan pertimbangan
variabilitas biologis tubuh penderita terhadap RNA HIV, maka
perubahan yang dianggap bermakna adalah lebih besar dari
0,7 log dari muatan virus RNA HIV untuk anak di bawah 2
tahun, dan perubahan lebih besar dari 0,5 log untuk anak
lebih besar 2 tahun.23

4.

c. Pemantauan Hasil Laboratorium yang Lain


Pemeriksaan laboratorium lain sebagai data dasar adalah
darah tepi lengkap, tes fungsi hati dan ginjal, kadar amilase,
lipid, lipase, laktat dehidrogenase, dan titer immunoglobulin.
Juga harus diperiksa titer imunoglobulin terhadap
toksoplasma, cytomegalovirus (CMV), virus Epsteinbar, virus varicella-zooster, virus herpes simplex, (HSV) dan virus
hepatitis. Sampel yang diambil pada neonatus hasilnya sering
dikelirukan oleh status imun dari ibu. Oleh karena itu,
pemeriksaan harus diulang pada saat bayi berusia 12 bulan,
dan harus diulang setiap tahun jika hasilnya negatif. Hasil
tes tersebut dapat dipakai sebagai informasi adanya paparan
dan kerentanan anak terhadap penyakit tertentu. Sebagai

6.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

3.

5.

Pemeriksaan foto dada harus dilakukan pada saat anak


datang pertama kali. Bila tidak ada gejala klinis yang
muncul, maka pemeriksaan diulang setiap tahun. Tes
tersebut berguna untuk mengetahui adanya massa di
daerah mediastinum, lesi pada paru, lympoid interstetiil
pneumonitis (LIP), dan kardiomegali. Saturasi oksigen
penderita dengan perubahan paru kronis juga harus
diperiksa setiap berkunjung ke rumah sakit.
Pemeriksaan jantung. Kardiomiopati pada HIV dapat
terjadi pada fase dini penyakit. Hasil pemeriksaan dengan
EKG lebih sering menemukan kelainan dari pada hanya
dengan menggunakan stetoskop. Berdasarkan hasil
penelitian ternyata penderita dengan kelainan jantung
subklinis sering menunjukkan adanya kelainan EKG. Oleh
karena itu, pemeriksaan foto dada dan EKG adalah sangat
penting sebagai data dasar untuk melihat perkembangan
penyakit.
Penapisan penglihatan. Untuk anak yang sudah dapat
dilakukan pemeriksaan mata, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan oftalmologi setiap tahun. Anak dengan
kategori 3 sebaiknya diperiksa oleh dokter mata setiap 6
bulan, terutama anak dengan seropositif terhadap
toksoplasma dan cytomegalovirus (CMV).
Pemeriksaan neurologi. Untuk anak yang sudah agak
besar dan juga bayi masih muda dengan kelainan, harus
dilakukan pemeriksaan MRI atau CT-scan sebagai data
dasar untuk melihat kemungkinan adanya atrofi otak.
Untuk bayi tanpa kelainan neurologis, maka pemeriksaan
dapat dilakukan pada usia 6 bulan atau pada saat
munculnya kelainan neurologis.
Pemeriksaan psikososial. Diagnosis infeksi HIV pada
anak sangat mengejutkan keluarga. Karena perawatan
anak terinfeksi HIV adalah kronis dan perlu perawatan
dalam waktu panjang, dokter dan perawat harus membina
hubungan yang baik dengan penderita dan keluarganya.
Terbentuknya hubungan yang saling percaya akan dapat
meningkatkan kepatuhan berobat. Keluarga juga harus
mendapat dukungan dari pekerja sosial kesehatan untuk
pelayanan sosial dan bantuan keuangan. Juga ditawarkan kepada anggota keluarga untuk konsultasi ke
ahli psikologi klinis.23
Pemeriksaan hemoglobin rutin perlu dilakukan untuk
mengetahui adanya toksisitas sebagai akibat obat
zidovudin dan profilaksis kotrimoksazol pada bayi masih
muda.24

Pengobatan Antiretrovirus
Yang paling penting dalam pengobatan adalah me613

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


nentukan kapan saat yang paling tepat untuk mulai
memberikan antiretrovirus. Saat yang tepat untuk memulai
obat antiretrovirus masih menjadi perdebatan. Apakah
diberikan sesudah CD4+ menjadi rendah atau masih tinggi.
Hal tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut.25 Biasanya
keputusan untuk memulai memberikan obat atau mengganti
obat adalah dengan memantau gejala klinis penderita secara
ketat dan melakukan pemeriksaan hitung CD4+ dan PCRRNA. Umumnya pengobatan antiretrovirus mulai diberikan
kepada anak terinfeksi HIV, bila sudah muncul gejala klinis
AIDS, tidak tergantung pada hasil hitung sel CD4.8 Pemberian
obat ARV tidak tergantung status gizi penderita.26 Akan tetapi,
beberapa ahli mengatakan sebaiknya obat antiretrovirus
diberikan sedini mungkin sebelum gejala penyakit menjadi
berat.27,28
Tatalaksana anak terinfeksi HIV saat ini sudah menggunakan obat antiretrovirus seperti zidovudin, yang
merupakan pengobatan standar pada anak gejala yang jelas.
Sayangnya tidak ada studi efikasi obat tersebut pada anak,
tetapi beberapa ahli mengatakan obat tersebut memberikan
keuntungan pada anak dengan gejala infeksi HIV yang jelas,
terutama dengan ensefalopati. Obat antiretrovirus lain yang
sedang digunakan saat ini adalah didanosine (ddI),
dideoxycytidine (ddC).29
Obat antiretrovirus biasanya diberikan dalam bentuk
kombinasi dari dua nucleoside analog dan satu protease
inhibitor, merupakan protokol standar untuk memulai
pengobatan anak yang baru didiagnosis dengan sel CD4+
rendah dan muatan virus yang tinggi. Pemberian ARV pada
bayi usia di bawah 12 bulan dimulai bila jumlah sel CD4+
<25-30% dan muatan virus >106/mL, sedangkan untuk anak
yang berusia >12 bulan bila jumlah partikel RNA >250.000
salinan/mL. 30 Saat ini disarankan untuk memberikan
pengobatan ARV secepat mungkin kepada bayi berusia kurang
dari 12 bulan bila diagnosis HIV sudah dapat ditegakkan.
Bila obat ARV diberikan sebelum usia 3 bulan akan menurunkan insiden AIDS dan kematian.31
Tujuan pengobatan antiretrovirus adalah untuk memperpanjang masa hidup penderita, menahan perkembangan
penyakit, dan menjaga serta memperbaiki kualitas hidup
penderita.32 Berdasarkan pengetahuan tentang dinamika virus dan patogenesis penyakit, cara yang terbaik untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan menekan replikasi HIV
serendah mungkin. Jika replikasi virus tetap ada dalam fase
pengobatan, maka munculnya virus resisten terhadap obat
tidak dapat dihindari.33-36 Oleh karena itu tujuan jangka pendek
pengobatan adalah untuk menekan seluruh virus yang
bereplikasi.29 Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis dini
pada bayi dan anak adalah sangat penting, agar obat dapat
diberikan secepat mungkin.23
Prinsip pemberian obat antiretrovirus pada bayi dan anak
adalah sebagai berikut:23
1. Disarankan untuk memberikan obat antiretrovirus kepada
seluruh bayi di bawah usia 12 bulan sedini mungkin, bila
614

