Img 0001
Img 0001
140
l
l
i
120
:
!
!
Apabila dilakukan smoothing (penghalusan) p3da kurva tersebut diatas maka akan
tampak hanya satu peak (puncak), dengan demikian dapat diketahui bahwa KLB
diare tersebut hanya disebabkan oleh satu sumber (common source). Dari grafik
tersebut juga terlihat sejak tgl 23 Januari 2010 sampai dengan tgl 3 Februari2010
teryadi penurunan jumlah penderita diare saat KLB cenderung landai. Hal itu dapat
memberikan informasi bahwa penurunan jumlah penderita diare agak lambat karena
disebabkan berbagai faktor risiko yang ada di lingkungan dan di masyarakat.
Grafik2
Trend Kasus Diare Di Kabupaten Ciamis menurut wilayah kerja Puskesmas
{
.I
.t
l
I
20212223242526272a29303112
Dari grafik
peningkatan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Cimerak yang signifikan dan
mencapai puncaknya pada tanggal 22 Januari. Upaya penanganan kasus yang baik
dapat menurunkan jumlah kasus cukup banyak, tetapi upaya tersebut belum optimal
karena masih terjadi penularan melalui kontak dan sumber air yang belum optimal
dikaporisasi sehingga kasus meluas ke wilayah kerja Puskesmas Legok Jawa,
aK'aKt
*REM'*N.".""-@
4s47o"
Dari grafik 3 diatas dapat diketahui bahwa proporsi penderita diare saat KLB tidak
berbeda bermakna antara kelompok penduduk laki-laki dan perempuan, hal ini
mungkin terjadi karena saat aktifitas laki-laki dan perempuan sama mobilitasnya
(akibat kesetaraan gender) sehingga mempunyai peluang yang sama terserang
penvakit karena kontak.
Grafik 4
Proporsi penderita diare di Kab. Ciamis menurut golongan umur
O4thn
100/.
5-14 thn
26-55 thn
30./o
15-25 thn
Proporsi penderita diare saat KLB tertinggi terdapat pada kelompok umur 26- Ss
tahun sebesar 33o/o, hal ini mungkin terjadi karena kelompok umur tersebut
mobilitasnya tinggi karena merupakan usia produktif sehingga kontak lebih mungkin
terjadi.
Peta
uJaya
Euka mantri
Fayun
Fanumha
Cihaurh
Su
Cipaku
bak Sari
I{
Jang
nJaya
ng
Langkaplancar
Sidamulih
2.
3.
Tatalaksana Penderita
Untuk mengetahui tatalaksana diare yang telah dilaksanakan, tim melakukan
observasi terhadap 40 status penderita (medical record) di Puskesmas dan hasilnya :
a. Belum semua penderita diklasifikasikan menurut derajat dehidrasinya sehingga
tatalaksana diare yang dilakukan tidak berdasarkan derajat dehidrasi penderita.
b. Semua penderita (100%) diberikan oralit dengan rata-rata penggunaan oralit 6.15
bungkus per orang ; sebanyak 4 orang (10%) diberikan oralit sebanyak 4
bungkus, 10 orang (25%) diberikan oralit sebanyak 5 bungkus, sebanyak 20
orang (50%) diberikan oralit sebanyak 6 bungkus, sebanyak 6 orang (15o/o)
diberikan oralit sebanyak 10 bungkus. Sesuai dengan LINTAS DIARE (Lima
Langkah Tuntaskan Diare), semua penderita diare harus mendapatkan oralit
osmolaritas rendah. Oralit digunakan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
selama diare. Oralit dapat mengurangi penggunaan terapi intravena hampir 30%.
c. Hanya sebanyak 25 penderita (62,50/o) yang mendapatkan terapi intravena
(Ringer Laktat/Rl). Rata-rata penggunaan cairan RL 2.56 botol per orang ';
sebanyak 5 orang (2oo/o) diberikan cairan RL sebanyak 1 botol, sebanyak 10
orang (40%) diberikan cairan RL sebanyak 2 botol, sebanyak 5 orang (20%)
diberikan cairan RL sebanyak 3 botol, sebanyak 3 orang (12%) diberikan cairan
RL sebanyak 4 botol, sebanyak 1 orang (4%) diberikan cairan RL sebanyak 7
d.
e.
4.
botol.
penderita kolera, semua penderita harus diberikan antibiotika sesuai dosis yang
berlaku.
Hanya 1 orang (4%) penderita diare yang diberikan obat zink. Dalam LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) pemberian obat zink harus digunakan
selama 10 hari. Zink digunakan untuk mengurangi keparahan diare,
memperpendek durasi diare dan apabila diminum selama 10 hari akan dapat
mencegah diare ulang selama 2-3 bulan kedepan.
Faktor risiko
Lingkungan di daerah terjadinya KLB diare
a.
Perumahan
b.
Perilaku
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih apalagi menggunakan sabun pada
saat sebelum / sesudah makan, sebelum mengolah bahan makanan dan sesudah
membuang hajat adalah hal yang tidak menjadi kebiasaan oleh penduduk di
5
daerah yang terserang diare. Kebiasaan mengupas buah rambutan dengan cara
menggigit kulit buah yang tidak dicuci dengan gigi, jajan makanan dan minuman
sembarangan yang tidak higienis diduga menjadi risiko penularan diare.
c.
V.
a. Mengirimkan Tim ke lokasi (Tim Dinkes Kabupaten bersamaan dengan Pusat) untuk
melakukan upaya penanggulangan KLB
b. Tim Propinsi dan Kabupaten, bersama dengan petugas BLK Bandung melakukan
pengambilan sampel Usap Dubur (Rectal swab) baik dari keluarga penderita (kontak)
maupun penderita dan sampel dari sumber air.
c. Kaporisasi sumber air minum
d. . Memberikan Bantuan Logistik berupa obat dan alat medis lainnya
VI. KESIMPULAN
a.
b.
c.
d.
VII, REKOMENDASI
Jangka pendek
.
.
Jangka menengah
. Pblatihan menajemen dan tatalaksana diare dari tingkat puskesmas sampai Rumah
sakit
. Pelatihan Sistem kewaspadaan dini serta penanggulangan KLB dari tingkat
puskesmas dan Rumah sakit
Jangka Panjang
. Membangun system Surveilans yang baik serta kewaspadaan dini terhadap penyakit
potensial KLB.
. Pembuatan sarana sanitasi fiamban keluarga, tempat pembuangan sampah, saluran
pembuangan air limbah)
. Perbaikan kualitas air bersih (sumur, pengolahan air sungai)