Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEPUNG MIE DAN PASTA

ACARA II
KADAR AMILOSA BERAS

Disusun Oleh:
Kelompok 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Arvian Kurnia
Fadlillah Arosyd
Iriana Adigani
Miftachul Ikhas
Putri Apriliani
Rufik Dwi Kurniawati
Vera Indria Sari

H3113020
H3113039
H3113054
H3113061
H3113075
H3113083
H3113094

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
ACARA II
KADAR AMILOSA BERAS

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Karakteristik fungsional pati untuk aplikasi bahan pangan sangat
ditentukan oleh karakteristik kimianya. Pati merupakan homopolimer
glukosa dengan ikatan D-glikosidik yang tersusun dari amilosa dan
amilopektin. Pada umumnya, pati mengandung 2530% amilosa dan 70
75% amilopektin. Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan
-(1,4) dari struktur cincin piranosa, yang membentuk rantai lurus terdiri
dari 500-2000 unit glukosa. Umumnya amilosa dikatakan sebagai linier dari
pati. Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode
ekstraksi yang digunakan, biasanya sekitar 250.000 (untuk 1500 unit
anhidroglukosa).
Amilopektin seperti halnya amilosa juga mempunyai ikatan -(1,4)
pada rantai lurusnya, serta ikatan -(1,6) pada titik percabangannya Ikatan
percabangan tersebut berjumlah sekitar 45% dari seluruh ikatan yang ada
pada amilopektin. Bobot molekul amilopektin berkisar antara 10. Pati
jagung terdiri dari 73% amilopektin dan 27% amilosa. Namun demikian,
ada pula varietas jagung yang tersusun seluruhnya (100%) dari amilopektin
yaitu jenis waxy/glutinous corn. Sebaliknya, varietas jagung yang
dinamakan high-amylose corn mengandung amilosa dalam jumlah yang
tinggi (50-75%). Secara alami, bentuk asli pati merupakan butiran-butiran
kecil yang sering disebut granula.
Secara mikroskopik, campuran molekul dalam granula pati
berstruktur linier dan bercabang tersusun membentuk lapisan-lapisan tipis
yang berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut tersusun terpusat
mengelilingi titik awal yang disebut hilus atau hilum. Letak hilum dalam
granula pati ada yang di tengah dan ada yang di tepi. Granula pati dari
golongan tanaman Graminae (beras, jagung, dan gandum) mempunyai
hilum yang terletak di tengah
2. Tujuan
Praktikum teknologi pengolahan tepung mie dan pasta acara II yaitu
Kadar Amilosa Berasbertujuan untuk :

a. Mengetahui kadar amilosa tepung beras, tepung tapioka, dan tepung


jagung.
b. Membuat kurva standar amilosa dan mencari persamaan garisnya.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Polisakaridaa adalah rantai panjang molekul-molekul gula.
Struktur seperti ini disebut polimer atau makromolekul. Polisakarida dapat
mengandung hingga 26.000 molekul glukosa dan biasanya tidak larut air
karena ukurannya yang besar. Tiga polisakarida yang penting adalah
selulosa, pati, dan glikogen. Molekul glukosa yang saling bertautan
membentuk rantai yang panjang dan lurus. (amilosa) atau bercapang
(amilopektin). Pati dan glikogen merupakan zat cadangan yang baik karena
tida larut dalam air. Molekul pati berakumulasi membentuk granul pati yang
terlihat pada banyak sel tumbuhan, misalnya kentang (James, 2006).
Metode pengukuran menggunakan spektrofotometri adalah
berdasarkan absorbansi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui
suatu larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan
konsentrasinya. Proses ini disebut absorpsi spektrofotometri, dan jika
panjang gelombang yang digunakan adalah cahaya tampak, maka disebut
sebagai kolorimetri, karena memberikan warna. Selain gelombang cahaya
tampak, spektrofotometri juga menggunakan panjang gelombang pada
gelombang ultraviolet dan infra merah. Prinsip kerja dari metode ini adalah
jumah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi
kontaminan dalam larutan (Lestari, 2007).
Amilopektin merupakan fraksi pati yang tidak larut dalam air;
selain tersusun dari rantai lurus D-glukosa yang berikatan -1,4 juga
terdapat rantai cabang -1,6 dengan larutan iodin berwarna coklat-violet
berat molekul sekitar 500.000. amilosa merupakan fraksi pati yang larut
dalam air, tetapi tidak larut dalam N-butanol atau pelarut organic polar
lainnya. Tersusun dari rantai lurus D-glukosa yang berikatan -1,4 dengan
derajad polimerisasi antara 100-400 berwarna biru tua dengan iodin.
Amilosa menyusun sekitar 20% dari pati serealia, tetapi hanya 1% dalam
jagung dan sorgum. Berat molekul 4.000-150.000 (Makfoeld, 2002).

Pati merupakan polisakarida yang dihasilkan oleh tanaman yang


mengandung unit-unit D-glukosa. Terdapat dengan jumlah yang bnyak pada
golongan umbi-umbian (kentang), biji-bijian (jagung) dan padi-padian
(padi) juga dijumpai pada sel tanaman. Pati merupakan KH sumber energy
untuk tubuh dan dapat dipisahkan menjadi dua golongan (fraksi) dengan
menggunakan air panas. Amilosa merupakan fraksi terlarut dan amilopektin
merupakan fraksi tidak terlarut. Amilosa merupakan polisakarida dengan
struktur lurus dengan ikatan alfa-(1,4)-D- glukosa dan amilopektin
mempunyai struktur bercabang dengan percabangan merupakan alfa-(1,60)
(Simanjuntak, 2014).
Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan bagian polimer linier denganikatan -(1> 4) unit
glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 5006.000 unit
glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer (1> 4) unit glukosa dengan rantai samping -(1> 6) unit glukosa. Dalam
suatu molekul pati, ikatan -(1>6) unit glukosa ini jumlahnya sangat
sedikit, berkisar antara 45%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang
bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi
1053x106 unit glukosa. Pada struktur granula pati, amilosa dan
amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu
granula pati kurang lebih 16 buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan
cincin lapisan semikristal (Herawati, 2011).
Pati adalah bahan makanan yang memiliki atribut nilai tambah
untuk aplikasi industri yang tak terhitung banyaknya dan bersifat fleksibel.
Sumber yang paling umum dari pati yaitu jagung, kentang, gandum, ubi
kayu atau tapioka dan beras. Penggunaan Pati sekarang jauh melebihi desain
aslinya sebagai sumber energi biologis. Hampir setiap industri yang ada
menggunakan pati atau turunannya dalam satu bentuk atau lain. Dalam
makanan dan obat-obatan pati digunakan untuk mempengaruhi atau
mengendalikan karakteristik seperti tekstur, kelembaban, konsistensi dan
stabilitas. Hal ini dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi atau

membentuk film tahan minyak. Pati benar-benar berfungsi sebagai bahan


multifungsi dalam industri makanan (Akpa et al, 2012).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai
karbonnya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Peranan
perbandingan amilosa dan amilopektin terlihat pada serealia, contohnya
pada beras. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi
kandungan amilopektinnya, semakin lekat nasi tersebut. Beras ketan praktis
tidak ada amilosanya (1-2%), sedang beras yang mengandung amilosa lebih
besar dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan (Winarno, 2008).
Pati merupakan polimer alam yang terjadi di semua organisme
tumbuhan. Pati adalah komponen utama dari sebagian besar tanaman. Pati
disintesis dari glukosa, yang dibentuk dari dioksida dan air, pati merupakan
produk langsung dari fotosintesis, maka dari itu disebut bahan baku yang
dapat diperbaharui. Pati adalah polisakarida yang terdiri dari rantai glukosa
residu terikat dengan hubungan glikosidik, namun struktur yang terbentuk
adalah spasial dalam karakter. Proporsi fraksi amilosa dan amilopektin
tergantung pada asal botani pati. Kadar amilosa pati biasanya berkisar 1035%, meskipun dalam pati kandungan amilosanya dapat juga mencapai
70%, dibandingkan dengan yang disebut "lilin" (high-amilopektin) pati
(Leszczynski, 2004)
Kadar amilosa dan amilopektin pati juga ditentukan dan terdapat
perbedaan kadar amilosa dan amilopektin pada kedua pati tersebut, dimana
terjadi penurunan kadar amilosa setelah pati dipragelatinasi. Hal ini terjadi
karena pada proses pemanasan, granula pati akan mengembang dan
strukturnya hancur (gelatinasi), kemudian amilosa dan amilopektin lepas
dan larut dalam suspensi. Pati beramilosa tinggi mempunyai struktur yang
lebih rapat (tightly bound structure) sehingga lebih sukar untuk
mengembang. Molekul-molekul amilopektin bersifat mudah mengembang
atau bergelatinasi jika kondisi memungkinkan. Molekul-molekul ini, dengan

strukturnya yang bercabang juga sangat efektif untuk mencegah pecahnya


granula akibat proses gelatinasi (Lukman dkk., 2013).
Susunan alat Spektrofotometer yaitu sumber radiasi/cahaya,
monokromator, sel absorpsi, detektor dan pencatat. Sumber cahaya
dipergunakan untuk pengukuran absorpsi. Sumber cahaya ini harus
memancarkan sinar dengan kekuatan yang cukup untuk penentuan dan
pengukuran, juga harus memancarkan cahaya berkesinambungan yang
berarti harus mengandung semua panjang gelombang dari daerah yang
dipakai. Monokromator dipergunakan untuk memisahkan radiasi ke dalam
komponen-komponen panjang gelombang dan dapat memisahkan bagian
spektrum yang diinginkan dari lainnya. Sel absorpsi dipakai dari bahan
silika, kuvet dan plastik banyak dipakai untuk daerah Sinar Tampak.
Kualitas data absorbans sangat tergantung pada cara pemakaian dan
pemeliharaan sel. Detektor dipergunakan untuk menghasilkan signal
elektrik. Dimana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap.
Rekorder dipergunakan untuk mencatat data hasil pengukuran dari detektor,
yang dinyatakan dengan angka (Triyati 1985).
2. Tinjauan Bahan
Kandungan amilosa kelima varietas jagung berada pada kisaran
23,06%-27,26%. Kadar amilosa tertinggi dimiliki oleh tepung jagung
varietas Lamuru (27,26%) dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung
varietas Srikandi Kuning (23,06%). Kandungan amilosa ini berada di bawah
kisaran amilosa jagung normal seperti yang diungkapkan oleh Bellizt dan
Grosch (1999) yaitu sebesar 28%. Namun jika dikaitkan dengan pernyataan
Tam et al (2004), yang menyebutkan bahwa kisaran amilosa jagung normal
adalah 27 29 %, varietas Bisma, Lamuru dan Arjuna merupakan jagung
normal. Perbedaan jumlah amilosa ini dapat disebabkan oleh perbedaan
varietas jagung. Kandungan amilosa yang cukup merupakan satu hal yang
diharapkan dalam pembuatan mi non-terigu karena memiliki daya ikat yang
lebih kuat (Muhandri, 2012).
Pati kentang (Solanum tuberosum L) prospektif untuk dikembangkan
karena permintaannya terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan

penduduk, sebagai bahan pangan bergizi tinggi, bahan baku industry


pengolahan pangan, komoditas ekspor non migas, dan sumber pendapatan
petani. Penggunanaan pati sebagai bahan baku industri sangat luas
diantaranya pada industri makanan, tekstil, kosmetika dan lain-lain. Starch
atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui
proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut
dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk
tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan
penstabil dalam makanan. Komposisi pati pada umumnya terdiri dari
amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya amilosa, dimana masingmasing memiliki sifat-sifat alami yang berbeda yaitu 10-20% amilosa dan
80-90% amilopektin. Amilosa tersusun dari molekul-molekul -glukosa
dengan ikatan glikosida -(1-4) membentuk rantai linier. Sedangkan
amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa (ikatan (1-4)) yang saling
terikat membentuk cabang dengan ikatan glikosida -(1-6). Sebagian besar
pati alami seperti pati jagung, gandum, tapioka, kentang dan sagu
mengandung prosentase yang tinggi dari rantai percabangan amilopektin.
Pati kentang mengandung amilosa sekitar 23% dan amilopektin 77%.
Amilopektin mempunyai peran dalam meningkatkan kerenyahan sedangkan
amilosa berperan dalam meningkatkan kekerasan. Karena perbedaan peran
maka diperlukan suatu proses isolasi amilosa dan amilopektin dari pati
kentang yakni dengan menggunakan proses pengisolasian pati dengan
metode salting out dan complexing agent (Niken, 2013).
Beras adalah salah satu tanaman sereal yang paling penting dan
merupakan makanan pokok di Asia. Pati merupakan komponen utama padi
dan merupakan bagian penting dari nutrisi manusia. Sifat fisikokimia dan
metabolisme beras dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor
tersebut adalah kandungan amilosa, yang sering digunakan untuk
memprediksi tingkat pencernaan pati, glukosa darah dan insulin tanggapan
padi. Makanan bertepung yang kaya kandungan amilosa berhubungan
dengan kadar glukosa darah yang lebih rendah dan pengosongan lebih

lambat dari sistem pencernaan dibandingkan dengan tingkat rendah amilosa.


Terlepas dari kandungan amilosa, sifat pati lainnya seperti ukuran butiran,
arsitektur, pola kristal, derajat kristalinitas, pori-pori permukaan atau
saluran, tingkat polimerisasi, dan non-pati komponen juga mempengaruhi
daya cerna pati (Mir et al., 2013).
Beras telah menjadi makanan pokok di dunia dan dikonsumsi
terutama sebagai gandum. Kultivar yang berbeda dari lilin dan non-lilin
beras biasanya diklasifikasikan menurut kandungan amilosa dan gelatinisasi
sifat dari pati yang diekstrak. Pati beras telah digunakan dalam berbagai
makanan dan aplikasi industri sebagai agen penebalan, gelling dan mengisi,
bubuk debu kosmetik dan fotografi kertas bubuk Beras pati, seperti pati
lainnya, terdiri dari dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Kualitas
tepung beras juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin
(Chung et al., 2011).
Tepung beras digunakan untuk memproduksi berbagai produk
makanan seperti makanan tradisional Asia seperti produk panggang, mie,
produk diekstrusi atau sebagai aditif bahan lainnya. Kualitas produk ini
tergantung pada sifat fisikokimia tepung beras. Tepung beras dari varietas
yang berbeda berbeda dalam amilosa, amilopektin, pati, protein, lipid dan
abu isi. Perbedaan komposisi kimia dari tepung beras mempengaruhi
fungsional, termal dan paste sifat. Pati, sebagai komposisi utama tepung
beras, terdiri dari dua polimer glukosa: amilosa dan amilopektin. Kedua
amilosa dan amilopektin mempengaruhi fungsional, paste, gelatinisasi dan
retrogradasi sifat tepung beras. Amilosa bertindak sebagai inhibitor dari
pembengkakan tetapi dapat membuat jaringan gel dan menetapkan struktur
gel tepung di jangka pendek (kurang dari 1 hari) perubahan, sementara
amilopektin bertanggung jawab atas perubahan struktural jangka panjang
(Thumrongchote et al., 2010)
C. Metodologi
1. Alat
a. Neraca analitik

b. Pipet 1 ml
c. Pipet 10 ml
d. Propipet
e. Panci
f.

Kompor

g. Labu takar 100 ml


h. Spektrofotometer
Amilosa murni
(amilosa
kentang)

i. Tabung reaksi
j. Alat vortex
k. Alat penjepit
l. Alat penjepit

Penimbangan sebanyak 40 g

m. Stopwatch
n. Penangas air
1 ml ethanol
2. Bahan 95%, 9 ml
a. TepungNaOH
beras

Pemasukkan ke tabung reaksi

b. Tepung tapioka

Pemanasan selama 7 menit

c. Tepung jagung
d. Amilosa murni (amilosa kentang)
e. Ethanol 95%

Pendinginan

f. Larutan NaOH
Pemindahan ke labu takar

g. Aquadest
h. Asam asetat
i. Larutan iod
3. Cara kerja

Penambahan sampai tanda tera

Aquades
t

a. Pembuatan kurva standar amilosa


Asam asetat masingmasing sebanyak 0,2;
0,4; 0,6; 0,8; atau 1ml
2 ml larutan iod dan air
sampai tanda tera

Penempatan ke labu takar

Penambahan

Penggojogan

Pendiaman 20 menit

Pengukuran absorbansi pada 625 nm

Tepung beras/tepung singkong/


tepung jagung

Penimbangan sebanyak 100 mg


1 ml ethanol
95%, 9 ml
NaOH

Pemasukkan ke tabung reaksi


Pemanasan selama 7 menit
Pendinginan
Penggojogan dengan vortex
Pemindahan ke labu takar

Aquades
t
b. Penentuan kadar amilosa

Penambahan sampai tanda tera


Penggojogan 50 kali
Pemipetan 5 ml sampel
Pemasukan ke dalam labu takar

1 ml sam asetat, 2
ml larutan iod dan air
sampai tanda tera

Penambahan
d
Penggojogan
Pendiaman 20 menit
Pengukuran absorbansi pada 625 nm

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 2.1. Tabel Pembuatan Kurva Standar Amilosa
No
x
y
1
0,4
0,099
2
0,8
0,187
3
1,2
0,241
4
1,6
0,356
5
2
0,468
Sumber: Laporan sementara

y = a + bx
a = -0.0019
b = 0,226
r = 0,977
y = - 0,0019 + 0,226x

Standardisasi amilosa dilakukan untuk mendapatkan kurva standar yang


menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya dengan konsentrasi
amilosa. Mekanismenya yaitu tepung dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
kemudian ditambahkan 1 ml etahol 95% dan 9 ml naOH 1 N. Larutan
dipanaskan 5-10 menit pada air yang mendidih. Larutan selanjutnya dipipet
ke dalam labu ukur 100 ml masing-masing sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml
dan 5 ml. Masing-masing larutan kemudian ditambahkan 1 ml asam asetat 1
N dan 2 ml I2 2% lalu diencerkan sampai volume 100 ml. Absorban diukur
dengan menggunakan spektrofotometer pada gelombang 625 nm. Setelah
semua sampel dicari absorbansinya kemudian dicari persamaan regresi antara
absorbansi dan jumlah amilosa masing-masing sampel. Yang mana persamaan
tersebut akan digunakan untuk pengukuran kadar amilosa pada tepungtepungan.
Setelah diperoleh hasil pengukuran absorbansi (y) dari larutan standar
amilosa maka absorbansi dialurkan terhadap konsentrasi (x) larutan standar
untuk mendapatkan kurva standar berupa garis linier y = ax + b. Sehingga
dari hasil yang diperoleh maka didapat a = - 0.0019 dan b = 0,226, dengan
demikian persamaan regresi garis linier yaitu dengan mensubtitusikan nilai a
dan b pada persamaan garis linier diperoleh y = - 0,0019 + 0,226x.

Tabel 2.2 Penetuan Kadar Amilosa


Berat
Jenis
Shif
Kel
Awal
Tepung
(mg)
Tepung
1
100
Tapioka
Tepung
2
100
Tapioka
1
Tepung
3
100
Beras
Tepung
4
100
Jagung
2
Tepung
5
100
Tapioka
6
Tepung
100

Kadar
Absorbansi amilosa
(mg)

FP

Amilosa
(%)