2.

3.

4.

5.

6.

infeksi HIV sudah terdignosis. Walaupun data keberhasilan pengobatan pada anak masih terbatas, tetapi
bukti memperlihatkan bahwa pengobatan dini yang
agresif pada orang dewasa dapat mempertahankan fungsi
sistem imun serta mengurangi replikasi virus. Juga
berdasarkan hasil studi, bila obat tidak diberikan dengan
cepat pada wanita hamil, maka penyakit akan berkembang
lebih cepat. Dengan demikian maka bayi perlu diberi obat
sedini mungkin.
Semua anak yang terinfeksi HIV dengan gejala klinik
(kategori A, B, atau C) dan bukti terjadinya penekanan
sistem imun (kategori imun 2 atau 3) harus diobati tanpa
memandang usia dan muatan virus. Disarankan kepada
seluruh anak terinfeksi HIV dengan kelainan imunologis
dan gejala klinik yang jelas untuk diberi obat antiretrovirus secepat mungkin.
Pengobatan antiretrovirus harus dimulai pada anak
terinfeksi HIV yang berusia >1 tahun tanpa memandang
usia dan status gejala penyakit. Satu pendekatan yang
lebih disukai adalah memulai pengobatan pada seluruh
anak yang terinfeksi HIV tanpa memandang usia dan
gejala penyakit. Dengan demikian kerusakan sistem imun
oleh HIV dapat dihambat lebih dini.
Walaupun pemberian obat antiretrovirus lebih dini lebih
baik, tetapi menunda pemberian obat antiretrovirus dalam
keadaan tertentu dapat dipertimbangkan. Misalnya, anak
usia >1 tahun tanpa gejala penyakit, status imun masih
baik, muatan virus rendah, perkembangan klinis penyakit
diperkirakan lambat.Faktor yang lain misalnya tidak ada
orang tua yang dapat memberi obat sehingga timbul
masalah keamanan obat dan kepatuhan untuk berobat,
maka pemberian obat dapat dipertimbangkan untuk
ditunda. Jika pengobatan antiretrovirus ditunda,
pemberian obat ARV selanjutnya dapat dimulai bila a).
Kadar RNA HIV meningkat secara bermakna (>0,7 log
pada anak berusia di bawah 2 tahun dan >0,5 log pada
anak yang berusia lebih 2 tahun; b). CD4+ menurun
menjadi kategori 2; c). Berkembangnya gejala HIV; d).
RNA HIV >105 salinan/mL untuk setiap usia; e). Pada
anak yang berusia lebih dari 30 bulan dengan kadar RNA
HIV >104 salinan/mL.
Obat antiretrovirus yang diberikan harus efektif agar
dapat menekan virus secara terus-menerus dan efek
samping yang terjadi harus minimal karena obat
antiretrovirus akan diberikan kepada penderita selama
bertahun-tahun, mungkin seumur hidup. Pemilihan obat
pertama harus betul-betul dipertimbangkan. Sebagai
persyaratan dalam pemilihan obat berikutnya harus
dipertimbangkan kemungkinan terjadinya resisten silang.
Indikasi pemberian Highly Active Antiretroviral Therapy
(HAART). Bila ada indikasi pemberian obat antiretrovirus
maka harus diberikan highly active antiretroviral
therapy. Obat yang disarankan adalah 2 nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) dan 1 protease
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


Tabel 8. Obat Antiretrovirus untuk Infeksi HIV pada Anak
dan Bayi.8,37
Kelompok obat

