Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

OBSERVASI PELAKSANAAN IMUNISASI PADA BALITA


MATA KULIAH PD3I

Kelompok 4
Mei Linda Setiorini

101211131202

Emmy Tanwirotul Aliyah

101211131222

Defi Amalia Setia Ningrum 101211132039


Tiara Sundari

101211133053

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era pembangunan nasional terjadi penurunan kesehatan akibat dari
kualitas hidup yang memburuk akibat dari menurunnya sumber daya manusia.
Masalah kesehatan 2012 yakni pada bidang imunisasi dasar lengkap perlu
mendapatkan perhatian yang lebih karena banyak terjadi penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti Campak, Difteri, Pertusis,Tetanus,
Tuberkulosis, Hepatisis B, dan Polio. Penyakit tersebut jika tidak segera dicegah
maka akan menyebabkan kecacatan bahkan kematian pada penderita.
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi merupakan penyakit
menular yang diharapkan dapat diberantas dan dapat dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi merupakan suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan cara memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat
anti untuk mencegah penyakit tertentu. Adapun tujuan imunisasi adalah
merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga
dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) (Delan Astrianzah dan Margawati, 2011).
Menurut data Riskesdas 2010 diperkirakan 1,7 juta (5%) kematian
disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. PD3I
masuk kedalam target nasional dan global yakni mencapai eradikasi, eliminasi dan
redukasi penyakit tersebut dari muka bumi. Untuk mencapai target tersebut maka
cakupan imunisasi harus ditingkatkan dan merata sampai tingkat Population
Imunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi. Persentase imunisasi menurut
jenisnya yang tertinggi sampai terendah pada saat ini di Indonesia adalah untuk
BCG (77,9%), campak (74,4%), polio (66,7%), dan terendah DPT-HB3 (61,19%).
(Rikesdas, 2010). Sedangkan jumlah kejadian penyakit menular yang bisa dicegah
dengan imunisasi di Surabaya tahun 2006 sebanyak 654 kasus. Berdasarkan hasil
cakupan imunisasi jumlah bayi di Surabaya yang mendapatkan imunisasi
sebanyak 47.948 bayi, namun diketahui angka drop out imunisasi sebesar 15,30
%, penyebabnya yaitu kelengkapan imunisasi. Apabila kelengkapan imunisasi
pada bayi atau balita belum lengkap maka hal ini akan dapat menjadi peluang
penyebaran penyakit menular.
2

Pentingnya pemahaman mengenai tahap pelaksanaan imunisasi dan


observasi secara langsung ke fasilitas pelaksaan imunisasi diperlukan agar
mahasiswa dapat melihat apakah pedoman imunisasi yang ada telah dilaksanakan
secara nyata, serta berpikir kritis pada tahap manakah dalam imunisasi yang
menjadi penyebab angka drop out imunisasi yang masih tinggi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum lapangan ini adalah mengamati tahapan proses
imunisasi di pelayanan kesehatan (praktik dokter spesialis anak) dan
membandingkan proses imunisasi di lapangan dengan panduan imunisasi yang
benar dan lengkap menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Vaksin


Pada dasarnya vaksin dibagi menjadi dua jenis yakni live attenuated
(kuman atau virus hidup yang dilemahkan) dan inactivated (kuman,virus atau
komponennya yang dibuat tidak aktif). Dimana sifat vaksin attenuated dan
inactivated berbeda, perbedaan hal

ini

menentukan bagaimana vaksin ini

digunakan.
a. Vaksin live attenuated
Vaksin hidup attenuated diproduksi di laboratorium dengan cara
melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin
mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki

kemampuan untuk

tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi


tidak menyebabkan penyakit.
Beberapa vaksin yang termasuk dalam jenis live attenuated diantaranya
1. Berasal dari virus : vaksin campak, gondongan (parotitis), rubella,
polio, rotavirus, dan demam kuning (yellow fever)
2. Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.
b. Vaksin inactivated
Vaksin inacti vated dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri ,
atau komponen (fraksi) dari kedua organisme tersebut. Vaksin komponen
dapat berbasis protein atau berbasis polisakarida. Vaksin penggabungan
(conjugate vaccine) polisakarida adalah vaksin polisakarida yang secara
kimiawi dihubungkan dengan protein.
Beberapa vaksin yang termasuk dalam vaksin inactivated diantaranya
1. Berasal dari sel virus yang inactivated seperti influenza, polio (injeksi
atau disuntikkan)
2. Berasal dari bakteri yang inactivated seperti pertusis, tifoid, kolera,
lepra.
3. Vaksin fraksional yang masuk sub-unit seperti hepatitis B, influenza,
pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.
4. Toksoid seperti difteria, tetanus, botulinum.
5. Polisakarida murni seperti pneumokokus, meningokokus, dan
haemophillus influenza
6. Gabungan polisakarida seperti haemophillus influenza tipe b dan
pneumokokus.
4

2.2 Penyimpanan Vaksin


2.2.1 Suhu Penyimpanan
Suhu dalam penyimpanan vaksin dibedakan dari jenis vaksinnya
yakni Suhu optimum untuk vaksin live attenuated dan vaksin inactivated.
Pada vaksin live attenuated sebaiknya disimpan pada suhu +2 sampai dengan
+80C, diatas +80C vaksin hidup akan cepat mati. Sama halnya dengan vaksin
live attenuated, pada vaksin inactivated sebaiknya disimpan dalam suhu +2
sampai dengan +80C namun suhu tersebut jangan sampai dibawah +2 0C (beku)
karena hal tu akan mengakibatkan vaksin menjadi cepat rusak.
2.3 Tata Cara Pemberian Imunisasi
Berdasarkan pedoman imunisasi di Indonesia yang digunakan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebelum melakukan vaksinasi, ada beberapa tata
cara yang dianjurkan untuk dilakukan diantaranya;
1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila
tidak divaksinasi.
2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila
terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3. Baca dengan tel iti informasi tentang vaksin yang akan diber kan danj
angan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab
dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
4. Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadapa vaksin yang akan
diberikan.
5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik dila diperlukan.
6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
7. Periksa vaksin yang diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.
Periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
8. Yakin bahwa vvaksin yang diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula
vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up
vaccination) bila diperlukan
9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar.
Setelah melakukan pemberian vaksin maka hal yang harus dilakukan
yakni sebagai beikut;

1. Berikan petunjuk pada orang tua atau pengasuh apa yang harus
dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih
berat.
2. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
3. Catatan imunisasi secara rinci haru disampaikan kepada Dinas Kesehatan
bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).
4. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi
untuk mengejar ketinggalan bila perlu. (Ranuh & dkk, 2008)
2.4 Cara dan Tempat Pemberian Vaksin
Vaksin dapat diberikan secara subkutan, intramuskular, intrakutan
(intradermal), dan per-oral sesuai dengan petunjuk yang tertera dalam kemasan.
Vaksin harus diberikan pada tempat yang dapat memberikan respons imun optimal
dan memberikan kerusakan minimal terhadap jaringan sekitar, pembuluh darah
maupun persarafan.
Suntikan subkutan pada bayi diberikan pada paha atas bagian
anterolateral atau daerah deltoid untuk anak besar. Jarum yang dipergunakan
berukuran 5/8-3/4 inci yaitu jarum ukuran 23-25. Kulit dan jaringan di bawahnya
dicubit tebal perlahan dengan mempergunakan jempol dan jari telunjuk sehingga
terangkat dari otot, kemudian jarum ditusukkan pada lipatan kulit tersebut dengan
kemiringan kira-kira 45 derajat.
Untuk suntikan intramuskular mempergunakan jarum nomor 22-25.
Menurut pedoman WHO, pada suntikan intramuskular, jarum harus masuk 5/8
inci atau 16 mm sedangkan FDA menganjurkan kedalaman 7/8-1 inci atau 22-25
mm. Sedangkan untuk Suntikan intradermal diberikan pada BCG dan kadangkadang pada vaksin rabies dan tifoid, pada lengan atas atau daerah volar. Ukuran
jarum 3/8-3/4 inci atau jarum nomor 25-27. Untuk vaksin oral, apabila dalam 10
menit anak muntah sebaiknya pemberian vaksin diulang; tetapi bila kemudian
muntah lagi ulangan diberikan pada keesokan harinya. (Pediatri, 2000)

BAB III
HASIL
3.1 Jadwal dan Pelaksanaan Observasi
Obeservasi dilaksanakan selama dua hari, pada hari Kamis, 12 November
2015 dan hari Selasa, 16 November 2015. Pada pukul 18.00 hingga pukul 19.30,
bertempat di Klinik Dokter Spesialis Anak dr. Gani Wargunhardjo Sp.A Jalan
Sutorejo Utara IV/25 Surabaya.
3.2 Hasil Observasi
3.2.2 Pengamatan Pertama
Usia bayi
: 3 tahun
Berat badan
: 15 kg
Jenis vaksin
: Hepatitis A
A. Vaksin yang Digunakan
1. Penyimpanan vaksin
2. Kualitas vaksin
3. Merk vaksin
4. Penggunaan vaksin

: Disimpan kedalam kulkas dengan suhu 1-4C


: Putih bening, jernih
: Vaksin rekombinan, Havriks Junior.
: Single dose, pemakaian pada hari dibukanya
vaksin saja.
B. Prosedur Pemberian Imunisasi
1. Logistik
: Vaksin, Safety Box, Emergency kit, Dokumen
Pencatatan
2. Persiapan sebelum pelaksanaan imunisasi
No
Kegiatan yang dilakukan
.
1.
Memberi tahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan
risiko apabila tidak divaksinasi .
2.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan
secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3.
Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan
dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan
tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum
melakukan imunisasi .
4.
Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin
yang akan di berikan.
5.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
6.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah
disimpan dengan baik.
7.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tandatanda perubahan.

8.

9.

Periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal -hal istimewa,


misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan
ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang
tertinggal (catch up vacci nation) bila diperlukan.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian
mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik,
lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin

3. Proses Pemberian Vaksin


No
Kegiatan yang dilakukan
.
Pengenceran Vaksin
1.
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan
pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu
2.
Jarum yang digunakan berukuran 21 yang steril dianjurkan
untuk mengencerkan
Pembersihan Kulit
3.
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi
dilakukan, namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit
tidak diperlukan
Teknik dan Ukuran Jarum
4.
Standart jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25
mm
Pada bayi kurang bulan, umur 2 bulan atau yang lebih muda ,
dapat pula dipakai ukuran 26 panjang 16 mm
Untuk suntikan subkutan pada lengan atas dipakai jarum
ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi kecil dipakai
jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm

4. Cara Pemberian Vaksin


a. Dosis vaksin
: 10 ug
b. Cara pemberian vaksin : Penyuntikan intramuscular pada bagian
deltoid (paha anterior)
c. Posisi pemberian vaksin : Paha kanan
5. Proses Setelah Imunisasi
No
.
1.
2.
3.

Kegiatan yang dilakukan


Memberi obat pasca imunisasi
Memberikan KIE
Memberi petunjuk tertulis kepada orang tua atau pengasuh,

4.
5.

apa yang harus dilakukan jika terjadi reaksi KIPI


Mencatat imunisasi dalam rekam medis
Menanyakan status imunisasi anggota keluarga yang lain,
apakah ada yang tertinggal atau tidak

3.2.3 Pengamatan Kedua


Usia bayi
: 1 bulan
Berat badan
:Jenis vaksin
: Hepatitis B, ke-2
A. Vaksin yang Digunakan
1. Penyimpanan vaksin
2. Kualitas vaksin
3. Merk vaksin
4. Penggunaan vaksin

: Disimpan kedalam kulkas dengan suhu 1-4C


: Putih bening, jernih
: Engerix - B.
: Single dose atau 1x pakai.

B. Prosedur Pemberian Imunisasi


1. Logistik
: Vaksin, Safety Box, Emergency kit, Dokumen
Pencatatan
2. Persiapan sebelum pelaksanaan imunisasi
No
Kegiatan yang dilakukan
.
1.
Memberi tahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan
risiko apabila tidak divaksinasi .
2.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan
secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3.
Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan
dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan
tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum
melakukan imunisasi .
4.
Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin
yang akan di berikan.
5.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
6.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah
disimpan dengan baik.
7.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tandatanda perubahan.
Periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal -hal istimewa,
misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
8.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan
ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang

9.

tertinggal (catch up vacci nation) bila diperlukan.


Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian
mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik,
lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin

3. Proses Pemberian Vaksin


No
Kegiatan yang dilakukan
.
Pengenceran Vaksin
1.
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan
pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu
2.
Jarum yang digunakan berukuran 21 yang steril dianjurkan
untuk mengencerkan
Pembersihan Kulit
3.
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi
dilakukan, namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit
tidak diperlukan
Teknik dan Ukuran Jarum
4.
Standart jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25
mm
Pada bayi kurang bulan, umur 2 bulan atau yang lebih muda ,
dapat pula dipakai ukuran 26 panjang 16 mm
Untuk suntikan subkutan pada lengan atas dipakai jarum
ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi kecil dipakai
jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm

4. Cara Pemberian Vaksin


a. Dosis vaksin
: 0,5 ug
b. Cara pemberian vaksin : Penyuntikan intramuscular pada bagian
deltoid (paha anterior)
c. Posisi pemberian vaksin : Paha kanan
5. Proses Setelah Imunisasi
No
.
1.
2.
3.
4.
5.

Kegiatan yang dilakukan


Memberi obat pasca imunisasi
Memberikan KIE
Memberi petunjuk tertulis kepada orang tua atau pengasuh,
apa yang harus dilakukan jika terjadi reaksi KIPI
Mencatat imunisasi dalam rekam medis
Menanyakan status imunisasi anggota keluarga yang lain,
10

apakah ada yang tertinggal atau tidak


3.2.4 Pengamatan Ketiga
Usia bayi
: 3 bulan
Berat badan
: 4,6 Kg
Jenis vaksin
: Hepatitis B ke-2
A. Vaksin yang Digunakan
1. Penyimpanan vaksin : Disimpan kedalam kulkas dengan suhu 1-4C
2. Kualitas vaksin
: Putih bening, jernih
3. Merk vaksin
: Vaksin rekombinan, Engerix B
4. Penggunaan vaksin : Single dose atau 1x pakai
B. Prosedur Pemberian Imunisasi
1. Logistik
: Vaksin, Safety Box, Emergency kit, Dokumen
Pencatatan
2. Persiapan sebelum pelaksanaan imunisasi
No
Kegiatan yang dilakukan
.
1.
Memberi tahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan
risiko apabila tidak divaksinasi .
2.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan
secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3.
Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan
dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan
tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum
melakukan imunisasi .
4.
Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin
yang akan di berikan.
5.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
6.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah
disimpan dengan baik.
7.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tandatanda perubahan.
Periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal -hal istimewa,
misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
8.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan
ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang
tertinggal (catch up vacci nation) bila diperlukan.
9.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian
mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik,
lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin
3. Proses Pemberian Vaksin
11

No
Kegiatan yang dilakukan
.
Pengenceran Vaksin
1.
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan
pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu
2.
Jarum yang digunakan berukuran 21 yang steril dianjurkan
untuk mengencerkan
Pembersihan Kulit
3.
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi
dilakukan, namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit
tidak diperlukan
Teknik dan Ukuran Jarum
4.
Standart jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25
mm
Pada bayi kurang bulan, umur 2 bulan atau yang lebih muda ,
dapat pula dipakai ukuran 26 panjang 16 mm
Untuk suntikan subkutan pada lengan atas dipakai jarum
ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi kecil dipakai
jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm

4. Cara Pemberian Vaksin


a. Dosis vaksin
: 0,5 ug
b. Cara pemberian vaksin : penyuntikan intramuscular pada bagian
deltoid (paha anterior)
c. Posisi pemberian vaksin : Paha kanan
5. Proses Setelah Imunisasi
No
.
1.
2.
3.
4.
5.

