KELOMPOK IV
Maria Kristiani S.
(201211071)
Montania D.F
(201211077)
Nuliti
Putri Istiqomah
Ria Enes A.
(201211096)
Riska Anggraini
(201211102)
Sara Kurniasari
(201211108)
(201211114)
Winda Kusumawati
(201211120)
(201211126)
Yuliani
(201211132)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf pusat bukan hanya bertanggung jawab terhadap pengaturan
sistem-sistem tubuh,kapasitas adaptif, tetapi juga berkenaan dengan aspek kesadaran
diri .Untuk dapat menerapkan proses keperawatan pada pasien dengan gangguan
neurologi membutuhkan pengetahuan tentang struktur dan fungsi dari sistem
persyarafan. Sistem persyarafan bekerja sebagai sistem elektrik dan konduksi yang
berkerja mengatur dan mengendalikan semua kegiatan tubuh. Sebagai mahasiswa
keperawatan penting untuk mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan
keterbatasan
fungsi
persarafan
untuk
membantu
membangkitkan
respon
BAB II
Pengkajian secara umum
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, usia (pada masalah disfungsi neurologis kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, MRS, nomer rekam medis, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama klien biasanya akan segera terlihat bila sudah terjadi disfungsi
neurologis. Keluhan yang sering muncul adalah : kelemahan ekstremitas sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, kejang (konvusi), sakit kepala hebat,
nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, tingkat kesadaran menurun (GCS kurang dari
15) akral dingin, dan ekspresi takut.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Ketahui riwayat penyakit masa lalu klien. Beberapa pertanyaan yang megarah pada
riwayat penyakit dahulu dalam pengkajian neurologis adalah
Koma adalah keadaan saat suatu aksi sama sekali tidak dibalas dengan reaksi.
Koma kortikal bihemisferik adalah gangguan sehingga tingkat kesadaran
menurun sampai tingkat terendah akibatneuron pengemban kewaspadaan
sama sekali tidak berfungsi.
Koma diensefalik adalah gangguan sehingga tingkat kesadaran menurun
sampai tingkat terendah akibat neuron pembangkit kewasapadaan tidak
berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaanKoma keduanya
bisa bersifat supratentorial atau infratentorial.
Kualitas kesadaran adalah parameter paling mendasar dan penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Fungsi Intelektual
Pengkajian ini mencakup kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan
mamanfaatkan pengalaman. Lesi serebral yang bersifat bilateral dan difusi sangat
menentukan pelaksanaan intelektual umum. Sedangkan Lesi yang bersifat lokal dapat
menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus. Klien yang mengalami kerusakan
otak tidak mampu untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang kecil
(rumit/kompleks) dan mengalami kesulitan menangkap makna suatu stimulus.
Pengkajian yang dilakukan adalah
1.
2.
3.
4.
5.
Daya Pikir
Priguna Sudharta (1985) dalam Muttqin (2008) menjelaskan alam pikiran atau jalan
pikiran hanya dapat dinilai dari ucapan-ucapannya. Pengkajiannya adalah
Apakah klien bersifat spontan, alamiah, jernih, relevan, dan masuk akal?
Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan, dan keasyikan sendiri?
Apa yang menjadi pikiran klien?
Status Emosional
Pengkajian emosional bisa dilihat dari :
1. Apakah tingkah laku klien alamiah, datar, peka, pemarah, cemas, apatis, atau
euforia..?
2. Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal atau iramanya tidak
dapat di duga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
3. Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata atau isi dari pikirannya?
4. Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan komunikasi
nonverbal?
Penilaian harus dilakukan secara pengertian melihat latar belakang klien seperti
pendidikan, agama, dan faktor lain. Kecemasan dan ketegangan dapat terlihat dari
sikap dan tingkah laku klien. Mata yang tidak tenang, warna wajah kemerahan,
berkeringat, serta gemetar bisa mengungkapkan kecemasan dan ketegangan.
Kemampuan Bahasa
Pada pengkajian ini mungkin perawat menemukan
1. Disfasia/afasia
Yaitu defisiensi fungsi bahasa akibat lesi atau kelainan korteks serebri.
macam-macam
temporalis superior.
Disfasia Ekspresif (anterior) : klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat. Bicaranya tidak lancar. Dikarenakan karena ada lesi
pada bagian posterior girus frontalis inferior.
Penatalaksanaan Medis
a) Kraneotomi Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor,
mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi
b) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
c) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia
Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
d) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
e) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
f) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
g) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena
h) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark
Penatalaksanaan Farmakologi
Ceftriaxone.
Diuretic untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum
3 sampai 5 setelah infark serebral
Chloramphenicol
atau
kekurangan dopamin.
Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa,
inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah
dalam otak.
Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda
PATOFISIOLOGI
DISATRIA
Penyakit
Anosmia
trauma
Fraktur petrous
tulang temporal
CSS ke sel* udara
mastoid
Hemaparesis
Emboli, tumor
Hipertensi
Trauma,
Sumbatan PD
intraserebral
Perdarahan
TIK
Hemiksi
Hemiparesis
Monoparesis
Cidera, trauma
Virus
Sumbatan P.D
tulang belakang
PUSING
Belum makan
Ketidakseimbangan TIK
Nutrisi
saraf vagus
batang otak
O2
mual
Metabolisme otak
muntah
pons
Glukosa
pernafasan terganggu
Hipoglikemi
Otak kecil
ketidakseimbangan terganggu
pusing
medulla oblongata
RR
Otak tengah
sesak
mata berkunang-kunang
PAPIL EDEMA
Tekanan Intra Kranial
Vaskularisasi terganggu
otak tengah
TIO
hambatan
diskus optikus
Menekan
saluran
Edema
edema
Gangguan penglihatan
AFASIA
Gangguan cerebral
frontal
area brocca
sensorik
motorik
DISFAGIA
Penyumbatan
Gangguan saraf vagus
Reflek muntah dan menelan terganggu
Kelemahan otot-otot
Epiglottis terganggu
Tidak bisa mengkoordinasi / mengontrol makanan atau
minuman
Disfagia
ATAKSIA
a. Ataksia akut
Intoksitasi obat (narkotika )
Masuk ke otak
Meracuni otak/ melemahkan satu bagian otak
motorik
Ataksia akut
b. Ataksia kronik
tumor
terjadi penekanan
menekan sebagian/ seluruh lobus motorik
mempengaruhi impuls motoric anggota gerak/ ARAS &
farmatoretikularis
ataksia kronik
MUNTAH PROYEKTIL
Cidera kepala
TIK
Merangsang pusat muntah ( ventrikel IV )
Peregangan otot-otot intra abdomen
Peristaltic retrograde
Lambung penuh
Mual
PARAPLEGIA
Jatuh
tumor
trauma
Lesi medulla
spinalis
TETRAPLEGIA
Cidera
virus
Infeksi otak/ sumsum tulang belakang
lesi
gangguan pada c1-c4
kelemahan ekstremitas atas dan bawah
PARESTESIA FACIAL
Perubahan sensorik saraf perifer
Cidera saraf mengenai nervus
Adanya trauma saraf parasteri
Fungsi sensasi terganggu
Tindakan detoktomi
Tekanan berlebih pada jaringan
stress
Alchol
PATHWAY KASUS 1
Hipertensi
tak terkontrol
Emboli PD
diotak
PD terganggu
Suplai darah
keotak
berkurang
Otak defisit
glukosa & O2
kesadaran
Intoleran
aktivitas
iskemia
infark
12 saraf
kranial
Saraf K1
penciuman
anosm
Saraf
K5,9,10
Gangguan
menelan
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
disfa
Hemifer kiri
IQ
Daya
ingat
Hubungan
dengan orang
lain terganggu
Saraf K7
Ggn otot
ekspresi
wajah
Parastesi
Gg citra
a facial
tubuh
Ketidakefektifan perfusi
jaringan
PATHWAY KASUS 2
Cidera
kepala/benturan
fraktur tengkorak
Pembuluh darah
pecah
Epidural hematoma
menekan otak
Op. Kraniotomi
TIK meningkat
nyeri
menekan
pusat
kepala/pusing
nyeri
Cerebrum
peregangan
merangsangotot2
pusat
peristaltik
retrograde
intraabdomen
lambung
penuh
muntah
V&
IV
Resiko
infeksi
suplai O2kesadaran
menurun
tekanan intrathorakHipoksia
meningkat
menurun
infark
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
menggumam/gelisah
serebral
Mual
muntah
kekurangan
volume cairan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
PATHWAY KASUS 3
Bakteri, virus, faktor maternal, faktor pregiposisi,
faktor imunologi
Organisme masuk ke aliran
darah
Reaksi radang dalam miniens bawah
korteks
Meningitis
Trombus, aliran darah
cerebral
Eksudat purulen menyebar ke dasar
otak dan medula spinalis
Kerusakan
neurologis
Aktivitas
makrofag & virus
Pelepasan zat
pirogen
endogen
Merangsang
kerja berlebihan
dari PG E2 di
Instabil
Suhu
Hiperter
tubuh
Hipotalamus
Mengikuti
cairan darah
sitemik
CO2
Penyebaran
infeksi iskemik
Nutrisi
kurang
dari
Sepsis
Kejan
Malas
Menekan
saraf
Mual,
Refluk
Permeabilitas
vaskular pada
serebri
Penurunan
Transudasi
kapasitas
cairan
Volume
Edema
TIKtekanan
PATHWAY KASUS 4
Pada masa
kehamilan
Kekurangan asam
folat
Keturunan
Poliferasi sel
terganggu
Rontgen
tulang
Durameter, meningens
menonjol keluar pada
lumbal 4 dan 5
Spina bifida
meningomielocel
Menonjol
Spina bifida
Gangguan pada
ektremitas bawah dan
gangguan pada kandung
kemih
Meningomielocel pada
lumbal 4 dan lumbal 5
Pada lumbal 5
gerakan fleksi
Spina bifida
meningocel
Resiko
Gangguan
ektremitas bawah
Obrtuksi aliran
hidrosefalus
Gangguan
N,III
Perubahan
kepribadian,
psikis,
demensia, dan
konfusi akut
Kognitif
Persepsi
Kerusakan
komunikas
i verbal
Perubahan
proses
berfikir
Koping
individu
tidak
efektif
Gangguan
kontraksi
otot-otot
bola mata
Ganggua
n
konverge
Pandanga
n kabur
Perubahan
persepsi
sensorik
visual
Tremor
ritmik
bradikinesia
Ganggua
n N, VIII
Perubahan
gaya berjalan,
kekakuan
dalam
beraktivitas
Gangguan
Citra Diri
Hambatan
Mobilitas Fisik
Gangguan N, IX,
X
Penurunan
aktivitas
fisik umum
Kekuatan
Otot
Imobilisas
i
Risiko Disfungsi
Neurovaskular
Perifer
PATHWAY KASUS 6
Perubahan
Wajah &
sikap tubuh
Kesulitan
Menelan
Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
POSISI
TULANG
EKOR
NYERI SKALA 6
GERAKAN OTOT
PADA KANDUNG
KEMIH
GERAKAN
PERISTALTIK USUS
KONSTIPASI
TERABA DISTENSI
PADA KANDUNG
BAB III
ASKEP
KASUS 1
A.
Pengkajian
Format Pengkajian Klinik
Kamar/ruang
Tgl/waktu masuk RS
Tgl/waktu pengkajian
Cara pengkajian
I.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. Fauzi
Jenis Kelamin
: laki - laki
Umur
: 43th
TTL
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Suku
Alamat
II.
Identitas Penanggungjawab
Nama
Alamat
Hub.dengan pasien
III.
Riwayat imunisasi
Kebiasaan buruk
-
Riwayat alergi
1. Alasan masuk RS
Pre
Post
Keluhan Penyerta :
2. Tindakan/ terapi yang sudah diterima
V. Kebutuhan
a.
Oksigen
b.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Cairan
c.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Nutrisi
d.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Eliminasi Fekal
e.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Eliminasi urine
f.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Aktifitas
g.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Tidur
h.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Seksualitas
i.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Privasi dan interaksi social
sebelum sakit :
j.
sesudah sakit :
Pencegahan Masalah kesehatan
k.
sebelum sakit :
sesudah sakit :
Promosi kesehatan
sebelum sakit :
sesudah sakit :
TTV
TD
SUHU
:-
RR
HR
SATURASI
Head To Toe
a)
Kepala
Inspeksi
Kepala
Rambut
Kulit kepala
b)
Wajah
Inspeksi
Palpasi
c)
Mata
Inspeksi
Palpasi
d)
Hidung
Ispeksi
Palpasi
e)
Mulut
:
:
Ispeksi
f)
Telinga
Inspeksi
g)
Leher
Inspeksi
Palpasi
h)
Dada
Inspeksi
Palpasi
i)
Paru-paru
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
j)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
k)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Foto thorak
EEG ( Elektro Encephalografi)
Myelografi
Lumbal Pungsi
CT Scan
MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
VIII. Terapi
-
Infuse
obat
Kasus 1
Tn. Fauzi (43 th) dirawat di RS karena mengalami stroke in ivolution, kesadaran
somnolen, mata membuka jika dipanggil dan langsung tidur kembali ,mulut tidak
simetris miring kearah kiri, afasia motorik,mengalami hemiparase sinistra.