Dosis obat dan Usia

Non-nucleoside reverse transcriptase Inhibitor


1. Nevirapine
(Viramun).

15-30 hari: 5 mg/kg/dosis 1x/hari selama 2 minggu, kemudian 120 mg/m2/dosis 2x/hari selama 2
minggu, kemudian 200 mg/m2/dosis 2x/hari.>30
hari - 13 tahun: 120 mg/m2/dosis 1x/hari selama
2 minggu, kemudian 120-200 mg/m2/dosis 2x/
hari.Dosis maksimum: .13 tahun:200mg/dosis 1xi/
hari 2 minggu pertama, kemudian 200 mg/dosis
2x/hari.
2. Delavirdine (Rescriptor)
3. Efavirenz
10-15 kg: 200 mg (270 mg=9 ml) 1x/hari.15(Stoerin)
<20 kg: 250 mg (300 mg=10 ml) 1x/hari20-<25
kg: 300 mg (360 mg= 12 ml 1x/hari25-<33 kg:
350 mg=15 ml 1x /hari.33-<40 kg: 400 mg (510
mg=17 ml) 1x/hari.Dosis maksimum: >40 kg:600
mg1 x/hari
Nucleoside analogues
Usia<6minggu:4mg/kg/dosis 2x/hari.
Usia 6minggu sampai 13 tahun: 180-240mg/
m2/dosis 2x/hari.
- Dosis maksimum: usia >13 tahun 300mg/dosis
2x/hari
Lamivudine
- Usia :30 hari 2 mg/kg/dosis 2x/hari >30 hari
3TC (Epivir)
atau <60 kg: 4 mg/kg/dosis 2x/hari. Dosis maksimum: >60kg: 150mg/dosis 2x/hari
Didanosine; DDI <3 bulan:50mg/m2/dosis 2x/hari.3 bulan sampai
(Videx)
<13 tahun:90-120 mg/m2/dosis 2x/hari atau 240
mg/m2/dosis 1x/hariDosis maksimum: >13 tahun
atau >60 kg: 200mg/dosis 2x/hari atau 400 mg
1x/hari
Stavudine; D4T <30 kg: 1 mg/kg/dosis 2x/hari30-60 kg: 30mg/
(Zerif)
dosis 2x/hariDosis maksimum: >60 kg:40 mg/
dosis 2x/hari. Agar tidak terjadi toksisitas mitokondria sebaiknya diberikan 30 mg 2x/hari.
Zalcitabin; DDC (Hivid)
Abacavir
<16 tahun atau <37,5 kg: 8 mg/kg/dosis 2x/
(ABC)
hariDosis maksimum: >16 tahun atau >37,5 kg:
300mg/dosis 2x/hari

1. Zidovudine;
AZT/ZDV
(retrovir)

2.

3.

4.

5.
6.

Protease Inhibitor
Dosis yang diijinkan pada orang dewasa: SQV
1000 mg/RTV 100 mg 2 x/hari. Tidak ada data
untuk anak.Untuk anak >25 kg, dapat diberikan
dosis dewasa yang sudah diijinkan.Bila mungkin
pantau SQV..
Nelvinavir NFV
<1tahun: 50mg/kg/dosis 3x/hari atau 75 mg/kg/
(Viracept)
dosis 2x/hari.>1 tahun-13 tahun: 55-65 mg/kg/
dosis 2x/hari. Dosis maksimum: >13 tahun:1250
mg/dosis 2x/hari.
Indinavir (Crixivan)*
Amprenavir (Agenerase)
Lopinavir LPV
Ritonavir r (Norvir) >6 bulan-13 tahun: 225
(Kaletra)
mg/m2 LPV/57,5 mg/m2 ritonavir 2 x/hari atau
dosis berdasarkan berat:7-15 kg: 12 mg/kg LPV/
3 mg/kg ritonavir/dosis 2 x/hari. 15-40 kg: 10
mg/kg lopinavir/5 mg/kg ritonavir 2 x/hari. Dosis
maksimum:>49 kg: 400 mg LPV/100 mg ritonavir (3 kapsul atau 5 ml)

Saquinavir SQV
(Invirase)*

* Tidak diijinkan untuk digunakan pada anak.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

inhibitor (PI). Pemilihan obat yang rasional bertujuan


agar dapat menekan replikasi virus semaksimal mungkin.
Pendekatan tersebut telah berhasil menekan RNA HIV
pada anak sampai tingkat yang tidak dapat dideteksi.
Semua obat antiretrovirus yang dapat digunakan untuk
pengobatan HIV pada orang dewasa juga dapat digunakan untuk anak selama ada indikasi.
Pengobatan Infeksi Tuberkulosis
Anak yang menderita infeksi HIV/AIDS sering disertai
dengan infeksi tuberkulosis. Infeksi HIV/AIDS yang diderita
anak dapat diperberat oleh infeksi tuberkulosis. Walaupun
demikian, angka penularan TBC dari anak yang menderita
HIV adalah sama dengan anak yang tidak menderita HIV.57
Jika penyakit TBC didiagnosis terlebih dahulu maka obat
antituberkulosis diberikan terlebih dahulu, 2-8 minggu
kemudian baru diberikan obat antiretrovirus agar tidak terjadi
inflamatory immune reconstitution syndrome (IRIS). Obat
yang diberikan sesuai dengan petunjuk WHO tahun 2006.
Pengobatan TBC pada anak terinfeksi HIV minimal selama 6
bulan sama seperti pada anak yang tidak terinfeksi HIV. Obat
yang digunakan adalah rifampicin, ethambutol, isoniazid,
pyrazinamide dan streptomycin. 37 Dosis dan indikasi
pemberian dapat dilihat pada tabel 9 dan tabel 10.
Selain itu, anak yang menderita HIV perlu mendapat
profilaksis antituberkulosis bila di tempat tinggal mereka
terdapat orang yang menderita penyakit tuberkulosis paru
aktif. Bila perlu anak harus dipisahkan dari orang tua yang
menderita tuberkulosis paru aktif.24
Pengobatan Infeksi Pneumocystis carinii
Pengobatan lain yang perlu diberikan adalah profilaksis
dan pengobatan terhadap infeksi Pneumocystis carinii.
Profilaksis ini diberikan kepada semua anak yang terinfeksi
HIV dan pengobatan diberikan jika sudah terdiagnosis PCP.
Obat yang diberikan adalah kotrimoksazol (lihat pada tabel
11.).8,38
Imunisasi
Imunisasi Aktif
Bayi dan anak yang terpapar serta terinfeksi HIV harus
diberikan imunisasi standar seperti anak lain sesuai dengan
usia dengan beberapa perkecualian. Semua vaksin mati tidak
Tabel 9.

