Anda di halaman 1dari 12

Caring, Vol.2, No.

1, September 2015

THE INFLUENCE OF FIRST LEVEL PROGRESSIVE MOBILIZATION


ACTION TO NON INVASIVE HEMODYNAMIC MONITORING
ON PATIENT WITH CEREBRAL INJURY AT INTENSIVE CARE UNIT
BANJARMASIN ULIN GENERAL HOSPITAL YEAR 2015

Yurida Olviani1
ABSTRACT
Background: Instability of hemodynamic could be a barriers, it was done by mobilization on
cerebral injury patient. The alteration of unstable hemodynamic became nurses reason in ICU
stop the mobilization activity.
Objective:The research aimed to find out the effect of the giving of mobilization of
progressive level I toward the value of monitoring hemodynamic of non invative on cerebral
injury patient in ICU RSUD Ulin Banjarmasin.
Methods:The research design used quasy experimental by approach of research was onegroup pretest posttest design. In this design the observation was doe in twice. It was done
before amd after doing intervention on the treatment group one. The amount of sample was
21 respondance. It was taken by using accidental sampling. The giving of mobilization is
namely a arrangement of position of head of bed 30 and the giving of the lift and right
obligue position. The measuring of hemodynamic was done before and after doing
intervention. On the different test of average, the value effect of monitoring hemodynamic of
run invative used paired t test and wilcoxon.
Results:The result of research was gotten after doing intervention it looked a change on
parameter of blood pressure and respiratory rate companed to the beginning measurement. On
the parameter of heart rate and saturation of oxygen didnt face the change. Bivariat analysis
got the effect of the giving of mobilization on the blood pressure by p value = 0.020 and
respiration by p value = 0.005 while the parameter of p value is > 0.005
Key Words:Proggresive mobilization, the value of monitoring hemodynamik of non invative.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresive Level I terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
Invasif pada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015
37

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

PENGARUH PELAKSANAAN MOBILISASI PROGRESIF LEVEL I TERHADAP


NILAI MONITORING HEMODINAMIK NON INVASIF PADA PASIEN CEREBRAL
INJURY DI RUANG ICU RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2015
Yurida Olviani1
INTISARI
Latar Belakang:Ketidakstabilan hemodinamik dapat menjadi hambatan dilakukannya
mobilisasi pada pasien cerebral injury Perubahan hemodinamik yang tidak stabil menjadikan
alasan perawat di ICU untuk menghentikan kegiatan mobilisasi.
Tujuan:Untuk mengetahui pengaruh pemberian mobilisasi progresif level I terhadap nilai
monitoring hemodinamik non invasif pada pasien cerebral injury di ruang ICU RSUD Ulin
Banjarmasin.
Metode:Desain yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan ancangan penelitian yang
dilakukan adalah one-group pretest-postest design. Didalam desain ini observasi dilakukan
sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi pada satu kelompok perlakuan.dengan
jumlah sampeladalah21responden.Pemberian mobilisasi yang diberikan yaitu berupa
pengaturan posisi head of bed 30 dan pemberian posis miring kanan dan kiri. Pengukuran
hemodinamik dilakukan sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Uji beda rerata
pengaruh nilai monitoring hemodinamik non invasif menggunakan uji paired t test dan
wilcoxon.
Hasil:Hasil penelitian didapatkan setelah diberikan intervensi terlihat ada perubahan pada
parameter tekanan darah dan respiratory rate dibandingkan pada awal pengukuran.
Pada parameter heart rate dan saturasi oksigen tidak mengalami perubahan. Analisi
bivariat didapatkan pengaruh pemberian mobilisasi pada tekanan darah dengan p value =
0.020 dan respirasi dengan p value = 0.005 sedangkan parameter lainnya p value > 0.005
Kata kunci:Mobilisasi progresif, nilai monitoring hemodinamik non invasif, cerebral injury

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin

PENDAHULUAN

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

38

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

PENDAHULUAN
Otak merupakan organ yang sangat vital bagi
seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di
dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol
seperti
pengendalian
fisik,
intelektual,
emosional, sosial, dan keterampilan.Walaupun
otak berada dalam ruang yang tertutup dan
terlindungi oleh tulang- tulang yang kuat
namun dapat juga mengalami kerusakan. Salah
satu penyebab dari kerusakan otak adalah
terjadinya trauma atau cedera kepala yang
dapat mengakibatkan kerusakan struktur otak,
sehingga fungsinya juga dapat terganggu
(Black & Hawks, 2009).
Angka kejadian cedera kepala semakin tahun
semakin bertambah, hal ini seiring dengan
makin
meningkanya
angka
kejadian
kecelakaan. Berdasarkan data dari Polda Metro
Jaya, angka kejadian kecelakaan pada tahun
2007 sebanyak 5.154 kejadian dan pada tahun
2008 terjadi 6.399 kejadian, angka ini
kemungkinan dapat bertambah setiap tahun
sesuai dengan makin bertambahnya populitas
dan jumlah kendaraan bermotor (Republika, 22
Agustus
2009).
Meningkatnya
jumlah
kecelakaan ini dapat meningkatkan angka
kejadian cedera kepala. Berdasarkan tingkat
kegawatannya angka kejadian cedera kepala
ringan lebih banyak (80 %) dibandingkan
cedera kepala sedang (10 % ) dan cedera
kepala berat (10 %) (Irwana, 2009).
Diperkirakan lebih dari 30 % kasus cedera
kepala berakibat fatal sebelum datang ke
rumah sakit dan 20 % kasus cedera kepala
mengalami komplikasi sekunder seperti
iskemia serebral akibat hipoksia dan hipotensi,
perdarahan serebral serta edema serebral
(Black & Hawks, 2009).

berepngaruh terhadap TIK, sehingga akan


mempengaruhi perubahan perfusi jaringan
serebral.
Dengan
demikian,
untuk
memperbaiki perfusi jaringan serebral pada
pasien cidera kepala dan stroke perlu dilakukan
intervensi keperawatan dan
medis yang
menunjangvpercepatan
pemulihannya.
Kecepatan pemulihan perfusi jaringan serebral
akan berdampak terhadap pemulihan dan
penyembuhan kondisi pasien.
Ketidakstabilan hemodinamik dapat menjadi
hambatan dilakukannya mobilisasi Perubahan
hemodinamik yang tidak stabil menjadikan
alasan perawat di ICU untuk menghentikan
kegiatan mobilisasi.
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Evans
(2008), didapatkan budaya dan tradisi ICU di
sebuah rumah sakit yang diteliti bahwa
mobilisasi di ICU jarang dilakukan dan
menyebabkan perpanjangan masa rawat pasien
di ICU. Pada penelitian tersebut, didapatkan
bahwa faktor perawat berperan penting dalam
melakukan mobilisasi pasien di ICU dalam
usahanya untuk merubah budaya dan tradisi
yang berlaku tersebut dibuat intervensi dengan
cara memberikan pendidikan pada staf ICU
dan membuat suatu algoritma mobilisasi yang
biasa
diterapkan
di
ICU
dengan
memperhatikan
factor
kestabilan
hemodinamik, indikator paru-paru, dan
persyarafan, sehingga terjadi peningkatan
mobilisasi di ICU dari 0% menjadi 80% yang
diikuti dengan penurunan hari sedasi sebesar
43%. selain itu muncul budaya baru yaitu
adanya perkembangan kejuaraan mobilisasi di
ICU.

Pasien dengan cedera kepala dapat secara


primer mengakibatkan kerusakan permanen
pada jaringan otak atau mengalami cedera
sekunder seperti adanya iskemik otak akibat
hipoksia, hiperkapnia, hiperglikemia atau
ketidakseimbangan elektrolit (Arifin, 2008).
Keadaan tersebut diakibatkan oleh adanya
penurunan cerebral blood flow pada 24 jam
pertama cedera kepala, meningkatnya tekanan
intrakranial, dan menurunnya perfusi jaringan
serebral (Deem, 2006).

Perawatan bagi pasien imobilisasi sekarang ini


yaitu perubahan posisi pasien dilakukan tiap 2
jam.Pasien yang dirawat di ruang ICU dengan
gangguan status mental misalnya oleh karena
stroke, injuri kepala atau penurunan kesadaran
tidak mampu untuk merasakan atau
mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan atau
pasien merasakan adanya tekanan namun
mereka tidak bisa mengatakan kepada orang
lain untuk membantu mereka mengubah posisi.
Bahkan ada yang tidak mampu merasakan
adanya nyeri atau tekanan akibat menurunnya
persepsi sensori(Batticaca, 2008).

Ketidakstabilan status hemodinamika pada


pasien cidera kepala dan stroke akan

Mobilisasi progresif yang diberikan kepada


pasien diharapkan dapat mengurangi resiko

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

39

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

dekubitus
dan
menimbulkan
respon
hemodinamik yang baik. Pada Posisi duduk
tegak kinerja paru-paru baik dalam proses
distribusi ventilasi serta perfusi akan membaik
selama diberikan mobilisasi. Proses sirkulasi
darah juga dipengaruhi oleh posisi tubuh dan
perubahan gravitasi tubuh. Sehingga perfusi,
difusi, distribusi aliran darah dan oksigen dapat
mengalir ke seluruh tubuh (Vollman, K.M.
2010).
Mobilisasi progresif level 1 dimulai dengan
mengkaji pasien dari riwayat penyakit yang
dimiliki
apakah
terdapat
gangguan
krdiovaskuler dan respirasi,suhu < 38 C ,RR
10-30x/menit,HR > 60<120x/menit. MAP >70
<100,
tekanan
sistolik
berkisar
>90<180mmHg, Saturasi oksigen berkisar
>90%, tingkat kesadaran , pasien mulai sadar
(RASS 5 sampai 3). Pada level 1 dimulai
dengan meninggikan posisi pasien>30 derajat
kemudian diberikan pasif ROM selama dua
kali sehari. Mobilisasi progresif di lanjutkan
dengan continous laterally rotation therapy
(CLRT) latihan dilakukan setiap 2 jam. Bentuk
latihan berupa memberikan posisi miring
kanan dan miring kiri sesuai dengan
kemampuan pasien ( Vollman, K.M. 2010).
American Association of Critical Care Nurses
(AACN)
memperkenalkan
intervensi
mobilisasi progresif yang terdiri dari 5 level:
Head of Bed (HBO), latihan Range of Motion
(ROM) pasif dan aktif, terapi lanjutan rotasi
lateral, posisi tengkurap, pergerakan melawan
gravitasi,
posisi
duduk,
posisi
kaki
menggantung, berdiri dan berjalan. Continus
Lateral Rotation Therapy (CLRT) dan HOB,
yaitu memposisikan pasien setengah duduk 30
dan miring kanan dan kiri 30.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Syifa
Zakiyah tahun 2013 didapat bahwa Mobilisasi
progresif level I dapat mencegah terjadinya
dekubitus dan mempertahankan nilai saturasi
oksigen pada pasien kritis yang terpasang
ventilator
Penelitian Ozyurek et all tahun 2012 telah
dilakukan 37 sesi mobilisasi terhadap 31
pasien kritis yang mengalami obesitas
menunjukan peningkatan SpO2 dari 98%
menjadi 99% setelah dilakukan mobilisasi dan
Respirasi 23x/mnt menjadi 25x/menit.

Monitoring hemodinamika merupakan suatu


metode
pengukuran
terhadap
sistem
kardiovaskuler secara invasive dan non
invasive. Pemantauan dapat memberikan
informasi mengenai jumlah darah dalam
tubuh,keadaan
pembuluh
darah
dan
kemampuan jantung dalam memompa darah.
Pemantauan hemodinamik bertujuan untuk
mengenali dan mengevaluasi perubahanperubahan fisiolo gis hemodinamik pada saat
yang tepat, agar segera dilakukan terapi
koreksi. Parameter yang digunakan untuk
menilai pemantauan hemodinamik yang ada
bed site monitor dan berlangsung secara
continus diantaranya adalah pengukuran tandatanda vital ( monitoring suhu tubuh, tekanan
darah, respirasi, saturasi oksigen (Zakiyyah
Syifa, 2013).
Metode monitoring hemodinamika non invasif
yaitu manual blood pressure, EKG,pulse
oxymetry, urine output, temperature, respirasi
sedangkan monitoring invasif yaitu arteri line
(canulasi), central venous pressure (CVP), PA
kateter (Swan Ganz)
Penelitian lain dilakukan di Australia untuk
mengevaluasi
efek
hemodinamik
dan
metabolisme yang di lakukan mobilisasi untuk
32 orang pasien yang menerima ventilasi
mekanis dengan mode SIMV. Setelah beberapa
kali diberikan latihan mobilisasi berupa Head
of bed ditemukan peningkatan yang signifikan
pada denyut jantung, sistolik, curah jantung,
konsumsi oksigen, produk karbondioksida dan
PaCO2 (Barney,S.,&Denehy,L. 2003).
Hemodinamika dapat didefinisikan sebagai
pemeriksaan aspek fisik dari sirkulasi darah,
termasuk fungsi jantung dan karakteristik
fisiologis
vaskuler
perifer.Pemantauan
hemodinamika
merupakan
pusat
dari
perawatan
pasien
kritis.
Pengukuran
hemodinamika penting untuk menegakkan
diagnosis yang tepat,menentukan terapi yng
sesuai, memantau respon terhadap terapi yang
diberikan
dan
mendapatkan
informasi
keseimbangan homeostatik tubuh. Pengukuran
hemodinamika ini terutama dapat membantu
untuk mengenali syok sedini mungkin dimana
pemberian dengan segera bantuan sirkulasi
darah adalah paling penting (Zakiyyah Syifa,
2013).
Pengaturan posisi merupakan salah satu bentuk
intervensi keperawatan yang sangat tidak asing

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

40

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

dan ditetapkan dalam rangka pencegahan


dekubitus
khususnya pada pasien-pasien
dengan
imobilisasi.
Intervensi
berupa
mobilisasi tiap dua jam sudah disarankan di
berbagai rumah sakit guna meningkatkan
kualitas hidup pasien kritis terpasang
ventilator. Sebuah studi menunjukan bahwa
dalam jangka waktu 8 jam kurang dari 3%
pasien yang sakit parah dirubah posisinya
sesuai dengan standar perubahan posisi tiap 2
jam.( Vollman, K.M. 2010;30(2);S3-5.AACN)
Di Inggris perawatan di ICU rata- rata
perubahan posisi dilakukan setiap 4.85jam
bukan pada 2 jam sekali.(Gallagher,J.J.
2010;21(2);205-217). Ayello tahun 2013
melakukan perubahan posisi miring kanan
miring kiri setiap 2, 3, dan 4 jam selama 12
jam di waktu malam hari selama 3 hari karena
rata-rata pasien terpasang ventilator selama 23 hari.
Melihat dari berbagai riset dan fenomena yang
ada, maka peneliti tertarik ingin meneliti
pengaruh pelaksanaan mobilisasi progresif
level I terhadap nilai monitoring hemodinamik
non invasif pada pasien cerebral injury karena
ingin mengetahui pelaksanaan mobilisasi
progresif level I tersebut berpengaruh besar
kah terhadap hemodinamik karena apabila
pasien cerebral injury tidak dilakukan
fisioterafi maka akan terjadi komplikasi namun
apabila fisioterafi/mobilisasi dilakukan akan
berpengaruh terhadap hemodinamik supaya
memperoleh hasil yang lebih baik.
Peneliti ingin mengetahui hasil dari nilai
hemodinamik setelah dilakukan mobilisasi
progresif level I di ruang ICU pada pasien
cerebral injury sehingga dapat diterapkan di
ruang ICU sebagai SOP mobilisasi.
Hasil studi pendahuluan yang didapat melalui
wawancara dan observasi pada tanggal 6
Februari 2015 dengan perawat ruang Intensive
Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin
didapatkan bahwa diruang ICU RSUD Ulin
Banjarmasin belum mempunyai SOP tentang
pengaturan posisi maupun SOP mobilisasi
progresif akan tetapi perawat ICU telah
melakukan perubahan posisi miring kanan dan
kiri
pada pasien stroke non hemoragik.
Dengan data yang didapat itulah peneliti
tertarik ingin meneliti di ruang ICU. Dan juga
karena ICU merupakan tempat atau unit

tersendiri di dalam rumah sakit yang


menangani
pasien-pasien
kritis
karena
penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain
yang memfokuskan diri dalam bidang life
support atau organ support yang kerap
membutuhkan pemantauan intensif.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah
QuasyEksperimen.Penelitian quasy eksperimen
adalah penelitian yang menguji coba suatu
intervensi pada sekelompok subjek dengan
atau tanpa kelompok pembanding namun tidak
dilakukan randomisasi untuk memasukkan
subjek ke dalam kelompok perlakuan atau
control (Dharma,2011).
Rancangan penelitian yang dilakukan adalah
one-group pretest-postest design. Didalam
desain ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali
yaitu sebelum dan sesudah intervensi pada satu
kelompok perlakuan.Hasil perlakuan dapat
diketahui lebih akurat, karena dapat
membandingkan dengan keadaan sebelum
diberikan perlakuan (Sugiyono, 2011).
Tujuan rancangan quasi experiment dengan
one-group pretest-postest design .kemudian
dicatat di lembar observasi yang dilakukan
oleh pengumpulan data.
Analisa Data
dengan Analisis Univariat
merupakan analisis statistic deskriptif dari
variabel
penelitian.
Statistik
deskriptif
digunakan
untuk
mendiskripsikan/
menggambarkan data yang telah terkumpul
(Sugiyono, 2009).Analisis univariat dilakukan
untuk mendiskripsikan setiap variabel/
subvariabel secara terpisah dengan penyajian
data melalui tabel, grafik atau diagram. Pada
penelitian ini mendiskripsikan karakteristik
responden yakni usia, jenis kelamin dan
diagnose medis dan Analisis Bivariat
dilakukan untuk membuktikan hipotesis
penelitian yaitu dengan melihat perbedaan nilai
monitoring hemodinamik non invasif setelah
dilakukan mobilisasi progresif level I pada
kelompok intervensi untuk setiap nilai dengan
menggunakan uji paired t test.

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

41

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

HASIL
a. Karakteristik Responden

b. Uji
normalitas
nilai
monitoring
hemodinamik non invasif berdasarkan test
of normality Shapiro-Wilk.

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan


Jenis Kelamin, Usia dan Diagnosa Medis
diruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin,
2015 (n=21)
No
1.

2.

3.

Karakteristik

Jumlah

Persentase
Hemodinamik

Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Total

14
7
21

66.7
33.3
100

Usia
a. 15-18 tahun
b. 19-30 tahun
c. 31-60 tahun
Total

4
7
10
21

19
33.3
47.6
100

15

71.4

Diagnosa Medis
a. Post operasi
craniotomy
atas indikasi
CKB
b. Post operasi
craniotomy
atas indikasi
Hidrosepalus
c. Post operasi
craniotomy
atas indikasi
tumor
removal
d. SH (Stroke
Hemoragik)
Total

Tabel 2.
Analisis Uji normalitas nilai monitoring
hemodinamik non invasif berdasarkan test of
normality Shapiro-Wilk di ruang ICU RSUD
Ulin Banjarmasin B, 2015 (n=21)

Tekanan darah
a. Sebelum
b. Sesudah
Respirasi
a. Sebelum
b. Sesudah
Nadi
a. Sebelum
b. Sesudah
Saturasi Oksigen
a. Sebelum
b. Sesudah

Kolmogorov
-Smirnov
df
sig.

ShapiroWilk
df
sig.

21
21

.200
.200

21
21

.961
.266

21
21

.153
.200

21
21

.172
.139

21
21

.079
.148

21
21

.141
.164

21
21

.000
.000

21
21

.000
.000

9.5

9.5

9.5

21

100

Berdasarkan Tabel 1. Usia seluruh responden


paling banyak berada pada rentang usia 31 - 60
tahun 10 responden (47.6%)
Lebih dari
separuh berjenis kelamin laki-laki (66.7%) dan
diagnose medis post op craniotomy atas
indikasi CKB (71.4%)

Berdasarkan Tabel 2. nilai kemaknaan pada


kelompok tekanan darah, respirasi dan nadi
p value> 0.05 maka dapat disimpulkan
kelompok data berdistribusi
normal.
Sehingga analisis statistic menggunakan
paired t test untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh mobilisasai progresif level I
terhadap nilai monitoring tekanan darah,
respirasi dan nadi. Sedangkan pada
kelompok saturasi oksigen p value< 0.05
maka dapat disimpulkan kelompok data
berdistribusi tidak normal, sehingga analisis
statistic menggunakan Wilcoxon test untuk
mengindentifikasi ada tidaknya pengaruh
saturasi oksigen terhadap mobilisasi
progresif level I pada pasien cerebral injury.

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

42

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

c. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I


terhadap Nilai Monitoring hemodinamik
Non invasif Tekanan darah
Tabel 3. Analisis Pengaruh Mobilisasi
Progresif level I terhadap nilai tekanan darah,
respirasi dan nadi dengan uji paired t test
(n=21)
Hemidinamik

df

p value

Tekanan darah sebelum


dan sesudah
Respirasi sebelum dan
sesudah
Nadi sebelum dan
sesudah

20

0.020

20

0.005

20

0.960

Berdasarkan Tabel 3. Hasil analisis


menunjukkan bahwa variabel tekanan darah
mempunyai p value 0.020 (p value<0.05)
sehingga ada pengaruhmobilisasi progresif
level I dengan tekanan darah.
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel
respirasi mempunyai p value 0.005 (p
value<0.05)
sehingga
ada
pengaruhmobilisasi progresif level I dengan
respirasi
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel
nadi mempunyai p value 0.960 (p
value>0.05)
sehingga
tidak
ada
pengaruhmobilisasi progresif level I dengan
nadi.
d. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I
terhadap Nilai Monitoring hemodinamik
Non invasif Saturasi Oksigen.
Tabel 4. Analisis Pengaruh Mobilisasi
progresif level I terhadap nilai saturasi oksigen
(SpO2) dengan uji wilcoxon (n=21)
Oksigen

df

p value

Saturasi Oksigen sebelum


dan sesudah

20

0.008

Berdasarkan Tabel 4. Hasil analisis


menunjukkan bahwa variabel saturasi
oksigen mempunyai p value 0.008 (p
value>0.05) sehingga tidak ada pengaruh
antara mobilisasi progresif level I terhadap
saturasi oksigen.

PEMBAHASAN
Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Hasil penelitian ini diperoleh rata-rata usia
responden termuda adalah 15 tahun dan
tertua 65 tahun, sedangkan untuk jenis
kelamin responden dalam penelitian ini
paling bayak adalah berjenis kelamin lakilaki. Usia yang sering muncul pada
penelitian ini adalah 18-20 tahun. Pada
penelitian ini, rata-rata responden yang
dirawat disebabkan oleh kecelakaan
lalulintas.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nasution
(2008) bahwa penderita cedera kepala yang
dirawat paling banyak terdapat pada
kelompok umur 16-24 tahun. Menurut
Mock & Charles (2005) dua pertiga kasus
kecelakaan terjadi pada usia 17-39 tahun,
yaitu pada usia remaja dan dewasa muda,
dimana usia 17-39 tahun merupakan
kelompok usia yang masih aktif dan
produktif.
Penelitian ini diperkuat oleh pernyataan
Baretto (1997) dalam Oktaviana (2008)
menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor
karena laki-laki adalah pengguna kendaraan
yang paling banyak. Nasution (2008) dalam
penelitiannya juga mengatakan bahwa
penderita cedera kepala akibat kecelakaan
lalu lintas yang paling banyak dirawat
berjenis kelamin laki-laki (73,6%).
Analisis Bivariat
a. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I
terhadap Nilai Monitoring hemodinamik
non invasif (tekanan darah)
Hasil tabel 2 diketahui bahwa p value
untuk tekanan darah adalah 0.020 (< 0.05)
sehingga ada pengaruh mobilisasi progresif
level I terhadap tekanan darah sistolik pada
pasien cerebral injury. Berdasarkan hasil
tersebut
menunjukan
bahwa
ada
peningkatan tekanan darah sistolik setelah
intervensi (mean 129.0 menjadi mean
135.1) Hal ini berarti mobilisasi progresif
level I berpengaruh terhadap nilai
monitoring hemodinamik pada pasien
cerebral injury.

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

43

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan


hasil penelitian yang dilakukan oleh Ainnur
(2011) yang menyatakan bahawa ada
perubahan pada tekanan darah setelah
dilakukannya mobilisasi.Menurut Felix
(2009) Posisi head up atau head elevation
pada pasien cedera kepala diharapkan
supaya drainase vena ke otak tetap lancar.
Hal itu dilakukan jika tidak ada
kontraindikasi bagi pasien untuk dilakukan
head up. Beberapa tahun ini head up
menjadi bahan yang sering diperdebatkan
terkait besarnya sudut yang baik untuk
dilakukannya posisi head up. Banyak
pendapat yang mengatakan bahwa posisi
15-30
dapat
menurunkan
tekanan
intracranial, tetapi tidak dipertimbangkan
terkait Cerebral Blood Flow (CBF) dan
Cerebral Perfusion Pressure (CPP).
Hasil penelitian felix (2009) dapat di
analisis bahwa posisi head elevation yang
menguntungkan
(tidak
menyebabkan
penurunan CPP & MAP serta dapat
menurunkan ICP) adalah dalam rentang 1530. Hal ini juga diperkuat hasil dari
penelitian Duward et al (1983) yang dikutip
oleh peneliti dalam jurnal yang dibahas ini
mengatakan bahwa posisi 15-30 akan
mengurangi ICP dengan maintenance CPP
dan cardiac output dibandingkan dengan
posisi 60 yang biasanya cenderung
menurunkan MAP yang berpengaruh pada
CPP. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
systematic review dari Jun Yu Fan (2004)
dan Orlando et al (2000) juga memperkuat
hasil tersebut bahwa posisi head up 30
sangat efektif menurunkan ICP dengan
stabilitas CPP tetap terjaga.
Posisi head up elevation 30 sangat efektif
menurunkan tekanan intracranial tanpa
menurunkan nilai CPP, dengan kata lain
posisi tersebut tidak merubah atau
mengganggu perfusi oksigen ke cerebral.
Pada pasien cerebral injury peningkatan
tekanan darah sistolik secara tiba-tiba
sangat berbahaya oleh karena dapat
melewati blood brain barrier terjadi edema
cerebral.

b. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I


terhadap Nilai Monitoring hemodinamik
non invasif (Respirasi).
Hasil tabel 2 diketahui bahwa p value
untuk respirasi adalah 0.005 (< 0.05)
sehingga ada pengaruh respirasi terhadap
mobiliasi progresif level I pada pasien
cerebral injury.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukan
bahwa ada peningkatan respirasi setelah
intervensi (mean 20.2 menjadi mean 22.8)
Hal ini berarti mobilisasi progresif level I
berpengaruh terhadap nilai monitoring
hemodinamik pada pasien cerebral injury.
Hal ini sejalan dengan Ainnur Rahmanti
(2011) Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian mobilisasi
progresif level I terhadap perubahan
hemodinamik non invasif pada pasien kritis
di Pengukuran hemodinamik dilakukan
sebelum dan sesudah ruangICU RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung..uji beda rerata
perubahan
hemodinamik
noninvasif
menggunakan
Anova
Repeated
Measurement. Pemberian mobilisasi yang
diberikan yaitu berupa pengaturan posisi
head of bed 30, head of bed 45 disertai
dengan passive range of motion, kemudian
dilanjutdenganposisi lateral kanan dan kiri
pemberian
intervensi.Hasil
penelitian
didapatkan setelah diberikan intervensi
terlihat Ada perubahan pada parameter
sistolik, diastolik dan respiratory rate
dibandingkan pada awal pengukuran.
Pada parameter heart rate dan saturasi
oksigen tidak mengalami perubahan.
Analisis bivariat didapatkan pengaruh
pemberian mobilisasi pada respiratory rate
dengan pvalue = 0,023 sedang pada
parameter lain didapatkan p value > 0,05.
Pemberian
mobilisasi
progresif
berpengaruh
terhadap
perubahan
respiratory
rate.Implikasi
dari
hasil
penelitian
ini,
diharapkan
dapat
dipertimbangkan dan dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk memberikan
mobilisasi padapasien di ICU.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh
Ilkafah (2014) juga melakukan penelitian
tentang pengaruh Range Of Motion pasif
terhadap penumpukan sputum pada pasien

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

44

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

cedera kepala ringan terdapat pengaruh


ROM pasif terhadap penumpukan sputum
pada pasien cedera kepala ringan oleh
karena itu perawat perlu melakukan
intervensi ROM pada pasien cedera kepala
ringan untuk mengurangi penumpukan
sputum dimana pasien yang mengalami
trauma kepala akan mengalami tirah baring.
tirah baring atau imobilisasi akan
menyebabkan perubahan pada system
pernafasan
dimana
akan
terjadi
penumpukan sputum.
Berdasarkan hasil penelitian nilai respirasi
berpengaruh terhadap mobilisasi hal ini
sesuai dengan teori latihan ROM aktif
bermanfaat untuk mempertahankan fungsi
respirasi yang dilakukan beberapa kali
selama tirah baring untuk mengurangi
penumpukan sputum.
c. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I
terhadap Nilai Monitoring hemodinamik
non invasif (Hate Rate/Nadi).
Hasil tabel 2 diketahui bahwa p value
untuk nadi adalah 0.960 (> 0.05) sehingga
tidak ada pengaruh hate rate/nadi terhadap
mobiliasi progresif level I pada pasien
cerebral Injury.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukan
bahwa tidak ada peningkatan nadi setelah
intervensi (mean 102 menjadi mean 102)
Hal ini berarti mobilisasi progresif level I
tidak berpengaruh terhadap nilai monitoring
hemodinamik pada pasien cerebral injury.
Kathy Stiller, Anna C. Phillips, and Paul
Lambert (2004), The safety of mobilisation
and its effect on haemodynamic and
respiratory status of intensive care patients
Penelitian
ini
meneliti
keamanan
memobilisasi sakit akut pada pasien,
khususnya pengaruh mobilisasi parameter
hemodinamik dan pernafasan mereka. Tiga
puluh satu pasien di unit perawatan intensif
(ICU) dianggap cocok untuk mobilisasi,
berdasarkan proses penyaringan yang
komprehensif,
menerima
perawatan
mobilisasi total.
Penelitian tersebut dalam perawatan ini
paling sering dimasukkan duduk di tepi
tempat tidur dan berdiri. Ukuran hasil

termasuk denyut jantung, tekanan darah


sistolik dan diastolik, dan saturasi oksigen
perkutan, diukur sebelum, selama dan
setelah mobilisasi. Selain itu, setiap
penurunan status klinis, dan intervensi yang
diperlukan untuk itu, tercatat. Selama
mobilisasi, signifikan kenaikan terlihat
dalam denyut jantung dan tekanan darah,
sedangkan saturasi oksigen menurun
perkutan(tidak
secara
signifikan).
Perubahan ini umumnya besarnya kecil dan
tidak memerlukan spesifik intervensi. Pada
tiga dari 69 kali mobilisasi (4,3%), status
klinis memburuk, yang memerlukan
intervensi. Untuk ketiga pasien yang
terlibat, ini adalah penurunan saturasi
oksigen, yang membutuhkan peningkatan
sementara fraksi terinspirasi oksigen untuk
menstabilkan status pernapasan.
Meskipun
mobilisasi
mengakibatkan
signifikan meningkatkan denyut jantung
dan tekanan darah dan non-signifikan
penurunan saturasi oksigen perkutan, pasien
ICU dalam penelitian ini dianggap cocok
untuk mobilisasi mampu dengan aman
dimobilisasi.
d. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I
terhdap Nilai Monitoring hemodinamik
non invasif (Saturasi Oksigen /SpO2)
Hasil tabel 3 diketahui bahwa p value
untuk saturasi oksigen (SpO2) adalah
0.008 (> 0.05) sehingga tidak ada pengaruh
saturasi osigen terhadap mobiliasi progresif
level I pada pasien cerebral Injury.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukan
bahwa ada penurunan nilai SpO2 setelah
intervensi (mean 97 menjadi mean 93) Hal
ini berarti mobilisasi progresif level I tidak
berpengaruh karena p value > 0.05 terhadap
nilai monitoring hemodinamik pada pasien
cerebral injury.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ainnur (2011)
menyatakan bahwa saturasi oksigen tidak
berpengaruh
terhadap
pelaksanaan
mobilisasi progresif level I pada pasien
kritis.
Penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang menyebutkan setelah

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

45

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

dilakukan mobilisasi pada pasien kritis


didapatkan hasil yang tidak signifikan pada
saturasi oksigen. Hal ini disebabkan
ketidakstabilan hemodinamik yang dapat
menjadi hambatan dilakukannya mobilisasi.
Penelitian lain mengemukakan adanya efek
terhadap
penurunan
MAP
setelah
perubahan posisi (p = 0,01) pada pasien
dewasa yang menggunakan ventilasi
mekanik. Sesuai teori MAP harus
dipertahankan diatas 60 mm Hg untuk
menjamin perfusi ke otak, perfusi arteri
coronaria dan perfusi ke ginjal tetap terjaga
pada saat pemberian posisi.( Smeltzer, S.
Dkk,2008)
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Syifa
Zakiyyah yang menyebutkan bahwa ada
pengaruh yang bermakna dari mobilisasi
progresif level I terhadap saturasi oksigen.
Efek secara umum dari pemberian ventilasi
mekanik terhadap sistem hemodinamik
adalah dengan adanya tekanan positif pada
rongga thorak, darah yang kembali ke
jantung terhambat, venous return menurun,
maka cardiac out (CO) menurun. Bila
terjadi
penurunan
respon
simpatis
(misalnya karena hipovolemia, obat dan
usia lanjut), dapat mengakibatkan terjadi
hipotensi. Darah yang melewati paru akan
berkurang
karena
adanya
kompresi
mikrovaskuler akibat tekanan positif
sehingga darah yang menuju atrium kiri
berkurang, akibatnya CO juga berkurang.
Bila tekanan yang diberikan terlalu tinggi
dapat terjadi gangguan oksigenasi dan bila
volume tidal terlalu tinggi pula lebih dari 10
12 ml/kg bb dan tekanan lebih besar dari
40 cmH2O, tidak hanya mempengaruhi CO
atau curah jantung tapi juga beresiko terjadi
pneumothoraks.
Hasil Penelitian Ozyurek et all telah
dilakukan 37 sesi mobilisasi terhadap 31
pasien kritis yang mengalami obesitas,
menunjukan peningkatan SpO2 dari 98%
menjadi 99% setelah dilakukan mobilisasi.
Head of bed berpengaruh pada saturasi
oksigen karena ketika pasien mendapatkan
perlakuan dari berbaring menjadi duduk
(seperti duduk) menyebabkan tubuh
melakukan berbagai cara untuk beradaptasi

secara psikologis untuk mempertahankan


homeoastasis
cardiovascular.
Sistem
cardiovascular mencoba mengatur dalam 2
cara yaitu dengan pergantian volume
plasma atau dengan telinga bagian dalam
sebagai
respon
vestibular
yang
mempengaruhi
sistem
cardiovascular
selama perubahan posisi. Pasien kritis
biasanya memiliki irama detak yang lemah,
tidak stabilnya pernapasan atau rendahnya
penerimaan cardiovascular sehingga lebih
baik untuk diberikan intervensi dari pada
ditinggalkan dalam
posisi yang statis.
(Vollman, K. M, 2010).

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat dibuat
kesimpulan secara umum sebagai berikut:
a. Rerata usia responden sebagian besar
adalah dalam kategori dewasa, responden
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingakan dengan perempuan, .
b. Ada perngaruh yang bermakna terhadap
rata-rata nilai monitoring tekanan darah
sebelum dan sesudah mobilisasi progresif
level I pada pasien cerebral injury
c. Ada perngaruh yang bermakna terhadap
rata-rata nilai monitoring respirasi
sebelum dan sesudah pelaksanaan
mobilisasi progresif level I cerebral injury
d. Tidak ada perngaruh yang bermakna
terhadap rata-rata nilai monitoring nadi
sebelum dan sesudah pelaksanaan
mobilisasi progresif level I pada pasien
cerebral Injury
e. Tidak ada perngaruh yang bermakna
terhadap rata-rata nilai SpO2 sebelum dan
sesudah pelaksanaan mobilisasi progresif
level I pada pasien cerebral Injury
f. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
pelaksanaan mobiliasi progresif level I
terhadap nilai monitoring hemodinamik
pada pasien cerebral injury di ruang ICU
RSUD Ulin Banjarmasin
SARAN
a. Bagi Pelayanan Keperawatan
Pelaksanaan mobilisasi progresif level I
dapat dijadikan salah satu intervensi
keperawatan mandiri pada pasien dengan