Mengalami anosmia, disfagia, parastesia facial. Klien lupa alamat rumahnya. Klien
memiliki hipertensi tak terkontrol, senang mengkonsumsi alcohol dan mudah stress.
Klien direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Saat ini posisi
pasien adalah head up 30o ,babinski positif pada kaki kanan ,kekuatan otot ektremitas
atas dan bawah kiri 3.wkstremitas bawah kanan 5. Hasil CT scan terdapat
iskemik/infrak hemisfer kanan.
ANALISA DATA
DO :
-kesadaran somnolen
-pendengaran klien
MASALAH
KEPERAWATAN
Ketidakaktifan
perfusi jaringan
perifer
(serebral,perifer)
ETIOLOGI
hipertensi
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Ketidakaktifan perfusi
jaringan perifer
berhubungan dengan
berkurang
hipertensi ditandai
dengan kesadaran
somnolen pendengaran
kanan.
ke arah kiri
-afasia motorik
-mengalami hemiparese
sinistra
kiri,afasia motorik,
-Mengalami anosmia
mengalami hemiparese
-Disfagia
sinistra,Mengalami
-parastesia fasial
anosmia, Disfagia
,parastesia fasial
kanan
kanan 5
INTERVENSI
NO Dp
1
Intervensi
1.monitor TTV
Rasional
1. Adanya perubahan
(TD,HR,RR,S)
2.monitor AGD, PCO2.
3.Pantau adanya tandatanda penurunan
2.
3.
5. Kolaborasi
pemeriksaan diagnostik
untuk diagnosa dan
monitoring
4.
5.
7. Evaluasi keadaan
motorik dan sensori
pasien
6.
7.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksaan Umum
a. Pada fase akut
- Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator.
- Monitor peningkatan tekanan intrakranial
- Monitor fungsi pernafasan: Analisa Gas Darah
- Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
- Evaluasi status cairan dan elektrolit
- Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikolvusan, dan cegah resiko
injuri
- Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan
- Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
- Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks
b.
-
2. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
3. Terapi obat-obatan
a. Stroke Iskemika
- Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen)
- Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau
alfa beta, kapatopril, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
KASUS 2
PENGKAJIAN KLINIK PADA PASIEN EPIDURAL HEMATOMA
Unit
:-
Kamar/ ruang
:-
:-
:-
Cara pengkajian
:-
I.
Identitas Klien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Tempat/tgl lahir
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Suku
Alamat
Dx
: Ny. Kayla
: Perempuan
:35 th
:::::::: Epidural Hematoma
II.
mengalami
kecelakaan
saat
V.
kepala.
Keluhan Utama
Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit
Saat Sakit
: tidak terkaji
: terpasang oksigen 2 L/nasal kanul
b. Cairan
Sebelum sakit
Saat Sakit
: tidak terkaji
: cairan dalam tubuh kurang karena klien
mengalami muntah
c. Nutrisi
Sebelum sakit
Saat Sakit
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit
Saat Sakit
: tidak terkaji
: nutrisi kurang, karena pasien muntah
: tidak terkaji
: tidak terkaji
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit
Saat sakit
: tidak terkaji
: tidak terkaji
f. Aktivitas
Sebelum sakit
Saat Sakit
: tidak terkaji
: aktivitas terganggu
g. Tidur
Sebelum sakit
Saat Sakit
h. Sexualitas
Sebelum sakit
Saat sakit
: tidak terkaji
: tidak terkaji
: tidak terkaji
: tidak terkaji
Pemeriksaan Fisik
: tidak terkaji
: tidak terkaji
A. keadaan sakit
pasien tampak sakit sedang
alasan : pasien mengalami cidera kepala hasil CT scan mengalami
epidural hematoma, klien muntah , kesadaran menurun dan insomnia.
GCS = 9, terpasang NGT dan kateter
B. Tanda-tanda Vital
tidak terkaji
C. Permeriksaan Sistematik
1) kesadaran menurun
2) diberi rangsangan nyeri klien mengumam, mata terbuka dan beusaha
VII.
VIII.
Terapi
( tidak terkaji)
stupor, koma
saraf kranial : adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot mata,
vertigo
kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrograt, gangguan
kasus 2
Ny. Kayla (35 tahun) mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil. kepala pasien
membentur setir dan mengalami cedera kepala. pada saat datang kesadaran klien
menurun, muntah dan mengalami insomnia, ketika diberi rangsangan nyeri klien
menggumam , mata terbuka dan tangan klien berusaha untuk menepis tangan
pemeriksa. Hasil CT scan klien mengalami epidural hematoma. Pasien saat ini post
kraniotomi hari 1, GCS = 9, klien terpasang NGT , kateter , oksigen 2 liter / nasal
kanul, klien berusaha melepaskan selang NGT.
Analisa data 1 :
Tgl/Jam
Data
DS:
kecelakaan
Etiologi
mengalami Trauma kepala
saat
Masalah kep.
Risiko
ketidakefektifan
mengendarai
mobil.
perfusi
kepala
pasien
otak
cedera
kepala.