Dosis Obat Antituberkulosis Lini Pertama untuk Anak.37

Jenis Obat

Dosis yang Disarankan


Setiap hari
Tiga kali seminggu
Dosis (mg/kg
Dosis mak Dosis (mg/kg
Dosis mak
berat badan) simum/hari berat badan)
simum/hari

Isoniazid
Rifampicin
Pyrazinamide
Ethambutol
Streptomycin

5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
20 (15-25)
15 (12-18)

300
600
-

10 (8-12)
10 (8-12)
35 (30-40)
30 (25-35)
15 (12-18)

600
-

615

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


Tabel 10. Rejimen Pengobatan pada Anak berdasarkan Kategori Diagnosis TBC. 37
Kategori
Diagnosis
TBC

III
I

I
II
IV

Kasus TBC

Rejimen
Fase intensif
Fase lanjutan
(setiap hari atau
(setiap hari atau
3 kali/hari)
3 kali/hari)

TBC paru dengan hapusan dahak baru negatif (selain kategori I)


2HRZ
4HR atau 6HE
Bentuk infeksi TBC di luar paru yang tidak berat
TBC paru dengan pemeriksaan hapusan dahak baru positif.
2HRZE
4HR atau 6HE
TBC paru dengan pemeriksan hapusan dahak negatif dan adanya
kerusakan parenkim paru yang luas.Bentuk
TBC di luar paru yang sangat berat (selain meningitis).
Bersamaan dengan penyakit HIV yang berat.
Meningitis TBC
2RHZS
4RH
TBC paru dengan pemeriksaan hapusan dahak positif: kambuh,
2HRZES/1HRZE
5HRE
setelah pengobatan dihentikan, kegagalan pengobatan
Kronik dan multidrugresistanStandar yang dirancang secara spesifik atau
TB
rejimen individual

E=ethambutol; H=isoniazide; R=rifampicin; S=streptomycin; Z=pyrazinamide; MDR=multidrug-resistant.


Tabel 11. Saran untuk Profilaksis PCP. 8,38
Usia

Profilaksis PCP

Baru lahir sampai 4-6 minggu


4-6 minggu - 4 bulan
4-12 bulan terinfeksi HIV atau
belum dapat dipastikan
terinfeksi HIV dan beralasan
untuk dikeluarkan
1 - 5 tahun

Tidak perlu profilaksis


Profilaksis
Tidak perlu profilaksis

6 -12 tahun

Profilaksis jika hitung CD4+ <500


atau <15%
Profilaksis jika hitung CD4+ <200
atau <15%

memandang apakah itu vaksin mati yang masih utuh atau


rekombinan, subunit, toksoid, polisakarida, atau vaksin
ikatan polisakarida-protein dapat diberikan kepada anak yang
terpapar atau terinfeksi HIV.24,39
Vaksin hidup harus diberikan secara hati-hati kepada
penderita HIV, karena vaksin ini kadang-kadang dapat
memberi dampak yang buruk pada penderita. Vaksin BCG
jangan diberikan kepada bayi yang sudah dinyatakan
terinfeksi HIV. Oral polio vaccine (OPV) hidup dapat diberikan
kepada semua bayi yang baru lahir. Kemudian dilanjutkan
dengan intramuscular polio vaccine (IPV). Vaksin Measles
Mump Rubella (MMR) dapat diberikan bila bayi belum
menderita AIDS (kategori 3). Vaksin varisela dapat diberikan
bila CD4 >25%.23 Tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa
vaksin varisela yang tersedia saat ini belum disarankan untuk
diberikan kepada anak yang menderita HIV. Vaksin varisela
disarankan untuk diberikan kepada anak sehat yang ada di
sekitarnya untuk mengurangi kontak virus dengan penderita.8
Umumnya vaksin hidup yang dilemahkan sebaiknya jangan
diberikan kepada anak terinfeksi HIV dengan gejala yang
sudah berat.24 Vaksin pneumokok juga disarankan untuk
diberikan.23

616

Imunisasi Pasif
Obat Immune Globulin Intravenous (IGIV)
Dengan memberikan obat tersebut dapat mengurangi
infeksi bakteri berat maupun ringan. IGIV dengan dosis 400
mg/kg setiap 4 minggu disarankan diberikan kepada anak
terinfeksi HIV bila:23
a. Hipogamaglobulinemia (IgG <259 mg/dl);
b. Infeksi bakteri berat berulang (bila terjadi 2 infeksi berat
atau lebih, bakteremia, meningitis, atau pneumonia pada
tahun pertama kehidupan. Tetapi tidak menguntungkan
bila diberi kepada anak yang sudah mendapat profilaksis
kotrimoksazol;
c. Gagal membentuk antibodi terhadap antigen yang umum
(seperti, tetanus, campak, polio).
Harus diingat bahwa pemberian IGIV dapat menghambat
respons terhadap vaksin pneumokok dan MMR.
Oleh karena anak terinfeksi HIV tidak mempunyai
respons imun yang cukup baik terhadap vaksinasi, maka bila
anak terpapar dengan penyakit campak sebaiknya diberikan
profilaksis. Jika anak terpapar virus varicella zooster harus
diberikan profilaksis varicella zoster immunoglobulin. Bila
anak mendapat luka yang berisiko terinfeksi penyakit tetanus, maka penderita harus diberikan tetanus immun globulin. Tetapi bila anak sudah mendapat IGIV dalam 2 minggu
terakhir, maka anak tidak perlu diberikan imunisasi pasif
tambahan.23
Pemeriksaan HIV pada Orang Tua dan Dukungan Orang
Tua terhadap Anak
Dalam pengobatan anak terinfeksi HIV, dukungan orang tua mutlak diperlukan, karena bila dukungan kurang maka
pengobatan sering terhenti di tengah jalan. Penyakit yang
sudah membaik akan menjadi buruk kembali dan kemungkinan
akan muncul virus resisten yang sulit untuk diobati.40,41

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


Tabel 12. Pemantauan Anak Terinfeksi HIV yang belum Mendapat Pengobatan ARV. 37
Hal yang perlu dipantau

Data Dasar

Bulan 1

Bulan 2

Bulan 3
Klinik

Penilaian klinis
Status nutrisi dan keperluannya
Berat, tinggi
Keperluan cotrimoxazole dan kepatuhan
Pencegahan PMS & Kehamilan
Pencegahan OI dan obat yg diperlukan

X
X
X
X
X
X

X
X
X
X

X
X
X
X

X
X
X
X

X
Laboratorium

Hb & lekosit
A LT
% CD4 atau Jumlah

X
X
X

Bulan 6

Setiap 6 bulan

X
X
X
X
X
X

X
X
X
X
X
X
X
X

ALT=Alanine aminotransferase.PMS=Penyakit menular seksual


Tabel 13. Pemantauan Anak Terinfeksi HIV sesudah Mendapat Pengobatan ARV 37
Hal yang perlu dipantau

