Anda di halaman 1dari 11

NANOPARTIKEL KOLESTEROL OKSIDASE TERAMOBIL DALAM

POLIANILIN SEBAGAI BIOANODA UNTUK PENGUKURAN


KADAR KOLESTEROL
Nubli Falaah Albanna1), Margaretta1), Ani Rizna Nur Hasanah1)
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Intitut Pertanian Bogor
email: nublifa@gmail.com

Abstrak
Kecenderungan analisis kadar kolesterol menggunakan kit uji saat ini belum
diikuti dengan keterjangkauan harga dan sifatnya yang sekali pakai. Nanoserat
polianilin merupakan monomer yang murah dan dilaporkan dapat meningkatkan
aktivitas enzim dalam biosensor serta dapat dikembangkan sebagai matriks penyangga.
Penelitian bertujuan mengarakterisasi kinerja bioanoda yang berbasis amobilisasi
kolesterol oksidase pada pasta karbon termodifikasi nanoserat polianilin. Penelitian
menggunakan bioanoda berbasis amobilisasi kolesterol oksidase (EPKTChod+Glu).
Pemeriksaan dilakukan terhadap serangkaian pengujian yaitu pengukuran
voltamogram siklik elektroda pasta karbon (EPK) dan elektroda pasta karbon
termodifikasi (EPKT), amobilisasi enzim, uji kestabilan, optimalisasi kondisi kerja
elektroda, serta penentuan kadar kolesterol darah. Nanoserat polianilin dengan
morfologi permukaan berserat dan berongga dapat meningkatkan 0.64 mA daya hantar
listrik dari EPK. Respon EPKTChod+Glu selama 28 hari meningkat seiring
bertambahnya lama penyimpanan dalam bufer potasium fosfat dan suhu 11 oC. Respon
optimum pada pH 8 dan dalam suhu larutan elektrolit 45 oC. EPKTChod+Glu memliki
afinitas enzim-substrat dan sensitivitas yang cukup tinggi dengan Km 0.7934 mM dan
Imax 2.2743 mA. Kadar kolesterol darah hasil pengukuran bioanoda dibandingkan
dengan alat pengukuran kolesterol Mindray BS-200 dan menghasilkan ketepatan 83%
dan ketelitian 97%.
Kata Kunci: bioanoda, kolesterol, nanoserat, polianilin
Abstract
Prices of commercial cholesterol test strips are still relatively expensive and are
disposable while the analysis of cholesterol levels is important to prevent
atherosclerosis. Polyaniline nanofibres known as cheap monomer was developed as a
matrix in the manufacture of biosensors. Therefore, this study aims to test bioanode
effectivity which is coated with immobilized cholesterol oxidase. The research lasted
for five months, including measurement of cyclic voltammograms carbon paste
electrodes (CPE) and a modified carbon paste electrodes (MCPE), immobilization of
enzymes, stability testing, optimise of electrode working conditions, as well as the
determination of blood cholesterol levels. As a result, polyaniline nanofibre with
hollow and fibrous surface morphology able to improve conductance of CPE. Response
of MCPEChod+Glu for 28 days, increases with storage time in the potassium
phosphate buffer and temperature of 11 oC. The response was optimum at pH 8 and

temperature of the electrolyte solution 45 oC. MCPEChod+Glu possess the enzymesubstrate high enough affinity and senitivity to Km of 0.7934 2.2743 mM as well as Imax
of 2.2743 mA. Cholesterol blood level test with bioanode compared with common
cholesterol test device Mindray BS-200, resulting 83% in accuracy percentage and
97% in precision percentage.
Keywords: bioanode, cholesterol, nanofibre, polyaniline

