Anda di halaman 1dari 23

ABSTRAK

Kesehatan adalah hak setiap individu manusia (Human right) dan negara menjamin
kesehatan setiap penduduknya sebagaimana yang tertera dalam UUD 45 (Fundamental
right). Berbagai upaya pemerintah untuk membangun kesehatan masyarakat salah satunya
dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui dibentuknya BPJS Kesehatan
yang mulai beroperasi pada awal tahun 2014 lalu.
Dalam sistem BPJS Kesehatan sebagai sebuah sistem asuransi pada umumnya,
peserta jaminan kesehatan memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
terbaik. Untuk menjamin keteraturan dan optimalisasi dalam pelayanan, BPJS Kesehatan
mengatur tentang sistem hirarki dalam pelayanan kesehatan yakni paserta agar memulai
berobat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Ada beberapa jenis FKTP yang
dapat digunakan oleh para peserta jaminan kesehatan, salah satunya adalah Puskesmas.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatanyang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan

tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

upaya promotifdan

masyarakat yang setinggi-tingginya

diwilayah kerjanya.
Puskesmas dalam menjalankan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan tentu
tidak terlepas dari pelayanan kefarmasian. Untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang
dilakukan di Puskesmas tersebut berjalan dengan baik maka diperlukan suatu standar
pelayanan. Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas mencakup pengelolaan obat dan
bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik.
Kata kunci: JKN, Kesehatan, Standar Pelayanan Kefarmasian, Puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jaminan Kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. BPJS kesehatan merupakan badan
penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai beroperasional pada
tahun 2014. Pelayanan kesehatan kepada peserta JKN meliputi beberapa tingkat
fasilitas kesehatan. Puskesmas, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama,
rumah sakit kelas D pratama atau yang setara adalah fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang berfungsi menyelenggarakan
pelayanan kesehatan bagi peserta JKN (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013).
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama terdistribusi lebih
besar dibandingkan dengan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sehingga akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan lebih tinggi. Hal ini menjadikan peran
puskesmas sangat krusial yaitu sebagai kontak pertama kepada masyarakat untuk
memberikan pelayanan kesehatan dasar. Puskesmas yang berfungsi optimal dalam
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar kompetensinya akan
meningkatkan kualitas kesehatan peserta, mampu menurunkan angka kesakitan dan
mengurangi kunjungan peserta ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (BPJS
Kesehatan, 2014). Jumlah Puskesmas di Indonesia bertanggal 1 November 2015
adalah sebanyak 9.799 puskesmas. (BPJS-kesehatan.go.id)
Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama menerima dana kapitasi dari
BPJS kesehatan untuk dimanfaatkan seluruhnya sebagai pembayaran jasa pelayanan
kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Pembayaran jasa
pelayanan kesehatan yang termasuk dalam dana kapitasi dapat diberikan kepada
tenaga kesehatan yang merupakan sumber daya manusia (SDM) yang melakukan
pelayanan kesehatan di puskesmas (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).
Sumber daya manusia (SDM) sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi untuk
sebuah kemajuan organisasi tersebut. SDM memiliki peran vital bagi pencapaianpencapaian tujuan organisasi berdasarkan sistem yang berlaku. Apoteker dan tenaga

teknis kefarmasian merupakan SDM yang melakukan pelayanan kefarmasian di


puskesmas. Pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan di puskesmas meliputi
pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik yang
didukung oleh sarana dan prasarana serta SDM (Peraturan Menteri Kesehatan RI,
2014).
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan pelayanan kesehatan menyeluruh yang berperan penting
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Apoteker di
Puskesmas harus mampu bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan berperan
aktif dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian sehingga dapat menjamin
efektivitas, keamanan, efisiensi obat, dan meningkatkan penggunaan obat yang
rasional kepada pasien. untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian yang
dilakukan di Puskesmas, maka diperlukan suatu standar pelayanan. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dijelaskan tentang standar pelayanan kefarmasian di
Puskesmas sebagai bagaian dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
B. Tujuan
1. Menggali potensi besar peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di era JKN
2. Memahami standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas sebagai salah satu FKTP

