Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antropologi hukum pada dasarnya mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dengan fenomena-fenomena sosial secara empiris dalam kehidupan
masyarakat, bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau
bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian sosial (social control) atau
sarana untuk menjaga keteraturan sosial (social order) dalam masyarakat.
Antroplogi Hukum merupakan salah satu ilmu empiris atau ilmu perilaku yang
menitik beratkan pada pemahaman hukum dalam sudut pandang empiris/kenyataan
yaitu ilmu antropologi. Pemahaman terhadap suatu kenyataan dalam bahasa sosiologi
disebut verstehen, menjelaskan mengapa suatu perbuatan itu terjadi. Dikaitkan
dengan kajian hukum, maka yang dipahami adalah mengapa orang yang satu
melakukan tindakan yang berbeda dengan orang yang lain pada hal aturan yang
berlaku bagi orang-orang tersebut sama. Latar belakang inilah yang ingin dicari
penjelasannya dari kacamata antropologi hukum. Perspektif ini berbeda dengan
perspektif hukum yang menjustifikasi terhadap seseorang yang melakukan
pelanggaran atau kejahatan.
Hal itu memang benar, karena fungsinya lebih besar pencegahan atau preventif
daripada represif, dengan mengetahui latar belakang budaya dari suatu masyarakat
dalam pengendalian sosial akan dengan mudah mengendalikan masyarakat yang
kurang atau tidak tahu hukum negara. Jadi manfaat mempelajari antropologi hukum
adalah untuk mengetahui gambaran bekerjanya hukum sebagai pengendali sosial
yang dilatar-belakangi oleh budaya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan asas antropologi hukum?
1
BAB II
PEMBHASAN ANTROPOLOGI HUKUM
A. Pengertian Antropologi Hukum
Antroplogi Hukum Menurut Prof. Dr. T.O. Ihromi (1984:24) Antropologi
Hukum adalah cabang dari antropologi budaya yang hendak memahami bagaimana
masyarakat mempertahankan nilai-nilai yang dijunjung tinggi melalui proses
pengendalian sosial yang salah satunya berbentuk hukum. Sedangkan Prof. Dr.
Nyoman Nurjaya (2008:47) melihat definisi AH dari dua sudut. Dari optik ilmu
hukum, AH pada dasarnya adalah sub disiplin ilmu hukum empiris yang memusatkan
perhatiannya pada studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan antropologis.
Jika dilihat dari sudut antropologi, AH adalah sub disiplin antropologi budaya yang
2
hukum adat dengan antropologi hukum. Pendapat ini tidaklah salah karena pokok
perhatian kedua ilmu ini bukan pada masyarakat yang sudah maju seperti di Barat,
tetapi pada masyarakat sederhana dimana kehidupan hukum dan budayanya belum
kompleks. Selain itu kedua-duanya mempelajari gejala sosial. Bahkan hari lahirnya
hukum adat yaitu 3 Oktober 1901 ketika van Vollenhoven menyampaikan kuliah
inaugurasinya di Universitas Leiden, oleh ahli antropologi hukum John Griffiths
disebut juga lahirnya Antropologi Hukum. G.J.Resink, guru besar FHUI, seperti
dikutip Prof. T.O. Ihromi, mengatakan dalam banyak hal sebenarnya pendekatanpendekatan dan metode-metode yang sekarang digunakan dalam AH, juga telah
menjadi tradisi dalam ilmu hukum adat. Bahkan sudah jauh-jauh hari Ter Haar
menggunakan istilah etnologi hukum, sehingga dapatlah diterima bahwa bidang yang
ditelaah oleh AH dengan hukum adat, untuk bagian besar banyak persamaannya.
