Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad saw. Sebagai petunjuk ( guide line ) dan frame work dalam
membangun sebuah peradaban di muka bumi. Sedangkan al-Sunnah sebagai
panduan operasionalnya, dan ummat manusia sebagai sasaran dan objeknya.
Oleh sebab itu tak ada Kitab suci yang diturunkan Allah SWT tanpa
mengutus seorang Rasul, dan tak ada seorang Rasul tanpa ummat selaku
pendukungnya. Sebagai panduan al-Quran tidak terikat dengan peristiwa
tertentu yang melatarbelakangi turunnya berbagai panduannya.
Banyak sekali ayat yang turun dengan redaksi umum untuk peristiwa
atau kasus yang bersifat khusus sehingga ulama membuat kaidah : al-Ibrah
bi umum al-lafdz la bi khushus al-sabab( yang menjadi acuan adalah
keumuman lafadz bukan kekhususan sebab ). Sebab tertentu yang mendahului
atau menyertai turunnya sebuat ayat hanyalah sebagai media untuk
menjelaskan dan mempertegas isi petunjuk serta proses penetapannya yang
kadang-kadang dilakukan secara gradual dan melibatkan pelaku tertentu
sebagai model percontohan untuk mencapai perubahan yang natural dan
manusiawi serta mengesankan. Di sinilah sesungguhnya letak urgensi asbab
al-nuzul dalam penafsiran al-Quran al-Karim.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian wahyu itu?
2. Bagaimana proses pemwahyuan?
3. Apasaja fungsi beserta macam-macam wahyu yang telah dialami Nabi
Muhammad SAW?
4. Apakah pengertian dari asbab al-Nuzul ?
5. Bagaimana urgenitas asbab al-nuzul dalam memahami al-Quran?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wahyu
Wahyu menurut ilmu bahasa ialah isyarat yang cepat dengan tangan dan
sesuatu isyarat yang dilakukan bukan dengan tangan. Sedangkan menurut
istilah, ialah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah
ke dalam dada Nabi-nabiNya sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadh
Al-Quran.1
Al Ustadzul Imam Muhammad Abduh dalam bukunya Risalatut
Tauhid berkata : Wahyu itu suatu irfan (pengetahuan) yang didapat oleh
seseorang di dalam dirinya serta diyakini olehnya bahwa yang demikian itu
dari jihat Allah, baik dengan perantaraan, ataupun dengan tidak bersuara dan
dapat didengar, atau dengan tidak bersuara.2
Adapun

wahyu

dalam

pengertia

syara

adalah

Allah

SWT

memberitahukan kepada hamba yang dipilih-Nya segala sesuatu yang hendak


diberitahukan-Nya kepadanya yaitu semua bentuk hidayah dan ilmu, akan
tetapi dengan cara yang amat rahasia dan tidak biasa dialami manusia.3
B. Proses Pemwahyuan
1. Penyampaian wahyu kepada malaikat
Seperti disebutkan pada akhir surat Al-Buruj (ayat ke-22) bahwa
sebelum Al-Quran itu dibawa oleh Jibril kepada Nabi Muhammad saw.,
ia tersimpan dengan rapi di Lauh Mahfuz. Hal ini diuraikan dalam 3 hal:
a. Al-Quran turun sekaligus dari Lauh Mahfuz ke langit-dunia pada
malam Qadr, kemudian secara berangsur-angsur diturunkan oleh Jibril
kepada Nabi saw. Dalam waktu kurang lebih 23 tahun atau 25 tahun
atau 20 tahun. Perbedaan masa lamanya Al-Quran itu diturunkan

T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir,(Jakarta : Bulan


Bintang, 1980), hal 26-27.
2
Risalatut Tauhid : 108
3
Syeikh Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahil Al-Urfan Fi Ulum Al-Quran,(Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2001), hal 64.