Penilaian klinis
Berat, tinggi badan
Menghitung dosis ARV
Pengobatan yang lain
Pantau kepatuhan terhadap ART
Laboratorium
Hb dan lekosit
Kimia darah lengkap
Tes kehamilan pada wanita dewasa muda
% CD4 atau Jumlah
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Data Dasar

Bl. 1

X
X
X
X
X

X
X
X
X
X

Bl. 2 Bl. 3

X
X
X
X
X

X
X
X
X
X

Bl. 4
Bl..5
Klinis
X
X
X
X
X

X
X
X
X
X

Bl. 6

X
X
X
X
X

Setiap 2-3 bl

TGM

X
X
X
X

X
X
X

X
X

Berat dan tinggi badan anak mungkin akan bertambah setelah mendapat ART, oleh karena itu, dosis ART perlu dihitung kembali setiap
kunjungan. Dosis yang kurang menyebabkan terjadi resisten.
Periksa obat lain seperti profilaksis kotrimoksazol setiap kunjungan. Juga harus dipantau kemungkinan adanya interaksi dengan obat ART.
Pengawasan kepatuhan terhadap ART dapat dilakukan dengan menanyakan kepada anak/orangtua tentang dosis obat, waktu pemberian,
dan kepatuhan minum obat.
Hb dan leukosit terutama pada anak yang mendapat AZT pada usia 1, 2, dan 3 bulan.
Kimia darah lengkap termasuk: enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lipid, terutama pada anak yang mendapat obat NVP, pada wanita dewasa
muda dengan sel CD4+ >250 /ml dan juga bayi dan anak yang mendapat co-infeksi virus hepatitis B, C, atau oleh penyakit hepar yang lain.
Tes kehamilam harus dilakukan terutama anak dewasa muda yang akan mendapat EFV, dan harus diberikan konseling keluarga berencana.
Bila muncul gejala klinis progresif harus periksa jumlah sel CD4. Sel T limfosit tidak cocok untuk monitoring ARV. Bila tidak ada fasilitas
hitung CD4, maka lebih baik memonitor gejala klinis saja.

Satu aspek lain dari tatalaksana dan perawatan yang


sangat penting adalah dukungan terhadap keluarga, terutama
ibu untuk membantu dalam mengatasi masalah psikologis
yang sangat komplek dan kebutuhan sosial. Anak mungkin
merupakan anggota keluarga yang pertama terdiagnosis HIV,
oleh karena itu orang tua diperkirakan menderita dan harus
dilakukan tes. Ibu sering mempunyai perasaan bersalah pada
saat anaknya terinfeksi HIV.41
Prognosis
Prognosis penyakit tergantung beberapa faktor, seperti
usia saat munculnya gejala, beratnya penyakit AIDS pada
saat diagnosis ditegakkan, dan tersedianya obat-obatan dan
perawatan untuk infeksi oportunistik. Terdapat dua gambaran
munculnya gejala penyakit yang berkembang menjadi AIDS.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Pertama, pada tahun pertama terdapat imunodefisiensi berat


disertai dengan infeksi berat atau ensefalopati, dan biasanya
terjadi pada sekitar 29% dari penderita yang terinfeksi.30
Sedangkan sebanyak 80% mempunyai perkembangan
penyakit yang lambat yang mirip seperti penderita dewasa.
Dari hasil studi di Amerika Serikat, ternyata sekitar 14% anak
yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi AIDS pada
tahun pertama kehidupan, dan 11-12% setiap tahun
berikutnya.13
Angka kematian penderita sangat bervariasi tergantung
lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan di Eropa, angka
kematian bayi adalah 15%, dan angka kematian sampai usia 5
tahun adalah 28%. Hasil penelitian di Afrika ternyata anak
yang terinfeksi HIV mempunyai risiko 0,26 untuk meninggal
pada tahun pertama kehidupan dan 0,44 sampai tahun ke-3

617

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


kehidupan. Tetapi ada yang memperkirakan, empat puluh
persen anak yang terinfeksi HIV diseluruh dunia akan
meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama.13
Masa hidup penderita yang mendapat infeksi secara
vertikal adalah 1 tahun (82%), 2 tahun (74%), 3 tahun (61%),
4 tahun (56%), 5 tahun (49%) dan 6 tahun (43%). Penyebab
kematian biasanya pneumonia (52%), diare (19%), sedangkan
yang disebabkan oleh penyakit lain seperti sepsis, esofagus
kandidiasis sebanyak 10%.13
Faktor-faktor yang berperan menentukan prognosis
pada bayi yang mendapat penularan dari ibu terinfeksi HIV
adalah:30
Sistem imun bayi baru lahir yang belum matang terutama
bila bayi tersebut prematur atau infeksi terjadi intrauterin.
Memori imunologis kurang, sehingga setiap agen
infeksius yang menginfeksi bayi dengan mudah
mengadakan replikasi dan berkembang terutama pada
sel CD4 yang baru. Muatan virus pada bayi terinfeksi
HIV selalu lebih tinggi dan lebih sulit dikontrol
dibandingkan dengan orang dewasa.
Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan angka
kematian adalah adanya penyakit lain yang menginfeksi
penderita misalnya penyakit campak. Penyakit campak yang
menyerang anak penderita HIV dapat meningkatkan kematian
dua kali lipat. Oleh karena itu, program imunisasi pada anak
harus lebih ditingkatkan agar penyakit tidak menular ke
penderita HIV.42
Infeksi HIV Dapat Mempengaruhi Anak Lain dan Keluarga
Infeksi HIV adalah penyakit keluarga dan tidak hanya
mempengaruhi anak yang terinfeksi, tetapi juga saudaranya
yang tidak terinfeksi dan anggota keluarga lain. Perkembangan anak akan terlambat. Angka kesakitan dan kematian
pada anak yang tidak terinfeksi juga akan meningkat karena
ibunya mengalami gangguan kesehatan.56 Pada tahun 2000
saja WHO memperkirakan terdapat lebih dari 5 juta anak akan
kehilangan ibu atau kedua orang tuanya karena menderita
AIDS. Dengan demikian, mereka tidak mendapat perlindungan dari orang tua dan harus meninggalkan rumah untuk
mencari kehidupan tanpa pendidikan dan hidup di jalanan,
sehingga rentan untuk menjadi pekerja seks yang mempunyai
risiko terinfeksi HIV.39,43
Orang tua penderita juga akan semakin miskin dan
kebingungan sebagai akibat tidak bisa lagi bekerja karena
sakit dan harus merawat anak. Sangat sering kakek dan
nenek juga harus terlibat untuk menanggulangi masalah
keluarga yang timbul sebagai akibat anak dan orang tua
menderita AIDS.6
Anak dan keluarga yang terinfeksi HIV akan disisihkan
dari masyarakat sebagai akibat adanya stigma. Selain itu,
hubungan antara orang tua dan anak menjadi tidak baik
sebagai akibat masyarakat tidak mengerti cara penularan
penyakit HIV/AIDS dari orang tua ke anak dan dari orang
dewasa ke orang dewasa.39,45
618