Kegiatan yang dilakukan


Memberi obat pasca imunisasi
Memberikan KIE
Memberi petunjuk tertulis kepada orang tua atau pengasuh,
apa yang harus dilakukan jika terjadi reaksi KIPI
Mencatat imunisasi dalam rekam medis
Menanyakan status imunisasi anggota keluarga yang lain,
apakah ada yang tertinggal atau tidak

3.2.5 Pengamatan Keempat


Usia bayi
Berat badan
Jenis vaksin
Tanggal kedaluarsa

: 7 bulan
:: DPT, Polio, HIB
: Februari 2017

A. Vaksin yang Digunakan

12

1. Penyimpanan vaksin : Disimpan kedalam kulkas dengan suhu 1-4C


2. Kualitas vaksin
: Putih bening, jernih
3. Merk vaksin
: Infanrid
4. Penggunaan vaksin : vaksin HIB Single use
B. Prosedur Pemberian Imunisasi
1. Logistik
: Vaksin, Safety Box, Emergency kit, Dokumen
Pencatatan
2. Persiapan sebelum pelaksanaan imunisasi
No
Kegiatan yang dilakukan
.
1.
Memberi tahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan
risiko apabila tidak divaksinasi .
2.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan
secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3.
Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan
dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan
tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum
melakukan imunisasi .
4.
Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin
yang akan di berikan.
5.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
6.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah
disimpan dengan baik.
7.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tandatanda perubahan.
Periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal -hal istimewa,
misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
8.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan
ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang
tertinggal (catch up vacci nation) bila diperlukan.
9.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian
mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik,
lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin

3. Proses Pemberian Vaksin


No
Kegiatan yang dilakukan
.
Pengenceran Vaksin
1.
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan
pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu
2.
Jarum yang digunakan berukuran 21 yang steril dianjurkan
untuk mengencerkan
13

Pembersihan Kulit
3.
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi
dilakukan, namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit
tidak diperlukan
Teknik dan Ukuran Jarum
4.
Standart jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25
mm
Pada bayi kurang bulan, umur 2 bulan atau yang lebih muda ,
dapat pula dipakai ukuran 26 panjang 16 mm
Untuk suntikan subkutan pada lengan atas dipakai jarum
ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi kecil dipakai
jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm
4. Cara Pemberian Vaksin
Dosis vaksin
Cara pemberian vaksin
Posisi pemberian vaksin

: 2 cc
: Penyuntikan IM (90), SC (45), IC (15)
oral
: Lengan (kanan atau kiri), paha

5. Proses Setelah Imunisasi


No
.
1.
2.
3.
4.
5.

Kegiatan yang dilakukan


Memberi obat pasca imunisasi
Memberikan KIE
Memberi petunjuk tertulis kepada orang tua atau pengasuh,
apa yang harus dilakukan jika terjadi reaksi KIPI
Mencatat imunisasi dalam rekam medis
Menanyakan status imunisasi anggota keluarga yang lain,
apakah ada yang tertinggal atau tidak

14

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Vaksin yang Digunakan


Observasi dilakukan pada tanggal 12 dan 16 November 2015. Imunisasi
yang dilaksanakan pada observasi tersebut adalah Hepatitis A, Hepatitis B dan
imunisasi combo (DPT, Polio, HIB).
Vaksin Hepatitis A dan Hepatititis B pada klinik tersebut disimpan pada suhu
2-80C. Sedangkan untuk vaksin HIB yang bersifat inaktif disimpan pada suhu 1-4 0
C. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 42 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi. Berdasarkan peraturan tersebut, vaksin Hepatitis A
dan B merupakan vaksin yang harus disimpan dalam cool room dalam suhu 2-80C.
Kamar dingin (cold room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin yang
mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5 m3) sampai dengan 100.000
liter (100 m3).