DO: datang kesadaran
klien menurun, muntah,
Hasil CT scan klien
mengalami
epidural
jaringan
hematoma, GCS = 9
Diagnosa keperawatan:
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Trauma
Intervensi 1:
Kriteria Hasil
Intervensi
Ketidakefektifan perfusi
- evaluasi
jaringan serebral tidak
hasil
Rasionalisai
- dengan
GCS
mengevaluasi
GCS
tindakan
melihat
keperawatan
dapat
perkembangan
kriteria hasil :
penyakit pasien
adanya perubahan
tingkat kesadaran
compos mentis
tidak muntah
tidak
terjadi
4 jam sekali
pernafasan
lemah
epidural
-
yang
menunjukkan
hematoma
hasil GCS
kerusakan
-
pertahankan
kepala
derajat
30-45
derajat
up
dapat
memfasilitasi
dengan
menekuk
batang otak
dengan diberikan
posisi tidur 30-45
tempat
tidur
pada
otak
(posisi
30
derajat)
-
anjurkan
pasien
dengan
batuk/bersin keras
bersin
keras
terlalu
dan
BAB
dapat
mengejan
saat
meningkatkan
BAB
tekanan
intrakranial
lakukan aktivitas
keperawatan dan
aktivitas
Dengan
mengurangi
pasien
aktivitas perawat
seminimal
mungkin
mengurangi
stimulus
yang
akan menurunkan
-
kolaborasi dengan
dokter
TIK
dengan diberikan
untuk
obat
menurunkan TIK
pemberian
manitol
dan memperbaiki
sirkulasi darah ke
kolaborasi dengan
otak.
dengan diberikan
untuk
cairan
pemberian cairan
dapat
kristaloid
mempertahankan
dokter
tekanan
darah
sistolik
tidak
kurang
mmHg
Analisa Data 2 :
Tgl/ Jam
Data
DS: -
Etiologi
Kerusakan
DO:
integritas
Masalah kep.
Resiko Infeksi
kulit
1,
terpasang
kristaloid
dari
90
dan kateter
Diagnosa Keperawatan :
Resiko Infeksi b.d Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter), Trauma Jaringan
Intervensi 2 :
Kriteria Hasil
Infeksi tidak
setelah
Intervensi
terjadi
- monitor TTV tiap
dilakukan
tindakan
2 jam sekali
Rasional
dengan
suhu
keperawatan
dapat
menandakan
kriteria hasil :
terjadinya infeksi
pantau
tanda-
tanda infeksi
karena
pasien
menjalani
post
kraniotomi
hari
pertama
maka
akan
mengakibatkan
pasien
beresiko
untuk
terkena
infeksi
karena
luka
belum
tertutup sempurna
-
karena
pasien
lakukan
rawat
menjalani
post
luka
bersih
kraniotomi
hari
dengan
teknik
pertama
septik
antiseptik
perlu
dan
maka
dilakukan
sesuai
mengurangi
dengan program
resiko infeksi
-
lakukan
rawat
karena
pasien
terpasang kateter
maka
perlu
dilakukan
rawat
antiseptik
keteter
untuk
kateter
dengan
sesuai
dengan program
mengurangi
resiko infeksi
-
pasien
post
lakukan
kraniotomi hari 1
perawatan post op
masih
kraniotomi
terkena
beresiko
infeksi
pada
lukanya
menutup
sempurna
sehingga
perlu
dirawat
-
kolaborasi dengan
dokter pemberian
obat antibiotik
dengan
memberikan
antibiotik
mencegah
kolaborasi dengan
ahli
gizi
dapat
pemberiam
terjadinya infeksi
protein
yang
tinggi
makanan TKTP
dapat
membantu
mempercepat
proses
penyembuhan
luka
berikan
Penkes
tentang
cara
dengan
perawatan cidera
memberikan
keapala
penkes
dirumah
saat
tentang
cara
penyembuhan
luka
kepada
pasien
dapat
membantu
mengurangi
resiko infeksi
2.
farmakologi
Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan
intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan,
karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah.
Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang kejang pada
awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup
adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH2O, dapat
digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya
diatas 90 mmHg. Berikut adalah obat obatan yang digunakan untuk terapi
pada epidural hematom:
a.
Diuretik Osmotik
Kasus 3
An. Christine ( 5 bulan ) di rawat dengan diagnose medik meningitis hidrochepalus
dengan alasan masuk kejang dan sudah 5 hari panas tinggi di rumah. Pasien riwayat
kejang tonik, dari pemeriksaan fisik Bruzinki (+) tanda kernig (+), photopobia dan
macrocepall, ubun-ubun cembung, sunset eye, muntah, malas minum, lethargy,
peningkatan diameter pupil (dilatasi). Hasil lab. didapatkan LED meningkat dan
leukositosis.
Unit
:-
Kamar/ ruang
:-
I.
:-
:-
Cara pengkajian
: Alloanamnesa, Autoanamnesa
Identitas Klien
Nama
: An. C
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 5 bulan
Tempat/tgl lahir
:-
Pendidikan
:-
Pekerjaan
:-
Status Perkawinan: -
II.
Agama
:-
Suku
:-
Alamat
:-
:-
Alamat
:-
Diagnosa Medis
: Meningitis Hidrochepalus
IV.
Alasan masuk rumah sakit : Kejang dan sudah 5 hari panas tinggi di rumah.
V.
Keluhan Utama
VI.
Kebutuhan
: Muntah
a. Oksigen
Sebelum sakit
Saat sakit
b. Cairan
Sebelum sakit
Saatsakit
: Malas minum
c. Nutrisi
Sebelum sakit
Saat sakit
: Muntah
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit
Saat sakit
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit
Saat sakit
f. Aktivitas
Sebelum sakit
Saat sakit
g. Tidur
Sebelum sakit
Saat sakit
h. Seksualitas
Sebelum sakit
Saat sakit
Saat sakit
Saat sakit
k. Promosi Kesehatan
VII.
Saat sakit
Pemeriksaan Fisik
VIII.
Sebelum sakit
Pemeriksaan Diagnostik
IX.
Terapi : -
ASUHAN KEPERAWATAN
Analisa Data 1
Data
Masalah
Etiologi
Ds : -
Keperawatan
Penurunan
Do :
kapasitas
Pasien
Keperawatan
Peningkatan TIK Penurunan
adaptif secara
riwayat intrakranial
Diagnosa
continue kapasitas
10-15 mmHg
adaptif
intrakranial
berhubungan
pemeriksaan fisik
dengan
Peningkatan TIK
kernig
(+),
secara
continue
photopobia
dan
10-15
mmHg
macrocepall,
ditandai
pasien
ubun-ubun
riwayat
kejang
cembung,
eye,
sunset
tonik,
lethargy,
dari
pemeriksaan fisik
peningkatan
diameter
pupil
kernig
(+),
(dilatasi).
Hasil
photopobia
dan
lab.
didapatkan
macrocepall,
LED
meningkat
ubun-ubun
dan leukositosis.
cembung,
eye,
sunset
lethargy,
peningkatan
diameter
pupil
(dilatasi).
Hasil
lab.
didapatkan
LED
meningkat
dan leukositosis.