Pencegahan
Sebagian besar anak yang menderita HIV/AIDS
mendapat penularan dari ibu terinfeksi HIV, yang lain
mendapat penularan dari transfusi darah, menggunakan jarum
suntik untuk obat terlarang, dan melakukan hubungan seks
bebas tanpa pelindung. Oleh karena itu pencegahan harus
ditujukan terhadap cara penularan tersebut.21
Pertama-tama pencegahan ditujukan kepada ibu-ibu
terinfeksi HIV. Melakukan konseling dan tes laboratorium
pada ibu hamil yang mengunjungi klinik antenatal akan dapat
menjaring ibu-ibu yang terinfeksi HIV, sehingga usaha
pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin. Dengan
demikian, penularan dari ibu ke anak juga dapat dicegah.39,46
Pada ibu terinfeksi HIV yang hamil harus dilakukan
pencegahan untuk mengurangi penularan dari ibu ke janin
atau bayi. Beberapa bulan sebelum melahirkan dan sesaat
sebelum melahirkan ibu harus diberikan profilaksis antiretrovirus.47-49 Cara persalinan harus direncanakan dan
sebaiknya dengan cara bedah saesar karena persalinan
pervaginam mempunyai risiko penularan dua kali lipat lebih
tinggi dibanding bedah saesar.50 Dalam perawatan kehamilan,
cegah terjadinya pecah ketuban dini, karena dapat
mempermudah terjadinya penularan.51
Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui
ASI. Oleh karena itu, untuk mencegah penularan melalui ASI
maka ibu dilarang memberikan ASI kepada bayinya, yaitu
mengganti dengan susu formula bila keadaan memungkinkan.49,52-54 Cara lain adalah dengan memanaskan air susu
ibu yang akan diberikan kepada bayi. Dengan pemanasan
diperkirakan HIV akan mengalami denaturasi, sehingga bila
tertelan virus tidak dapat berkembang di dalam tubuh bayi.55
Untuk mencegah penularan HIV ke anak, hindari
transfusi bahan-bahan yang terkontaminisasi HIV dengan
melakukan tes penapisan terhadap bahan-bahan transfusi
tersebut. Juga anak-anak harus diawasi jangan sampai
terjerumus ke dalam kelompok pemakai obat terlarang serta
tidak melakukan hubungan seks bebas tanpa pelindung.10
Untuk melaksanakan itu semua sebaiknya dilakukan
melalui program yang terarah yang dapat mencakup semua
aspek pencegahan HIV pada anak. Program pencegahan dan
pengobatan HIV/AIDS dibuat dan dilaksanakan oleh seluruh
keluarga penderita dan bekerjasama dengan seluruh petugas
kesehatan yang terlibat. Dengan demikian, program
pengobatan dan pencegahan dapat berjalan dalam kurun
waktu yang panjang.41
Pencegahan Munculnya Penyakit Lain
Anggota keluarga yang merawat memegang peranan
penting dalam pencegahan penyakit oportunistik pada
penderita. Untuk mengurangi penularan infeksi oportunistik
kepada penderita, maka disarankan kepada keluarga yang
merawat untuk tidak mengkonsumsi daging mentah, makanan
laut yang tidak dimasak, susu yang tidak dipasteurisasi, dan
semua makanan yang ditangani dengan tidak bersih agar
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


tidak terjadi infeksi saluran cerna. Juga disarankan agar tidak
memelihara hewan yang dapat menularkan penyakit, seperti
anjing, kucing, dan kura-kura, untuk mengurangi terjadinya
penularan penyakit toksoplasmosis. Kepada penderita juga
disarankan untuk tidak berenang di tempat yang kotor agar
tidak tertular penyakit yang berasal dari air tempat berenang
seperti Cryptosporidium atau Giardia. Juga disarankan
untuk hidup sehat dengan selalu mencuci tangan.23
Penutup
Infeksi HIV/AIDS pada anak sangat komplek dan rumit.
Penderita sering tidak memperlihatkan gejala klinis yang jelas.
Demikian juga, untuk menegakkan diagnosis dini sangat sulit
terutama pada bayi berusia kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan
imunoglobulin anti HIV tidak dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis HIV pada bayi kurang dari 12 bulan.
Oleh karena itu perlu dilakukan tes diagnostik lain yang
sangat sulit untuk dilaksanakan dan biayanyapun sangat
mahal. Untuk mengatasi semua hal tersebut diperlukan
tatalaksana yang menyeluruh serta kerjasama yang baik
antara keluarga dan petugas kesehatan yang terlibat.
Daftar Pustaka
1.

2.

3.

4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.

11.

12.

13.