15

Vaksin yang digunakan dalam imunisasi berwarna putih bening atau jernih
dan belum melewati tanggal kedaluwarsa. Hal tersebut sesuai dengan pedoman
yang ada. Berdasarkan Permenkes, selama VVM (vaccine vial monitor) tetap
berwarna putih atau lebih terang dari warna dalam lingkaran rujukan, maka vaksin
Hepatitis B masih layak dipakai.
Merk vaksin yang digunakan untuk imunisasi Hepatitis B (Engerix- B),
Hepatitis A (Vaksin rekombinan, Havriks Junior) dan vaksin HIB (Infarid) adalah
merk yang beredar di Indonesia.
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi Hepatitis A, Hepatitis B dan HIB
pada klinik tersebut sudah sesuai aturan, di mana penggunaan vaksin bersifat
single dose (sekali pakai) atau pemakaian pada hari dibukanya vaksin saja. Masa
pemakaian vaksin HIB 24 jam setelah dibukanya vaksin. Penggunaan sekali pakai
bertujuan untuk menghindari kerusakan vaksin serta dosis vaksin tersebut hanya
sekali pakai. Namun, vaksin rotarix (2cc) diberikan 2 kali.

4.2 Tata Cara atau Prosedur Pemberian Vaksin


Tata cara atau prosedur pemberian vaksin meliputi beberapa tahap, antara
lain yaitu:
1. Perencanaan Logistik
Logistik adalah sumberdaya atau kebutuhan yang diperlukan dalam
proses imunisasi. Logistik penyelenggaraan imunisasi menurut peraturan
Kementerian Kesehatan berupa vaksin, Auto Disable Syringe (ADS),
safety box, emergency kit dan dokumen pencatatan serta cold chain
untuk menyimpan vaksin beku. Berdasarkan observasi yang kami
lakukan, logistik imunisasi yang dibutuhkan sudah tersedia. Pengecekan
logistik dokter dibantu oleh seorang asisten atau perawat.
2. Persiapan sebelum melakukan imunisasi
Pada tahap ini, dokter melakukan pengecekan ulang terhadap vaksin
yang akan digunakan apakah vaksin mengalami perubahan warna atau
kadaluarsa, pemilihan jarum, vaksin yang diberikan sesuai jadwal serta
memberi tahukan risiko imunisasi kepada orang tua bayi atau balita.
Hasil observasi menunjukan bahwa sebelum pelaksanaan imunisasi
asisten dokter selalu mengecek ulang kualitas vaksin. Imunisasi yang
dilakukan juga sesuai dengan jadwal dan usia bayi. Contohnya, pada

16

bayi pertama (3 tahun) dilakukan imunisasi Hepatitis A. Berdasarkan


rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemberian imunisasi
tersebut pada usia 2-12 tahun.
Pada tahap pemberian informasi mengenai risiko pemberian vaksin dan
risiko apabila tidak diimunisasi, 2 dari 4 objek observasi tidak
diberitahukan informasi tersebut.
3. Proses pemberian vaksin
Pada saat observasi, tidak ada imunisasi yang menggunakan vaksin
kering (misalnya: Rubella) sehingga tidak perlu dilakukan pengenceran
vaksin. Pada proses ini bayi atau balita diletakkan di atas bed, kemudian
dokter menentukan posisi tempat pemberian vaksin (melalui oral atau
injeksi). Pada saat melakukan injeksi, terlebih dahulu menyiapkan jarum
yang akan dipakai. Jarum tersebut harus sesuai ukuran yang dianjurkan
(untuk bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm).
Jarum yang digunakan juga harus steril dan sekali pakai. Selanjurnya
dokter membersihkan tempat suntikan dengan antiseptik. Kemudian
dilakukan vaksinasi sesuai jadwal imunisasi.
Cara pemberian vaksin dapat berupa oral maupun injeksi. Hal tersebut
sesuai dengan imunisasi yang akan dilakukan. Pada saat observasi
dilakukan imunisasi Hepatitis A, Hepatitis B dan imunisasi combo (DPT,
Polio, HIB). Pada imunisasi tersebut vaksinasi diberikan dengan
intramuscular pada bagian deltoid (paha anterior atau paha kanan). Pada
imunisasi Hepatitis A, dosis yang diberikan 10 ug sedangkan Hepatitis B
diberikan dosis 0,5 ug. Hal tersebut sesuai dengan prosedur yang
dianjurkan. Pemberian vaksin HIB (2 cc) diberikan secara intramuscular
pada bagian deltoid (paha anterior atau paha kanan) sedangkan vaksin
Polio diberikan per oral.
4. Proses setelah imunisasi
Pada tahap ini, dokter akan memberikan informasi atau obat kepada
orang tua bayi atau balita tentang efek yang akan terjadi setelah
imunisasi. Pada saat observasi, setelah selesai imunisasi dokter
memberikan obat anti panas kepada orang tua bayi atau balita. Obat
tersebut diberikan jika balita mengalami panas. Adapun pemberian
petunjuk tertulis kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus

17

dilakukan jika terjadi reaksi KIPI, 2 dari 4 objek observasi tidak


diberitkan informasi tersebut.

18

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan kegiatan imunisasi di Klinik dr. Gani
Wargunhardjo Sp.A telah mengikuti pedoman imunisasi yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Dimulai dari

perencanaan logistik yang dilengkapi oleh dokumen pencatatan, serta


tempat penyimpanan vaksin yang telah memenuhi standart.
Pada tahap persiapan, pemeriksaan indikasi kontra terhadap vaksin
yang akan di berikan, pemeriksaan kembali kualitas vaksin, dan meminta
persetujuan orang tua sebelum melakukan imunisasi sudah dilaksanakan
dengan baik. Namun, penjelasan mengenai risiko imunisasi dan risiko
apabila tidak divaksinasi kepada orang tua hanya disampaikan apabila
orang tua tersebut aktif untuk bertanya jawab.
Pada tahap pelaksanaan, pembersihan kulit, teknik dan ukuran jarum, serta
cara pemberian vaksin telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman imunisasi
IDAI. Tahap akhir imunisasi, pemberian obat pasca imunisasi diberikan kepada
balita yang memerlukan saja. Pemberian KIE pasca imunisasi dilaksanakan
dengan baik, namun pemberian petunjuk tertulis kepada orang tua atau pengasuh,
apa yang harus dilakukan jika terjadi reaksi KIPI, 2 dari 4 objek observasi tidak
diberitkan informasi tersebut.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan imunisasi pada Klinik dr.
Gani Wargunhardjo Sp.A, maka saran yang dapat diberikan adalah
pemberian informasi mengenai risiko pemberian imunisasi dan pemberian
petunjuk tertulis mengenai KIPI kepada orang tua balita seharusnya
konsisten diberikan pada seluruh orang tua balita yang diimunisasi, tanpa
menunggu keaktifan orang tua untuk bertanyajawab.

19

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2010. RISKESDAS Kesehatan Anak 2010. Jakarta: Badan


Litbangkes.
Delan Astrianzah.,D dan Margawati.,A. 2011. Hubungan antara Tingkat
Pengetahuan Ibu, Status Tingkat Sosial Ekonomi dengan Status Imunisasi
Dasar
Lengkap
Pada
Balita.
(online).
http://eprints.undip.ac.id/32936/1/Delan.pdf (diakses 24 November 2015).
Pediatri, S. (2000). Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI. 43-47.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 42 thun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi
Ranuh, I., & dkk. (2008). Pedoman Imunisasi Di Indonesia . Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

20

Lampiran

Gambar 2 : meja pendaftaran pasien

Gambar 1 : Fasilitas ruang tunggu anak

Gambar 3 : Kulkas penyimpanan vaksin

Gambar 3 :Tim bersama perawat klinik dr. Gani Wargunhardjo Sp.A

21

Anda mungkin juga menyukai