berdasarkan sumber ketetapan berapa lamanya Nabi bermukin di


Mekka sebelum beliau di angkat jadi Rasul.
Pendapat terkuat berdasarkan kepada: hadist riwayat Hakim dan
Baihaqi dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Quran turun pada malam Qadr
sekaligus kelangit dunia. Dsb.
b. Al-Quran diturunkan ke langit dunia selama 20/23/25 kali malam
Qadar. Setiap malam Qadar turunlah A-Quran itu menurut ketentuan
yang ditetapkan oleh Allah. Setelah itu turun secara berangsur-angsur
setiap tahun kepada Nabi Muhammad saw. Tegasnya untuk satu tahun
turun sekaligus kepada Jibril yang kemudian menyampaikannya
secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw.
c. Di balik dua cara yang bereda itu, yakni turun ke langit dunia adalah
sekaligus, sedang turun kepada Nabi Muhammad secara berangsurangsur dalam 23 tahun atau 24 tahun, terdapat hikmah ilahi, semisal:
1) Al-Quran turun sekaligus ke langit dunia adalah untuk
mengagungkan persoalan turunnya wahyu itu kelah kepada umat
manusia. Dengan turunnya sekaligus agar secara serentak para
penghuni langit yang tujuh itu mengetahuinya sebagai peringatan
bahwa Al-Quran itulah kelak yang merupakan kitab suci terakhir
yang turun kepada manusia dari sisi Allah. (Abu Syamah dalam
Al-mursyidul Wajih, sebagaimana yang dikutip oleh Umam AsSayuti)
2) Diturunkan secara berangsur-angsur agar dapat menabahkan hati
Nabi SAW dan menguatkan hatinya; bertahap dalam mendidik
umat yang sedang tumbuh, baik dari segi ilmu maupun
prakteknya; serta menanggapi secara cepat setiap peristiwa dan
kejadian yang setiap kali terjadi peristiwa baru, maka al-Quran
akan turun berkenaan dengannya, Allah akan menjelaskan
hukum-hukum yang sesuai.
3) Al-Quran dimulai turunnya pada malam Qadr, kemudian secara
berangsur-angsur kepada Nabi saw pada waktu yang berbedabeda sampai selesai. (Asy Syabi)

2. Penyampaian Wahyu kepada Rasul


Para ulama menyebutkan beberapa cara Rasulullah saw menerima wahyu
yang disampaikan oleh Jibril yakni:
a.

Melalui mimpi (mimpi yang benar di dalam tidur) selain itu alasan
yang menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para nabi adalah
wahyu yang wajib diikuti ialah mimpi Nabi Ibrahim untuk
memnyembelih putranya (Nabi Ismail) yang wajib diikuti ummatnya.

b.

Kalam Ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara.Ini terjadi pada
Nabi Musa,menurut pendapat yang paling sah Allah telah berbicara
pada Muhammad pada malam Isro Miroj

c.

Penyampaian wahyu oleh malaikat kepada rasul ada kalanya tanpa


perantara,ada kalanya juga dengan perantara.

d.

Jibril datang kepada rasulullah dengan menyamar sebagai seorang


laki-laki,

kemudian

beliau

bercakap-cakap

dengan

rasulullah

menyadari bahwa yang datang itu adalah Jibril. Cara seperti ini adalah
yang paling ringan bagi beliau menerimanya.
e.

Jibril memperlihatkan kepada nabi dalam rupa aslinya.

C. Fungsi Wahyu dan Macam-Macam Wahyu yang telah dialami Nabi SAW
Fungsi wahyu antara lain :
1.

Jiwa manusia akan terus ada dan kekal sesudah tubuh kasar mati. Untuk
memberikan penjelasan tentang kehidupan kedua (kehidupan setelah kita
mati, kehidupan yang sesungguhnya) Allah mengirim nabi kepada
umatnya.

2.

Sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial yang harus hidup


berkelompok.

3.

Menolong mengetahui alam akhirat.

4.

Menolong akal dalam mengetahui tentang adanya Allah dan dapat


mengetahui semua sifat-sifat Allah.

5.

Menguatkan pendapatan akal dan meluruskan melalui sifat sakral dan


absolute yang terdapat dalam wahyu.

6.

Menjadi sumber-sumber hukum Allah.

7.

Menjadikan peringatan dan pelajaran bagi manusia.


Al Iraqi dalam Tharhut Tatsrib berkata sebagai berikut : As Suhaily

telah mengumpulkan dalam kitabnya Ar Raudlul Anif martabat-martabat


wahyu yang diterima Nabi, yaitu :
1.

Mimpi

2.

Dicampakkan ke dalam jiwanya

3.

Datang kepada Nabi wahyu sebagai gerincingan lonceng.

4.

Malaikat merupakan dirinya sebagai seorang lelaki.

5.

Allah membicarakan kepada Nabi dari belakang hijab.

6.

Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang


membawa wahyu Quran.