Asnake S, Amsalu S. Clinical manifestations of HIV/AIDS in


Children in Northwest Ethiopia. Ethiop J Health Dev,
2005;19(1):24-8.
Madhivanan-Aguilar G, Mothi SN, Kumarasami N, Yeptomi T,
Venkatesan C, Lambert JS, et al. Clinical manifestations of HIV
infected Children. Indian J Peditr, 2003; 70(8):615-20.
Perez-Rodriguez GE, Gorbea-Robles MC,Tores-Gonzalez F. AIDS
in Children. year experience et La Raza Medical Center
Infectology Hospital. Mexician Sosial Security Insitute. Bol Med
Hosp infant Mex. 1992;49(9):581-4.
Lambert HJ, Friesen H. Clinical features of paediatris AIDS in
Uganda. Ann Trop Paediatr. 1989;9(1):1-5.
Ndugwa CM, Friesen H.Uganda: Paeditric AIDS. AIDS Action.
1988;(5):5.
Friesen H. Pediatric HIV infection. P N G Med J. 1996;39(3):1839.
Lulu Muhe. A four years cohort study of HIV seropositive Ethiopian infants and children: Clinical course and disease patern.
Ethiop Med J. 1991;29:57-61.
Kamal H, Rathore H. Pediatric HIV Infection. Jaksonville Medicine; 1997 August.
Sehgal R, Baveja UK, Chattopadhya, Chandra J, Lal S. Pediatric
HIV Infection. Indian J Pediatric.2005;72:925-30.
Godbole S, Mehendale S. HIV/AIDS epidemic in India: risk factors, risk behaviour and strategies for prevention & control.
Indian J Med Res.2005;121:356-68.
Rajasekaran S, Jeya seelan L, Raja K, Ravichandran N.
Gemografphic & clinical profile of HIV infected children accessing care at Tambaran, Chennai, India. Indian J Med Res. 2009;
129:42-9.
Imade PE, Eghafona NO. Prevalent opportunistic infections
associated with HIV-positive children 0-5 years in Benin city,
Nigeria. Mal J Microbiol. 2008;4: 11-4.
Chearskul S, Chotpitayasumondh, RJ, Simonds RJ, Wanprapar N,
Waranawat N, Punpanich W, et al. Survival, Disease Manifestations, and Early Predictor of Desease Pregression Among Children With Perinatal Human Immunodeficiency Virus Infection
in Thailand. Pediatrics. 2002;110:1-6.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

14. Thurstans S, Kerac M, Maleta K, Banda T, Nesbitt A. HIV prevalence in severely malnourished children admitted to nutrition
rehabilitation units in Malawi: Geographical & seasonal variations a cross-sectional study. BMC Pediatrics. 2008;8:22.
15. Ikeogu MO, Wolf B, Mathe S. Pumonary manifestations in HIV
seropositivity and malnutrition in Zimbabwe. Arch Dis
Child.1997;76:124-8.
16. Parthasarathy P, Mittal SK, Sharma VK. Prevalence of Pediatric
HIV in New Delhi. Indian J Pediatr.2006;73:205-7.
17. WHO. HIV drives childrens pneumonia in sub-Sahara Africa.
Bull WHO, 2008;86(5):324-5.
18. Jeena PM. Can the burden of pneumonia among HIV-infected
children be reduced? Bull WHO. 2008;86(5): 323.
19. Ramzan M, Ali SM, Malik A, Zaka-ur-Rab Z, Shahab T. Frequency of HIV infection Amongst Children with Disseminated
Tuberculosis and Tuberculous Meningitis in Aligarh (North India) - A Low HIV Prevalence Area. J Col Phyc Surg Pakistan
2009;19:566-9.
20. Dunn D, Woodburn P, Duong T, Peto J, Phillips A, Gibb D, et al.
Current CD4 Cell Count and the Short-Tern Risk of AIDS and
Death before the Availability of Effective Antiretroviral Therapy
in HIV-Infected Children and Adults. J Infec Dis. 2008;197:398404.
21. Domachowske JB. Pediatric Human Immunodeficiency Virus Infection. Clin Microbiol Rev. 1996;9:448-68.
22. Stevens W, Sherman G, Downing R, Parson LM, OU CY, Crowley
S, et al. Role of laboratory in Ensuring Global Access to ARV
Treatment for HIV-Infected Children: Consensus Statement on
the Performance of Laboratory Assays for Early Infant Diagnosis. The Open AIDS Journal. 2008;2:17-25.
23. Scientific Committee on AIDS Hong Kong Advisory Council on
Aids. Recommendations on the Management of HIV Infection
in Infant on and Children; 2002.
24. Havens PL, Mofenson LM, The Committee on Pediatrics AIDS.
Evaluation and Management of the Infant Exposed to HIV-1 in
the United States. Pediatrics 2009; 123:175-87.
25. Welch SE, Gibb D. When Should Children with HIV Infection Be
Started on Antiretroviral Therapy? PLoS Medicine. 2008;5:3358.
26. Hughes SM, Amadi B, Mwiya M, Nkamba H, Mulundu G, Tomkins
A, et al. CD4+ Count decline Despite Nutritional Recory in HIVInfected Zambian Children With Severe Malnutrition. Pediatrics. 2009;123:e347-e351.
27. Patal K, Herman MA, Williams PL, Seeger JD, Mclatosh K, Van
Dyke RB, et al. Long-Term Effect of Highly Active Antiretroviral
Therapy on CD4+ Cell Evolution among Children and Adolescents Infected with HIV: 5 Years and Counting. Clin Infect Dis.
2008;46:1751-60.
28. Violari A. Cotton MF, Gibb DM, Babiker AG, Steyn J, Madhi SA,
et al. Early Antiviral Therapy and Mortality among HIV-Infected Infants. N Engl J Med. 2008;359:2235-44.
29. Mermin J, Were W, Ekwaru P, Moore D, Downing R, Behumbiize
P, et al. Mortality in HIV-infected Uganda adults receiving
antiretroviral treatment and survival of their HIV-uninfected
children: a prospective cohor study. Lancet. 2008;371:752-8.
30. Espanol T, Caragol I, Soler P, Hernandez M. Pediatric HIV Infection. Iran J Allergy Asthma Immun.2004;3:159-63.
31. Goetghebuer T, Haelterman E, Chenadec JL, Dollfus C, Gibb D,
Boyd K, et al. Early vs deferred highly active antiretroviral
therapy in HIV infected infants: a European Collaborative Cohort Study. Retrovirology. 2008;5 (suppl 1) :025.
32. Diniz LO, Pinto JA. Quality of life of HIV-infected children in
Brazil. Bol Med Hosp Infant Mex. 2009; 66:325-34.
33. Easterbrook P. HIV drug resistence in HIV-infected Children. J
Pediatr. 2009;85:94-6.
34. Almeida F, Berezin E N, Rodrigues R, Safadi MAP, Arnoni MV,
Oliveira C, et al. Diversity and prevalence of antiretroviral ge-

619

Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak

35.