0.359

1.580

20

31.6

0.352

1.549

20

30.93

0.343

1.509

20

30.8

0.487

2.146

20

42.92

0.240

1.033

20

21.06

0.670

2.513

20

50.26

7
8

Tapioka
Tepung
Beras
Tepung
Beras

100

0.416

1.832

20

36.64

100

0.268

1.195

20

23.9

Sumber: Laporan Sementara

Menurut Winarno (2008), pati merupakan homopolimer glukosa dengan


ikatan -glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari
panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekunya.
Sedangkan menurut Herawati (2011), pati adalah karbohidrat yang terdiri atas
amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian,
sayuran, maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung,
labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu, amaranth, ubi kayu,
ganyong, dan sorgum.
Menurut Winarno (2008), pati terdiri dari dua fraksi yang dapat
dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak
larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan (1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Sedangkan menurut Herawati
(2011), amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan
membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur
tunggal terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai
lurus amilosa yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap
amilase. Ikatan hidrogen inter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya
struktur hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur
tunggal amilosa mirip dengan siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada
permukaan dalamnya. Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin
tersusun dalam suatu cincincincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati
kurang lebih 16 buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan
semikristal. Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati
letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya
amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada
selang-seling di antara daerah amorf dan kristal. Ketika dipanaskan dalam air,

amilopektin akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan


viskositas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada
amilopektin cenderung tidak terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel,
kecuali pada konsentrasi tinggi.
Menurut Bassett et al (1994), prinsip uji amilosa yaitu pati akan
bereaksi dengan iod dengan adanya iodida yang akan membentuk suatu
kompleks yang berwarna biru kuat, yang akan terlihat pada konsentrasikonsentrasi iod yang sangat rendah. Kepekaan reaksi warna ini adalah
sedemikian sehingga warna biru akan terlihat bila konsentrasi iod adalah 2x105 M dan konsentrasi iodida lebih besar daripada 4x10-4 M pada 20 oC.
Kepekaan warna berkurang dengan naiknya temperatur larutan. Pada suhu
50oC yaitu kira-kira sepuluh kali kurang peka dibandingkan pada suhu 25 oC.
Kepekaan berkurang pada penambahan pelarut-pelarut seperti etanol. Tidak
akan dapat diperoleh warna dalam larutan yang mengandung etanol 50% atau
lebih. Amilosa akan memberikan warna biru dengan penambahan iod
sedangkan amilopektin membentuk suatu produk yang berwarna ungu-merah.
Menurut Mukti (2009), alat Spektrofometer adalah alat digunakan
untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif
yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Prinsip kerja alat
Spektrofometer menurut Triyati (1985), monokromator menguraikan sinar
yang masuk dari sumber cahaya tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang
yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu yang menunjukkan bahwa
setiap gugus kromofor mempunyai panjang gelombang maksimum yang
berbeda. Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap
oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet. Kemudian jumlah
cahaya yang diserap oleh larutan akan meng-hasilkan signal elektrik pada
detektor, yang mana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap
oleh larutan tersebut. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat
dilihat sebagai angka. Metode Spektrofotometri berdasarkan pada hukum
Lambert-Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya
Tampak, Ultra-violet dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan

oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan
tebal larutan.
Menurut Triyati (1985), susunan peralatan Spektrofotometer meliputi
sumber radiasi/cahaya, monokromator, sel absorpsi, detektor dan pencatat.
Sumber cahaya dipergunakan untuk pengukuran absorpsi. Sumber cahaya ini
harus memancarkan sinar dengan kekuatan yang cukup untuk penentuan dan
pengukuran, juga harus memancarkan cahaya berkesinambungan yang berarti
harus mengandung semua panjang gelombang dari daerah yang dipakai.
Kekuatan sinar radiasi harus konstan selama waktu yang diperlukan. Sumber
Cahaya Tampak yang paling umum dipakai adalah lampu Wolfram. Sedangkan
sumber radiasi Ultra-violet biasa dipergunakan lampu Hidrogen atau
Deuterium yang terdiri dari tabung kaca dengan jendela dari kwartz yang
mengandung Hidrogen dengan tekanan tinggi. Oleh karena kaca menyerap
radiasi Ultra-violet, maka sistim optik Spektrofotometer Ultra-Violet dan sel
harus dibuat dari bahan kwartz. Monokromator dipergunakan untuk memisahkan radiasi ke dalam komponen-komponen panjang gelombang dan dapat
memisahkan bagian spektrum yang diinginkan dari lainnya. Sel absorpsi
dipakai dari bahan silika, kuvet dan plastik banyak dipakai untuk daerah Sinar
Tampak. Kualitas data absorbans sangat tergantung pada cara pemakaian dan
pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat pengotor pada
dinding sel akan mengurangi transmisi. Detektor dipergunakan untuk
menghasil-kan signal elektrik. Dimana signal elektrik ini sebanding dengan
cahaya yang diserap. Signal elektrik ini kemudian dialirkan ke alat pengukur.
Rekorder dipergunakan untuk mencatat data hasil pengukuran dari detektor,
yang dinyatakan dengan angka.
Menurut Underwood (1990), kurva standar merupakan standar dari
sampel tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk
sampel tersebut pada percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya
sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui. Terdapat dua metode untuk
membuat kurva standar yakni dengan metode grafik dan metode least square.
Menurut Aliawati (2013), penetapan kadar berdasarkan reaksi antara amilosa