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) adalah fasilitas kesehatan yang


melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat nonspesialistik untuk
keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis, perawatan, pengobatan
dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. FKTP terdiri atas:
a) puskesmas atau yang setara;
b) praktik dokter;
c) praktik dokter gigi;
d) klinik pratama atau yang setara; dan
e) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
FKTP yang dimaksud adalah milik pemerintah dan pemerintah daerah serta
milik swasta yang memenuhi persyaratan wajib bekerja sama dengan BPJS
kesehatan. Kerja sama yang dimaksud melalui perjanjian kerjasama anatar BPJS
kesehatan dengan kepala kesehatan kabupaten/kota dan/atau pimpinan FKTP.
B. PUSKESMAS
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatanyang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotifdan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah

kerjanya.
Setiap puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara yang bekerjasama
dengan BPJS kesehatan harus memenuhi persyaratan :
a. Memiliki perawat
b. Memiliki bidan dan/atau jejaring bidan
c. Memiliki tenaga administrasi
d. Memenuhi kriteria akredensialing atau rekredensialing
e. Memberikan pelayanan rawat jalan tingkat pertama sesuai peraturan
f.
g.
h.

perundang-undangan
Memberikan pelayanan obat
Memebrikan pelayanan laboratorium tingkat pertama
Membuka waktu pelayanan minimal 8 (delapan) jam setiap hari dan
memberikan pelayanan darurat luar jam pelayanan.

Puskesmas yang telah memenuhi persyaratan memperoleh pembayaran dengan


besaran tarif kapitasi yang didasarkan

pada jumlah dokter, rasio jumlah

dokter dengan jumlah peserta, ada atau tidaknya dokter gigi,

dan waktu

pelayanan.
C. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi :
a. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan salah satu kegiatan
pelayanan kefarmasian, yang dimualai dari satu kegiatan perencanaan,
permintaan,

penerimaan,

pemyimpanan,

penditribusian,

pengendalian,

pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah


untuk menjamin kelangsungan etersediaan dan keterjangkauan obat bahan medis
habis

pakai

yang

efisien,

efektif

dan

rasional,

meningkatkan

kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan system informasi


manajemen dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Kepala ruang farmasi di puskesmas memepunyai tugas dan tanggung jawab
untuk menjamin terlaksananya pengelolaan obat dan bahan medis pakai yang
baik.
Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan :
a) perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang
mendekati kebutuhan;
b) meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c) meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

Perencanaan
Puskesmas

kebutuhan Obat dan

setiap

Bahan Medis Habis Pakai di

periode dilaksanakan

oleh

Ruang

Farmasi

di

Puskesmas.
Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya,
data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN)

dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus

melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas


dokter gigi,

seperti dokter,

bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan

dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Obat per tahun
berjenjang

(bottom-up).

Puskesmas

diminta

dilakukan secara
menyediakan

data

pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar


Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya

Instalasi

Farmasi

Kabupaten/Kota

akan

melakukan

kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas di

wilayah

kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan


waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.
2. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
memenuhi

kebutuhan

Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di

Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan

yang telah dibuat.

Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan


ketentuan

peraturan

perundang-undangan

dan

kebijakan pemerintah

daerah setempat.
3. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam
menerima Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.

Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan


berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang
terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas

ketertiban

penyimpanan,

Obat dan

pemindahan,

pemeliharaan

dan penggunaan

Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.


Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti,
jenis dan jumlah Obat, bentuk Obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO),
ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas.
Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan
keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari Obat yang diterima disesuaikan
dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak
hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan Obat
dan

Bahan

Medis Habis

Pakai

dengan mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:
a) bentuk dan jenis sediaan;
b) stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c) mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d) narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
5. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan
pengeluaran dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi
Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya
adalah untuk

memenuhi kebutuhan

Obat sub

unit

pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis,

mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas dan
jaringannya antara lain :
a) Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
b) Puskesmas Pembantu;
c) Puskesmas Keliling;
d) Posyandu
e) Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor
stock), pemberian Obat per
kombinasi,

sedangkan

sekali minum (dispensing dosis unit)

pendistribusian

ke

jaringan

atau

Puskesmas

dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan (floor


stock).
6. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan

sehingga tidak terjadi kelebihan

dan

kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.


Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di
unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Obat terdiri dari :
a) Pengendalian persediaan;
b) Pengendalian penggunaan; dan
c) Penanganan Obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib,
baik Obat dan Bahan

Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan,

didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.


Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
a) Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah
dilakukan;
b) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan
c) Sumber data untuk pembuatan laporan.
8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a) mengendalikan dan menghindari terjadinya

kesalahan

dalam

pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat


menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b) memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
c) memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
b. Pelayanan farmasi klinik
1) Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan perundangan

yang

berlaku.Pelayanan

proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis

resep

adalah

yang harus

dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan


penyerahan obat kepada pasien. Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut :
a) Penerimaan Resep
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter,
nomor surat izin praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter,
tanggal, penulisan resep, nama obat, jumlah obat, cara penggunaan,
nama pasien, umur pasien, dan jenis kelamin pasien.
Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis,
potensi, stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
Pertimbangkan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi
dan kesesuaian dosis.
Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada
resep atau obatnya tidak tersedia
b) Peracikan Obat
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
menggunakan alat, dengan memperhatikan nama obat, tanggal
kadaluwarsa dan keadaan fisik obat
Peracikan obat

Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna
biru untuk obat luar, serta menempelkan label kocok dahulu
pada sediaan obat dalam bentuk larutan
Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang
salah.
c) Penyerahan Obat
Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus

dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada

etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat.


Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik dan sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak

sehat mungkin emosinya kurang stabil.


Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau

keluarganya
Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain
yang terkait dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat,
makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek
samping, cara penyimpanan obat, dll.

2) Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya
penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat
adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia
(ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan
Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari
setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
Nama dagang obat jadi
Komposisi
Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
Dosis pemakaian
Cara pemakaian

Khasiat atau kegunaan


Kontra indikasi (bila ada)
Tanggal kadaluarsa
Nomor ijin edar/nomor registrasi
Nomor kode produksi
Nama dan alamat industri

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :


a) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan
dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam
hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.
b) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun

sudah

terasa

sembuh.

Obat

antibiotika

harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.


c) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan.
d) Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara
penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu
seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat
semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan
3)
4)
5)
6)
7)

tablet vagina.
Konseling
Ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap);
Pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
Pemantauan terapi Obat; dan
Evaluasi penggunaan Obat.

Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas perlu


dilakukan monitoring
merupakan

dan evaluasi

kegiatan pemantauan

kegiatan
terhadap

secara berkala.
pelayanan

Monitoring

kefarmasian

dan

evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri.


Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan
informasi obat kepada pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan

kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas


selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di
Puskesmas, antara lain :
Sumber daya manusia (SDM)
Pengelolaan
sediaan
farmasi

(perencanaan,

pengadaan, penerimaan dan distribusi)


Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan

dasar

kelengkapan

perencanaan,
resep,

skrining

resep, penyiapan sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan


obat

yang disertai informasinya serta pemantauan pemakaian obat bagi

penderita penyakit tertentu seperti TB, Malaria dan Diare)


Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen)

Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada


indikator

yang digunakan.

mengukur

tingkat

Indikator

yang

dapat

digunakan

dalam

keberhasilan pelayanan kefarmasian di Puskesmas antara

lain :
Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket melalui
kotak saran atau wawancara langsung
Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan)
Prosedur tetap (Protap) Pelayanan Kefarmasian : untuk menjamin mutu
pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan
Daftar tilik pelayanan kefarmasian di Puskesmas
D. PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan
mencegah

terjadinya

masalah

terkait

Obat

atau

kegiatan

mencegah

untuk

terjadinya

kesalahan pengobatan atau kesalahan pengobatan/medikasi (medication error),


yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
b.
c.

ketersediaan dana, dan Standar Prosedur Operasional.


Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama.
Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon
dan tingkat pendidikan masyarakat.

Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan program


pengendalian mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara
berkesinambungan. Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
b.

c.

untuk peningkatan mutu sesuai standar.


Pelaksanaan, yaitu :
1) monitoring dan evaluasi capaian

pelaksanaan

rencana

kerja

(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja); dan


2) memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1) melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
2) meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung

untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan.


Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang melakukan proses.
Aktivitas monitoring perlu
pemantauan. Contoh: monitoring

direncanakan
pelayanan

untuk mengoptimalkan hasil


resep,

monitoring

penggunaan

Obat, monitoring kinerja tenaga kefarmasian.


Untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian,
dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang
diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara, dan teknik pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
a. Retrospektif
pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan. Contoh: survei
b.

kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.


Prospektif
pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan

kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan kebutuhan.


Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
a. Langsung (data primer):
data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.
Contoh: survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan kefarmasian.
b. Tidak Langsung (data sekunder):
data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung.
Contoh: catatan penggunaan Obat, rekapitulasi data pengeluaran Obat.
Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi menjadi:

a.

Survei
Survei yaitu

pengumpulan

data

dengan

Contoh: survei kepuasan pelanggan.


b. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung
menggunakan cek

list

menggunakan

aktivitas

atau

kuesioner.

proses

dengan

atau perekaman. Contoh: pengamatan konseling

pasien.
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan
kinerja yang berkaitan

dengan standar

yang dikehendaki dan dengan

menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh karena itu, audit merupakan alat


untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan kefarmasian secara
sistematis. Terdapat 2 macam audit, yaitu:
1) Audit Klinis
Audit Klinis yaitu analisis kritis sistematis
kefarmasian,

meliputi prosedur

terhadap

yang digunakan

untuk

pelayanan
pelayanan,

penggunaan sumber daya, hasil yang didapat dan kualitas hidup pasien.
Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis bukti.
2) Audit Profesional
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian oleh
seluruh tenaga kefarmasian terkait dengan pencapaian sasaran yang
disepakati, penggunaan
b.

sumber

daya dan hasil yang diperoleh.

Contoh: audit pelaksanaan sistem manajemen mutu.


Review (pengkajian)
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan
pelayanan kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh: kajian
penggunaan antibiotic.

E. KAPITASI UNTUK PUSKESMAS


Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan jaminan kesehatan,
BPJS kesehatan selain mengembangkan sistem pelayanan kesehatan juga
mengembangkan sistem ke dalam pelayanan mutu di sistem pembayaran pelayanan

kesehatan melalui pola pembayaran kapitasi kepada fasilitas kesehatan tingkat


pertama (FKTP).
Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka
oleh

BPJS

Kesehatan

kepada

Fasilitas

Kesehatan

Tingkat Pertama

berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan


jumlah

pelayanan

kesehatan

yang diberikan. Pembayaran kapitasi berbasis

pemenuhan komitmen pelayanan. Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara


memperoleh dana kapitasi dengan tarif kapitasi berdasarkan pada jumlah dokter,
ratio jumlah dokter dengan jumlah peserta, ada atau tidaknya dokter gigi, dan
waktu pelayananan.
Standar tarif kapitasi yang diberikan oleh BPJS kesehatan kepada FKTP
ditetapkan sebagai berikut:
1) puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.3.000,00 (tiga ribu
rupiah) sampai dengan Rp.6.000,00 (enam ribu rupiah);
2) rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas
kesehatan yang setara sebesar Rp.8.000,00 (delapan ribu rupiah) sampai
dengan Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); dan
3) praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp.2.000,00 (dua ribu rupiah)
Keuntungan dan Kelemahan Sistem Kapitasi
Kapitasi juga memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan kapitasi di
antaranya adalah :
RS dapat jaminan adanya pasien (captive market)
RS mendapat kepastian dana di awal tahun/kontrak
Bila berhasil mengefisienkan pelayanan akan mendapat keuntungan
Dokter dapat lebih taat prosedur karena obat yang diberikan pasti tidak multiple
Promosi dan prevensi akan lebih ditekankan.
Namun masih ada juga kelemahan dari kapitasi, yaitu :
Cenderung underutilization. Maksudnya bias terjadi pengurangan fasilitas yang
diberikan pada pasien untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya
Bila dokter belum memahami biasanya mendaptkan konflik
Bila peserta tidak banyak ada resiko kerugian.
Ada beberapa cara untuk mengurangi efek dari kelemahan yang ada, yaitu :
1) Utilization review harus kuat

2) Standar terapi disusun serius dan ditaati


3) Dokter harus sadar biaya. Perlu pelatihan khusus untuk hal ini.

Syarat perolehan dana kapitasi bagi puskesmas


Besar Dana Kapitasi
Rp.3.000
Rp. 3.250
Rp. 3.500
Tidak
Tidak memiliki Memiliki
memiliki
dokter
Tidak
memiliki
dokter umum
Membuka

dokter

memiliki 1 orang
dokter
Memiliki 2 orang
dokter
dokter

pelayanan

sedikit

jam setiap hari

orang

dokter

dokter

dengan

dengan

perbandingan

perbandingan

paling

paling banyak

dengan

perbandingan

waktu
kurang dari 24

atau

Rp. 4.000
Rp. 4.500
2 Memiliki 1 orang Memiliki

5000 peserta
3
1 Memiliki

paling

orang dokter
1
500 Memiliki
orang dokter

banyak

5000 peserta
Memiliki 2 orang
dokter

dengan

perbandingan

dokter

paling

sedikit

5001

dpaling sedikit

sampai

paling

dokter gigi
5.001 peserta
Pelayanan kurang Memiliki
2

banyak

15.000

peserta
Tidak memiliki

dari 24 jam setiap


hari

peserta peserta
dokter dengan Memiliki 3 dokter
pserta paling
dengan
pserta
sedikit 15.001
paling
sedikit
dan pelayanan