36.
37.

38.

39.

40.

41.

42.

43.

44.

45.
46.

47.

620

notypic resistence mutations among HIV-1 infected children.


Jornal de Pediatria. 2009; 85: 104-9.
Sungkanuparph S, Apiwattanakul N, Thitithanyanont A,
Chantratita W, Sirinavin S. HIV-1 Drug Resistence Mutations in
Children Who Failed Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor-Based Antiretroviral Therapy.Southeast Asian J Trop Med
Public Health. 2009; 40:83-8.
Shafer RW. The challenge of antiretroviral drug resistence in
HIV-1-infected children. Jornal de Pediatria. 2009; 85:91-4.
WHO. Management of HIV Infection and Antiretroviral Therapy
in Infants and Children. A Clinical Manual. Regional office for
South-East Asia New Delhi; 2006.
Grimwade K, Swingler GH. Cotrimoxazole prophylaxis for opportunistic infections in children with HIV infection (Review).
The Cohcrane Collaboration, Published by John Wiley & Sons,
Ltd; 2008.
Shet A, Kumara samy N. Management Issue among Children
Living with HIV: Looking Ahead. Indian Pediatrics. 2008:45:95560.
Saitoh A, Foca M, Viani RM, Hefferman-Vacca M, Vaida F, LujanZilbermann J, et al. Clinical Outcomes After an Unstructured
Treatment Interruption in Children and Adolecents With
Perinatally acquired HIV Infection. Pediatrics. 2008;121:e513e521.
DeGennaro V, Zeitz P. Embracing a family-centredrespons to
the HIV/AIDS epidemic for the elimination of pediatric AIDS.
Global Public Heath. 2009;1-16.
Moss WJ, Fisher C, Scott S, Monse M, Ryon JJ, Quinn C, et al.
HIV Type 1 Infection Is a Risk Factor for Mortality in Hospital
Zambia Children with Measles. Clin Infect Dis, 2008;46:523-7.
World Health Organization. Guidelines for the clinical management of HIV infection in Children.WHO Document WHO/GPA/
IDS/HCS/93.3 Geneva:WHO;1993.
Bedri A, Lulseged S. Clinical description of children with HIV/
AIDS admitted to a referral hospital in Addis Ababa. Ethiop Med
J. 2001;39(3):203-11.
RAND HEALTH. How Parental HIV Affects Children, RAND
2009. Available at: www.rand.org
Rakgoasi SD. HIV Counselling and Testing of Pregnant Women
Attending Antenatal Clinics in Botswana, 2001. Health Popul
Nutr 2005;23(1):58-65.
Connor EM, Sperling RS, Gelber R, Kiselev P, Scott G, OSullivan
MJ, et al. Reduction of Maternal-Infant Transmission of Human

48.

49.

50.

51.
52.

53.

54.

55.

56.

57.

Immunodeficiency Virus Type-1 with Zidovudine Treatment. N


Engl J Med 1994;331:1173-80.
Thisyakorn U, Kongphatthanayothin M, Sirivichayakul S,
Rongkavilit C, Poolcharoen W, Bien DD, et al. Thai Red Cross
zidovudine donation program to prevent vertical transmission
of HIV: the effect of the modified ACTG 076 regimen. AIDS,
2000;14:2921-7.
Kanshana S, Simonds RJ. National program for preventing
mother-child HIV transmission in Thailand: successful implementation and lessons learned. AIDS. 2002:16: 953-9.
Dorenbaum A, Cunningham CK, Gelber RD, Culnane M,
Mofenson L, Britto P, et al. Two-Dose Intrapartum/Newborn
Nevirapine and Standard Antiretroviral Therapy to Reduce Perinatal HIV Transmission. A Randomized Trial. JAMA.
2002:288:189-98.
Damania KR, Tank PD. Prevention of mother to child transmission of HIV infection. J Obstet Gyncol India, 2006; 56:390-5.
Coovandia HM, Rollins NC, Bland RM, Little K, Coutsoudis A,
Bennish M, et al. Mother-to chilled transmission of HIV-1 infection during exclusive breatfeeding in the first 8 months of life; an
intervention cohort study. Lancet. 2007; 369:1107-16.
Fadnes LT, Engebretsen IMS, Wamani H, Wangisi J, Tumwine
JK, Tylleskar T. Need to optimize infant feeding counseling: A
cross-sectional survey among HIV-positive mothers in Eastern
Uganda. BMC Pediatrics. 2009;9:2.
Coutsoudis A, Coovadia HM, Wilfert CM. HIV, infant feeding
and more perils for poor people: New WHO guidelines encourage
review of formula milk policies. Bull WHO. 2008;86(3):210-4.
Israel-Ballard KA, Maternowska MC, Abrams BF, Morrison P,
Chitibura L, Chipato P, et al. Acceptability of Heat Treating
Breast Milk to Prevent Mother-to Chlild Transmission of Human Immunodeficiency Virus in Zimbabwe: A Qualitative Study. J
Hum Lact. 2006;22(1):48-60.
Rie AV, Mupuala A, Dow A. Impact of the HIV/AIDS Epidemic
on the Neurodevelopment of Preschool-aged Children in Kinshsa,
Democratic Republic of the Congo. Pediatrics.2008;122:e123e128.
Middelkoop K, Bekker LG, Myer L, Dawson R, Wood R. Rates of
Tuberculosis Transmission to Children and Adolescents in a Community with a High Prevalence of HIV Infection among Adults.
Clin Infect Dis.2008;47:349-55.
FE/ZN

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai