Antropologi Kesehatan Dan Ekolog2
Antropologi Kesehatan Dan Ekolog2
Paleopatologi
Ahli-ahli patologi dan aantomi banyak belajar mengenai penyakit-penyakit dan luka-luka pada manusia
purba. Umumnya hanya penyakit yang yang menunjukkan bukti-bukti nyata yang dapat di identifikasi.
Contoh,kerusakan pada tulang. Jaringanjaringan lunak pada mummi yang di awetkan secara alamiah
maupun secara buatan menunjukkan banyaknya tentang penyakit-penyakit infeksi. Namun, pendekatan
ini telah ditinggalkan. Cockburn telah menganjurkan penelitian baru yang menunjukkan jenis-jenis
pembuktian yang harus di peroleh, sebagai konsekuensi dari penggunaan teknik histology yang lebih
maju.Teknik terbaru adalah penggunaan kotoran manusia (coprolites) yang apabila disusun kembali dapat
memberikan informasi mengenai ada tidaknya parasit intestine, biji-bijian atau gandum yang dimakannya.
Peninggalan-peninggalan tulang dan jenis-jenis luka menerangkan kepada kita kemungkinan adanya
kanibalisme, peperangan dan aspek lainnya dalam kehidupan. Luka akibat senjata merupakan jenis luka
yang paling umum yang terdapat pada tulang-tulang.Namun, tipe-tipe dan distribusi dari luka lain
juga memungkinkan kta untuk mengambil kesimpulan tentang bentuk budaya yang lebih bersifat prosaik.
Kuburan Anglo-Saxon menunjukkan tentang banyaknya fraktur kaki yang seringkali hanya terdapat pada
bagian tulang betis, tipe patah tulang yang disebabkan oleh kaki yang keseleo akibat jatuh. Wells
menginterpretasikan jenis patah tulang pada kuburan anglo-Saxon itu sebagai akibat jatuh ketika sedang
membajak tanah. Alas kaki yang kurang praktis sering menyebabkan mereka tersandung. Suatu
perbandingan dari fraktur-fraktur orang Anglo-Saxon dengan orang Nubia zaman mesir kuno
menunjukkan perbedaan lingkungan dan perbedaan kebudayaan. Di kalangan ini fraktur kaki lebih jarang
di temukan. Fraktur di lengan atas ditemukan sekitar 30% dari tulang-tulang orang Nubia. Hal tentang
penyakit manusia purba dan adptasinya terhadap lingkungan dapat disimpulkan dari studi mengenai sisasisa masayarakat berburu dan meramu. Namun, penduduk primitif sebaiknya tidak dipandang sebagai
sampel yang bertahn pada penduduk purba, dalam kenyataanya penduduk primitive yang ada pada masa
kini, hidup pada kondisi yang lebih mendekati kondisi dimasa lalu di derah luas, di bandingkan dengan
kehidupan kehidupan dengan komuniti yang lebih maju, dan pola penyakit mereka mungkin lebih
mendekati pola penyakit manusia purba daripada pola penyakit manusia modern. Kesimpulannya adalah
bahwa banyak penyakit modern tidak terdpat pada penduduk purba dan spectrum dari penyakit yang
menyerang manusia sepanjang perkembangannya mungkin lebih kecil daripada apa yang telah kita alami
pada masa sejarah. Sakitnya manusia purba disebabkan oleh jenis pathogen dan factor lingkungan yang
jumlahnya lebih sedikit dari yang di alami masyarakat modern. Pada masa prehistori, populasi masyarakat
berburu meramu jumlahnya sedikit, terlalu kecil jumlahnya untuk membentuk reservoir bagi
kelangsungan eksisitensi bagi penyakit-penyakit infeksi. Karenanya seleksi alamiah lebih terbuka bagi
pathogen yang dapat hidup dalam hubungan bersama dengan perantara mereka, dan pathogen yang dapat
hidup walaupun jauh dari perantaranya. Kesehatan masyarakat berburu dan meramu juga banyak di
pengaruhi karena kebiasaan mereka nomadik. Jumlah orang yang sedikit yang senantiasa berpindah,
kecil kemungkinannya untuk menginfeksi dirinya sendiri akibat kotoran mereka sendiri atau akibat halhal lain. Penemuan pertanian telah menambah jenis dan frekuensi penyakit yang diderita manusia.