Bahan-bahan hukum adat dapat dimanfaatkan dalam pengembangan AH di Indonesia,
demikian sebaliknya metodemetode penelitian dalam AH juga dapat bermanfaat bagi
hukum adat itu sendiri. Perbedaannya, dalam hukum adat yang diutamakan adalah
identifikasi dari adat yang mempunyai konsekuensi hukum. Sedangkan Antropologi
Hukum, disamping mempelajari norma hukum juga ditelaah berbagai jenis pedoman
perilaku serta hubungan di antara aneka norma itu dengan nilai-nilai budaya yang
dianut dalam suatu masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa wawasan AH lebih luas
karena tidak hanya memperhatikan hukum di Indonesia, tetapi juga bersifat
komparatif sehingga hukum ditinjau sebagai gejala yang bersifat lintas budaya.
Antropologi hukum pada dasarnya adalah subdisiplin ilmu hukum empiris yang
memusatkan perhatiannya pada studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan
antropologis. Kendati demikian, darisudut pandang antropologi, sub disiplin
antropologi budaya yang memfokuskankajiannya pada fenomena empiris kehidupan
hukum dalam masyarakat secaraluas dikenal sebagai antropologi hukum. Antropologi
hukum pada dasarnya mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum dengan
fenomena-fenomenasosial secara empiris dalam kehidupan masyarakat; bagaimana
hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau bagaimana hokum bekerja
4
sebagai alat pengendalian sosial ( social control ) atau sarana untuk menjaga
keteraturansosial ( social order ) dalam masyarakat. Dengan kata lain, studistudiantropologis mengenai hokum memberi perhatian pada segi-segi
kebudayaanmanusia yang berkaitan dengan fenomena hukum dalam fungsinya
sebagaisarana menjaga keteraturan sosial atau alat pengendalian sosial.
Sedangkan sosiologi sendiri merupakan Studi hukum dalam perspektif ilmu
sosial merupakan sebuah ikhtiar melakukan konstuksi hukum yang didasarkan pada
fenomena sosial yang ada. Prilaku masyarakat yang dikaji adalah prilaku yang timbul
akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi itu muncul sebagai
bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan perundang-undangan
positif dan bisa pula dilihat prilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam
memengaruhi pembentukan sebuah ketentuan hukum positif. Contoh yang dapat
digambarkan dalam model studi hukum dalam perspektif sosial adalah misalnya studi
tentang hukum pertanahan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Kita
bisa mulai dari aturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur masalah
pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Apakah ada ketidaksesuaian antara
peraturan perundangan dengan kondisi masyarakat, sehingga menimbulkan konflik
ketika pemrintah melakuakan pembebasan tanah dan seterusnya.
Dengan demikian, kajian sosiologi hukum adalah suatu kajian yang objeknya
fenomena hukum, tetapi menggunakan optik ilmu sosial dan teori-teori sosiologis,
sehingga sering disalahtafsirkan bukan hanya oleh kalangan non hukum, tetapi juga
dari kalangan hukum sendiri. Yang pasti Kajian yang digunakan dalam kajian
sosiologi hukum berbeda dengan Kajian yang digunakan oleh Ilmu Hukum seperti
Ilmu Hukum Pidana, Ilmu Hukum Perdata, Ilmu Hukum Acara, dan seterusnya.
Persamaannya hanyalah bahwa baik Ilmu Hukum maupun Sosiologi Hukum,
obyeknya adalah hukum. Jadi meskipun obyeknya sama yaitu hukum, namun karena
kacamata yang digunakan dalam memandang obyeknya itu berbeda, maka berbeda
pulalah penglihatan terhadap obyek tadi. Yang mengenakan kaca mata hitam akan
melihat obyeknya sebagai sesuatu yang hitam, sebaliknya yang memakai kacamata
abu-abu akan melihat obyeknya abu-abu.