1. PENDAHULUAN
Laporan WHO tahun 2002 menyebutkan penduduk Indonesia meninggal
pertahunnya akibat serangan jantung sekitar 220.372 dan stroke 123.684. Penyakit
tersebut berhubungan dengan terjadinya kerusakan pembuluh darah (arteriosklerosis).
Kadar kolesterol yang tinggi dalam bentuk LDL (Low Density Lipoprotein) dan VLDL
(Very Low Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko utama arteriosklerosis (Yang
et al. 2011). Kedua molekul tersebut merupakan pembawa kolesterol dalam darah.
Penumpukannya pada jaringan epitel pembuluh darah memicu penyempitan pembuluh
darah yang diikuti arteriosklerosis. Kolesterol juga berperan untuk mensintesis hormon
seks seperti endrogen sehingga keberadaannya dalam tubuh sangat diperlukan.
Perkembangan teknologi telah memunculkan metode dan peralatan baru untuk
mendiagnosis kadar kolesterol total yang mencakup LDL, VLDL, HDL (High Density
Lipoprotein), dan kilomikron. Metode diagnosa yang berkembang adalah biosensor
yang dianggap paling cepat, sensitif, dan spesifik (Pundir et al. 2012). Teknologi
biosensor yang berkembang di masyarakat berupa meter kit yang dilengkapi strip uji
sekali pakai dan harga yang relatif mahal. Penelitian Kurniasih (2014) melaporkan
suatu biosensor berbasis amobilisasi glukosa oksidase pada pasta karbon termodifikasi
nanoserat polianilin. Biosensor ini dapat digunakan berulang kali dan memiliki kinerja
lebih baik dibandingkan biosensor serupa yang menggunakan bahan pemodifikasi
berbeda (Busono 2010). Nanoserat polianilin memiliki daya hantar listrik
(konduktivitas) yang tinggi, stabil dalam reaksi enzimatis, dapat berperan sebagai
penjerap enzim, mudah disintesis, serta harga monomer murah. Pembentukan
polianilin menjadi nanoserat juga dapat meningkatkan luas permukaan elektroda
sehingga dapat meningkatkan kemampuannya mentransfer elektron dari reaksi redoks.
Bioanoda merupakan elektroda yang dikombinasikan dengan komponen biologis
seperti enzim dan merupakan dasar pengembangan biosensor (Wang et al. 2007).
Biosensor kolesterol yang dikembangkan memiliki prinsip kerja yang sama dengan
biosensor glukosa Kurniasih (2014). Penelitian Pundir et al. (2012) menggunakan
biosensor kolesterol dengan lapisan polianilin memiliki kinerja lebih rendah
dibandingkan biosensor glukosa Kurniasih (2014). Hal ini dapat mengindikasikan
nanoserat polianilin berpengaruh terhadap kinerja biosensor. Oleh karena itu,
penelitian terhadap peran penambahan nanoserat polianilin perlu dilakukan untuk
mendapatkan biosensor kolesterol dengan kinerja yang lebih baik.
Tujuan penelitian yakni mengarakterisasi kinerja bioanoda yang berbasis
amobilisasi kolesterol oksidase pada pasta karbon termodifikasi nanoserat polianilin.