Perencanaan Keperawatan 1
Tujuan dan Kriteria Hasil
Penurunan
kapasitas
adaptif intrakranial dapat
teratasi setelah dilakukan
Intervensi
1. Monitor TTV tiap
4 jam.
2. Monitor diameter
Rasionalisasi
1. Suatu
keadaan
normal
sirkulasi
bila
cerebri
tindakan
keperawatan
pupil.
terpelihara
dengan baik atau
3. Monitor
peningkatan TIK
fluktuasi ditandai
dengan
1. Tekanan
intrakranial
terkontrol ,
2. Tanda peningkatan
4. Monitor
hasil
tekanan
darah
iskemik,
penurunan
auto
Leukositosis).
dari
regulator
kebanyakan
tekanan berkurang
merupakan tanda
5. Pertahankan
kepala atau leher
pada posisi yang
netral,
usahakan
dengan
sedikit
bantal.
penurunan difusi
lokal faskularisasi
darah cerebri.
2. Cairan
yang
meningkat
mempengaruhi
6. Berikan
periode
istirahat
yang
besar
pupil
sehingga
perlu
dipantau
cukup.
3. Terjadinya
7. Kolaborasi dalam
pemberian
obat
dioretik osmotik.
8. Berikan
penkes
kepada
keluarga
tentang
penyakit
perawatannya.
perlu
dipantau
perubahannya
4. Mebantu
memberikan
informasi tentang
efektifitas
meningitis
hidrosefalus
peningkatan TIK
dan
pemberian obat.
5. Perubahan kepala
pada
suatu
sisi
dapat
menimbulkan
penekanan
pada
untuk
dapat
meningkatkan
itu
TIK.
6. Tindakan
terus
yang
menerus
dapat
meningkatkan
TIK oleh reflek
rangsangan
humulatif.
7. Diodetik
digunakan
pada
air
mengurangi
dapat
melakukan
perawatan
mandiri
kepada
Analisa Data 2
Data
Ds
Masalah
Keperawatan
keluarga Nutrisi
kurang Mual muntah
mengatakan,
pasien
Etiologi
sudah
dari
5 tubuh.
kebutuhan
Diagnosa
Keperawatan
Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
Do : klien mual
dengan
Mual
muntah
ditandai
minum
dengan
keluarga
mengatakan,
pasien
sudah
Perencanaan Keperawatan 2
Tujuan dan Kriteria Hasil
Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh dapat
teratasi setelah dilakukan
tindakan
selama
Intervensi
1. Monitor TTV.
2. Timbang
Rasionalisasi
1. Memonitor
status
Berat
yang fluktuatif.
badan klien
keperawatan
kurang
lebih
3. Jaga
kebersihan
tidak
hnya
intake
makanan.
minum.
memantau
BB
pasien
karena
mengeluh
tidak
2. Untuk
berkurang/bertamba
mulut.
4. Hitung
1. Pasien
hemodinamik klien
nafsu
makansehinggaasup
5. Kolaborasi dengan
dokter
dalam
pemberian
obat
vitamin
anti
an nutrisi di dalam
tubuhtentu
akan
berkurang.
3. Mulut yang bersih
emetik.
meningkatkan nafsu
6. Kolaborasi dengan
keluarga
makan.
untuk
4. Pola
distraksi.
7. Berikan lingkungan
yang nyaman bagi
makan
dan
minum
yang
berkurang
akan
mengganggu
perkembangan
pasien.
penkes
pada
pasien
ibu
tentang pemberian
ASI.
5. Untuk
mengurangi
proses
penyembuhan.
6. Keluarga
membantu
mengalihkan
dapat
pasien
rasa
mual.
7. Lingkungan
yang
nyaman
dapat
meningkatkan
rasa
nyaman si pasien
dan
dapat
mengalihkan
rasa
mual.
8. Meningkatkan
pengetahuan
ibu
pada
tentang
pemberian
untuk
ASI
memenuhi
kebutuhan
nutrisi
pada anak.
Penatalaksanaan medik
1. Isolasi :
Anak ditempatkan dalam ruang isolasi sedikitnya selama 24-48 jam setelah
mendapatkan antibiotik IV yang sensitif terhadap organisme penyebab.
2. Terapi antimikroba
Terapi anti mikroba pada meningitis bakteri terdiri dari ampisilin dan sefotaksim
atau ampisilin dan gentamisin. antibiotik yang diberikan didasarkan pada hasil
kultur dan diberikan dengan dosis tinggi.
3. Mempertahankan hidrasi optimum
Mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat
menyebabkan edema serebral (pembengkakan otak). Pemberian plasma perinfus
mungkin diperlukan untuk rejatan dan untuk memperbaiki hidrasinya (short,J
Rendle,1994)
4. Mencegah dan mengobati komplikasi.
Aspirasi efusi subdural dan terapi heparin
5. Mengontrol kejang
Pemberian anti epilepsy atau anti konvulsan untuk anak yang kejang-kejang.
Diazepam = 0,5 mg/kg BB/ iv
Fenobarbital = 5-6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenilhidantoin = 5-9 mg/kgBB/hari secara oral
Penatalaksanaan Farmakologis:
digunakan
hanya
sebagai
tindakan
sementara
untuk
hidrosefalus
enzim, yang mengkatalisis reaksi antara air dan karbon dioksida, sehingga proton dan
karbonat. Hal ini memberikan kontribusi untuk penurunan sekresi CSF oleh koroid
pleksus.
Mengurangi
volume
cairan
serebrospinalis:
Acetazolamide
25
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya tidak ada diet khusus
untuk pasien meningitis namun umumnya diit TKTP untuk memenuhi kebuthan
kalori dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan diit yang tepat
terutama pada kasus- kasus penyakit infeksi akut termasuk meningitis. Nutrisi
parentral merupakan alternatif terakhir bila dinilai dari makanan cair tidak mampu
kebutuhan nutrisi enteral pasien.
Energi
Sumber Zat
Pembangun
Sumber Zat
Pengatur
Sari buah dari jeruk, tomat, pepaya, sirsak, apel, sari sayur dari
bayam, labu kuning, dan wortel.
