Anda di halaman 1dari 9

4

4.1
Rekomendasi: Sebaiknya fungsi membran peritoneum dipantau secara teratur (6 minggu
setelah mulai terapi dan setidaknya setiap tahun atau ketika ada indikasi klinis)
menggunakan uji equilibrium peritoneal (PET) atau yang setara. Urin harian dan volume
ultrafiltrasi peritoneal, dengan koreksi yang sesuai untuk overfill, harus dipantau minimal
enam bulan.
Alasan:
Penilaian fungsi membran, khususnya tingkat perpindahan zat terlarut dan kapasitas
ultrafiltrasi merupakan dasar untuk peresepan DP. Alasannya adalah sebagai berikut:
Terdapat perbedaan di kedua kapasitas transport polutan dan ultrafiltrasi yang
diterjemahkan ke dalam perbedaan nyata dalam mencapai zat terlarut clearance dan
ultrafiltrasi kecuali mereka dicatat dalam resep. (gw kagak paham gimana maksudnya)
Fungsi membran adalah prediktor independen kelangsungan hidup pasien; dimana
tingginya perpindahan zat terlarut dan rendahnya kapasitas ultrafiltrasi berhubungan
dengan hasil yang lebih buruk. Fungsi membran berubah sesuai dengan waktu terapi.
Perubahan awal - biasanya terjadi pada beberapa minggu pertama pengobatan yang dapat
dicegah dengan melakukan tes 6 minggu setelah mulai DP. Kemudian akan terjadi
perubahan yang bervariasi pada tiap pasien, dengan cenderung meningkatkan
perpindahan zat terlarut dan mengurangi kapasitas ultrafiltrasi; dimana laju perubahan
membran dipercepat pada pasien yang kehilangan fungsi ginjal sejak awal dan
mempunyai kebutuhan yang besar untuk larutan glukosa hipertonik. Kebijakan The
European Renal Best Practice telah menghasilkan rekomendasi mengenai evaluasi fungsi
membran peritoneal untuk digunakan dalam praktek klinis, dan untuk memanfaatkan
hasil dalam peresepan DP. Sisa fungsi ginjal, seperti yang telah dibahas di atas,
merupakan salah satu faktor yang penting, selain usia, komorbiditas, status gizi, kadar
albumin plasma dan fungsi membran peritoneal untuk memprediksi kelangsungan hidup
pada pasien dengan DP. Kecepatan perburukan sangat bervariasi dan perubahan klinis
yang signifikan dapat terlihat dalam waktu 6 bulan. Jumlah pengeluaran cairan
berhubungan dengan kelangsungan hidup pasien, terutama pada keadaan anuria.
4.2
Rekomendasi: Penggunaan rejimen dialisis yang dapat mengakibatkan reabsorpsi cairan
harus dihindari. Pasien dengan tingkat perpindahan zat terlarut yang tinggi adalah yang
paling berisiko terhadap masalah ini, sehingga harus dipertimbangkan untuk penggunaan
APD dan icodextrin.