Karakterisasi tersebut mencakup kestabilan, responnya terhadap pengaruh pH dan


suhu, serta kinetika enzimatisnya. Performa bioanoda juga ditentukan dengan
pengukuran kadar kolesterol sampel darah manusia.
2. METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Sebagian besar penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Departemen
Biokimia IPB. Selain itu, penelitian juga bertempat di Laboratorium Bersama FMIPA
IPB untuk pengukuran voltamogram siklik. Penelitian berlangsung selama 5 bulan
yakni pada bulan Januari-Mei 2015.
2.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain potensiostat eDAQ yang dilengkapi perangkat
lunak eChem versi 2.1.0, elektroda Ag|AgCl, elektroda Pt, tabung elektroda (ukuran
panjang 3 cm dan diameter 0.8 cm. Sementara itu, bahan yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas kolesterol oksidase (Chod) dari mikroorganisme rekombinan
yang terekspresi dalam E. coli, glutaraldehida (Glu) 2.5%, polianilin yang disintesis
dengan metode polimerisasi interfasial, sampel darah 2 orang probandus, dan larutan
standar kolesterol.
2.3. Prosedur Penelitian
2.3.1. Pengukuran voltamogram siklik Elektroda Pasta Karbon (EPK) dan Elektroda
Pasta Karbon Termodifikasi (EPKT) (Colak et al. 2012)
EPK disiapkan dengan pencampuran antara 100 L parafin dan 0.15 g serbuk
grafit di dalam mortar hingga menjadi pasta. Pasta karbon tersebut dimasukkan ke
dalam tabung elektroda yang disiapkan dari kaca dengan diameter 0.8 cm dan panjang
3 cm. Salah satu bagian tabung disumbat dengan teflon yang dapat digerakkan ke luar
dan ke dalam tabung kaca. Sementara itu, plat tembaga ditancapkan di bagian tengah
teflon sebagai kontak listrik elektroda. Pengisian elektroda dengan pasta karbon
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan atau hingga memenuhi bagian tabung. Setelah
itu, EPKT disiapkan dengan 2 mg polianilin yang dicampur ke dalam mortar dengan
100 L parafin dan 0.15 g serbuk grafit lalu dimasukkan ke dalam tabung elektroda
lain yang telah disiapkan. EPKT yang telah siap diukur voltamogram sikliknya secara
elektrokimia menggunakan seperangkat potensiostat eDAQ yang dilengkapi perangkat
lunak Echem v2.1.0. Elektroda pembanding yang digunakan adalah Ag|AgCl
sedangkan elektroda platina sebagai elektroda bantu. EPK dan EPKT berperan sebagai
elektroda kerja secara bergantian. Larutan 3 mL kalium klorida 1 M ditambahkan ke
dalam sel elektrokimia tersebut dan voltamogram siklik yang terbentuk diamati.

2.3.2. Amobilisasi kolesterol oksidase pada EPKT (modifikasi Colak et al. 2012
dengan Pundir et al. 2012)
EPKT sebanyak 6 buah dibuat untuk 6 perlakuan berbeda. Tabung eppendorf
kering sebanyak 6 buah juga disiapkan dan kelimanya diisi masing-masing dengan 0.5
mg bovine serum albumin (BSA). Selanjutnya, sebanyak 15 L bufer potasium fosfat
0.1 M pH 6-8 (interval 0.5) ditambahkan ke dalam 5 tabung tersebut. Larutan kolesterol
oksidase 0.156 U/L sebanyak 25 L dan 15 L glutaraldehida 2.5% kemudian
dimasukkan ke dalam 6 tabung eppendorf dan dikocok perlahan. Selanjutnya,
campuran tersebut diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang lalu dieteteskan pada
permukaan EPKT dan dikeringkan pada suhu 11 oC. Setelah elektroda kering, elektroda
dibilas beberapa kali dengan bufer potasium fosfat yang sesuai dengan perlakuan
sebelumnya. Permukaan pasta karbon elektroda kemudian ditutup dengan membran
dialisis (diameter 10 kDa) dan kain nilon yang diikat dengan parafilm pada bagian
dinding kaca bagian luar elektroda. Ketika tidak digunakan, EPKTChod+Glu (EPKT
dengan kolesterol oksidase teramobil menggunakan glutaraldehida) disimpan dalam
lemari pendingin pada suhu 11aoC dalam bufer potasium fosfat yang sesuai.
2.3.3. Uji kestabilan elektroda
EPKTChod+Glutaraldehida dengan bufer amobilisasi potasium fosfat 0.05 M pH
7.5 diukur voltamogram sikliknya selama 5 minggu (interval 7 hari). Pengukuran
voltamogram siklik dilakukan dengan menggunakan alat potensiosta EDAQ yang
dilengkapi dengan aplikasi EChem v2.1.0. EPKTChod+Glutaradehida dimasukkan ke
dalam gelas kaca bervolume 5 mL yang telah diisi dengan 1 mL bufer potasium fosfat
0.05 M pH 7.5, 1 mL kalium ferisianida 0.1 M, dan 180 L larutan kolesterol standar
500 mg/dL. Elektroda pembanding (Ag|AgCl) dan elektroda pelengkap (Pt) juga
kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca. Ketiga elektroda kemudian disambungkan
dengan kabel penghubung yang sesuai. Setelah itu, pengukuran dimulai pada laju
pemayaran 100 mV/s dengan rentang 1 mA.
2.3.4. Uji aktivitas kolesterol oksidase pada EPKT (modifikasi Colak et al. 2012
dengan Pundir et al. 2012)
Penentuan pH optimum dilakukan dengan memasukkan masing-masing 1 mL
larutan bufer potasium fosfat 0.1 M pH 6.0-8.0 (interval 0.5), 1 mL larutan kalium
ferisianida 0.1 M, dan 180 L larutan kolesterol standar 500 mg/dL ke dalam dalam
gelas kaca bervolume 5 mL. Elektroda Pt dan Ag|AgCl kemudian digunakan sebagai
elektroda pelengkap dan pembanding. Voltamogram siklik yang terbentuk diamati
pada laju pemayaran 100 mV/s dengan rentang 1-2 mA. Puncak arus oksidasi pada
voltamogram siklik digunakan dalam penentuan pH optimum elektroda.
Selanjutnya, nilai pH optimum tersebut digunakan pada penentuan suhu
optimum. Mula-mula, sebanyak 1 mL larutan bufer potasium fosfat 0.1 M pH 8, larutan
kalium ferisianida 0.1 M, dan 180 L standar kolesterol 500 mg/dL, dimasukkan ke
dalam sel elektrokimia. Aktivitasnya diukur pada suhu 35-60 oC (interval 5 oC) dengan
bantuan penangas dan termometer. Voltamogram siklik yang terbentuk diamati untuk
mendapatkan nilai suhu optimum. Setelah itu, penentuan rentang konsentrasi substrat