Cara memesan makanan : Makanan cair (MC) dengan atau tanpa susu
.. kkal. X . ml/hari
Tabel 2.10 Bahan Makanan yang Diberikan Sehari : Makanan Cair Tanpa Susu
Kkal
1000
2000
Bahan makanan
urt
urt
tepung beras
11/2 sdm
10
3 sdm
telur
60
2 btr
120
kacang hijau
10 sdm
100
20 sdm
200
wortel
50
1 gls
100
air jeruk
/4 gls
50
/2 gls
100
gula pasir
10 sdm
100
20 sdm
200
minyak kacang
sdm
10
2 sdm
20
Jumlah isi
gls
btr
/2 gls
1000
10 gls
20
2000 ml
ml
Nilai Gizi
Energi (kkal)
1000
2000
Protein (g)
32
63
Lemak (g)
18
37
172
344
Kalsium (g)
1.9
3.9
Besi (mg)
19
Vitamin A (SI)
6777
13555
Vitamin B (mg)
0.9
1.8
Vitamin C (mg)
34
67
Natrium (mg)
137
274
Kalium (mg)
1441
2883
KASUS 4
anak angel satu bulan dirawat dengan alasan masuk sejak lahir didapatkan tulang
bagian belakang terbuka pada pemeriksaan fisik lokasi meningocoel di lumbal 4 dan
5 tampak kulit tipis dan mengkilat pada meningocoel. Hasil lab didapatkan AFP
15g/dl saat ini anak angel didiagnosa spina bifida.
FORMAT PENGKAJIAN KLINIK
Nama perawat yang mengkaji
:-
Unit
:-
Kamar/ ruang
:-
:-
:-
Cara pengkajian
:-
X.
Identitas Klien
Nama
: An. A
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 1 bulan
Tempat/tgl lahir
:-
Pendidikan
XI.
:-
Pekerjaan
:-
Status Perkawinan
:-
Agama
:-
Suku
:-
Alamat
:-
:-
Alamat
:-
Diagnosa Medis
: Spina Bifida
XIII.
Alasan masuk rumah sakit : Sejak lahir didapatkan tulang bagian belakang
terbuka.
XIV.
Keluhan Utama
XV.
Kebutuhan
a. Oksigen
:-
Sebelum sakit
:-
Saat sakit
:-
l. Cairan
Sebelum sakit
:-
Saatsakit
:-
m. Nutrisi
Sebelum sakit
:-
Saat sakit
:-
n. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit
:-
Saat sakit
:-
o. Eliminasi Urin
Sebelum sakit
:-
Saat sakit
:-
p. Aktivitas
Sebelum sakit
:-
Saat sakit
:-
q. Tidur
Sebelum sakit
: -
Saat sakit
: -
r. Seksualitas
Sebelum sakit
:-
Saat sakit
:-
:-
Saat sakit
:-
:-
Saat sakit
:-
u. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit
:-
Saat sakit
:-
A.
Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, asuransi
kesehatan, diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla spinalis dan
defisit neurologis. Keluhan adanya lipoma pada lumbosakral merupakan tanda
penting dari spina bifida.
2.
pada
25%
bayi
dengan
keterlibatan
neurologis,
menimbulkan
inkontinensia urine, kemih menetes, dan infeksi saluran kemih rekuren. Biasanya
disertai pula dengan kelemahan sfringter ani dan gangguan sensorik daerah perianal.
Gangguan
neurologis
dapat
berangsur-angsur
memburuk,
terutama
selama
Pengkajian psikososial
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk
menilai respons terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien dan orang tua yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
5.
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per system (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan dari klien.
a.
Keadaan umum
Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS < 15)
terutama jika sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi perubahan pada tandatanda vital.
b.
B1 (Breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas yang berat. Pada
beberapa keadaan, hasil dari pemeriksaan fisik ini didapatkan tidak ada kelainan.
c.
B 2 (Blood)
Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit
kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.
Hipotensi menunjukan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari
suatu syok.
d.
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
Pada spina bifida tahap lanjut, klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena
konfusi dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfringter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakann neurologis
luas.
f.
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
Adanya deformitas pada kaki merupkan salah satu tanda penting spina bifida.
Disfungsi motor paling umum adalah kelemahan ekstremitas bawah. Integritas kulit
untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis spastis dan mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat
6.
Pemeriksaan diagnostik
Rontgen tulang belakang untuk mengidentifikasi adanya defek pada tulang belakang,
biasanya terjadi pada arkus posterior vertebra pada garis tengah tulang yang besarnya
bervariasi. Adanya spinal dyspropism atau pelebaran tulang belakang merupakan
tanda khas radiologi pada lumbal (perkin, 1999).
Penatalaksanaan Medis
amnion.
Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat
medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan
kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi,
deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih
untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural
tube, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang
tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika
hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina
b) USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra
c) CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan
lokasi dan luasnya kelainan.
d) Rontgen tulang belakang untuk mengidentifikasi adanya defek pada tulang
belakang, biasanya terjadi pada arkus posterior vertebra pada garis tengah
tulang yang besarnya bervariasi. Adanya spinal dyspropism atau pelebaran
tulang belakang merupakan tanda khas radiologi pada lumbal
Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
Mengontrol inkotinensia
Mencegah dan mengontrol infeksi
Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan
kebanyakan anak umur 5 6 tahun dapat melakukan clean intermittent
catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal
mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk
mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation,
atau suprapubic vesicostomy.
Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang
terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas
bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan
skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket
atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan
untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya mekanik
antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi
ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik,
dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2
tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
2. Penataaksanaan Farmakologi
a) Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran
kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b) Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
c) Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran
feces. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)
3.penataaksanaan Gizi
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan
berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit
setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver
dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan
dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan
untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila
stimulasi digital tidak berhasil.
kasus 4
anak angel satu bulan dirawat dengan alasan masuk sejak lahir didapatkan tulang
bagian belakang terbuka pada pemeriksaan fisik lokasi meningocoel di lumbal 4 dan
5 tampak kulit tipis dan mengkilat pada meningocoel. Hasil lab didapatkan AFP
15g/dl saat ini anak angel didiagnosa spina bifida.
Analisa data
Data
DS : DO :
hasil pemeriksaan
fisik lokasi
meningocel di
lumbal 4 dan 5
tampak kulit tipis
dan mengkilat
Masalah
keperawatan
Resiko infeksi
etiologi
Diagnose
keperawatan
pada meningocel
terdapat tulang
bagian belakang
terbuka sejak lahir
hasil lab
hasil AFP 15ng/dl
Intervensi
Tujuan dan kriteria hasil
Infeksi tidak terjadi
setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24jam dengan
kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda
tanda inflamasi
(nyeri, bengkak,
kemerahan,
panas, fusiolesa)
intervensi
1. Monitor TTV (TD,
HR, RR, T)
Rasional
1. TTV yang meningkat
menandakan adanya
infeksi yang
disebabkan oleh
adanya vasodilatasi
pembuluh darah yang
meningkatkan HR,
TD, T dan rasa nyeri
yang dapat
meningkatkan RR
pasien
2. Mendeteksi adanya
resiko infeksi
KASUS 5
Tn. Boy (66 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnosa medis Parkinson.