Alasan:
Tingginya perpindahan zat terlarut telah berulang kali terbukti berhubungan dengan
kelangsungan hidup yang lebih buruk, terutama pada pasien CAPD. Penjelasan yang
paling mungkin adalah karena efek ultrafiltrasi yang tercapai dengan gradien osmotik
(menggunakan glukosa atau cairan dialisis asam amino). Alasannya ada dua: pertama,
karena absorbsi yang cepat pada glukosa, kehilangan gradien osmotik yang dini dalam
siklus menyebabkan kapasitas ultrafiltrasi berkurang. Kedua, setelah gradien osmotik
didisipasikan tingkat reabsorpsi cairan pada pasien transportasi yang tinggi lebih cepat.
Hal ini akan mengakibatkan penyerapan cairan yang signifikan, memberikan kontribusi
untuk keseimbangan cairan positif, selama pertukaran panjang.
Masalah-masalah ini terkait dengan transportasi yang tinggi dapat dihindari dengan
menggunakan APD untuk mempersingkat panjang diam dan dengan menggunakan
icodextrin untuk pertukaran panjang untuk mencegah reabsorpsi cairan. Beberapa
percobaan terkontrol acak telah menunjukkan icodextrin yang dapat mencapai
ultrafiltrasi berkelanjutan dalam diam yang panjang (5-9) dan ini diterjemahkan ke dalam
pengurangan volume cairan ekstrasel (10, 11). Studi observasional menunjukkan bahwa
transportasi zat terlarut tinggi tidak terkait dengan kematian meningkat atau kegagalan
teknik pada pasien APD, terutama ketika ada juga penggunaan tinggi icodextrin (3, 12,
13). Hasil dari ANZDATA Registry menunjukkan bahwa pada pasien transportasi yang
tinggi, pengobatan dengan APD dikaitkan dengan kelangsungan hidup pasien yang unggul
dibandingkan dengan CAPD (14). Kelangsungan hidup pada pasien transportasi rendah
kontras lebih rendah dengan APD.
4.3
Rekomendasi:
Penggunaan rejimen dialisis yang mengandung glukosa hipertonik (3.86%) secara rutin harus
dihindari. Apabila diperlukan ini harus dicapai dengan menggunakan icodextrin atau diuretik.
(1B)
Alasan
Terdapat bukti yang berkembang bahwa penggunaan rutin cairan glukosa hipertonik (3,86%),
dan jika memungkinkan glukosa 2,27%, harus dihindari. Hal ini terkait dengan percepatan
penurunan fungsi membran yang terjadi dengan waktu pengobatan (1, 2), serta beberapa efek
sistemik yang tidak diinginkan termasuk kenaikan berat badan (3, 4), kontrol diabetes yang
buruk (5), pengosongan lambung yang tertunda (6), hiperinsulinemia dan efek hemodinamik
yang merugikan (7). Selain langkah edukasi kepada pasien untuk menghindari garam dan asupan
cairan berlebihan, penggunaan glukosa hipertonik juga harus diminimalkan dengan
meningkatkan diureses residual dengan penggunaan diuretik (misalnya furosemid 250mg setiap

hari) (8). Mengganti icodextrin untuk larutan glukosa dalam jangka waktu panjang akan
menghasilkan ultrafiltrasi setara sementara menghindari efek sistemik dari beban glukosa (3, 5,
7, 9). Bukti pengamatan menunjukkan bahwa icodextrin memiliki hubungan yang lebih kecil
dengan kerusakan dalam membran pada pasien APD (2).
4.4
Rekomendasi:
Strategi pengobatan yang menjaga fungsi ginjal harus diterapkan jika mungkin. Ini termasuk
penggunaan ACEI, ARB dan diuretik, dan menghindari episode dehidrasi. (1B)
Alasan
Ini merupakan parameter yang paling penting pada pasien DP, dan juga yang paling mungkin
untuk berubah dengan waktu. Perubahan yang signifikan dapat terjadi dalam waktu tiga bulan.
Spada keadaan penurunan fungsi ginjal akan menyebakan tingginya residu bersihan kreatinin,
dan hal ini dianggap sebagai nilai rata-rata dari urea dan bersihan kreatinin. Studi observasional
dan acak telah menunjukkan bahwa episode deplesi volume, baik disengaja atau upaya dari
pengurangan cairan secara aktif dengan maksud mengubah tekanan darah atau status cairan,
berhubungan dengan peningkatan risiko penurunan fungsi ginjal (1-4). Dalam perawatan harus
dilakukan untuk tidak mengurangi volume cairan pasien PD terlalu cepat atau berlebihan.
Penentuan target jumlah cairan yang sesuai dengan berat badan diperlukan untuk menghindari
komplikasi jantung akibat cairan yang berlebih, sementara itu mencegah penurunan fungsi ginjal
akibat restriksi cairan merupakan tantangan utama dalam pengelolaan pasien PD. Penggunaan
diuretik untuk mempertahankan volume urin tidak terkait dengan risiko penurunan fungsi ginjal
(5). ACE inhibitor, (Ramipril 5 mg) (6) dan ARB (valsartan) (7) telah digunakan dalam
penelitian secara acak untuk menjaga fungsi diuresis.
4.5
Rekomendasi: Pasien dengan anuria yang terus menerus mencapai ultrafiltrasi harian kurang dari
750 ml harus diamati secara teliti dan harus dipertimbangkan perubahan modalitas dialisis. (1B)
Alasan
Studi observasional secara konsisten menunjukkan bahwa menurunnya kapasitas ultrafiltrasi
peritoneal dikaitkan dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih buruk; sementara ini terlihat
dalam studi dengan atau tanpa residu urin (1), efek ini paling jelas pada pasien dengan anuria (2,
3). Dalam suatu studi prospektif telah diatur target ultrafiltrasi (750 ml / hari), pasien yang masih
berada di bawah ini memiliki angka kematian yang lebih tinggi setelah koreksi untuk usia, waktu
dialisis, komorbiditas dan status gizi. Kemungkinan asosiasi ini adalah multifaktorial, tapi
kegagalan peresepan glukosa dengan kadar cukup atau icodextrin dan penurunan kapasitas
ultrafiltrasi merupakan faktor dalam penelitian ini yang juga harus dipertimbangkan (2, 4).

Pedoman dari Eropa telah menyarankan sasaran ultrafiltrasi harian minimal sebanyak 1 liter (5)
tetapi ada bukti yang cukup untuk mengatakan bahwa target tersebut tidak harus dipenuhi pada
tahap ini. Ada kemungkinan bahwa pada beberapa pasien dengan ultrafiltrasi rendah, sesuai
dengan asupan cairan yang rendah, dan bahwa dalam kasus ini menurun kelangsungan hidup
mungkin hasil dari gizi buruk daripada kelebihan cairan, dan bahwa peningkatan ultrafiltrasi
hanya akan menghasilkan dehidrasi dengan efek yang merugikan . Tekanan darah, garam (dan
cairan) intake, status gizi dan cairan, dan adanya uremia harus diperhitungkan. Namun pasien
dengan kurang dari 750 ml ultrafiltrasi sekali anuric harus dipantau sangat erat dan potensi
perubahan modalitas dialysis perlu dipertimbangkan.
5
Ditetapkan dalam pedoman 5.1 - DP: Komplikasi Infeksi
Pedoman 5.1.1 Komplikasi infeksi pada DP: Strategi Pencegahan
Divisi DP harus melakukan audit berkala untuk infeksi seperti peritonitis dan fokal infeksi lain,
termasuk organisme penyebab, pengobatan dan prognosis. Diperlukan interaksi dengan
departemen mikrobiologi dan tim pengendalian infeksi untuk mengembangkan pengobatan yang
optimal dan protokol pencegahan infeksi. (1B)
Pedoman 5.1.2 - Komplikasi infeksi pada DP: Strategi Pencegahan
Sistem flush-before-fill dalam DP harus digunakan. (1A)
Pedoman 5.1.3 - Komplikasi infeksi pada DP: Strategi Pencegahan
Pasien harus menjalani revisi rutin mengenai teknik dialisis yang digunakan (setidaknya setahun
sekali atau lebih sering jika terdapat indikasi, misalnya setelah episode infeksi terkait DP atau
gangguan yang signifikan terhadap pasien setelah melakukan DP) dan mendapatkan pelatihan
intensif jika teknik di bawah standar . (1C)
Pedoman 5.1.4 - Komplikasi infeksi pada DP: Strategi Pencegahan
Pemasangan kateter sejak awal harus disertai dengan antibiotik profilaksis. (1B)
Pedoman 5.1.5 - Komplikasi infeksi pada DP: Strategi Pencegahan
Prosedur invasif harus disertai dengan antibiotik profilaksis dan pengosongan abdomen dari
cairan dialisis untuk jangka waktu yang sepadan dengan prosedur. (1C)
Pedoman 5.1.6 - Komplikasi infeksi pada DP: Strategi Pencegahan
Pemberian antibiotik topikal harus digunakan untuk mengurangi frekuensi terjadinya peritonitis
dan fokal infeksi akibat infeksi Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif lainnya. (1A)