yang dapat dideteksi oleh elektroda dilakukan pada selang 0.05-2.5 mM. Uji ini
dilakukan pada pH 8 dan suhu larutan elektrolit 34 oC.
2.3.5. Penentuan kadar kolesterol darah (modifikasi Pundir et al. 2012 dengan
Kurniasih 2014)
Sebanyak 20 L sampel darah dari probandus yang telah diketahui kadar
kolesterolnya dengan pengukuran menggunakan strip uji komersial, dilarutkan dalam
180 L akuades. Selanjutnya, sebanyak 180 L larutan sampel darah ditambahkan ke
dalam gelas piala 10 mL yang telah berisi 1 mL bufer sodium fosfat 0.1 M dan 1 mL
kalium ferisianida. Elektroda Pt dan Ag|AgCl kemudian digunakan sebagai elektroda
pelengkap dan pembanding.Voltamogram siklik yang terbentuk diamati dan
konsentrasi kolesterol sampel ditentukan dari kurva standar standar kolesterol.
2.3.6. Analisis data

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Voltamogram Siklik EPK dan EPKT
Polianilin yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil sintesis dari penelitian
Kurniasih (2014) menggunakan metode polimerisasi interfasial yang mengacu pada
penelitian Maddu et al. (2008). Polianilin yang berupa polimer saling berikatan satu
sama lain sehingga memiliki morfologi permukaan berserat dan berongga. Kurniasih
(2014) menyebutkan ukuran nanoserat polianilin ini sekitar 110-120 nm. Sementara
itu, penampilan polianilin secara kasat mata berbentuk butiran kasar berwarna hijau tua
kecoklatan. Nanoserat polianilin ini dapat digunakan sebagai media transfer elektron
dalam elektroda karena meningkatkan luas permukaan pasta karbon.
Pengukuran voltamogram siklik dilakukan untuk mengarakterisasi daya hantar
listrik (konduktansi) antara EPK dan EPKT secara elektrokimia (Yang et al. 2012).
Voltamogram siklik dengan metode voltametri siklik, mengukur arus listrik sebagai
fungsi potensial. Arus yang terukur merupakan bentuk perpindahan elektron dari reaksi
redoks pada elektroda kerja dan elektroda pelengkap melalui larutan elektrolit (KCl
3M) (Julianus 2009).
Luas daerah voltamogram siklik EPKT lebih luas daripada EPK (Gambar 1).
Potensial oksidasi maksimum dari EPK berada pada -0.247 V dengan arus 0.0092 A.
Sementara itu, potensial dan arus maksimum dari EPKT sebesar 0.938 V dan 0.6534
mA (Tabel 1). EPK yang dibuat pada penelitian ini dapat dinyatakan memiliki
kerapatan arus yang sangat rendah karena bersifat kurang konduktif (konduktansi
rendah) berdasarkan luas daerah voltamogram siklik (Zhu et al. 2012). Namun,
kerapatan arus meningkat setelah EPK dimodifikasi dengan penambahan polianin.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Kurniasih (2014) bahwa polianilin pada EPKT dapat
meningkatkan kinerja EPK.