Hubungan manusia yang akrab dengan ternak yang mungkin sekali menularkan pathogen baru. Seperti,
virus cacar air bentuknya amat mirip dengan virus cacar sapi.
Munculnya gen yang memberikan resistensi terhadap malaria adalah salah satu contoh yang dramatis
dari proses evolusi. Pada tahun-tahun terakhir, orang amerika telah membaca mengenai suatu penyakit
baru
bagi mereka, yang di kenal sebagai anemia sel sabit yang terutama menulari orang-orang kulit
hitam di
bandingkan dengan kelompok ras lainnya.
Di lingkungan lain, cirri sel sabit bukan merupakan ancaman, malah merupakan karakterisitk yang
diinginkan karena di daerah malaria, ciri tersebut memberi proteksi yang tinggi bagi individu yang
menghadapi
gigitan nyamuk anopheles.
Terdapat kolerasi kuat yang positif anatara penyakit malaria endemic dan cirri sel sabit. Namun, ada
kelompok yang memiliki frekuensi rendah dari cirri sel tersebut. Hal itu khususnya menunjukkan
karakteristik
dari sisa-sisa penduduk tertua yang dikenal di afrika barat yang banyak diantaranya terpaksa menyingkir
ke
pinggiran hutan rimba, akibat datangnya para imihran dari arah timur. Penduduk asli rimba raya itu
hampir
tidak ada yang mnederita penyakit malaria. Disebabkan karena anopheles gambiae tidak dapat
berkembang di
genangan air yang sangat terlindung dari sinar matahari .
Dengan adanya populasi pertanian menetap dan penebangan hutan untuk bercocok tanam, maka
tercptalah kondisi yang ideal bagi anopheles gambiae. Ciri sels abit yang sudah ada di kalangan penduduk
Bantu yang memanfaatkan teknik baru tersebut, dengan demikian mendapat keuntungan selektif terhadap
gen yang bukan sel sabit karena adanya imunitas relative dan mungkin frekuensinya bertambah secara
berarti.
Misteri Kuru
Penyakit kuru ditemukan pada sekelompok penduduk yang mempunyai kesatuan linguistic,
yakni
penduduk Fore Selatan di Dataran Tinggi Timur Papua Nugini. Suatu ciri yang mencolok adalah
pemisahan
antara kehidupan kaum pria dan kaum wanita. Kaum pria terdiam, makan dan tidur, dan
menghabiskan
sebagian besar waktu dalam perdebatan hokum adat, pertentangan, perang, dan upacaraupacara.
Sementara itu para istri yang melakukan pekerjaan yang menyangkut pertanian.
Penyakit kuru menunjukkan karakteristik epidemiologis yang tidak lazim. Penderitaanya sama sekali
terbatas pada kaum wanita dan anak-anak saja. Hampir sepatuh dari kematian wanita dewasa serta anakanak antara umur lima hingga enam belas tahun, diakibatkan oleh penyakit kuru.
Penyakit kuru ditandai oleh deteriorisasi progresif padap usat system Syaraf yang mengarah pada
kelumpuhan otak dan seringkali ketidakmampuan untuk menelan. Kematian umumnya terjadi antara 6
hingga
12 bulan setelah munculnya gejala-gejala pertama, sebagai akibat dari komplikasi seperti kelaparan,
radang
paru-paru atau lecet-lecet punggung.
yang terdapat di lingkungan tempat tinggal mereka. Namun dalam kehidupan kota, kerena
tergiur oleh
minuman-minuman botol, gula-gula dan makanan pabrik yang berkarbohidrat tinggi, kearifan itu menjadi
tak
berarti.
Program-program Kesehatan Masyarakat
Di Malaysia Utara, penyemrotan pada rumah2 sebagian besar membunuh vektor-vektor
malaria
setempat yang hidup di dalam rumah. Pada tahun 1959, jagung kuning dari Cuba diperkenankan didaratan
timur Bolivia. Jagung tersebut yang lebih unggul bagi perbaikan makanan manusia dan hewan.di
kepulauan
Ryukyu,dalam rangka mencegah trachoma, anak-anak sekolah didaerah-daerah yang airnya cukup banyak
diwajibakan mencuci tangan dan muka mereka sebelum diperbolehkan makan.