Alasan:
Audit teratur sangat penting untuk perkembangan dan standar berikut harus dianggap sebagai
minimal:
Tingkat kejadian Peritonitis kurang dari 1 episode per 18 bulan pada orang dewasa dan 12 bulan
pada anak-anak (lihat NSF bagian 1)
Angka kesembuhan utama 80%
Hasil kultur yang negatif <20%
Pelatihan pasien untuk melakukan teknik DP dengan perawat yang berpengalaman DP
merupakan bagian dari program pelatihan formal sangat penting pada pasien untuk memulai DP
(2). Perawat dengan pengalaman yang lebih banyak berhubungan dengan awal episode
peritonitis (3). Disarankan bahwa pembahasan mengenai teknik DP dilakukan secara teratur,
setidaknya setiap tahun, atau lebih sering jika ada bukti teknik yang tidak memadai atau
terjadinya infeksi terkait DP, atau gangguan yang signifikan dalam melakukan DP misalnya
setelah periode rawat inap). Pendekatan yang telah terbukti mengurangi tingkat infeksi dalam
studi acak meliputi peningkatan intensitas pelatihan, (4) penggunaan sistem flush-before-fill (5)
profilaksis antibiotik pada penggunaan kateter dan pencegahan fokal infeksi dari lokasi
pemasangan DP (1). Beberapa studi telah membahas masalah terakhir ini; banyak studi
menunjukkan bahwa risiko infeksi Staph aureus (organisme yang bertanggung jawab pada 90%
kasus) dikaitkan dengan fokal infeksi yang sudah terjadi kulit, beberapa penelitian acak
menunjukkan bahwa fokal infeksi dan peritonitis terkait dapat dikurangi dengan aplikasi
mupirocin pada lokasi pemasangan DP. Penerapan mupirocin kepada semua pasien, (6, 7) harus
didiskusikan dengan departemen mikrobiologi dan tim pengendalian infeksi setempat. Sebuah
studi yang terbaru, membandingkan penggunaan mupirocin dengan krim gentamisin, didapatkan
hasil bahwa keduanya dapat dicegah baik infeksi akibat Staph aureus dan (8). Pendekatan ini
harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat infeksi Pseudomonas; dan kebijakan ini
harus didiskusikan kembali dengan departemen mikrobiologi dan tim pengendalian infeksi
setempat .
Ditetapkan dalam pedoman 5.2 - DP: Komplikasi Infeksi
Pedoman 5.2.1 - Komplikasi infeksi pada DP: Penatalaksanaan
Fokal infeksi ditunjukkan dari timbulnya rasa sakit, edema, krusta, eritema dan sekret serosa;
adanya sekret yang purulen selalu menunjukkan infeksi. Wajib dilakukan kultur dari sediaan
apus dan terapi empirik awal harus menggunakan antibiotik oral yang mencakup S. aureus dan P.
aeruginosa. (1B)
Pedoman 5.2.2 - Komplikasi infeksi pada DP: Penatalaksanaan

Pada infeksi akibat organisme yang resisten methicillin (MRSA) memerlukan pengobatan
sistemik (misalnya vankomisin) dan disesuaikan dengan kebijakan pengendalian infeksi
setempat. (1C)
Pedoman 5.2.3 - Komplikasi infeksi pada DP: Penatalaksanaan
Rejimen pengobatan awal untuk peritonitis harus mencakup organisme bakteri Gram negatif dan
positif termasuk spesies Pseudomonas sampai diperoleh hasil kultur dan sensitivitas antibiotik.
(1C)
Alasan:
The International Society of Peritoneal Dialysis (ISPD) telah mengembangkan sistem penilaian
yang sederhana mengenai tanda dan gejala infeksi di lokasi DP yang mudah digunakan dan
memberikan panduan tentang penatalaksanaan segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan
apusan. Sekret yang purulen merupakan indikator mutlak untuk pemberian antibiotik (1). The
ISPD bersikap toleran terhadap pilihan awal pengobatan antibiotik untuk peritonitis, dengan
syarat mencakup infeksi Gram positif dan negatif (1). Berdasarkan pola resistensi yang
bervariasi diperlukan pengembangan kebijakan setempat mengenai tatalaksana infeksi.
6
Ditetapkan dalam pedoman 6.1 - PD: Faktor Metabolik
Rekomendasi: Strategi standar untuk mengoptimalkan kontrol pada pasien dengan diabetes harus
digunakan; ini harus dilengkapi dengan rejimen peresepan dialisis dengan meminimalkan
kandungan glukosa, berupa larutan bebas glukosa (icodextrin dan asam amino). (1B)
Alasan:
Kontrol glikemik akan memburuk akibat tingginya penyerapan glukosa yang melewati membran
peritoneum. Rejimen dialisis yang rendah glukosa dan bebas glukosa (asam amino, icodextrin)
telah menunjukkan hasil yang lebih baik dalam kontrol glikemik (1,2)
Ditetapkan dalam pedoman 6.2 - PD: Faktor Metabolik
Rekomendasi: Kadar bikarbonat plasma harus dipertahankan dalam kisaran normal; ini dapat
dicapai dalam sebagian besar pasien dengan menyesuaikan dosis dialisis dan / atau konsentrasi
larutan buffer dialisa. Penggunaan larutan buffer bikarbonat diperlukan sewaktu- waktu. (1B)
Alasan:
Dua uji coba terkontrol secara acak telah menunjukkan bahwa prognosis pasien, termasuk
peningkatan massa tubuh dan pengurangan waktu rawat inap dicapai jika kadar bikarbonat
plasma terjaga dalam kisaran normal. (1, 2) Umumnya ini dapat dicapai dengan menggunakan

