Anda di halaman 1dari 47

EVALUASI KEHILANGAN WAKTU KERJA EFEKTIF TERHADAP

WAKTU KERJA ALAT GALI MUAT DAN ALAT ANGKUT PADA


PENINGKATAN PRODUKSI OVERBURDEN DI
PIT 5 PT. KTC COAL MINING & ENERGY JOB SITE PT. HARFA
TARUNA MANDIRI DESA LEMO KABUPATEN BARITO UTARA
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

TUGAS AKHIR

OLEH :

FRISKA NATALINA
DBD 109 013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Penggunaan peralatan mekanis yang tidak optimal akan menimbulkan
dampak terhadap pencapaian target produksi. Hal ini disebabkan karena masih
rendahnya aktualisasi waktu kerja terhadap waktu kerja efektif dari alat gali-muat,
sehingga menyebabkan menurunnya efisiensi kerja alat yang ditimbulkan oleh
adanya berbagai macam hambatan di lapangan.
Oleh karena itu, diperlukan adanya evaluasi untuk mengetahui hambatanhambatan yang terjadi dan dapat menekan loss time (kehilangan waktu) dari
waktu kerja agar dapat mengoptimalkan waktu kerja efektif dari alat gali-muat.
Karena dengan optimalnya pencapaian waktu kerja efektif akan meningkatkan
utilisasi alat dan produksi yang ditargetkan oleh perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang ada pada latar belakang di atas, maka
perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian tugas akhir ini adalah :

a) Apa saja hambatan kerja yang terjadi dalam kegiatan pengupasan overburden
di PT. KTC Coal Mining & Energy?
b) Bagaimana efisiensi kerja dari rangkaian alat gali-muat dan alat angkut yang
digunakan?
c) Bagaimana waktu kerja efektif dari alat gali-muat dan alat angkut?
d) Bagaimana keterkaitan antara pengalokasian waktu kerja efektif terhadap
utilisasi alat?

1.3 Batasan Masalah


Agar penelitian ini sesuai dengan yang direncanakan, serta lebih jelas dan
terarah maka batasan masalah dalam Penelitian Tugas Akhir ini adalah :
a) Pengamatan hanya pada alat-alat mekanis yang digunakan untuk
mengupas overburden pada pit 5 di front loading 1 yaitu alat gali-muat
excavator backhoe Hitachi ZX870H-3 serta alat angkut ADT Volvo
A40E.
b) Pengamatan dilakukan dengan menitikberatkan pada hambatan kerja
yang terjadi, kesediaan alat, waktu kerja efektif, dan efisiensi kerja dalam
kegiatan pengupasan overburden.

c) Data-data yang diambil hanya dalam shift I saja. Namun dalam


perhitungan kondisi pada shift II dianggap sama dengan shift I sehingga
data yang digunakan sama dengan data pada shift I.

1.4 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dilakukannya penelitian adalah :
a) Mengetahui hambatan-hambatan kerja yang terjadi di lapangan.
b) Mengetahui efisiensi waktu kerja dari rangkaian alat gali-muat dan alat
angkut.
c) Melakukan evaluasi kehilangan waktu kerja efektif dari alat gali-muat dan
alat angkut.
d) Menghitung keterkaitan antara pengalokasian waktu kerja efektif terhadap
utilisasi alat guna pencapaian target produksi.
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini :
a) Memberikan solusi untuk dapat mengurangi hambatan-hambatan yang
terjadi di lapangan.
b) Dapat menekan kehilangan waktu kerja efektif (loss time) alat gali-muat dan
alat angkut, sehingga dapat mengoptimalkan waktu kerja efektif.

c) Dengan tercapainya pengalokasian waktu kerja efektif, utilisasi alat dapat


dioptimalkan sehingga target produksi dapat tercapai.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1

Pengupasan Tanah Penutup (Stripping Overburden)


Pengupasan lapisan tanah penutup adalah suatu kegiatan penggalian lapisan

tanah penutup yang bertujuan untuk mengambil bahan galian yang berada di
bawah lapisan tanah penutup tersebut.
2.1.2

Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Pembersihan lahan ini dilaksanakan untuk memisahkan pepohonan
dari tanah tempat pohon tersebut tumbuh. Dalam pelaksanaannya,
pekerjaan ini dibantu oleh alat mekanis bulldozer

2.1.3

Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)

Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan


terpisah terhadap tanah penutup (overburden), agar pada saat pelaksanaan
reklamasi dapat dimanfaatkan kembali..
2.1.4

Pelaksanaan Pengupasan Tanah Penutup (Overburden)


Proses pengupasan tanah penutup ini dapat langsung dilakukan dengan
alat mekanis excavator apabila material yang akan digali adalah material
lunak..

2.1.5

Penimbunan Tanah Penutup


Merupakan tahap akhir dari suatu kegiatan pengupasan lapisan tanah
penutup yang nantinya akan dibawa menuju lokasi penimbunan (disposal)
dengan menggunakan alat angkut dump truck dan akan ditangani oleh
bulldozer sebagai alat bantu untuk pemadatan dan penempatannya.

2.2 Peralatan Mekanis


2.2.1

Excavator
Alat penggali sering juga disebut excavator, ada 2 (dua) tipe excavator
yaitu excavator yang berjalan dengan menggunakan roda rantai (Crawler
Excavator) dan excavator yang menggunakan roda karet dipompa (Wheel
Excavator).
Gerakan excavator dalam beroperasi terdiri dari:
1) Mengisi bucket (land bucket)

2) Mengayun (swing loaded)


3) Membongkar beban (dump bucket)
4) Mengayun balik (swing empty)
2.2.2

Dump Truck
Dump truck termasuk alat berat berupa kendaraan yang dibuat khusus
untuk alat angkut karena mempunyai kemampuan yang besar, dapat
bergerak dengan cepat, punya kapasitas angkut yang besar, biaya
operasional yang murah, dan fleksibel.

2.2.3

Bulldozer
Bulldozer dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni menggunakan roda
rantai (Crawler Tractor Dozer) dan yang menggunakan roda karet (Wheel
Tractor Dozer). Bulldozer digunakan sebagai alat pendorong tanah lurus ke
depan maupun ke samping, tergantung pada sumbu kendaraannya..

2.2.4

Grader
Grader adalah alat yang biasa dipergunakan untuk meratakan tanah
timbunan atau memelihara jalanan yang tidak diperkeras.
Grader dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu Tower Grader dan
Motor Grader

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Alat


Produksi alat dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut dalam
penggunaannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produksi alat adalah :

2.3.1

Kesediaan Alat.
a) Kesediaan Mekanis (Mechanical Availability)
Faktor yang menunjukkan kesediaan alat dalam melakukan
pekerjaan dengan memperhatikan kehilangan waktu yang digunakan
untuk memperbaiki mesin, perawatan dan alasan mekanis lainnya.

MA

W
x 100 %
W R

Dimana: MA = Mechanical Availability (%)


W = Working hours atau jumlah jam kerja (jam)
R = Repair hours atau jumlah jam untuk perbaikan alat
(jam)

b) Kesediaan Fisik (Physical Availability)


Physical Availability (PA) adalah catatan tentang kondisi fisik dari
alat yang digunakan.
PA

W S
x 100 %
W SR

Dimana: PA = Physical Availability (%)


W = Working hours atau jumlah jam kerja (jam)

S = Standby hours atau jumlah jam suatu alat yang tidak rusak
tapi tidak digunakan (jam)
W+S+R = Scheduled hours atau jumlah seluruh jam jalan
dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.
c) Penggunaan Kesediaan (Use of Availibility)
Use of Availability (UA) menunjukkan berapa persen waktu yang
digunakan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat itu digunakan.
UA

W
x 100 %
W S

Dimana: UA = Use of Availability (%)


W = Working hours atau jumlah jam kerja (jam)
S = Standby hours atau jumlah jam suatu alat yang tidak rusak
tapi tidak digunakan (jam)
d) Penggunaan Efektif (Effective Utilization)
Faktor yang menunjukkan berapa persen dari seluruh waktu kerja
yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau persen waktu yang
dimanfaatkan oleh alat untuk bekerja dari sejumlah waktu kerja yang
tersedia.
EU

W
x 100 %
W SR

Dimana: EU = Effective Utilization (%)


W = Working hours atau jumlah jam kerja (jam)

S = Standby hours atau jumlah jam suatu alat yang tidak rusak
tapi tidak digunakan (jam)
W+S+R = Scheduled hours atau jumlah seluruh jam jalan
dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.
2.3.2

Pola Penggalian dan Pemuatan


Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan
alat gali-muat dan alat angkut, yaitu:
1) Pola pemuatan yang didasarkan pada keadaan alat gali-muat yang
berada di atas atau di bawah jenjang.
a.

Top Loading, yaitu alat gali-muat melakukkan penggalian


dengan menempatkan dirinya di atas jenjang atau alat angkut berada di
bawah alat gali-muat.

b.

Bottom Loading, yaitu alat gali-muat melakukan penggalian


dengan menempatkan dirinya di jenjang yang sama dengan posisi alat
angkut.

Gamba
r 2. Pola pemuatan berdasarkan posisi alat gai-muat terhadap alat angkut

2) Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan posisi alat angkut untuk


dimuati terhadap posisi alat gali-muat.
a. Single Back Up
b. Double Back Up.

Gamb
ar 2. Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan alat angkut
2.3.3

Waktu Siklus/Edar (Cycle Time)


a. Waktu Siklus Alat Gali-Muat
Waktu siklu alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ctm = T1 + T2 + T3 + T4
Keterangan :
Ctm =
Waktu siklus alat gali-muat, detik
T1 =
Waktu menggali material (digging), detik
T2 =
Waktu putar dengan bucket terisi (swing), detik
T3 =
Waktu menumpahkan muatan (dumping), detik
T4 =
Waktu putar dengan bucket kosong (swing), detik
b. Waktu Siklus Alat Angkut
Waktu siklus alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ctm = T1 + T2 + T3 + T4 + T5 + T6

Keterangan :
Ctm =
T1 =
T2 =
T3 =
T4 =
T5 =
T6 =

2.3.4

Waktu siklus alat angkut, menit


Waktu mengambil posisi untuk dimuati, menit
Waktu diisi muatan, menit
Waktu mengangkut muatan, menit
Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, menit
Waktu pengosongan muatan, menit
Waktu kembali kosong, menit

Faktor Pengembangan Bahan (Swell Factor)


Material di lapangan jika digali akan mengalami pengembangan.
Perbandingan volume sebelum digali (V 1) dan volume setelah digali (V 2)
diartikan sebagai faktor pengembangan.

SF =
2.3.5

densitas loose
densitas insitu

x 100

Faktor Pengisian Bucket (Fill Factor)


Makin besar faktor pengisian bucket, maka kemampuan nyata juga
akan semakin besar yang berarti pemakaian alat semakin baik.

Bf =

Vn
Vs

Keterangan :
Bf = Faktor isian mangkuk (bucket factor)
Vn = Kapasitas nyata mangkuk alat gali-muat, m3

Vs = Kapasitas baku mangkuk alat gali-muat (sesuai spesifikasi alat), m3


2.4 Produksi Alat Mekanis
Untuk menghitung produksi alat mekanis digunakan rumus sebagai berikut :
a) Produksi Alat Gali Muat

Q=

60 x C b x f x Sf x Ek
Ctm

Dimana : Cb = Kapasitas bucket backhoe, m3


f = Fill factor (faktor pengisian bucket), %
Sf = Swell factor (faktor pengembangan bahan), %
Ek = Efisiensi kerja alat, %
Ctm= Waktu edar alat gali-muat, menit
b) Produksi Alat Angkut

Q =

60 x n x Cb x Sf x Ek
Cta

Dimana : n

= Jumlah unit

Cb = Kapasitas bak, m3
Sf = Swell factor ( faktor pengembangan bahan), %
Ek = Efisiensi kerja alat, %
Cta= Waktu edar alat angkut, menit

2.5 Keserasian Kerja (Match Factor)

Match factor merupakan suatu faktor penting yang digunakan dalam


penentuan jumlah alat angkut maupun jumlah alat gali-muat, agar terjadi
sinkronisasi kerja.
Produksi alat gali-muat = Produksi alat angkut
Sehingga perbandingan antara alat angkut dan alat gali-muat mempunyai nilai
satu.

Produksi alat angkut


Produksi alat gali muat
n Ctm x Na
Cta x Nm

n Ctm merupakan waktu yang dibutuhkan oleh alat gali-muat untuk mengisi
penuh satu unit alat angkut (CTm). Sehingga persamaan untuk match factor
menjadi :
CTm x Na
Cta x Nm

MF =
Keterangan :
MF

= Match Factor atau faktor keserasian

Na

= Jumlah alat angkut dalam kombinasi kerja (unit)

Nm

= Jumlah alat gali-muat dalam kombinasi kerja (unit)

= Banyaknya pengisian tiap satu alat angkut

Cta

= Waktu edar alat angkut (menit)

Ctm

= Waktu edar alat gali-muat (menit)

CTm

= Lamanya pemuatan ke alat angkut, yang besarnya adalah jumlah


pemuatan dikalikan dengan waktu edar alat gali-muat (n.Ctm)

Bila hasil perhitungan diperoleh :


a. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut
bekerja 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat karena
menunggu alat angkut yang belum datang.
Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm)
Cta x Nm
CTm
Na

Wtm

b. MF = 1, artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehingga tidak terjadi
waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.
c. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.
Waktu tunggu alat angkut (Wta)

Wta

CTm x N a
Cta
N gm

2.6 Efisiensi Kerja


Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau
merupakan suatu perbandingan antar waktu yang dipakai untuk bekerja dengan
waktu yang tersedia.

Hambatan-hambatan yang terjadi selama jam kerja dapat dikelompokkan


menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Hambatan yang dapat dihindari
Hambatan yang dapat dihindari merupakan hambatan yang terjadi karena
adanya penyimpangan terhadap waktu kerja yang telah dijadwalkan, yang
termasuk tersebut adalah sebagai berikut :
a) Terlambat memulai kerja
b) Cepat berakhir kerja
2. Hambatan yang tidak dapat dihindari
Hambatan yang tidak dapat dihindari merupakan hambatan yang terjadi pada
waktu jam kerja yang menyebabkan hilangnya waktu kerja, yang termasuk
dalam hambatan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Keperluan operator
b) Hambatan pada alat
c) Hujan
Dengan menghitung keterlambatan-keterlambatan yang terjadi, maka
waktu kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Wke = Wkt (Whd + Whtd)
Dengan :

Efisiensi kerja =
Dimana :

Wke
x 100%
Wkt

Wke

: Waktu kerja efektif, menit

Wkt

: Waktu kerja tersedia, menit

Whd

: Waktu hambatan yang dapat dihindari, menit

Whtd

: Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari, menit

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian


3.1.1

Profil dan Sejarah Perusahaan


PT. KTC Coal Mining & Energy Site Lemo, Muara Teweh berdiri pada
tanggal 9 November 2007, yang berada di bawah KTC group dengan Head
Office berada di Singapura, sedangkan Head Office Indonesia berada di
Samarinda, Kalimantan Timur. PT. KTC Coal Mining & Energy bergerak
di bidang usaha pertambangan yang mulai memproduksi batubara sejak
bulan Agustus 2008.
Status PT. KTC Coal Mining & Energy adalah sebagai Join Operation
(JO) atau mitra kerja dengan 2 (dua) owner yaitu PT. Harfa Taruna Mandiri
dan PT. Berkat Bumi Persada. Daerah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang
dimiliki PT. Harfa Taruna Mandiri seluas

3.1.2

Lokasi dan Kesampaian Daerah


PT. KTC Coal Mining & Energy secara administratif terletak di Desa
Lemo, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Provinsi
Kalimantan Tengah. Lokasi penambangan dapat ditempuh dari Palangka
Raya melalui jalur darat ke Muara Teweh dengan jarak km selama 8
jam. Dari Muara Teweh perjalanan dilanjutkan melalui jalan darat dengan
jarak tempuh 20 km, kemudian menyeberangi sungai dengan

menggunakan speedboat 15 menit melalui port / log pond PT. KTC Coal
Mining & Energy dan dilanjutkan sekitar 11 km menuju mess kantor
melalui jalan darat.
3.1.3

Keadaan Iklim dan Curah Hujan


Lokasi daerah penelitian berada pada iklim tropis basah, seperti
umumnya yang terjadi di wilayah Indonesia. Lokasi yang relatif dekat
dengan garis khatulistiwa menyebabkan fluktasi yang terjadi sepanjang
tahun relatif kecil..

3.1.4

Flora dan Fauna


a) Flora
Vegetasi yang terdapat di daerah penelitian dan sekitarnya
merupakan vegetasi hutan yaitu terdiri dari hutan dan semak belukar
serta hutan bekas ladang masyarakat.
b) Fauna
Jenisjenis fauna yang terdapat di daerah penelitian dan sekitarnya
meliputi babi hutan, ular, katak, berbagai jenis primata seperti kera dan
owa-owa, biawak, serta beberapa jenis burung dan lainnya.

3.1.5

Sosial dan Kependudukan


Secara umum penduduk Desa Lemo I dan Lemo II yang bermukim di
dekat areal pertambangan berasal dari suku Dayak Bakumpai, Dusun
Bayan, dan Dusun Taboyan. Mata pencaharian utamanya adalah berladang

dan menyadap karet serta berbagai hasil hutan lainnya seperti damar dan
rotan. Namun sebagian ada juga yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri
Sipil (PNS). Mayoritas penduduk beragama Islam, sedangkan agama
lainnya yaitu Kristen Protestan, Katolik, Hindu Kaharingan, dan Budha.

3.2 Keadaan Geologi


3.2.1

Geologi Regional
Secara geologi daerah Lemo termasuk ke dalam peta geologi Lembar
Muara teweh (S. Supriatna dkk., 1995) dan peta geologi Lembar Buntok
(Soetrisno dkk.,1994). Daerah Lemo terletak di pinggiran Cekungan Barito
bagian utara yang terbentuk pada Awal Tersier. Di dalam Cekungan Barito
bagian utara terdapat beberapa kelompok formasi batuan, dengan dasar
cekungan adalah batuan berumur Pra Tersier, yang terdiri dari batuan beku,
batuan metamorf dan batuan meta sedimen.
a) Stratigrafi
Menurut S. Supriatna dkk. (1995) dan Sutrisno dkk (1994)
stratigrafi batuan berumur Tersier Cekungan Barito bagian utara secara
berurutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut.
Formasi Tanjung merupakan batuan Tersier paling tua dan sebagai
formasi pembawa batubara. Menurut S. Supriatna (1995) Formasi
Tanjung seumur dengan Formasi Batu Kelau dan Batupasir Haloq
yang terdapat di bagian Utara daerah Lemo, yaitu berumur Eosen

Akhir. Selain itu terdapat batuan berumur Eosen Akhir namun terletak
di atas Formasi Tanjung, Batu Kelau dan Batupasir Haloq yang
dinamakan Formasi Batu Ayau. Selaras di atas Formasi Batu Ayau
terdapat Formasi Ujohbilang yang berumur Oligosen Awal.
Di atas Formasi Ujohbilang terdapat Formasi Berai yang menjari
jemari dengan Formasi Montalat, Karamuan dan Purukcahu yang
berumur Oligosen Akhir. Di dalam Formasi Karamuan terdapat
Anggota Batugamping Jangkan dan di dalam Formasi Purukcahu
terdapat Anggota Batugamping Penuut. Kedudukan ketiga formasi
tersebut dengan formasi di bawahnya adalah tidak selaras, tetapi di
sebelah selatan daerah Lemo kontak antara Formasi Tanjung dengan
Formasi Berai dan Montalat adalah selaras, dan tidak ditemukan
endapan Formasi Karamuan, Formasi Purukcahu, Formasi Ujohbilang,
Formasi Batu Kelau dan Batupasir Haloq.
Di atas Formasi Berai dan Montalat terdapat Formasi Warukin
yang mengandung batubara, berumur Miosen Tengah-Akhir. Di bagian
daerah Lemo diendapkan Formasi Kelinjau yang seumur dengan
Formasi Warukin. Kontak antara Formasi Warukin dengan formasi di
bawahnya tidak selaras. Secara tidak selaras diatas Formasi Warukin
terdapat Formasi Dahor yang berumur Plio-Plistosen. Endapan yang
paling atas adalah Aluvium yang terdiri dari karakal, kerikil dan pasir.
Selain endapan-endapan yang telah disebutkan di atas terdapat

terobosan-terobosan batuan beku bersifat andesitik dan dioritik yang


terjadi pada Miosen Awal, dinamakan Intrusi Sintang. Secara umum
perlapisan batuan di daerah Lemo membentuk perlipatan yang berarah
Baratdaya- Timurlaut sampai Selatan Utara. Di beberapa tempat
perlipatan-perlipatan tersebut mengalami penunjaman dan pencuatan,
bahkan ada yang tergeserkan akibat pengaruh sesar.

Gambar 3. Stratigrafi Cekungan Barito Utara


b) Endapan Batubara
Formasi pembawa batubara di Kabupaten Barito Utara adalah
Formasi Tanjung dan Formasi Montalat yang dikelompokan menjadi
batuan sedimen berumur Paleogen, serta Formasi Warukin yang
dikelompokan ke dalam batuan sedimen berumur Neogen.
Ketebalan batubara berumur Paleogen berkisar antara beberapa
sentimeter hingga 7 m, sedangkan batubara berumur Neogen bisa
mencapai 20 m. Dari hasil analisis laboratorium para penyelidik
terdahulu menunjukan bahwa nilai kalori batubara berumur Paleogen
berkisar antara 5500 kal/gr 7000 kal/gr, sedangkan nilai kalori batuan
berumur Neogen berkisar antara 4500 kal/gr 5000 kal/gr.
Apabila dilihat secara kualitas batubara berumur Paleogen lebih
baik dari batubara berumur Neogen walaupun jumlahnya tidak
sebanyak batubara berumur Neogen.
3.2.2

Geologi Daerah Penelitian


a) Morfologi
Berdasarkan kenampakan di lapangan daerah Lemo dibentuk oleh
dua satuan morfologi, yaitu satuan morfologi pedataran dan satuan
morfologi perbukitan. Satuan morfologi perbukitan menempati kurang
lebih 80% wilayah penelitian.

Satuan morfologi perbukitan penyebarannya meliputi sebelah


Selatan Lemo, sebelah Barat di sekitar sungai Lemo dan di sebelah
Utara di sekitar Sungai Nango. Sementara satuan morfologi pedataran
terletak di sebelah Timur di sepanjang aliran sungai Barito, satuan ini
membentuk daratan rendah yang umumnya rawa basah yang terbentuk
oleh proses endapan sungai Barito.
Daerah penelitian dan sekitarnya menempati wilayah yang cukup
landai hingga berbukit dengan ketinggian antara 80 - 145 m di atas
permukaan laut (dpl), dan menunjukan keadaan morfologi yang
bergelombang lemah hingga perbukitan, yakni dengan kemiringan
lereng antara 25 - 30 %. Sungai-sungai yang berkembang di lokasi
penelitian berdasarkan tahapan geomorfik merupakan sungai periode
muda yang dicirikan dengan adanya tebing terjal dan gradian sungai
yang tidak teratur. Pola aliran yang berkembang sampai saat ini
menunjukkan pola aliran Rectangular yang mencirikan pola aliran yang
terbentuk oleh percabangan sungai-sungai yang membentuk sudut sikusiku.
b) Stratigrafi
Stratigrafi daerah Lemo secara berurutan dari bawah ke atas adalah
sebagai berikut ;

Batuan Gunungapi Kasale

Merupakan batuan dasar Cekungan Barito yang berbentuk retas dan


stock, umumnya terdiri dari basal piroksen berwarna abu-abu
kehijau-hijauan, porfiritik, sebagian terubah menjadi lempung, klorit
dan kalsit, berumur Kapur Akhir.

Formasi Tanjung
Merupakan batuan Tersier paling tua dan sebagai formasi pembawa
batubara, dapat dibedakan menjadi dua bagian. Bagian bawah terdiri
dari

perselingan

batupasir

kuarsa

dengan

lanau

bersisipan

batugamping dan batubara. Bagian bawah terdiri dari perselingan


batupasir, batulempung dan batulanau.

Formasi Berai
Terletak selaras di atas Formasi Tanjung terdiri dari batugamping
yang kadang-kadang sebarannya membentuk lensa-lensa dengan
sisipan batulempung.

Formasi Montalat
Formasi Montalat menjari-jemari dengan Formasi Berai, terdiri dari
batupasir kuarsa bersisipan batulempung dan batubara. Formasi
Montalat tersingkap di daerah Lemo, namun di dalam Formasi
Montalat daerah Lemo tidak ditemukan endapan batubara.

Formasi Karamuan

Kedudukan Formasi Karamuan menjari-jemari dengan Formasi Berai


dan Montalat. Terdiri dari batulumpur bersisipan batugamping dan
batulanau.

Formasi Warukin
Terletak selaras di atas Formasi Berai dan Montalat, terdiri dari
batupasir kuarsa bersisipan batulempung, batulanau dan batubara.

c) Struktur Geologi
Secara umum perlapisan batuan di daerah Lemo berarah BaratdayaTimurlaut dengan arah jurus berkisar antara N355oE N30oE dan
N215oE 240oE, kemiringannya berkisar antara 15o 60o..
d) Sebaran Batubara
Di daerah Lemo ditemukan 18 singkapan batubara yang terdapat
dalam Formasi Tanjung dan Warukin. Berdasarkan letak singkapan yang
ditemukan, batubara daerah Lemo dikelompokan menjadi beberapa
blok, yaitu untuk batubara dalam Formasi Tanjung menjadi Blok
Tangucin, Nyaung, Jelutung dan Blok Layang, sedangkan untuk
Formasi Warukin menjadi Blok Juloi dan Blok Berioi.

Blok Tangucin
Batubara disini terdiri dari dua lapisan yang membentuk antiklin
berarah Baratdaya-Timurlaut atau dengan arah jurus antara N30oE -

N40oE dan antara N230oE - N240oE dengan sudut kemiringan


berkisar antara 20o 45o. Tebal lapisan atas pada sayap bagian Barat
sekitar 4,60 m dengan panjang sebaran ke arah jurus sekitar 1.000 m.
Tebal lapisan ke dua sekitar 4,20 m dengan panjang sebaran sekitar
2.000 m. Tebal lapisan atas pada sayap bagian Timur sekitar 7,10 m,
panjang sebaran sekitar 1.500 m. Tebal lapisan ke dua sekitar 2,50 m
dengan panjang sebaran sekitar 1.000 m.

Blok Nyaung
Batubara di blok ini terdiri dari satu lapisan, tebalnya berkisar antara
2,10 m 3,10 m, arah jurus berkisar antara N75 oE - N80oE, besar
sudut kemiringan lapisan sekitar 40o, panjang sebaran ke arah jurus
sekitar 1.500 m.

Blok Jelutung
Batubara di Blok Jelutung terdiri dari dua lapisan dengan arah jurus
lapisan berkisar antara N40oE-N60oE, tebal lapisan atas berkisar
antara 1,50 m 2,50 m, panjang sebara sekitar 1.500 m, kemiringan
lapisan sekitar 25o. Tebal lapisan ke dua sekitar 1,50 m, panjang
sebaran sekitar 1.500 m, kemiringan lapisan berkisar antara 20o- 35o.

Blok Layang

Batubara di blok ini terdiri dari satu lapisan yang membentuk antiklin
dengan arah jurus N220oE dan N70oE, tebal lapisan sayap Barat
sekitar 1,00 m, kemiringan lapisan sekitar 60o, tebal sayap Timur
sekitar 2,25 m, kemiringan lapisan sekitar 25o, sebaran ke arah jurus
sekitar 1.000 m.

Blok Juloi
Terdiri dari dua lapisan batubara dengan jurus lapisan sekitar N60oE,
tebal lapisan atas sekitar 2,50 m, kemiringan lapisan 20 o. Tebal
lapisan ke dua sekitar 1,25 m, kemiringan lapisan sekitar 35 o,
panjang sebaran ke arah jurus sekitar 1.000 m.

Blok Berioi
Terdiri dari satu lapisan batubara yang tebalnya sekitar 3,00 m, arah
jurus N25oE, kemiringan lapisan sekitar 25o, panjang sebaran sekitar
1.000 m.
Batubara pada PT. KTC Coal Mining & Energy dikategorikan ke

dalam batubara berkalori tinggi dengan nilai kalori 7.000 8.000 kal/gr.
3.3 Alat Dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain:
a. Buku Lapangan (Catatan Harian).

b. Alat Tulis.
c. Kamera Digital.
d. Alat Pelindung Diri (APD)
e. Laptop

3.4 Tata Laksana Penelitian


3.4.1

Langkah Kerja
Penelitian ini dimulai dengan studi literatur yaitu pengumpulan datadata literatur yang berkaitan dengan penelitian. Selanjutnya dilakukan studi
lapangan yang berhubungan dengan pengamatan data yang meliputi :
1) Melakukan observasi lapangan
2) Melakukan pengamatan dan pengumpulan data yang berkaitan dengan
cycle time, productivity, kesediaan alat, waktu kerja, dan hambatan kerja
alat gali-muat angkut.
3) Melakukan evaluasi dan pengolahan data.
4) Hasil evaluasi dari data digunakan untuk mengetahui hambatan apa saja
yang terjadi dan bagaimana waktu kerja efektif dari alat gali-muat dan
alat angkut sehingga didapat solusi permasalahan yang dapat dilakukan.

3.4.2

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam mengumpulkan data-data


adalah sebagai berikut :
1) Metode Pustaka (Studi Literatur).
2) Metode Observasi (Pengumpulan Data)
a. Pengambilan data primer (pengamatan lapangan), dilakukan dengan
cara mengamati secara langsung kegiatan produksi di lapangan. Data
tersebut antara lain :
1. Cycle time
2. Productivity dan kesediaan alat
3. Waktu kerja
4. Hambatan yang terjadi
5. Efisiensi kerja
b. Pengambilan data sekunder :
1. Data geologi
2. Data lokasi daerah penelitian
3. Data curah hujan
4. Data produksi
5. Data plan produksi per bulan.
3) Metode Interview (Wawancara)
Metode ini dilakukan dengan cara mencari data melalui penjelasan
secara langsung atau tanya jawab di lapangan dari pihak perusahaan PT.
KTC Coal Mining & Energy.

3.5 Rencana Analisis Hasil


Mulai

1.
2.
3.
4.
5.

Permasalahan
Apa saja hambatan kerja yang terjadi dalam kegiatan pengupasan overburden ?
Bagaimana efisiensi kerja dari alat gali-muat dan alat angkut ?
Bagaimana waktu kerja efektif dari alat gali-muat dan alat angkut ?
Bbygkj

Observasi Lapangan
Pengambilan Data

Data Primer

Data Sekunder

Waktu kerja tersedia


Productivity alat
Cycle time
Kesediaan alat
Hambatan kerja yang
terjadi
Efisiensi kerja

Profil Perusahaan
Peta Lokasi Penelitian
Curah Hujan
Geologi Regional Daerah
Penelitian
Spesifikasi Alat
Data Produksi

Analisis Data
Mengevaluasi hambatan kerja yang terjadi dan waktu kerja efektif alat guna pencapaian target
produksi

Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai

Gambar 3. Diagram Alir Analisis Hasil Penelitian

3.6 Waktu Penelitian


Penelitian Tugas Akhir dilaksanakan mulai tanggal 1 November Desember
2013, dengan jadwal kegiatan sebagai berikut :
Tabel 3. Waktu Penelitian Tugas Akhir
November
Kegiatan
Studi Literatur
Observasi Lapangan
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Penyusunan Laporan

Desember
4

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Hazard Report
Point Point yang terdapat dalam Hazard Report adalah :
1. Profil :

Tanggal dan jam kejadian

Work Area Kejadian

Penanggung jawab Area

Identifitas Pelapor (Nama/Id)


Tangan Tangan Pelapor

2. Jenis Bahaya/Klasifikasi Bahaya


N

Kategori Bahaya

Keterangan

o
(1

(2)

(3)

)
1

Housekeeping

Masalah Penempatan

2
3
4

Electrical
LOTO
Vehicle Plant

Masalah Kelistrikan
Masalah LOTO
Masalah yang terjadi pada kendaraan

5
6
7
8
9
1

Health & Hygiene


Ground Condition
Unsafe Condition
Unsafe Act
Dust
Fire Extinguisher

bergerak
Masalah Kesehatan & Kebersihan
Kondisi Tanah yang Kurang Baik
Kondisi Berbahaya
Tindakan Tindakan Tidak Aman
Masalah Debu
Apar

0
1

Vibration / Noise

Masalah Bising dan Getaran

1
1

Enviroment

Masalag Kerusakan Lingkungan

2
1

Flora dan Fauna

Masalah dengan Flora dan Fauna

3
1

Sign

Masalah Keberadaan Rambu / Tanggul

4
1

Tools

Masalah Peralatan Kerja / Perlengkapan

Kerja

(1

(2)

(3)

)
1

Traffic

Masalah Pelanggaran Rambu

6
1

Road Surfice

Permukaan Jalan

7
1

APD

Masalah Penggunaan dan kondisi PPE

Prosedur

Prosedur

9
2

Baricade

Pembatas

0
2

Reflector

Reflektor

1
2

Tanggul

Tanggul

2
2

Other

Lain - Lain

3. Description of Hazards/Uraian Bahaya


4. Action taken by you/Tindakan yang anda lakukan
5. Futher Action Requited/Tindakan Lanjutan yang diperlukan

By Who/Oleh Siapa

When/Kapan

4. 1.2 Area Pekerjaan di Lokasi Tambang PT. Darma Henwa Tbk.


Berikut adalah Area area pekerjaan yang berada di lokasi tambang PT.
Darma Henwa Tbk yang memungkinkan terdapat potensi bahaya dan
dapat teridentifikasi bahaya yang timbul :

1.

Warehouse

2.
5.

Road
Pit
Highwall
Disposal

6.

Hauling Road Coal

7.

Fuel Station

8.

Washpad

9.

Tyre Shop

10.

Underpass

11.

Workshop

12.

Office

13.

Crusher

14.

Port

15.

Clinic

16.

Waterfill

17.

Loading Point

3.
4.

4.1.3 Bahaya yang paling berpotensi sepanjang bulan Januari Februari Tahun
2012.

Tabel 4.1 Persentase Potensi Bahaya :


No

Potensi Bahaya

Frekuensi Laporan

Persentase

(1)

(2)

(3)

(4)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Kondisi jalan rusak


Bekas Oli berceceran
Tidak ada Rambu
Material Jatuh
APD Tidak Lengkap
Tidak tertib driver
Penerangan Kurang
Pelanggaran Rambu
Masalah Listrik
Kondisi berbahaya
Kebersihan/kesehatan
Prosedur tidak sesuai
Posisi Parkir tidak sesuai
Tindakan tidak aman Pekerja
Total

54
4
35
18
28
22
8
19
2
105
47
37
35
131
545

9,9 %
0,7 %
6,4 %
3,3 %
5,1 %
4,0 %
1,5 %
3,5 %
0,4 %
19,3 %
8,6 %
6,8 %
6,4 %
24,0 %
100, 0 %

4.1.4 Area temuan bahaya sepanjang bulan Januari Februari Tahun 2012.
Tabel 4.2 Persentase Area Temuan Bahaya

No

Area Temuan Bahaya

Frekuensi

Persentase

(1)

(2)
Workshop
Road
Pit
Office
Loading point
Disposal
Disposal Pit 3
Hauling Pit
Hauling Road Coal

(3)
64
3
284
39
12
13
5
10
29

(4)
11.7%
0.6%
52.1%
7.2%
2.2%
2.4%
0.9%
1.8%
5.3%

Fuel Station

4
36

0.7%
6.6%

Washpad

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10

Area AI
.
11.
12
.

0.4%

Lanjutan Tabel 4.2


(1)

(2)

(3)

(4)

0.7%

9
Frekuensi

1.7%
Persentase

0.9%

0.7%

1.1%

0.9%

0.7%

0.7%

0.4%

1
545

0.2%
100.0%

13
Port
.
14
Tyre Shop
.
No
15

Area Temuan Bahaya


Crusher

.
16
Clinic
.
17
Underpass
.
18
Checkpoint
.
19
Fabrication
.
20
Posko Jalan M16
.
21
Parkiran Baru
.
22
Pondok Checker
.
Total

4.1.5 Struktur Organisasi Departement HSE

STRUKTUR ORGANISASI DEPARTEMEN HSE


PT. DARMA HENWA Tbk.
ASAM ASAM COAL PROJECT

4.2
4.2.1

Gambar 4.21 Struktur Organisasi Departemen HSE


Pembahasan
Penerapan Hazard Report di PT. Darma Henwa,Tbk
Hasil Pengamatan di lapangan, di PT. Darma Henwa Tbk Hazard
Report disediakan dalam bentuk blangko yang dicetak menyerupai buku saku
yang bertujuan agar mudah dalam pengaplikasiannya dilapangan.

4.2.2

Area Pekerjaan di Lokasi Tambang PT. Darma Henwa Tbk.

Berikut merupakan pembahasan mengenai Area area Pekerjaan yang


terdapat di lokasi Tambang PT. Darma Henwa Tbk.
1. Warehouse
Warehouse merupakan gudang penyimpanan..
2. Road
Road adalah Jalan yang dibuat Perusahaan.
3. Pit
Pit adalah daerah bukaan tambang dimana proses penggalian batubara
dilakukan.
4. Highwall
Highwall merupakan dinding pembatas yang dibuat di area Pit.
5. Disposal Pit
Disposal Pit adalah area yang dibuat di Pit sebagai lokasi penimbunan OB
atau Over Burden.
6. Hauling Pit
Hauling Pit adalah akses akses jalan yang dibuat di area Pit sehingga
memudahakan dalam pekerjaan penambangan di Pit.
7. Hauling Road Coal
Haulling Road Coal merupakan Jalan angkut Batubara.
8. Fuel Station
Fuel Station merupakan areal Pengisian Bahan Bakar.
9. Washpad
Washpad merupakan tempat pencucian Alat yang akan masuk ke
Workshop..
10. Tyre Shop
Tyre Shop terletak tidak jauh dari Workshop, dimana perbaikan dan
perawatan ban dilakukan disini.
11. Workshop
Workshop bisa juga disebut Bengkel, karena disini semua proses
perawatan dan perbaikan Unit dan Alat dilakukan disini.
12. Underpass

Underpass merupakan terowongan bawah tanah yang dibuat, akses jalan


ini dibuat menuju ke Port untuk tahap Loading,.
13. Office
Office atau Kantor adalah tempat dimana semua kegiatan administrasi
dilakukan..
14. Crusher
Crusher adalah tempat pengolahan Batubara.
15. Port
Port atau Pelabuhan adalah tempat dimana Proses Loading Batubara ke
Tongkang berlangsung
16. Clinic
Clinic merupakan Pusat Medical di Area Lokasi Tambang, dimana para
ahli, Perawat dan Dokter ditugaskan untuk melayani pekerja yang
mengalami gangguan Kesehatan..
17. Waterfill
Waterfill adalah tempat pengisian air bagi Unit Penyiraman.
18. Loading Point
Loading Point merupakan tempat pengisian Batubara di Pit,

4.2.3

Proses Penginputan Hazard Report di PT. Darma Henwa,Tbk.


Proses penginputan Hazard report ke PC guna membentuknya menjadi
sebuah

4.2.4

laporan

dan

file

sehingga

diketahui

mana

Bahaya

yang

penanggulangannya bersifat closed dan open


Pengelolaan Hazard Report di PT. Darma Henwa,Tbk.
Pengelolaan Hazard Report dikelola oleh Departemen HSE (Healthy
Safety and Enviromental), pengelolaannya dengan menugaskan 2 (dua)
Admin Khusus yang bertugas dalam meinput dan mengelola laporan Hazard
Report. Dimana Sistem Pengelolaannya dikelola secara arsip dan laporan

4.2.5

Jalur Koordinasi Departemen HSE.


Jalur Koordinasi yang terdapat di Departemen HSE yang dapat terlihat
pada Gambar 4.19 Struktur Organisasi Departemen HSE PT. Darma Henwa
Tbk menerangkan dimana tanggung jawab tertinggi di HSE adalah manager
atau HOD (Head Of Departement), HOD adalah posisi karyawan tertinggi

4.2.6

dalam departemen.
Analisa Data Potensi Bahaya dan Area Temuan Bahaya
Dari Hazard Report yang masuk maka kita dapat menganalisa Bahaya
apa yang paling berpotensi terjadi selama Bulan Januari dan Februari 2012
di area pekerjaan tambang, Selain itu kita dapat mengetahui area mana yang
paling banyak berpotensi bahaya.

4.2.7 Tindak Lanjut Penanggulangan Bahaya dari Hazard Report


Dalam Hazard Report terdapat 3 (tiga) jenis status penanggulangan
bahaya yaitu closed,open, dan progress tindak lanjut dari Hazard Report
adalah akan dibahas pada weekly meeting karena pada meeting tersebut akan
dilaporkan mana yang status bahayanya bersifat open yang sangat perlu
dilakukan penanggulangan secara jangka panjang.
4.2.8 Manajemen Risiko.
Manajemen Risiko adalah termasuk satu tahapan dalam tindak lanjut
Penanggulangan Bahaya yang ada. Dimana dari semua jenis bahaya yang
teruraikan dalam Hazard Report dimasukkan ke dalam Penilaian Risiko.
Penilaian Risiko dilakukan dengan tujuan mengetahui seberapa besar dampak
yang ditimbulkan oleh bahaya tersebut, dampak terhadap manusia, peralatan
dan lingkungan.
4.2.9 Kendala Dalam Penerapan dan Pengaplikasiannya Hazard Report.

Beberapa kendala yang ditemukan dalam pengaplikasian dan


penerapan Hazard Report,yaitu :
1. Susahnya membaca tulisan pelapor, sehingga mengalami kesulitan dalam
menganalisa bahaya apa yang timbul dan tindakan apa yang perlu
dilakukan serta sarat dari pelapor susah dalam dibaca.
2. Kurang telitinya pelapor bahaya dalam mengisi blangko hazard report.
3. Kurang pahamnya pelapor dalam bahaya apa yang dilaporkan.
4. Pelapor tidak menuliskan nama dengan benar, sehingga menyulitkan dalam
peinputan.
Sedangkan dalam penerapan Hazard Report, kendala apa yang ada tidak
terlalu khusus, kendala yang ada berupa :
1. Kurangnya Kesadaran semua pelaku/pekerja di area tambang akan potensi
bahaya yang timbul atau yang akan terjadi apabila tidak dilaporkan.
2. Kurangnya kepedulian semua pihak dalam menyampaikan laporan bahaya
yang mereka temui.
3. Terkadang pelapor terlambat dalam memberikan laporannya, sehingga
mengakibatkan keterlambatan juga dalam hal pencegahan bahaya yang ada.
4.2.10 Manfaat Hazard Report

Manfaat dari Hazard Report adalah :


Mengurangi resiko kecelakaan.
Kepedulian terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meningkat.
Mendapat masukan dari yang berperan.
Tanggung jawab dalam mencegah kecelekaan kerja meningkat.
Dapat meningkatkan Komunikasi.

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan analisa selama di lokasi penelitian maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hazard Report adalah laporan bahaya dimana bahaya yang dilaporkan
merupakan bahaya yang nyaris terjadi atau bahkan terjadi yang kita temukan
setiap hari di area kerja tambang yang dapat menimbulkan bahaya. Hazard
Report yang diterapkan di PT. Darma Henwa Tbk berbentuk buku saku yang
bertujuan untuk memudahkan dalam penggunaannya di lapangan. Pada
Hazard Report terdapat 2 (dua) lembar, dimana lembar yang bewarna putih
diserahkan kepada PIC (Personal Inchange) atau orang yang bertanggung
jawab, dan kertas yang bewarna kuning diserahkan kepada Departemen
HSE (Healthy Safety and Enviromental).
2. Dari analisa data yang didapat dari Hazard Report yang terkumpulkan
selama Januari Februari Tahun 2012, Potensi bahaya yang paling banyak
mendapatkan Report dengan frekuensi sebanyak 131 kali dengan persentase
24,0%.

3. Dalam Hazard report terdapat 3 (tiga) jenis status penanggulangan bahaya


yaitu closed,open, dan progress tindak lanjut dari Hazard Report adalah
akan dibahas pada weekly meeting karena pada meeting tersebut akan
dilaporkan mana yang status bahayanya bersifat open yang sangat perlu
dilakukan penanggulangan secara jangka panjang. 5.2
5.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan dalam pelaksanaan Penelitian Tugas
Akhir ini adalah saran yang bersifat membangun guna penggunaan atau
pengaplikasian Hazard Report ini dilapangan dapat berjalan dengan baik sesuai
prosedur dan dampak positif pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan di lapangan
Hazard Report yang diterapkan sudah berjalan dengan ketentuan yang ada
namun dalam hal kesadaran dan tanggung jawab dalam penggunaan Hazard
Report belum secara menyeluruh dengan baik diterapkan oleh pekerja Tambang
khususnya yang berada dalam pekerjaan pekerjaan lapangan yang rawan akan
bahaya.

Anda mungkin juga menyukai