20.001 dan paling

24 jam setiap

sedikit

hari

dokter

Rp. 5000
Paling

Rp. 6.000
sedikit Dokter

dokter 2
Tidak memiliki

memiliki 3 dokter

paling

dengan

dengan

dokter gigi
Membuka

perbandingan
orang

waktu
pelayanan

24

jam setiap hari

dengan

dokter
5000

spesialis
sedikit

perbangdingan

3
1

orang dokter paling


banyak

5000

peserta
peserta
Tidak memiliki Dokter gigi paling
dokter gigi
sedikit 1
Pelayanan 24 jam Waktu pelayanan
setiap hari

24 jam setiap hari

gigi
Tidak

memiliki

dokter gigi
Pelayanan
kurang
dari 24 jam setiap
hari

BAB III
KESIMPULAN

Kesehatan menjadi kebutuhan primer bagi setiap individu. Di era JKN, masyarakat
berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dari para petugas kesehatan.
Pelayanan kesehatan tersebut mencakup juga pelayanan kefarmasian. Untuk menjamin
bahwa masyarakat memperoleh pelayanan kefarmasian yang baik maka diperlukan suatu
standar pelayanan. Standar pelayanan kefarmasian mencakup pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Standar pelayanan kefarmasian tersebut
harus dilaksanakan demi pengobatan pasien yang rasional serta mencegah terjadinya
medication error.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Menteri Kesehatan Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Jakarta:

2.

Departemen Kesehatan.
Menteri Kesehatan Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

3.

Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, Jakarta : Departemen Kesehatan.


Menteri Kesehatan Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi JKN untuk Jasa Pelayanan
Ksehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

4.

Milik Pemerintah Daerah, Jakarta : Departemen Kesehatan.


Peraturan BPJS Nomor 2 tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan
Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas

5.

Kesehatan Tingkat Pertama, Jakarta.


BPJS-kesehatan.go.id (diakses pada tanggal 21 Desember 2015)

LAMPIRAN

Lampiran I. Tabel Norma Penetapan Besaran Tarif Kapitasi Puskesmas Atau


Fasilitas Kesehatan Yang Setara Oleh Bpjs Kesehatan
Rasio DokterPeserta
NO

Sumber Daya Manusia

1:5.00

1:>5.000- 1:>15.000-

WaktuPelayanan

1:>20.000

TarifKapitasi

0
1

DOKTER

Rp.6.000

3
2

DOKTER

Rp.5.000

3
3

DOKTER

Rp.4.500

3
4

DOKTER

Rp.4.000

3
5

DOKTER

Rp.5.000

3
6

DOKTER

Rp.4.500

3
7

DOKTER

Rp.4.000

3
8

DOKTER

Rp.4.000

3
9

DOKTER

Rp.4.500

2
10

DOKTER

Rp.4.000

2
11

DOKTER

Rp.3.500

2
12

DOKTER

Rp.3.500

2
13

DOKTER

Rp.4.000

1
14

DOKTER

Rp.3.500

1
15

DOKTER

Rp.3.500

1
16

DOKTER

Rp.3.500

RasioDokterPeserta

WaktuPelayanan

No

Sumber Daya Manusia

1:5.000

1:>5.000- 1:>15.000-

1:>20.000

TarifKapitasi

17

DOKTER
3

Rp.3.500

18

DOKTER
3

Rp.3.500

19

DOKTER
3

Rp.3.500

20

DOKTER
3

Rp.3.500

21

DOKTER
3

Rp.3.500

22

DOKTER
3

Rp.3.500

23

DOKTER
3

Rp.3.500

24

DOKTER
3

Rp.3.500

25

DOKTER
2

Rp.3.500

26

DOKTER
2

Rp.3.250

27

DOKTER
2

Rp.3.250

28

DOKTER
2

Rp.3.250

29

DOKTER
1

Rp.3.250

30

DOKTER
1

Rp.3.250

31

DOKTER
1

Rp.3.250

32

DOKTER
1

Rp.3.250

33

DOKTER
0

Rp.3.250

34

DOKTER
0

Rp.3.000

Anda mungkin juga menyukai