Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENGERTIAN
Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
ETIOLOGI
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa
pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari
androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan
bantuan enzim 5- reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan
prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron
(DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT
yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHTReseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk
menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan
bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan
estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen
berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen
mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus
medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasi prostat adalah :
a) Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut.
b) Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati.
d) Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel
kelenjar prostat menjadi berlebihan.
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :
1. Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena
suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau
faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat,
sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
2. Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan
bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya.
3. Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan
bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi
PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila
keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,
disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus
mengejan
pada
miksi
yang
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
D.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala
(hesitancy),
harus
mengejan
(straining)
kencing
terputus-putus
(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin
dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun
untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak
(urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000).
a) Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium :
1) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine sampai habis.
2) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada
rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen).
b) Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia,
dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine
yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing
(urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
(1) Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
(2) Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
(3) Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
(4) Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
(5) Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
E.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
F.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
dan
dasar
buli-buli
manusia
mengandung
adalah
penghambat
5-Reduktase
yang
ini
mempengaruhi
komponen
epitel
prostat,
yang
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel
batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin
Leukosit meningkat
Haemoglobin menurun
Hematokrit menurun
Trombosit menurun
b. Darah kimia
BUN meningkat
Kreatinin meningkat
c. Urine lengkap
Leukosit meningkat
Eritrosit meningkat
d. Cystoscopy
Pemeriksaan langsung dari kandung kemih dengan menggunakan
instrumen yang disebut cystoscopy. Pada pemeriksaan ini akan
menunjukkan adanya pembesaran kelenjar prostat.
e. EKG (elektrokardiogram)
Untuk menilai status jantung pre operasi, digunakan sebagai dasar
untuk membandingkan bila timbul perubahan.
f. IVP (INTra Venous Pyelogram)
Untuk melihat adanya obstruksi dan beratnya obstruksi ginjal.
g. PSA (Prostat Specific Antigen)
Digunakan untuk mendeteksi kanker prostat. PSA akan meningkat
dengan adanya kanker prostat.
h. USG (Ultra Sonography)
Trans Rectal Ultrasound (TRUS) dilakukan untuk mendeteksi
kanker prostat tak teraba.
PENGKAJIAN
penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan
pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan
dasar yang utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi. Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri
suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor
keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting
untuk menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan
yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi saluran
perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang pada postoperasi
perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada
luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya,
takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan
kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun
postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur
urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih.
Sedangkan pada postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit
karena imbas dari perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi aliran urine
2. Resiko infeksi b.d pemasangan kateter, retensi urine
3. Nyeri b.d retensi urine, distensi kandung kemih
4. Kecemasan b.d pembedahan yang akan dihadapi dan kurang
pengetahuan tentang aktivitas rutin dan aktivitas post operasi
Post Operasi
1. Resiko tinggi kurang volume cairan tubuh b.d obstruksi aliran urine
2. Nyeri b.d obstruksi kateter, spasme kandung kemih
3. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan kateter
4. Resiko tinggi perubahan sexual : penurunan libido b.d cemas karena
inkontinensia.
5. Resiko tinggi perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi
kateter urine
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi aliran urine
Hasil Yang Diharapkan :
Pasien akan kembali mempertahankan eliminasi urine normal ditandai
dengan, keluaran urine 0,5 1 cc/kg BB/jam
Intervensi
1) Monitor intake cairan dan out put urine
Rasional : Menilai
keseimbangan
antara
pemasukan
dan
Intensitas nyeri 0 1
Intervensi
1) Kaji keluhan nyeri pasien, gunakan skala nyeri 0 10
Rasional : Menentukan tindakan yang akan dilakukan
2) Ajarkan pasien teknik relaksasi, menarik nafas dalam
Rasional : Relaksasi otot mengurangi nyeri
3) Anjurkan pasien untuk tirah baring
Rasional : Mengurangi ketegangan kandung kemih
4) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik
Rasional : Mengurangi nyeri
4. Kecemasan b.d pembedahan yang akan dihadapi dan kurang
pengetahuan tentang aktivitas rutin dan aktivitas post operasi
Hasil Yang Diharapkan :
Klien akan menyebutkan alasan pembatasan aktivitas, kateterisasi,
irigasi dan peningkatan asupan cairan.