D. Pengertian Asbab al-Nuzul


Secara etimologis asbab al-nuzul merupakan susunan kata atributif dari
kata asbab dan al-nuzul.Asbab merupakan jamak ( plural ) dari kata sabab
yang berarti al-habl (tali atau pengikat ) dan segala sesuatu yang
menghubungkan suatu benda dengan lainnya. Sedangkan kata nuzul berarti
turun, sehingga asbab al-nuzul berarti hal-hal yang berhubungan dengan
sesuatu yang turun. Kata ini kemudian dipergunakan untuk sebab yang
menyertai turunnya al-Quran.
Sedangkan dalam artian terminologinya, asbab al-nuzul adalah :
Sesuatu yang menyertai turunnya satu atau beberapa ayat sebagai keterangan
terhadap suatu peristiwa atau penjelasan hukum yang terdapat dalam
peristiwa tersebut pada saat kejadiannya. 4
Maksudnya, ia merupakan peristiwa yang terjadi pada masa Nabi saw
atau pertanyaan yang diajukan kepada beliau, lalu turun satu atau beberapa
ayat dari Allah SWT untuk menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan
peristiwa itu atau menjawab pertanyaan tersebut, baik peristiwa itu
merupakan pertikaian yang berkembang, seperti silang pendapat antara suku
Aus dan suku Kharaj lantaran hasutan kaum Yahudi, sampai mereka
4

Syeikh Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani, Op. cit. hal 111

menyerukan senjata-senjata, yang kemudian turunlah beberapa ayat yang ada


pada surat Ali Imron.
E. Klasifikasi Asbab al-Nuzul
Asbab Nuzul yang termsuk

kategori

sanadnya

shahih dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Sebab tersebut merupakan hal yang dikehendaki oleh ayat yang
diturunkan,sehingga penafsiran ayat tersebut tergantung kepadanya.
Seorang mufassir harus menelitinya untuk memperoleh penafsiran yang
benar. Yang termasuk kategori ini adalah mubhamat ( yang tidak
diungkap ) al-Quran, seperti firman Allah QS.al-Mujadalah : 1 di mana
nama yang mendebat Nabi Muhammad tidak disebutkan termasuk suami
yang bersangkutan.
2. Peristiwa yang menyebabkan lahirnya penetapan sebuah hukum syari.
Bentuk dari peristiwa ini tidak menjelaskan yang global, dan tidak juga
bertentangan dengan makna yang dikehendaki oleh ayat, akan tetapi
apabila ada peristiwa yang sepertinya akan terdapat kesamaan dengan
makna yang dikehendaki oleh ayat yang turun pada saat terjadinya
peristiwa tersebut. Contoh dalam hal ini adalah peristiwa yang menimpa
Uwaimir al-Ajlani yang kemudian turun ayat lian, dan seperti peristiwa
yang menimpa Kaab ibn Ajrah yang kemudian turun ayat 193 alBaqarah yang membolehkan mencukur rambut bagi seorang yang
berihram karena sebab penyakit di kepala dengan sanksi membayar
fidyah. Asbab Nuzul yang termasuk kategori ini hanya memberi
tambahan pemahaman ayat dan keharusan mentaatinya.
3. Peristiwa yang banyak sekali terjadi semisalnya dan tidak khusus untuk
satu orang, kemudian turun ayat yang mengungkap peristiwa tersebut dan
menjelaskan hukum-hukumnya. Dalam hal ini banyak para mufassir
menyebutnya dengan ucapan : Ayat ini turun pada hal ini dan ini.
Ungkapan mereka ini sebenarnya ditujukan untuk memberi contoh
bahwa di antara yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah peristiwa
khusus tersebut. Dalam Shahih Bukhari, Kitab Aiman, Ibnu Masud
berkata: Bersabda Rasulullah saw Barang siapa bersumpah atas sumpah

yang mengikat yang dengannya mengambil harta seseorang, ia akan


berjumpa dengan Allah dan Dia murka kepadanya, kemudian Allah
menurunkan firman-Nya membenarkan sabda beliau : Sesungguhnya
orangorang yang menukar janji ( nya dengan ) Allah dan sumpahsumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka tidak akan mendapat
bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan
mereka dan tidak akan melihat mereka pada hari kiamat dan tidak (pula)
akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih. (QS.Ali
Imran:77). Kemudian al-Asyats masuk dan berkata: Apa hadits yang
dibawakan Abu Abdurrahman? Mereka menjawab: Begini dan begini ,
kemudian ia berkata: Ayat itu diturunkan tentang aku. Dalam
riwayat ini Ibnu Masud menjadikan ayat itu general karena sebagai
pembenaran terhadap hadits yang bersifat general sesuai dengan kaidah:
Yang menjadi acuan adalah keumuman lafadz bukan khususnya sebab.
4. Terjadi beberapa peristiwa dan terdapat ayat-ayat al-Quran yang artinya
cocok untuk peristiwa tersebut, baik ayat itu turun duluan atau
belakangan. Dalam kategori ini terdapat ungkapan-ungkapan para salaf
al-shaleh yang membuat asumsi bahwa peristiwa itulah yang dimaksud
dengan ayat-ayat tersebut, padahal yang dimaksud adalah bahwa
peristiwa itu termasuk bagian dari makna yang dimaksud oleh ayat.
Imam al-Zarkasyi menegaskan bahwa kebiasaan Sahabat dan Tabiin
bahwa apabila salah satu di antara mereka berkata: Ayat ini turun pada
hal ini , sesungguhnya yang dimaksudkan adalah bahwa ayat itu
memuat hukum tersebut, dan bukan berarti ia sebab turunnya ayat
tersebut.
5. Sebagian lagi menjelaskan yang mujmal (global) dan menegaskan yang
mutasayabihat( yang ambigu), seperti firman Allah SWT.: Barang siapa
yang tidak memutuskan dengan apa-apa yang diturunkan Allah maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir.( QS.Al-Maidah:44 ). Kata
man dalam ayat ini bisa jadi syarat atau maushul. Dengan diketahuinya
sabab nuzul dari ayat ini adalah orang-orang nashrani, maka dapat
diketahui bahwa orang-orang nashrani yang tidak memutuskan dengan

Injil, sangatlah wajar jika mereka kufur (tidak beriman) kepada Nabi
Muhammad saw. Sebagai Nabi terakhir, padahal dalam Kitab Injil
banyak sekali isyarat yang menunjukkan kerasulan Nabi Muhammad
saw. Bagi yang berpendapat man adalah syarat, maka ayat ini bersifat
umum, sehingga siapapun yang tidak berhukum dengan hukum Allah
SWT baik Nashrani atau Muslim yang diikuti dengan pengingkaran
terhadap

hukum

Allah,

dan

bukan

karena

keterpaksaan

atau

ketidakatahuan, maka ia dihukumi kafir.


F. Langkah Metodis Penafsiran al-Quran dengan Asbab al-Nuzul
Sabab al-Nuzul terkadang beragam,baik dilihat dari sisi waktu dan
tempat nuzul, redaksinya, kwalitas periwayatan dan lain-lainnya. Untuk itu
seorang mufassir yang ingin mengaplikasikan asbab al-nuzul sebagai salah
satu alat bantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran harus memperhatikan
langkah-langkah metodis berikut ini :
1.

Meyeleksi redaksi riwayat Asbab al-Nuzul antara yang sharih dengan


yang tidak sharih,karena yang terakhir bisa jadi bukan sabab al-Nuzul
tetapi hanya penafsiran.

2.

Memilih redaksi yang sharih (jelas) apabila terdapat beberapa riwayat


dalam satu ayat.

3.

Menyeleksi riwayat yang shahih dari riwayat-riwayat yang sharih,apabila


terdapat beberapa versi riwayat dalam satu ayat.

4.

Memilih riwayat yang ada faktor penguatnya apabila dalam riwayatriwayat tersebut memiliki derajat sama-sama shahih.

5.

Mengkompromikan dua riwayat yang sama-sama shahih dan tidak dapat


ditarjih dengan menetapkan keduanya sebagai sebab yang menyertai
turunnya ayat yang dimaksud. Turunnya ayat lian untuk dua kasus yang
sama, di mana Uwaimir dan Hilal bin Umayyah samasama menuduh
istrinya berzina, bisa dijadikan contoh dalam hal ini.

G. Urgensi Ilmu Asbab al-Nuzul Dan Manfaatnya

Asbab al-Nuzul merupakan salah satu bagian terpenting dalam ulum alQuran dan ilmu tafsir,karena ia bisa membantu mufassir dalam mengungkap
makna yang sebenarnya, hikmah di balik penetapan sebuah hukum serta
upaya memahami pesan al-Quran secara komprehensif dan proporsional.
Imam ibnu Daqiq al-ied (wafat 702 H.) mengataakan bahwa mengetahui
asbab al-Nuzul merupakan jalan yang kuat didalam memahami makna-makna
al-Quran. Demikian halnya Ibnu Taimiyah ( wafat 726 H.), mengatakan
bahwa mengetahui asbab al-Nuzul sangat membantu untuk memahami ayatayat al-Quran karena ilmu tentang sebab akan mewariskan ilmu tentang
musabbab.
Sehubungan dengan urgensi dan manfaat asbab al-Nuzul, para pakar
ulum al-Quran menarik beberapa manfaat ilmu asbab al-nuzul, di antaranya
sebagai berikut:
1. Mengetahui hikmah dibalik penetapan hukum syari serta mengenal
bagaimana