0,8
0,6

Arus (mA)

0,4
0,2
0,0
-0,2
EPK
EPKT

-0,4
-0,6
-0,6

-0,4

-0,2

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Potensial (V)

Gambar 1. Voltamogram Siklik EPK vs EPKT

Tabel 1. Data Potensial dan Arus Maksimum pada EPK dan EPKT
Jenis Elektroda Kerja
EPK

Potensial Maksimum (V)


-0.247

Arus Maksimum (mA)


0.0092

EPKT

0.938

0.6534

3.2. EPKTChod+Glu
Amobilisasi kolesterol oksidase bertujuan menahan pergerakan enzim secara
sebagian atau keseluruhan sementara perlakuan variasi pH dalam amobilisasi bertujuan
mengondisikan elektroda pada pH uji. Menurut Colak et al. (2012), nilai pH optimum
enzim dapat berubah akibat proses amobilisasi. EPKTChod+Glu yang dihasilkan
tampak sebagian permukaan pasta karbonnya terlapisi komponen amobil yang telah
kering (Gambar 2). Lapisan ini terbentuk akibat adsorbsi fisik komponen amobil dalam
permukaan pasta karbon (Julianus 2009).

Gambar 2. EPKTChod+Glu pH 6-8

3.3. Kestabilan EPKTChod+Glutaraldehida


Keuntungan dari amobilisasi enzim adalah aktivitas enzimatisnya dapat terjaga
sehingga dapat digunakan berulang kali tanpa menurunkan kualitasnya. Namun,
kondisi penyimpanan dan frekuensi penggunaan perlahan akan menurunkan aktifitas
enzim. Oleh karena itu, uji kestabilan elektroda dilakukan untuk menentukan life time
elektroda dalam larutan bufer dan suhu 11 oC.

Arus oksidasi maksimum pada voltamogram siklik menunjukkan reaksi oksidasi


kolesterol (substrat) menjadi kolestenon (produk) sementara reaksi reduksi H2O2
terbaca sebagai arus reduksi (Gambar 1). Arus oksidasi maksimum EPKTChod+Glu
terus meningkat dari hari ke-0 hingga hari ke-28. Peningkatan kinerja elektroda
cenderung kecil sehingga kurva kinerjanya naik secara landai (Gambar 3). Hal ini
sesuai dengan penelitian Torres et al. (2012) bahwa elektroda yang disimpan dalam
bufer pada suhu 4 oC responnya meningkat dari minggu ke-0 hingga ke-2. Peningkatan
respon disebabkan Namun, life time elektroda tidak dapat ditentukan karena tidak
teramati penurunan respon (arus) elektroda selama pengujian. Hasil ini dapat
mengindikasikan lama simpan elektroda >28 hari atau lebih lama dibandingkan
biosensor.

Arus Oksidasi
Maksimum (mA)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

10

15
Hari ke-

20

25

30

Gambar 3. Kinerja EPKTChod+Glu Hari Ke-0 hingga Hari Ke-28

3.4. Kondisi Optimum untuk Kinerja Elektroda


Penentuan kondisi optimum EPKTChod+Glu bertujuan mengukur pengaruh pH,
suhu, dan konsentrasi substrat terhadap kinerja elektroda. Parameter ujinya berupa
perubahan arus oksidasi maksimum yang terbentuk pada voltamogram siklik. Arus
oksidasi maksimum teramati meningkat dari pH 6.5-8 dan kemudian menurun pada pH
>8 (Gambar 4). Pada pH optimum, asam amino pada sisi aktif kolesterol oksidase
terionisasi sempurna dan dapat berinteraksi dengan kolesterol sehingga arus
oksidasinya optimum (Pundir et al. 2012). Nilai ini didapati berbeda dibandingkan nilai
pada kondisi kolesterol oksidase bebas yang optimum pH 6.5-9.0 (Li et al. 2010).
Penyebabnya kemungkinan besar disebabkan penambahan polianilin. Polimer ini
bersifat asam akibat proses protonasi pada tahap polimerisasinya. Oleh karena itu, nilai
pH optimum yang didapatkan lebih basa.

Arus oksidasi maksimum


(mA)

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

10

pH

Gambar 4. Kurva Pengaruh pH terhadap Kinerja EPKTChod+Glu

Sementara itu, stabilitas termal EKPTChod+Glu dapat teramati dari penentuan


suhu optimum. Arus oksidasi maksimum meningkat pada suhu 35-45oC kemudian
menurun pada suhu >45oC sehingga dapat ditentukan bahwa elektroda bekerja
optimum pada suhu 45oC (Gambar 5). Nilai suhu optimum ini juga berlaku pada
biosensor polianilin komposit nanotube karbon (Dhand et al. 2008) dan biosensor
membran resin epoksi (Pundir et al. 2012). Sementara itu, lebih dari 80% aktivitas
enzimatis kolesterol oksidase terjadi pada selang pH 6.5-9.0 dan suhu 35-48 oC
sehingga kondisi optimum elektroda ini masih dalam rentang tersebut (Li et al. 2010).
Selain itu, EPKTChod+Glu ini didapati memiliki batas deteksi standar kolesterol
0.05 mM dan rentang linier 0.05-1 mM (Gambar 6). Batas deteksinya relatif lebih kecil
0.04 mM daripada biosensor batang pensil grafit tetapi dengan rentang linier yang jauh
lebih kecil (Chauhan et al. 2010). Nilai potensial yang dapat digunakan sebagai
potensial input pada alat pengukur kadar kolesterol berdasarkan hasil penelitian ini,
didapati sebesar 0.615 V.
Transformasi kurva Michaelis Menten pada rentang linier konsentrasi standar
kolesterol menghasilkan kurva Lineweaver-Burk yang digunakan untuk menentukan
konstanta Michaelis (Km) dan Imax (arus maksimum) secara tepat. Nilai Km, Imax, dan
sensitivitas terhitung sebesar 0.7934 mM, Imax 2.2743 mA, dan 2.2884 mA/mMcm2.
Nilai Km ini lebih kecil dibandingkan dengan biosensor Pundir et al. (2012) sehingga
menunjukkan afinitas enzim-substrat EPKTChod+Glu tinggi dengan arus (Imax) yang
dihasilkan besar. Nilai senitivitasnya juga lebih besar yang diartikan setiap peningkatan
1 mM substrat dan 1 cm2 luas permukaan EPKTChod, maka arus yang dihasilkan
sebesar 2.2884 mA.

Arus Oksidasi Maksimum


(mA)

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0

20

40
Suhu (C)

60

80

Arus Oksidasi Maksimum


(mA)

Gambar 5. Kurva Pengaruh Suhu Larutan Elektrolit terhadap Kinerja


EPKTChod+Glu
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

y = 0.1153ln(x) + 0.5928
R = 0.8962

0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi Standar Kolesterol (mM)

Gambar 6. Kurva Michaelis-Menten

3.5. Kadar Kolesterol Total dalam Darah Probandus


Voltamogram siklik sampel darah 10 probandus pria (umur 21-22 tahun, BB 7090 kg, TB 170-185 cm, dan profesi mahasiswa) diukur dengan bioanoda di
laboratorium dan data dikonversi menjadi kadar kolesterol. Hasil pengukuran
dibandingkan dengan hasil pengukuran kadar kolesterol dengan alat Mindray BS-200
yang telah bekerja sama dengan Rumah Sakit Medika Dramaga Bogor. Gambar 7
menunjukkan korelasi antara hasil pengukuran bioanoda dan Mindray BS-200. Nilai
korelasi yang terhitung yaitu 0,831 dan nilai ketepatan 83% serta nilai ketelitian 97%.
Hal ini menunjukkan kinerja bioanoda sudah mendekati hasil pengukuran pada alat
Mindray BS-200.