Intervensi :
1) Pertegas penjelasan dokter tentang operasi yang telah dijadwalkan
dan jawab beberapa pertanyaan.
2) Jelaskan prosedur operasi yang telah diperkirakan seperti di bawah
ini :
- Kateterisasi
- Irigasi manual dan kontinyu
- Infus intra vena
3) Jelaskan pembatasan aktivitas yang diharapkan
- Tirah baring untuk hari pertama post operasi
- Mobilisasi aktif dimulai hari pertama post operasi
- Hindari aktivitas yang mengencangkan daerah kandung kemih
TD
: 60 100 x/menit
Hb
: 12 18 mg/dl
HL
: 37 52 %
Intervensi
1) Pantau tanda tanda perdarahan
Rasional : Selama 24 jam pertama setelah pembedahan, urine
berwarna pink atau merah terang, secara bertahap
menjadi kekuningan sampai sedikit berwarna pink
sampai hari keempat post operasi. Urine yang
berwarna
merah
terang
dengan
bekuan
darah
Intervensi
1) Pantau nyeri suprapubik, spasme kandung kemih, sensasi terbakar
pada ujung penis, gunakan skala nyeri 0 10
Rasional : Iritasi dari kateter folley dapat menyebabkan spasme
kandung kemih dan nyeri pada ujung penis. Obstruksi
kateter dapat menyebabkan retensi urine yang
menimbulkan
spasme
kandung
kemih
dan
Suhu 36 37 oC
Intervensi
1) Jaga sterilitas sistem kateterisasi, rawat kateter secara teratur
dengan sabun dan air, olesi bethadin sekitar orifisium urethra
Rasional : Mencegah infeksi
2) Jaga drainase urine, hindari masuknya urine kembali ke dalam
kandung kemih
Rasional : Refluks urine dari kantong urine kembali ke kandung
kemih dapat menyebabkan infeksi
3) Monitor tanda tanda vital (terutama suhu)
Rasional : Peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu
indikasi adanya proses infeksi
4) Monitor nilai laboratorium (leukosit)
Rasional : Leukosit merupakan salah satu sistem kekebalan
tubuh peningkatan leukosit merupakan tanda adanya
infeksi
5) Berikan anti biotik sesuai program medik
Rasional : Anti biotik mencegah infeksi
4. Resiko tinggi perubahan seksual : penurunan libido b.d cemas karena
inkontinensia.
Hasil Yang Diharapkan
-
Intervensi
1) Siapkan lingkungan yang menjamin privasi dan rahasia untuk
diskusi dan dorong klien untuk mengekspresikan kekhawatirannya
Rasional : Banyak klien enggan untuk mendiskusikan hal hal
yang berkenaan dengan seksual. Privasi mungkin
mendorong klien berbagi rasa.
2) Gunakan istilah istilah umum jika mungkin dan jelaskan tentang
istilah istilah yang tidak umum.
3) Dorong klien untuk menanyakan kepada dokter selama di rawat
dan pada kunjungan lanjutan.
Rasional : Dialog terbuka dengan dokter mendorong untuk
mengklarifikasikan kekhawatiran dan memberikan
akses ke penjelasan yang spesifik
5. Resiko tinggi perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi
kateter urine
Hasil Yang Diharapkan
-
Intervensi
1) Kaji keluhan pasien : kandung kemih penuh, nyeri
Rasional : Retensi kandung kemih dapat menyebabkan spasme
kandung kemih dan menyebabkan nyeri.
2) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional : Menilai
keseimbangan
pengeluaran.
antara
Pengeluaran
pemasukan
urine
yang
dan
kurang