Anda di halaman 1dari 5

2.1.

Penatalaksanaan preeklampsia
Penanganan preeklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia

dan pertolongan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan
dengan trauma minimal (Manuaba, 2010). Prinsip penatalaksanaan preeklampsia menurut
Maryunani dan Yulianingsih (2012) adalah:
a.
b.
c.
d.

Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah.


Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia.
Mengatasi atau menurunkan risiko terhadap janin.
Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksanaan preeklampsia berdasarkan klasifikasinya:


1. Preeklampsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simptomatis. Selain rawat inap, penderita dapat dirawat
jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu (Vincentia,
2010).
a.

Rawat jalan
Ibu hamil dianjurkan banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus
mutlak selalu tirah baring. Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang
fungsi ginjal masih normal. Diet yang mengandung 2 gr natrium atau 4-6 gr NaCl (garam
dapur) adalah cukup. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam
secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi,
sedatif dan dilakukan pemeriksaan laboratorium hemoglobin, hematokrit, fungsi hati, urin
lengkap dan fungsi ginjal (Prawirohardjo, 2010).

b.

Rawat inap (dirawat di rumah sakit)


Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah
sakit dengan kriteria: (1) bila tidak ada perbaikan takanan darah dan kadar proteinuria selama

2 minggu; (2) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat; (3) kenaikan
berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama dua kali berturut-turut (2 minggu)
(Prawirohardjo, 2010). Evaluasi sistemik yang dilakukan mencakup pemeriksaan terinci
diikuti pemantauan setiap hari untuk mencari temuan klinis seperti nyeri kepala, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium dan pertambahan berat yang pesat. Dilakukan juga evaluasi
terhadap pertumbuhan janin dan volume cairan amnion, baik secara klinis maupun dengan
ultrasonografi (USG) (Cunningham, 2006).
c.

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya


Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif
selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sedangkan pada kehamilan aterm
(>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan (Prawirohardjo, 2010).
2. Preeklampsia berat
Ditinjau dari usia kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi: (1) Perawatan aktif yaitu kehamilan
segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal; (2) Perawatan konservatif
yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal. Dasar pengobatannya
antara lain istirahat, diet, sedatif, obat-obat antihipertensi dan induksi persalinan
(Martaadisoebrata dkk., 2005).
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif menurut Martaadisoebrata dkk., (2005) adalah:
1. Ibu
a. Kehamilan 37 minggu.
b. Adanya tanda-tanda/gejala impending eclampsia seperti sakit kepala yang hebat,
penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan dan hiperrefleks, serta kegagalan
terapi pada perawatan konservatif.
c. Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinal, terjadi kenaikan tekanan

2.

darah.
d. Setelah 24 jam sejak dimulai perawatan medisinal, tidak ada perbaikan.
Janin

a. Terjadi gawat janin dan pertumbuhan janin terhambat (PJT).


b. Adanya tanda-tanda fetal distress.
3. Laboratorik
Sindrom HELLP.
Pengobatan Medisinal
1.
Antikonvulsan
Terapi pilihan pada preeklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4) yang merupakan
agen paling efektif untuk pencegahan eklampsia pada wanita dengan preeklampsia. Studi
menunjukkan bahwa magnesium sulfat mengurangi indeks denyutan uterin, umbilikal, dan
arteri fetus pada wanita dengan preeklampsia (Eiland dkk., 2012). Pada kasus preeklampsia
yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti
kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik pada ibu maupun
janinnya (Cunningham, 2006). Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus
kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.
Infus intravena kontinu dengan cara: (1) Berikan dosis bolus 4-6 gr MgSO 4 yang
diencerkan dalam 100 ml cairan intravena dan diberikan dalam 15-20 menit; (2) Mulai infus
rumatan dengan dosis 2 gr/jam dalam 100 ml cairan intravena; (3) Ukur kadar MgSO 4 pada 46 jam setelahnya dan sesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7
mEq/L (4,6-8,4 mg/dl); (4) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir (Cunningham, 2006).
Injeksi intramuskular intermiten dengan cara: (1) Berikan 4 gr MgSO 4 sebagai larutan
20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 gr/menit; (2) Lanjutkan segera
dengan 10 gr larutan MgSO4 50%, separuhnya (5 gr) disuntikkan dalam di kuadran lateral
atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2% dapat mengurangi nyeri); (3) Setiap 4 jam
sesudahnya berikan 5 gr larutan MgSO 4 50% yang disuntikkan dalam ke kuadran lateral atas
bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa refleks patella masih baik,
tidak terdapat depresi pernafasan, pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya >100 ml; (4)
MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir (Cunningham, 2006).

Pemberian MgSO4 disertai beberapa persyaratan yaitu: (1) Harus tersedia antidotum,
yaitu kalsium glukonas 10% (1 gr dalam 10 cc); (2) Frekuensi pernafasan 16 kali/menit; (3)
Produksi urin 30 cc/jam (0,5 cc/kgBB/jam); (4) Refleks patella (+). Pemberiannya juga
bisa dihentikan apabila: (1) Ada tanda-tanda intoksikasi; (2) Setelah 24 jam pasca persalinan;
(3) Dalam 6 jam pasca persalinan, sudah terjadi perbaikan (normotensif) (Martaadisoebrata
dkk., 2005).

2.

Antihipertensi
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists labetalol dan

hidralazin intravena adalah pengobatan pertama pada hipertensi dalam kehamilan dan wanita
postpartum dengan onset akut. Diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5 menit sampai
tekanan darah turun. Jika perlu pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam atau 12,5 mg
intramuskular setiap 2 jam. Jika hidralazin tidak tersedia dapat diberikan: (1) Nifedipin dosis
oral 10 mg yang diulang setiap 30 menit; (2) Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal,
jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg
intravena.
3.

Obat-obatan lain
Diuretikum, tidak diberikan kecuali bila ada edema paru, payah jantung kongestif, dan

edema anasarka. Dapat juga diberikan antipiretik bila ada demam, antibiotik bila ada infeksi
dan antinyeri bila pasien gelisah karena kesakitan (Martaadisoebrata dkk., 2005).
2.1.9

Komplikasi preeklampsia
Komplikasi yang terjadi tergantung berat atau ringannya penyakit tersebut. Berikut

beberapa penyulit yang disebabkan oleh preeklampsia menurut Prawirohardjo (2010):


1. Penyulit Ibu
a. Sistem saraf pusat: Perdarahan intrakranial, edema serebri, edema retina, trombosis
vena sentral.

b. Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.


c. Hematologi: Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), trombositopenia.
d. Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, cardiac arrest,

a.
b.
c.
d.

iskemia miokardium.
e. Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
2. Penyulit Janin
Intrauterine fetal growth restriction (IUGR).
Sindroma distres nafas.
Kematian janin intrauterin.
Cerebral palsy.
Solusio plasenta, prematuritas, sepsis, dll

Anda mungkin juga menyukai