Kadar Kolesterol dengan


Bioanoda (mg/dL)

200
190
180
170
160

y = 0,6801x + 40,835
r = 0,831

150
140
140

150

160

170

180

190

200

210

220

Kadar Kolesterol dengan alat Mindray BS-200 (mg/dL)

Gambar 7. Kurva Korelasi Pengukuran Kadar Kolesterol Bioanoda dan Mindray BS-200

4. KESIMPULAN
Nanoserat polianilin dengan morfologi permukaan berserat dan berongga
didapati meningkatkan konduktansi EPK. Respon EPKTChod+Glu meningkat seiring
bertambahnya lama penyimpanan dalam bufer potasium fosfat dan suhu 11oC.
Responnya optimum pada pH 8 dan dan dalam suhu larutan elektrolit 45 oC.
EPKTChod+Glu memliki afinitas enzim-substrat dan senitifitas yang cukup tinggi
dengan Km 0.7934 mM dan Imax 2.2743 mA. Hasil pengukuran kolesterol darah dengan
bioanoda dibandingkan dengan alat Mindray dan menghasilkan nilai korelasi 0,831,
ketepatan 83% dan ketelitian 97%. Berdasarkan data tersebut, bioanoda kolesterol
oksidase termodifikasi polianilin mampu mengukur kadar kolesterol darah secara
akurat, dapat digunakan berulang kali dan memiliki performa yang stabil.
5. REFERENSI
Busono P, Subintoro, Hajiah N, M Farid W, Saor J.D. 2010. Uji sensitifitas dan
linearitas prototip disposable biosensor kolesterol berlapiskan membran polimer
pelindung. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. 1-8.
Colak O, Arslan H, Zengin H, Zengin G. 2012. Amperometric detection of glucose by
polyaniline-activated carbon composite carbon paste electrode. International
Journal Electrochemistry Science. 7: 6988-6997.
Kurniasih R. 2014. Glukosa oksidase teramobil glutaraldehida pada elektroda pasta
karbon termodifikasi nanoserat polianilin sebagai biosensor glukosa [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Li Bo, Wei W, Feng Q W, Dong ZW. 2010. Cholesterol oxidase Chol is a critical
enzyme that catalyzes the conversion of diosgenin to 4-ene-3-keto steroid in
Streptomyces virginiae IBL-14. Appl Microbiol Biotechnol. 85: 1831-1838.
Maddu A, Wahyudi ST, Kurniati M. 2008. Sintesis dan karakteristik nanoserat
polianilin. Jurnal Nano Saintek. 1(2).
Pundir CS, Jagriti N, Nidhi C, Preety, Renu S. 2012. An amperometric cholesterol
biosesor based on epoxy resin membrane bound cholesterol oxidase. Indian J
Med Res. 136: 633-640

Torres, A.C., M Emilia G, Christopher MAB. 2012. Poly(neutral red)/cholesterol


oxidase modified carbon film electrode for cholesterol biosensing.
Electroanalysis. 24(7): 1547-1553.
Wang, H.J., Zhou, C.M., Peng, F., Yu, H. 2007. Glucose biosensor based on platinum
nanoparticels supported sulfonated-carbon nanotubes modified glassy carbon
electrode. Int J Electrochem Sci. 2: 508-516.
Yang, J.Y., Ying, L., Shen, M.C., Kuo, C.L. 2011. Fabrication of cholesterol biosensor
based on cholesterol oxidase and multiwall carbon nanotube hybrid composites.
Int J Electrochem Sci. 6: 2223-2234

Anda mungkin juga menyukai