Dari hasil pengkajian didapatkan data Tn. Boy sering kaku otot dan gemetar
pada wajah, ekstermitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut,
keseimbangan tubuh berkurang, bisa bangun tapi sempoyongan. Tn. Boy
mengeluh mual, sulit makan, sudah 3 hari belum BAB, mulutnya tampak
kering. TTV: T 370 C, N 82 x/menit, TD 120/80 mmHg, RR 16 x/menit. Tn.
Boy mendapat terapi levodopa, benztropin, dulcolac supp, diit lunak.
FORMAT PENGKAJIAN KLINIK
: Putri Istiqomah
Nuliti
Unit
: Rawat Inap
I. Identitas Klien
Nama
: Tn. B
Jenis Kelamin
:L
Umur
: 66th
Dx. Medic
: Parkinson
II.
III.
Keluhan Utama
IV.
a.
Kebutuhan
kebutuhan Oksigen
Sebelum sakit
Saat Sakit
: tidak terkaji
: tidak menggunakan oksigen
b. kebutuhan Cairan
Sebelum sakit
Saat Sakit
: tidak terkaji
: tidak terkaji
c. kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit
Saat Sakit
Sebelum Sakit
: tidak terkaji
Saat Sakit
: tidak terkaji
Saat sakit
: tidak terkaji
f.
Aktivitas
Sebelum sakit
: tidak terkaji
Saat Sakit
: dibantu sebagian
g. kebutuhan Tidur
Sebelum sakit
: tidak terkaji
Saat Sakit
: tidak terkaji
h. kebutuhan Sexualitas
Sebelum sakit
: tidak terkaji
Saat sakit
: tidak terkaji
i.
Sebelum sakit
: tidak terkaji
Saat Sakit
: tidak terkaji
j.
Sebelum sakit
: tidak terkaji
Saat Sakit
: tidak terkaji
k.
Promosi Kesehatan
Sebelum sakit
: tidak terkaji
Saat Sakit
: tidak terkaji
V.
Pemeriksaan Fisik
VI.
Terapi
Pemberian obat Levodopa, Benztropin, Dulcolax sup, dan Diit lunak
VII.
Pemeriksaan Diagnostik
mengetahui gangguan.
Tes kemampuan sensorik motorik (menggambar lingkaran)
Pemeriksaan lab urin dan darah ada/ tdknya pengaruh obat
MRI
Analisa Data
Data
Ds: Do: - pasien sering kaku otot
dan
gemeteran
Problem
Etiologi
Ketidakefektifan
Aliran
perfusi
arteri
jaringan
serebral
terhambat
pada
menelan
Keluar air liur pada
mulut
Keseimbangan
berkurang
Bisa
bangun
tubuh
tapi
sempoyongan
Data
Ds:
Problem
pasien
Resiko
mengeluh mual,
ketidakseimbangan
sulit
makan,
nutrisi:
mulut
tampak
kebutuhan tubuh
kering.
Do:
Etiologi
pasien
mengalami
kesulitan
menelan
kurang
dari
Ketidakmampuan
mencerna makanan
Kesulitan menelan
untuk
keluar
air
liur
pada mulut
Data
Ds: - pasien mengeluh
Problem
Konstipasi
Etilogi
-
Kelemahan
abdomen
Asupan serat
cukup
Do: -
Diagnosa Kperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Aliran arteri
terhambat yang ditandai dengan pasien sering kaku otot dan gemeteran pada
wajah dan ekstermitas Pasien mengalami sulita menelan, keluar air liur pada
mulut, keseimbangan tubuh berkurang, bisa bangun tapi sempoyongan.
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhungan
dengan Ketidakmampuan untuk mencerna makanan dan Kesulitan menelan
yang ditandai dengan pasien mengeluh mual, sulit makan, mulut tampak
kering, pasien mengalami kesulitan menelan, keluar air liur pada mulut.
3. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen dan asupan serat
tidaj cukup yang ditandai dengan pasien mengeluh sudah 3 hari tidak BAB.
otot
tidak
Intervensi
Tgl/jam
10-12-
No.
1.
Tujuan
dan
criteria
hasil
Ketidakefektifan
Intervensi
1. Monitor TTV
2012
pasien
08.00
teratasi
dan Nadi)
setelah
dilakukan
selama
(TD
perawatan
4x24
wajah
berkurang
sampai hilang
2. Pasien
tidak
mengalami
menelan
3. Tidak
dapat
menunjukkan
darah
atau tidak
pada
dan
Nadi
pasien lancer
1. Nilai TD dan
aliran
jam,
1. Gemetar
Rasional
2. Kesadaran
2. Pantau
kesadaran
pasien
pasien dapat
menurun
akibat
berkurangnya
sulit
suplai darah,
Keluar
O2 dan nutrisi
sampai berkurang
ke otak
3. Pasien dapat
3. Pantau
kemampuan
mobilitas
pasien
mengalami
penurunan
kemampuan
mobilitas
akibat
kekuatan otot
pasien
menurun
4. Bedrail dapat
4. Pasang
bedrail
mencegah
pasien
dari
resiko cidera
akibat
terjatuh
5. Bantu
ADL
pasien
5. Karena
pasien
mengalami
penurunan
fungsi
persyarafan
yang
mengakibatk
an
kemampuan
mobilitas
pasien
juga
menurun
sehingga
perlu
di
bantu.
6. Lakukan
6. Terapi
terapi
madalitas
modalitas
adalah
7. Dengan
7. Beri
penkes
memberi
kepada
penkes pada
keluarga
keluarga
mengenai
mengenai
perawatan
perawatan
pasien
rumah
di
pasien,
keluarga
dapat
membantu
pasien dalam
memenuhi
perawatan
diri pasien
8. Terapi
levodopa dan
8. Lanjutkan
terapi
benztropin
dapat
levodopa,
benztropin
2. Ketidakseimbangan
nutrisi:
kuarang
1. Pantau
dari
kemampuan
dengan
makan pasien
gangguan
setelah
persyarafan
perawatan
3x24
1. Pasien
dapat
jam,
mengalami
kemampuan
makan
menelan
kesulitan makan
3. mulut
tampak
lembap
4. kesulitan menelan
berkurang sampai
dapat menelan
5. tidak keluar air liur
atau
pasien
2. Dari
2. Pantau
keluhan mual
pasien
gangguan
menelan,
psien
juga
dapat
pada mulut
mengalami
mual
3. Mual
3. Pantau
apakah
pasien
muntah atau
dapat
mengakibatk
an
pasien
muntah saat
makan
tidak
4. Panatau pola
makan pasien
4. Pola
makan
yang
tepat
dapat
membantu
pasien dalam
memenuhi
nutrisi pasien
5. Karena
5. Kolaborasi
dengan
dokter untuk
pasien
mengalami
kesulitan
pemasangan
menelan,
NGT
sehingga
perlu
dipasang
NGT
agar
nutrisi
tetap
bias
masuk
ke
tubuh
pasien
6. Dengan
menghitung
6. Hitung
BC
pasien
BC
pasien,
kita
dapat
mngetahui
apakah
cairan
dan
nutrisi pasien
sudah normal
atau belum
7. Perawatan
NGT
7. Lakukan
dapat
menghindari
perawatan
NGT
pasien
dari
infeksi pada
lambung
8. Diit
lunak
dapat
8. Kolaborasi
dengan
gizi
ahli
untuk
pemberian
diit lunak
membantu
pasien
tetap
memperoleh
nutrisi
yang
baik
lewat
NGT
3.
Konstipasi
teratasi
dapat
setelah
dilakukan perawatan
1. Pantau
eliminasi
yang
teratur
pasien
menandakan
selama
2x24
jam,
tidak
konstipasi
rutin
kali sehari)
(1
adanya
2. Skibala
2. Pantau
menandakan
adanya
adanya
skibala
penumpuka
feses
pada
colon pasien
3. Bising
3. Pantau bising
usus pasien
usus
yang
tidak
normal
dapat
menjadi salah
satu penyebab
konstipasi
4. Dulcolac dapat
4. Lanjutkan
membantu
terapi
melunakkan
dulcolac supp
feses
5. Obat pencahar
5. Berikan obat
pencahar
dapat
melunakkan
feses, obat ini
di
masukkan
lewat rectum
6. Makanan
6. Kolborasi
dengan
gizi
tiinggi
ahli
untuk
pemberian
diit
serat
tinggi
serat
dapat
menambah
cairan
pada
colon sehingga
feeses
dapat
menjadi lunak.
Penatalaksanaan Medis Parkinson
tahun
1987,
diperkenalkan
pengobatan
dengan
cara
parkinson
dengan
terapi
DBS
menunjukkan
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benarbenar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita
mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi
(malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu mengurangi
ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan
beberapa obat.
2. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari
terapi fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di
rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik.
Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program jangka
panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan
penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan
di dalam mulut.
kasus 6
Tn. Michael (68 tahun) dirawat di Rumah sakit dengan diagnosa medis Cidera
Medula Spinalis. Dari hasil pengkajian di dapatkan data bahwa Tn.Michael riwayat
jatuh dari kamar mandi dan terduduk di kamar mandi. Saat ini klien di rencanakan
untuk melakukan foto rontgen. Klien mengeluh nyeri dengan skala 6 menjalar sampai
kedua lengan teraba distensi pada kandung kencing. TD 120/80mmHg, nadi
84x/mmenit, RR 12x/menit, sPo2 96%.
Pengkajian
I.
II.
Identitas Klien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Tempat/tgl lahir
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Suku
Alamat
: Tn. Michael
: Laki-laki
: 68 tahun
:
:
:
:
:
:
:
III.
IV.
Keluhan Utama
: Nyeri
V.
Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit
Saat Sakit
:
:
b. Cairan
Sebelum sakit
Saat Sakit
:
:
c. Nutrisi
Sebelum sakit
Saat Sakit
:
:
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit
Saat Sakit
:
:
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit
Saat sakit
: pola berkemih
: pola berkemih?
f. Aktivitas
Sebelum sakit
Saat Sakit
:
:
g. Tidur
Sebelum sakit
Saat Sakit
:
:
h. Sexualitas
Sebelum sakit
Saat sakit
:
:
:
:
:
:
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit
Saat Sakit
:
:
VI.
Pemeriksaan Fisik :
TTV :
TD
: 120/80 mmHg
T
:
HR
: 84 X/menit
RR
: 12 X/menit
Spo2 : 96%
Kepala dan leher :
Dada
:
Abdomen
:
Inspeksi
:
Auskultai
: Palpasi
: kandung kemih teraba distensi
Perkusi
:VII.
Pemeriksaan Diagnostik : -
VIII.
Terapi Farmakologi :-
IX.
Masalah Keperawatan :
Nyeri Akut
Analisa Data
Data
Masalah
keperawatan
Etiologi
Diagnosa
keperawatan
P:Nyeri akut
Q:R:S : skala 6
menjalar sampai
di kedua lengan
T:-
Nyerin akut
berhubungan
dengan agens
cidera fisik
ditandai dengan
skala 6 menjalar
sampai kedua
lengan
DO : Perencanaan Keperawatan
8. kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
analgetik
sehinggan akan
membantu
mengalihkan rasa nyeri
pasien
8. analgetik akan
membantu mengurangi
rasa nyeri pasien
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran
impul syaraf ke susunan syaraf pusat, pemrosesan impul syaraf dan perintah untuk
memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja sistem syaraf adalah
sel syaraf atau neuron. Berdasarkan peranannya, sistem syaraf manusia dibedakan
menjadi 2, yaitu, sistem syaraf sadar dan sistem syaraf tak sadar. Sistem syaraf sadar
berfungsi, mengatur semua aktivitas tubuh yang kita sadari. sedangkan, sistem syaraf
tak sadar berfungsi, mengatur semua aktiivitas tubuh yang tidak kita sadari.
SARAN
Untuk dapat memahami sistem saraf, selain membaca dan memahami materi-materi
dari sumber keilmuan yang ada (buku, internet, dan lain-lain) kita harus dapat
mengkaitkan materi-materi tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari, agar lebih
mudah untuk paham dan akan selalu diingat.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/75989112/Susunan-Saraf-Tepi
http://kamuskesehatan.com/arti/sistem-saraf-perifer/
http://www.scribd.com/doc/6578595/Sistem-Saraf
http://www.slideshare.net/irwanto/sistem-sara1-f-presentation