cairan dialisis dengan 40 mmol kapasitas buffer (laktat atau hasil bikarbonat dalam tingkat
bikarbonat plasma yang sama (3)) dan memastikan bahwa dosis dialisis memadai (lihat bagian 3
(b), di atas) (4). Namun, untuk larutan dengan kapasitas buffer yang lebih rendah, ketika pasien
beralih dari larutan tinggi laktat (35 mmol / l) dengan 25 mmol bikarbonat: 10 mmol campuran
laktat, ada peningkatan yang signifikan dalam bikarbonat plasma (24,4-26,1 mmol / l ), sehingga
proporsi yang lebih tinggi dari pasien akan jatuh dalam kisaran normal (5). Meskipun larutan
bikarbonat mungkin memiliki peran dalam biokompatibilitas (lihat bagian 1 (e), di atas), mereka
umumnya tidak diperlukan untuk mencapai keseimbangan asam-basa yang memuaskan. Alasan
utama untuk menggunakan larutan buffer berkapasitas 35 mmol (25:10 bikarbonat: mix laktat)
adalah untuk menghindari alkalinisasi berlebihan (6).
Pengendalian asidosis sangat penting pada pasien malnutrisi yang mendapat manfaat dari
glukosa yang tersedia dalam larutan dialisis sebagai sumber kalori. Larutan asam amino
dikembangkan dalam upaya untuk mengatasi malnutrisi kalori protein dan beberapa penelitian
acak telah dilakukan untuk mencari hubungannya. Dalam menggunakan larutan asam amino
penting untuk memastikan bahwa tidak terjadi asidosis penggunaan larutan pada saat yang sama
dengan asupan karbohidrat (7). Meskipun asam amino dalam larutan dialysis dimasukkan ke
dalam protein jaringan, uji coba secara acak telah gagal untuk menunjukkan manfaat dalam dari
uji klinis tersebut (8, 9).
Ditetapkan dalam pedoman 6.3 - PD: Faktor Metabolik
Rekomendasi: Obesitas sentral dapat terjadi dan memperburuk keadaan pada pasien DP. Risiko
dan komplikasi metabolik yang terkait, terutama berupa peningkatan profil lipid yang berifat
aterogenik dan resistensi insulin, dapat dikurangi dengan menghindari peresepan larutan tinggi
glukosa dan menggunakan icodextrin. (2C)
Alasan:
Peningkatan berat badan setelah memulai dialisis peritoneal dan ini dikaitkan dengan
memburuknya profil lipid (1). Studi acak membandingkan glukosa 2,27% dengan icodextrin
telah menunjukkan pencegahan terjadinya kenaikan berat badan, yang dalam komposisi tubuh
terdiri dari lemak (2, 3). Rekomendasi tatalaksana dislipidemia sudah dikeluarkan oleh ISPD dan
termasuk penggunaan statin (4). Tidak ada data percobaan saat ini yang menunjukkan manfaat
statin pada pasien DP dengan titik akhir klinis yang signifikan; pasien DP tidak termasuk dalam
studi 4D dan AURORA dan terdapat alasan yang rasional untuk percaya bahwa kondisi populasi
pasien DP mungkin berbeda.
Ditetapkan dalam pedoman 6.4 - PD: Faktor Metabolik
Rekomendasi: Kesadaran terhadap efek Icodextrin pada tes estimasi amilase dan glukosa
(menggunakan glukosa dehidrogenase) harus disebarluaskan kepada pasien, keluarga, staf
laboratorium dan klinis. (1C)

Alasan:
Penggunaan icodextrin dikaitkan dengan tingkat sirkulasi metabolit yang dapat mengganggu tes
laboratorium untuk amilase (atau benar-benar menekan aktivitas amilase) (1-4) dan glukosa
ketika uji tusuk jari yang memanfaatkan glukosa dehidrogenase sebagai substrat (diproduksi oleh
Boehringer Mannheim) (5-8). Dalam kasus ini, kadar yang terukur akan berkurang sebesar 90%,
yang mengarah ke potensi kegagalan dalam diagnosis pankreatitis. