LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Tn. H
Usia
: 33 tahun
: 9234xx
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri perut hebat dirasakan sejak 1 minggu SMRS tapi masih bisa ditahan
: merokok (+) 3 bungkus perhari, alkohol (-), kopi (-), olahraga jarang
Riwayat Operasi
: tidak ada
Tes HIV
: belum pernah
Trauma
:-
Riwayat Psikis
Keadaan Umum
Kesadaran : composmentis
BB
: 98 kg
TB
:-
Tanda Vital :
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: 360C
RR
: 18 x/menit
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga
: dalam batas normal
Hidung
: dalam batas normal
Mulut : bibir pucat dan sianosis (-), gigi palsu (-), gigi bolong (-)
Leher
: pembesaran KGB (-)
Thorax :
inspeksi
palpasi
perkusi
Abdomen : membuncit, timpani, bising usus (+), nyeri tekan epigastrium (-), nyeri
Atas
Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), udem (-)
PEMERIKSAAN LAB
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
Hemoglobin
16.5
gr/dL
13.2-17.3
Jumlah leukosit
12.92
ribu/L
3.60-10.60
Jumlah trombosit
301
ribu/L
150-440
Hematokrit
46
40-52
Eritrosit
5.6
ribu/L
4.4-5.9
MCV/VER
81
fL
80-100
MCV/HER
29
Pg
26-34
MCHC/KHER
36
g/dL
32-36
Hematologi
Diagnosis Pra-Bedah
: appendicitis
: appendisitis
ASA
Jenis Pembedahan
: appendectomy
Jenis Anestesia
Premedikasi
:-
PERSIAPAN OPERASI
-
Puasa 6 jam
Sebelum dilakukan induksi pasien dipasang elektroda, manset TD, dan pengukur Sp02.
MEDIKASI
1. Decain 20 mg
2. Fentanyl 0,025 mg
3. Catapres 0,3 mg
4. Sedacum 5 mg
5. Fentanyl 0,05 mg
6. Ephedrin 10 mg
3
7. Ephedrin 10 mg
8. Ephedrin 10 mg
9. Ephedrin 10 mg
10. Ephedrin 10 mg
11. Ketorolac 30 mg
Pukul 21.00
Diberikan :
1. Decain 20 mg
2. Fentanyl 0,025 mg
3. Catapres 0,03 mg
Tercatat TD 130/80 mmHg, Nadi 100x/mnt, SpO2 100%
Kemudian pasien merasa kedua kaki kesemutan dan sulit diangkat
Diberikan 02 nasal canule 3 L
Pukul 21.10
Tercatat TD 120/70 mmHg, Nadi 90x/mnt, SpO2 99%
Diberikan :
1. Sedacum 5 mg
2. Fentanyl 0,05 mg
Pukul 21.25
Tercatat TD 78/48 mmHg, Nadi 101x/mnt, SpO2 99%
Cairan infus diganti RA
Diberikan :
1. Ephedrin 10 mg diulang sebanyak 4 kali
Pukul 21.35
Tercatat TD 91/52, Nadi 103x/mnt, SpO2 100%
Pukul 21.40
Tercatat TD 78/43 mmHg, Nadi 105x/mnt, SpO2 99%
Diberikan :
4
Ephedrine 10 mg
Pukul 21.45
Tercatat TD 98/55 mmHg, Nadi 98x/mnt, SpO2 99%
Cairan infus RA
Diberikan :
-
Ketorolac 30 mg
Pukul 21.55
Operasi selesai
Tercatat TD 98/55 mmHg, Nadi 98x/mnt, SpO2 99%
PASCA ANESTESIA
-
Jumlah cairan
Jumlah perdarahan
: 50 cc
Lama anestesia
: 55 menit
Lama pembedahan
: 30 menit
Pasien dipindahkan ke RR
Nilai
Gangguan pernapasan
(-)
Gangguan kardiovaskular
(-)
Gelisah
(-)
Keluhan nyeri
(-)
Mual-muntah
(-)
Menggigil
BAB II
PEMBAHASAN
5
Tekanan darah normal pada orang dewasa kira-kira 120 mmHg sistol dan 80
d-tubukurarin
4) Anelgesia spinal
6) Penyakit pernafasan
Pneumotorak
7) Reaksi hipersensitivitas
terhadap blokade sympatis dan hipotensi. Hal ini dikarenakan obstruksi mekanis venous
return oleh uterus gravid. Pasien hamil harus ditempatkan dengan posisi miring lateral,
segera setelah induksi anestesi spinal untuk mencegah kompresi vena cava. Demikian juga
pasien dengan tumor abdomen, atau masa abdomen, mungkin menyebabkan hipotensi
berat pada anestesi spinal. Pasien-pasien tua dengan hipertensi dan ischemia jantung
sering menjadi hipotensi selama anestesi spinal dibanding dengan pasien - pasien muda
sehat.
4) Faktor Agen Anestesi Spinal
Derajat hipotensi tergantung juga pada agen anestesi spinal. Pada level anestesi
yang sama, bupivacaine mengakibatkan hipotensi yang lebih kecil dibandingkan
tetracaine. Hal ini mungkin disebabkan karena blokade serabut-serabut simpatis yang
lebih besar dengan tetracain di banding bupivacaine. Barisitas agent anestesi juga dapat
berpengaruh terhadap hipotensi selama anestesi spinal. Agen tetracaine maupun
bupivacaine yang hiperbarik dapat lebih menyebabkan hipotensi dibandingkan dengan
agen yang isobarik ataupun hipobarik. Hal ini dihubungkan dengan perbedaan level blok
sensoris dan simpatis. Dimana agen hiperbarik menyebar lebih jauh daripada agent
isobarik maupun hipobarik sehingga menyebabkan blokade simpatis yang lebih tinggi.
Mekanisme lain yang dapat menjelaskan bagaimana anestesi spinal dapat
menyebabkan hipotensi adalah efek sistemik dari obat anestesi lokal itu sendiri. Obat
anestesi lokal tersebut mempunyai efek langsung terhadap miokardium maupun otot polos
vaskuler perifer. Semua obat anestesi mempunyai efek inotropik negatif terhadap otot
jantung. Obat anestesi lokal tetracaine maupun bupivacaine mempunyai efek depresi
miokard yang lebih besar dibandingkan dengan lidocaine ataupun mepivacaine.4
Adapun beberapa faktor resiko lain terjadinya hipotensi pada anestesi spinal,
diantaranya adalah hipertensi preoperatif, usia lebih dari 40 th, obesitas, kombinasi general
anestesi dan regional anestesi, alkoholisme yang kronis, dan tekanan darah baseline
kurang dari 120 mmHg.
10
obat pilihan utamanya. Dengan ephedrine curah jantung dan resistensi vaskuler perifer
dapat meningkat, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. 8
Vasopresor yang ideal sebaiknya mempunyai efek sebagai berikut:
1) Mempunyai efek kronotropik dan inotropik positif
2) Tidak menstimulasi saraf pusat
3) Tidak menyebabkan hipertensi yang berkepanjangan
Vasopresor yang sering di gunakan untuk kasus hipotensi adalah ephedrine. Karena
ephedrine memiliki efek kardiovaskuler, yang dapat meningkatkan tekanan darah, laju
nadi, kontraktilitas, dan curah jantung. Selain itu juga memiliki efek bronkodilator.
Ephedrine memiliki durasi yang lebih panjang, kurang poten, memiliki efek langsung
maupun tidak langsung dan dapat menstimulasi susunan saraf pusat. Efek tidak langsung
dari ephedrine dapat menstimulasi sentral, melepaskan norepinephrine perifer postsinaps,
dan menghambat reuptake norepinephrine. Efek tidak langsungnya dapat meningkatkan
vasokonstriksi dengan jalan meningkatkan pelepasan dari noradrenaline dan menstimulasi
secara langsung kedua reseptor () beta untuk meningkatkan curah jantung, laju nadi,
tekanandarah sistolik dan diastolik.9 Vercauteren, et.al., dalam penelitiannya mengatakan
pemberian ephedrine sebelum anestesi spinal juga dapat digunakan sebagai tindakan
preventif terjadinya hipotensi. Dalam penelitiannya dengan pemberian 5mg ephedrine
IV(bolus) dapat mengurangi insidensi terjadinya hipotensi.10 Kol, et.al., dalam
penelitiannya juga mengatakan bahwa pemberian ephedrine 0.5 mg/kg sebagai profilaksis
dapat secara signifikan menurunkan angka kejadian hipotensi pada anestesi spinal.
Pemberian ephedrine sebagai profilaksis dapat menurunkan angka kejadian hipotensi dari
95 % menjadi 38 %.15 Ephedrine dengan dosisi 10-25mg intravena pada orang dewasa,
merupakan suatu simpatomimetik yang dapat meningkatkan tekanan darah sistemik akibat
blok sistem saraf simpatis pada anestesi spinal, hipotensi karena inhalasi atau obat- obatan
anestesi intravena. 9
Secara fisiologis penatalaksanaan hipotensi adalah dengan mengembalikan preload.
Cara yang efektif adalah dengan memposisikan pasien menjadi trendelenburg atau dengan
11
head down. Posisi ini tidak boleh lebih dari 20 , karena dengan posisi trendelenburg yang
terlalu ekstrim dapat menyebabkan penurunan prefusi cerebral dan dapat meningkatkan
tekanan vena jugularis, dan bila ketinggian blok pada anestesi spinal belum menetap,
posisi trendelenburg dapat meningkatkan ketinggian level blok pada pasien yang
mendapatkan agen hiperbarik, yang dapat memperburuk keadaan hipotensinya. Hal ini
dapat dihindari dengan menaikkan bagian atas tubuh menggunakan bantal dibawah bahu
ketika bagian bawah tubuh sedikit dinaikkan diatas jantung. 3,8
Algoritme penatalaksanaan hipotensi pada anestesi spinal 8 :
1. Pada pasien sehat
Bila terjadi penurunan tekanan darah mencapai 30 % atau lebih, dilakukan loading
cairan kristaloid 500 1000 ml dengan mempertimbangkan diberikan vasopresor, bila
laju nadi sekitar 70 kali/mnt dapat diberikan ephedrine 5 10 mg IV, dan bila laju
nadi sekitar 80 kali/mnt dapat diberikan phenylephrine 50 100 mcg IV, pemberian
vasopresor tersebut dapat diulang setiap 2 3 mnt bila perlu sampai tekanan darah
kembali normal. Perlu dipertimbangkan juga untuk mengubah posisi menjadi
trendelenburg.
2. Pada pasien dengan adanya penyakit jantung dan kardiovaskuler serta penyakit di
susunan saraf pusat
Bila terjadi penurunan tekanan darah mencapai 30 % atau lebih dan ditemukan adanya
gejala seperti nausea vomitus, nyeri dada, dsb.
Dengan laju nadi 70 kali/mnt dapat diberikan ephedrine 10 20 mg IV, jika tidak ada
respon sampai dengan 2 kali pemberian, dapat diberikan epinephrine 8 16 mg IV
atau infus titrasi epinephrine 0.15 0.3 mcg/kg/min.
Dengan laju nadi 80 kali/mnt dapat diberikan phenylephrine 100 200 mcg IV, jika
tidak ada respon sampai dengan 2 kali pemberian, dapat diberikan infus titrasi
phenylephrine 0.15 0.75 mcg/kg/min atau infus titrasi norepinephrine 0.01 0.1
mcg/kg/min.
12
Gambar. 1
Algoritme Penatalaksanaan Hipotensi Pada Anestesi Spinal
(Tsai, 2007)
EPHEDRINE
Ephedrine memiliki efek kardiovaskuler seperti epinephrine, dapat meningkatkan
tekanan darah, laju nadi, kontraktilitas, dan curah jantung. Ephedrine juga memiliki efek
bronkodilator. Perbedaannya, ephedrine memiliki durasi yang lebih panjang, kurang poten,
memiliki efek langsung maupun tidak langsung dan dapat menstimulasi susunan saraf
pusat. Efek tidak langsung dari ephedrine dapat menstimulasi sentral, melepaskan
norepinephrine perifer postsinaps, dan menghambat reuptake norepinephrine. 11
Efek tidak langsungnya dapat meningkatkan vasokonstriksi dengan jalan
meningkatkan pelepasan dari noradrenaline dan menstimulasi secara langsung kedua
13
reseptor () beta untuk meningkatkan curah jantung, laju nadi, tekanan darah sistolik dan
diastolik. 11
Ephedrine tidak menyebabkan penurunan uterine blood flow, sehingga dapat
digunakan sebagai vasopresor kasus-kasus obstetri. Ephedrine juga memiliki efek
antiemetik. 11
Pada dewasa, dosis yang digunakan adalah 5 10 mg IV dengan durasi 5 10 menit
atau 25 mg IM dengan durasi yang lebih panjang. Dapat pula diberikan dalam infus,
dengan dosis 25 30 mg ephedrine dalam 1 liter ringer laktat. Dosis untuk anak-anak
dapat diberikan dengan dosis 0.1 mg/kg. 3,11
PHENYLEPHRINE
Obat ini bersifat langsung dan dominan terhadap 1-agonis reseptor, dengan dosis
tinggi dapat menstimulasi 2 dan reseptor. Efek utamanya adalah vasokonstriksi perifer,
dan dapat meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah arteri.
Phenylephrine dapat menimbulkan reflek bradikardi, sehingga dapat menyebabkan
penurunan curah jantung. 3,11
Dengan pemberian dosis 50 100 g (0.5 1 g/kg) secara cepat dapat
mengembalikan hipotensi yang disebabkan vasodilatasi perifer akibat anestesi spinal.
Dengan infus kontinyu (0.25 1 g/kg/min) dapat mempertahankan tekanan darah arteri,
namun dapat menurunkan renal blood flow. 3,11
NOREPINEPHRINE
Norepinephrine dapat menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah arteri
maupun vena, hal ini dipicu oleh stimulasi langsung pada reseptor 1 ketika tidak adanya
aktivitas 2. Norepinephrine mempunyai efek terhadap 1 yang dapat meningkatkan
kontraktilitas miokard, sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah
arteri. Norepinephrine memiliki efek menurunkan renal blood flow dan meningkatkan
kebutuhan miokard akan oksigen, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan syok
refrakter. Ekstravasasi dari norepinephrine dapat menyebabkan terjadinya nekrosis
jaringan. 11
14
Norepinephrine dapat diberikan dengan dosis 0.1 g/kg, atau dapat dengan infus
kontinyu dengan dosis 4 mg dalam 500 ml D5 dengan kecepatan 2 20 g/min. 11
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall JE, Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC; 2008.
2. Rooke TW, Sparks HV. In: Rhoades RA, Tanner GA. Medical physiology. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
3. Salinas FV. Spinal anesthesia. A practical approach to regional anesthesia. 4th ed. 2009
; p. 60 102.
4. Liguori GA. Hemodynamic complications, complications in regional anesthesia and
pain medicine .1st ed. 2007 ; p. 43 52.
5. Longnecker DE. Anesthesiology. USA: McGraw-Hill Companies; 2008.
6. Finucane BT. Complication of regional anesthesia. NewYork : Churchill Livingstone;
2000.
7. Brendan T, Finucane. Complications of regional anesthesia. Canada: Department of
Anesthesiology and Pain Medicine University of Alberta Edmonton; 2007.
8. Tsai, T., Greengrass, R., Spinal Anesthesia., Textbook of Regional Anesthesia and
10. Kol IO. The effects of intravenous ephedrine during spinal anesthesia for cesarean.
Delivery: A randomized controlled trial. J Korean Med Sci. 2009; 24: 883-8.
11. Morgan, G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J., Adrenergic Agonist & Antagonists.,
16