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

46

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

cerebral Injury. Namun demikian untuk


dapat melaksanakan mobilisasi progresif
level I, perawat pelaksana harus dapat
melaksanakannya dengan benar sehingga
diperlukan peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan melalui pelatihan atau
seminar terkait mobilisasi progresif level I
Untuk manager peleyanan keperawatan,
mobilisasi progresif level I dapat dijadikan
standar operasional prosedur dalam
asuhan keperawatan pada pasien cerebral
injury.
b. Bagi Pendidikan Keperawatan
Pelaksanaan mobilisasi progresif level I
dapat dijadikan sebagai evidence based
nursing practice untuk dijadikan materi
yang diajarkan kepada para mahasiswa
dalam mengurangi nyeri pada pasien post
operasi. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sumber ilmu atau referensi baru
para pendidik dan mahasiswa sehingga
dapat menambah wawasan yang lebih luas
dalam hal intervensi keperawatan mandiri.
c. Bagi Penelitian selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi
bahan kajian, dan rujukan dalam
melakukan
penelitian
sejenis.Untuk
pengembangan penelitian keperawatan
maka disarankan bagi peneliti selanjutnya
untuk dapat melakukan penelitian lanjutan
terkait variabel lain yaitu nilai monitoring
suhu tubuh. Penelitian ini juga dapat
dilanjutkan dengan sampel yang lebih
besar dan kriteria inklusi yang lebih
ketat.Karena penelitian ini bersifat
aplikatif
sehingga
laak
untuk
dikembangkan lagi untuk memperkaya
khasanah keilmuan keperawatan.
d. Bagi masyarakat
Saran bagi masyarakat, khususnya bagi para
ibu yang memiliki balita agar dapat
memperhatikan kesehatan lingkungan agar
dapat mencegah terjadinya infeksi.Begitu
juga asupan nutrisi yang adekuat harus
didapati balita agar pertumbuhan balita
optimal begitu juga pola asuh orang tua
mendukung dalam bagaimana orang tua
terutama ibu dalam pemberian makan,
pengolahan
makan,
rangsangan

psikosiosial, hygiene, pemanfaatan fasilitas


kesehatan.
e. Bagi Posyandu
Bagi posyandu disarankan dapat bekerja
sama lintas sektor dengan desa agar
menemukan solusi untuk mengatasi
masalah gizi balita BGM, agar terjadi
peningkatan dengan dilakukan pelacakan
dan
menemukan
cara-cara
agar
permasalahan gizi tidak semakin parah.
DAFTAR RUJUKAN
Ainnur. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level I
Pada Pasien Kritis Terpasang
Ventilator
Terhadap
Perubahan
Hemodinamik Di Ruang GICCU
RSHS. Penelitian Keperawatan. 2011
Ayello, E. Predicting pressure ulcer risk. Try
this: Best practice in nursing care to
older adult.2007. Issued No: 5
Retrieved
from
http://consultgerirn.org/uploads/File on
November 25, 2013
Black, M. J., & Hawks, H.J. (2009).Medical
Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcomes. 8 th Edition.
St Louis Missouri: Elsevier Saunders.
Dharma, Kusuma Kelana (2011), Metodologi
Penelitian Keperawatan :Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil
Penelitian, Jakarta, Trans InfoMedia
Batticaca, F. (2008).Asuhan keperawatan klien
dengan gangguan system persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Berney, S., & Denehy, L. The Effect of
Physiotherapy Tretment on Oxygen
Consumption and Haemodynamics in
Patients who are Crtitically Ill.
Australian Journal Of Physiotherapy.
2003; 99-105.
Felix Mahfoud & Jrgen Beck & Andreas
Raabe. 2009. Intracranial Pressure
Pulse Amplitude During Changes In
Head Elevation: A New Parameter
For Determining Optimum Cerebral
Perfusion Pressure?. Switzerland:
Acta Neurochir (2010)

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

47

Caring, Vol.2, No.1, September 2015

Ilkafah,Sriami. Pengaruh range of motion oasif


terhadap penumpukan sputum pada
pasien cedera kepala ringan di ruang
bougenvile dan teratai RSUD Dr.
Soegiri Lamongan, Vol 03,No. XIX,
September 2014
Irwana,

O.
(2009).
Cedera
Kepala.
http://belibisa17.com/2009/05/25/cedera- kepala/,
diakses tanggal 21 Agustus 2015

Kathy Stiller, Anna C. Phillips, and Paul


Lambert (2004), The safety of
mobilisation and its effect on
haemodynamic and respiratory status.
Physiotherapy Theory and Practice,
20: 175185, 2004
Republika, Safety Riding Demi mengurangi
kecelakaan, Edisi 22 Agustus 2009
Smeltzer, S. C., Bare., B. G., Hinkle, J.L.,
Cheever, K.H. Textbook of Medical
Surgical
Nursing:
Brunner,
Suddarths. 11th edition. Philadhelpia:
lippincott Williams7 Wilkins. 2008
Sugiyono.
2011.
Metode
Penelitian
Kuantitatif, kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Syifa,

Zakiyyah.
Pengaruh
Mobilisasi
Progresif Level I Terhadap Resiko
dekubitus dan perubahan saturasi
oksigen Pada pasien Kritis terpasang
Ventilator Diruang ICU RSUD Dr.
Moewardi
Surakarta.Peneltian
keperawatan.Tesis . 20014

Ozyurex, S., Assoc, Genz., Assoc, Koca,


Ugur., unerli, Ali. Respiratory
Hemodinamic
Responses
to
Mobilization of Critically ill Obese
Patients. Journal of Cardiopulmonary
Physical Therapy. 2012; Volume :23
NO. 1.
Vollman, K. M. Intoduction to Progressive
Mobility. Crtitical Care Nurse. 2010;
30 (2); S3-5. AACN.

Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progresif Level I Terhadap Nilai Monitoring Hemodinamik Non
InvasifPada Pasien Cerebral Injury di Ruang ICU Ulin Banjarmasin Tahun 2015

48

Anda mungkin juga menyukai