dengan senyawa iod yang menghasilkan warna biru. Sebelumnya dilakukan


pembuatan kurva standar amilosa yang menunjukkan hubungan antara nilai
penyerapan cahaya dengan penyerapan amilosa
Pada tahap penentuan kadar amilosa sampel tepung dimasukkan
kedalam tabung reaksi 100 gr kemudian ditambahkan 1 ml ethanol 95% dan 9
ml NaoH 1N. Kemudian larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 7
menit. Kemudian didinginkan pada suhu ruang. Kemudan penggojogan dengan
cara divortex. Kemudian larutan dipindahkan ke dalam labu takar kemudian
ditambahkan aquades hingga tanda tera. Kemudian dilakukan penggojokan
sebanyak 50 kali. Larutan yang telah digojok diambil 5 ml lalu dimasukkan
kedalam labu takar, kemudian ditambahkan 1 ml asam asetat, 2 ml larutan iod,
dan aquades hingga tanda tera. Kemudian digojog lalu didiamkan selama 20
menit

kemudian

dilakukan

pengukuran

absorbansi

larutan

dengan

menggunakan alat spektrofotometri dengan panjang gelombang 625 nm.


Berdasarkan percobaan sift 2 diketahui bahwa kadar amilosa tiap
sampel berbeda beda. Pada sampel tepung tapioka diketahui 21.06% dan
50.26%. Menurut teori Tjokroadikusoemo (1986), kadar amilosa bahwa tepung
tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Pada sampel tepung
beras diketahui kadar amilosanya sebesar 36.64% dan 23.9%. Menurut
Winarno (2008) kadar amilosa tepung beras dapat dibagi menjadi empat
golongan berdasarkan kandungan amilosanya, yaitu : (1) beras dengan kadar
amilosa tinggi 25-33%; (2) beras dengan kadar amilosa menengah 20-25%; (3)
beras dengan kadar amilosa rendah (9-20%; dan beras dengan kadar amilosa
sangat rendah (< 9%). Pada sampel tepung jagung didapat kadar amilosa
sebesar 7% dan 37%. Menurut Bellizt dan Grosch (1999) dalam jurnal
Muhandri (2012) kadar amilosa tepung jagung yaitu sebesar 28%.
Penerapan penentuan kadar amilosa pada bahan pada industri pangan
adalah pada industri pembuatan mie. Karena kualitas mie yang akan dihasilkan
ditetntukan oleh kadar amilosa dan amilopektin pada bahan. Sehingga
pemilihan tepung yang tepat akan membuat produk akhir yang mempunyai
kualitas baik.

E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dan analisis yang telah dilakukan maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Standardisasi amilosa dilakukan untuk mendapatkan kurva standar yang
menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya dengan konsentrasi
amilosa.
2. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik dan terdiri
dari 2 fraksi yaitu amilosa dan amilopektin.
3. Prinsip uji amilosa yaitu pati akan bereaksi dengan iod dengan adanya
iodida yang akan membentuk suatu kompleks yang berwarna biru kuat,
yang akan terlihat pada konsentrasi-konsentrasi iod yang sangat rendah.
4. Alat Spektrofometer adalah alat digunakan untuk menentukan komposisi
suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada
interaksi antara materi dengan cahaya.
5. Kurva standar merupakan standar dari sampel tertentu yang dapat digunakan
sebagai pedoman ataupun acuan untuk sampel tersebut pada percobaan.
6. Penentuan kadar amilosa dengan cara mencari absorbansi kemudian
dimasukkan pada persamaan kurva standar.
7. Persamaan kurva standar yang diperoleh adalah y = -0,0019 + 0,226x.
8. Kadar amilosa dengan urutan tertinggi sampai terendah yaitu tepung
singkong sebesar 50% pada kelompok 6; tepung jagung sebesar 37,34%
pada kelompok 10 dan tepung beras sebesar 36,64% pda kelompok 7.
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar amilosa tepung yaitu sifat pati dari
tepung dan kondisi tepung yang meliputi kadar air dalam tepung dan umur
simpan.

DAFTAR PUSTAKA
Akpa, et al. 2012. Modification of Cassava Starch for Industrial Uses.
International Journal of Engineering and Technology Vol. 2 (6).
Aliawati, Gusnimar. 2013. Tehnik Analisis Kadar Amilosa dalam Beras. Buletin
Tehnik Pertanian. Vol. 8. No. 2
Bassett, J., et al. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin.
Chung, Hyun Jung. Qiang Liu., Laurence Lee., Dongzhi Wei. 2011. Relationship
between the structure, physicochemical properties and in vitro
digestibility of rice starches with different amylose contents. J. Food
Hydrocolloids.
Herawati, Heny. 2011. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai
Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 30. No. 1.
James, Joyce. 2006. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Penerbit Erlangga.
Yogyakarta.

Lestari, Fatma. 2007. Bahaya Kimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Leszczynski, Waclaw. 2004. Resistant Starch : Classification, Structure,
Production. Polish Journal of Food and Nutrition Sciences Vol. 13 (54).
Lukman, Anita., Deni Anggraini., Noveri Rahmawati., Nani Suhaeni. 2013.
Pembuatan dan Uji Sifat Fisikokimia Pati Beras Ketan Kampar yang
Dipragelatinasi. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 1(2), 67-71.
Makfoeld, Djarir. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi.Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Mir, J. A., Srikaeo, K., Garca, J. 2013. Effects of amylose and resistant starch on
starch digestibility of rice flours and starches. International Food
Research Journal 20(3): 1329-1335.
Muhandri, Tjahja., Hamigia Zulkhaiar., Subarna., Budi Nurtama. 2012. Komposisi
Kimia Tepung Jagung Varietas Unggul Lokal dan Potensinya untuk
Pembuatan Mi Jagung Menggunakan Ekstruder Pencetak. Jurnal Sains
Terapan Edisi II Vol-2 (1).
Mukti, Kusnanto W. 2009. Analisis Spektroskopi Uv-Vis Penentuan Konsentrasi
Permanganat (KMnO4). Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Niken H, Ayuk., Dicky Adepristian Y. 2103. Isolasi Amilosa dan Amilopektin dari
Pati Kentang. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2
Simanjuntak, Tiurma P T. 2014. Komponen Gizi dan Terapi Pangan Ala Papua.
Deepublish. Yogyakarta.
Thumrongchote, Duangrutai. Toru Suzuki., Kalaya Laohasongkram., Saiwarun
Chaiwanichsiri. 2010. Properties of Non-glutinous Thai Rice Flour:
Effect of rice variety. Research Journal of Pharmaceutical, Biological
and Chemical Sciences.
Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya dalam Oseanologi. Oseana, Volume X, Nomor 1 : 39 47.
Underwood, A. L. 1990. Analisis Kimia Kiantitatif Edisi ke Enam. Erlangga.
Jakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Perhitungan:
Kelompok 8 (Tepung Beras)
Persamaan : y = - 0,0019 + 0,226x
Diketahui : y = - 0,0019 + 0,226x
y = 0,268
FP = 20
Ditanya : kadar amilosa = .......?
Jawab : y

= - 0,0019 + 0,226x

0,268

= - 0,0019 + 0,226x

0,268 + 0,0019

= 0,226x

= 0,27 / 0,226

= 1,195 mg

kadar amilosa =

x 100%

x 100%

= 23,9%

LAMPIRAN GAMBAR

Anda mungkin juga menyukai