B. Ruang Lingkup Antropologi
Ruang lingkup antropologi hukum dapat dijelaskan dengan membandingkan
dengan ilmu-ilmu yang dekat dengannya, yaitu dengan hukum adat dan sosiologi
hukum. Ada ahli antropologi yang menyamakan hukum adat dengan antropologi
hukum. Pendapat ini tidaklah salah karena pokok perhatian kedua ilmu ini bukan
pada masyarakat yang sudah maju seperti di Barat, tetapi pada masyarakat sederhana
dimana kehidupan hukum dan budayanya belum kompleks. Selain itu kedua-duanya
mempelajari gejala sosial. Bahkan hari lahirnya hukum adat yaitu 3 Oktober 1901
ketika van Vollenhoven menyampaikan kuliah inaugurasinya di Universitas Leiden,
oleh ahli antropologi hukum John Griffiths disebut juga lahirnya Antropologi Hukum.
G.J.Resink, guru besar FHUI, seperti dikutip Prof. T.O. Ihromi, mengatakan
dalam banyak hal sebenarnya pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang
sekarang digunakan dalam AH, juga telah menjadi tradisi dalam ilmu hukum adat.
Bahkan sudah jauh-jauh hari Ter Haar menggunakan istilah etnologi hukum, sehingga
dapatlah diterima bahwa bidang yang ditelaah oleh AH dengan hukum adat, untuk
bagian besar banyak persamaannya. Bahan-bahan hukum adat dapat dimanfaatkan
dalam pengembangan AH di Indonesia,
penelitian dalam AH juga dapat bermanfaat bagi hukum adat itu sendiri.
Perbedaannya dalam hukum adat yang diutamakan adalah identifikasi dari adat
yang mempunyai konsekuensi hukum. Sedangkan Antropologi Hukum, disamping
mempelajari norma hukum juga ditelaah berbagai jenis pedoman perilaku serta
hubungan di antara aneka norma itu dengan nilai-nilai budaya yang dianut dalam
suatu masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa wawasan AH lebih luas karena tidak
hanya memperhatikan hukum di Indonesia, tetapi juga bersifat komparatif sehingga
hukum ditinjau sebagai gejala yang bersifat lintas budaya.
Perbedaaan antara antropologi hukum dengan hukum adat dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
6
Tabel 1
Perbedaan Antropologi Hukum dengan Hukum Adat
No
1
Item
Obyek
2
3
Pendekatan
Sifat
Penelitian
Norma
Antroplogi Hukum
Perilaku manusia
Hukum Adat
Norma hukum di luar
Holistik
Penelitian lapangan
UU
Yuridis normatif
Studi
pustaka
Kenyataan
dokumen
Dikehendaki
&
Dari tabel diatas terlihat bahwa obyek AH adalah perilaku hukum dari
manusia, sedangkan sasarannya adalah norma-norma hukum yang dipakai oleh
anggota masyarakat. Selanjutnya pendekatan yang dipakai AH adalah holistik, dari
kata whole, artinya dalam mempelajari sesuatu akan dilihat secara keseluruhan.
Meminjam teori sistem, hukum hanyalah entitas sub sistem yang dipengaruhi dan
mempengaruhi oleh sub-sub sistem yang lain, misalnya sub sistem ekonomi, sub
sistem politik, sub sistem sosial dan lain sebagainya. Kemudian dilihat dari sifat
penelitian, pada AH lebih menitik-beratkan pada penelitian lapangan (field research)
dari pada studi pustaka. Sebaliknya hukum adat, lebih mengutamakan studi pustaka
dan dokumen dari pada penelitian lapangan.
Untuk melihat ruang lingkup AH, juga akan diperlihatkan perbedaannya
dengan Sosiologi Hukum (SH), karena ilmu yang disebut terakhir ini juga
mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan AH. Ada yang mengatakan antara
AH dan SH adalah seperti dua sisi mata uang logam, bisa dibedakan tetapi tidak
dapat dipisahkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2
Perbedaan Antropologi Hukum dengan Sosiologi Hukum
No
1
Item
Obyek
Subyek
Antropologi Hukum
Sosiologi Hukum
Hukum bukan Barat, Hukum Barat/ yang
tidak tertulis
telah dipengaruhi, hk
Masyarakat sederhana
tertulis
Masyarakat
3
4
Perspektif
Penelitian
Budaya
Kualitatif, studi kasus
maju/modern
Sosial
Kuantitatif, Sampel
kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk
tertentu.
Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan oleh para
pendukung suatu kebudayaan. Hal ini terjadi karena individu-individu pendukungnya
selalu mengikuti cara-cara berlaku dan cara berpikir yang telah dituntut oleh
kebudayaan itu. Pembatasan-pembatasan kebudayaan baru terasa kekuatannya ketika
dia ditentang atau dilawan. Pembatasan kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu
pembatasan kebudayaan yang langsung dan pembatasan kebudayaan yang tidak
langsung. Pembatasan langsung terjadi ketika kita mencoba melakukan suatu hal
yang menurut kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal yang tidak lazim atau
bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada.
Akan ada sindiran atau ejekan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal
yang dilakukannya masih dianggap tidak terlalu berlawanan dengan kebiasaan yang
ada, akan tetapi apabila hal yang dilakukannya tersebut sudah dianggap melanggar
tata-tertib yang berlaku dimasyarakatnya, maka dia mungkin akan dihukum dengan
aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakatnya. Contoh dari pembatasan langsung
misalnya ketika seseorang melakukan kegiatan seperti berpakaian yang tidak pantas
kedalam masjid. Ada sejumlah aturan dalam setiap kebudayaan yang mengatur
tentang hal ini. Kalau si individu tersebut hanya tidak mengenakan baju saja ketika ke
masjid, mungkin dia hanya akan disindir atau ditegur dengan pelan. oleh pihak-pihak
tertentu karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Dalam pembatasanpembatasan tidak langsung, aktifitas yang dilakukan oleh orang yang melanggar tidak
dihalangi atau dibatasi secara langsung akan tetapi kegiatan tersebut tidak akan
mendapat respons atau tanggapan dari anggota kebudayaan yang lain karena tindakan
tersebut tidak dipahami atau dimengerti oleh mereka.
10
norma.
d. Kebiasaan
: Atau kata lain aturan yang berasal dari hukum tradisional dan
hukum modern
Hal ini karena para ahli antropologi mempelajari hukum bukan semata-semata
sebagai produksi dari hasil abstraksi logika sekelompok orang yang diformulasikan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan, tetapi lebih mempelajari hukum
sebagai perilaku social. Hukum dalam perspektif antropologi dipelajari sebagai
bagian yang integral dari kebudayaan secara keseluruhan, dan karena itu hukum
dipelajari sebagai produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh aspek-aspek
kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, ideologi, religi, dll. atau hukum
dipelajari sebagai proses sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.
Karena itu, hukum dalam perspektif antropologi bukan semata-mata berwujud
peraturan perundang-undangan yang diciptakan oleh Negara (state law), tetapi juga
hukum dalam wujudnya sebagai peraturan-peraturan lokal yang bersumber dari suatu
kebiasaan masyarakat (customary law/folk law), termasuk pula di dalamnya
mekanisme-mekansime pengaturan dalam masyarakat (self regulation) yang juga
berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (legal order).
3. Masyarakat (Tunggal Atau Penduduk satu daerah)
Penduduk, masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang
pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu
wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya
masyarakat di wilayah tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada
11
12
BAB III
KESIMPULAN
Antropologi hukum pada dasarnya adalah subdisiplin ilmu hukum empiris yang
memusatkan perhatiannya pada studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan
antropologis.
Antropologi hukum pada dasarnya mempelajari hubungan timbal-balik antara
hukum dengan fenomena-fenomenasosial secara empiris dalam kehidupan
masyarakat; bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau
bagaimana hokum bekerja sebagai alat pengendalian sosial ( social control ) atau
sarana untuk menjaga keteraturansosial ( social order ) dalam masyarakat.
Ruang lingkup antropologi hukum dapat dijelaskan dengan membandingkan
dengan ilmu-ilmu yang dekat dengannya, yaitu dengan hukum adat dan sosiologi
hukum
13