syariat memperhatikan kemaslahatan umat dalam setiap

ketentuan hukumnya. Sebagai contohnya, penetapan larangan minum


khamer secara gradual dengan setting peristiwa yang berbeda, larangan
gossip yang termuat dalam haditsatu al-ifki dan lain-lain.
2. Membantu mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat dengan benar terutama
yang termasuk kategori mubhamat dan mujmal seperti contoh di atas.
3. Mempermudah seseorang untuk menghafal, memahami dan melekatkan
pesan

yang

dimuat

ayat-ayat

suci

al-Quran

karena

dengan

menghubungkan sebab dengan musabbab, hukum dengan peristiwa,


peristiwa dengan waktu peristiwa, waktu peristiwa dengan tempat,
menguatkan atau melekatkan peristiwa tersebut dalam ingatan sehinngga
memudahkan untuk mengingatnya kembali, dan juga akan membawa kita
seolah-olah hadir dalam peristiwa tersebut.
4. Menegaskan fungsi al-Quran sebagai referensi dan frame work dalam
mengarahkan manusia dalam membentuk kebudayaan. Ngitab ( teguran )
kepada Rasulullah saw sebagai penyampai wahyu atas kekeliruannya
dalam bersikap dan berijtihad seperti yang terjadi antara beliau dengan
Ibn Ummi Maktum, dan ijtihadnaya dalam menyelesaikan kasus Sandra

perang Badr al-Kubra, koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan para


sahabat dalam pembagian harta rampasan perang dan lain-lainnya
merupakan contoh kongkrit dari penegasan fungsi al-Quran tersebut.
5. Menunjukkan keuniversalan ajaran al-Quran dan bahwa ajarannya bisa
diaktualisasikan dalam berbagai masa dan generasi dengan tetap
mengacu pada jati diri al-Quran sebagai petunjuk dan referensi primier
yang berfungsi mengarahkan dan

bukan diarahkan atau disesuaikan

dengan perkembangan zaman. Hal ini mengingat bahwa subtansi dari


prilaku manusia sejak dulu hingga kini sama, yang berbeda hanya cara
mengaktualisasikannya saja. Dari sini seharusnya kita memahami
mengapa mayoritas ayat al-Quran diturunkan tanpa sebab tertentu yang
menyertainya.

BAB III

KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini :
1.

Wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus


di tujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain.

2.

Cara wahyu Allah turun kepada Malaikat, ada beberapa nash-nash AlQuran dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada malaikat
tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat
itu.

3.

Cara wahyu Allah turun kepada para Rasulnya ada yang melalui perantara
dan ada yagn tidak melalui perantaraan.

4.

Asbab al-Nuzul termasuk kategori ulum al-Quran yang bersifat riwayat


dan merupakan bagian terpenting dalam penafsiran al-Quran yang
mempergunakan metode al-matsur.

5.

Mayoritas ayat al-Quran turun tanpa sebab tertentu dan hanya sebagaian
kecil yang turun dengan disertai sebab tertentu. Kendati demikian memiliki
urgensinya tersendiri dalam mengeksplorasi muatan nilai dan hukum yang
ada dalam sebuah ayat yang masuk kategori mubham dan mujmal.

6.

Aplikasi sabab al-nuzul dalam penafsiran al-Quran harus mengikuti


langkah metodis yang lazim berlaku dalam penelitian hadits.

7.

Pengetahuan tentang asbab al-nuzul memiliki manfaat yang banyak


terutama tentang setting sosial ketika wahyu diturunkan dan bagaimana Nabi
Muhammad
ummatnya .

saw

menyelesaikan

berbagai

persoalan

yang

dihadapi

DAFTAR PUSTAKA
Al Zarqani, Syeikh Muhammad Abdul Adzim. 2001. Manahil Al-Urfan Fi Ulum
Al-Quran. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Ash Shiddieqy, TM Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir.
1980. Jakarta : Bulan Bintang.
http://mohammadbashri.blogspot.com/ diakses 21 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai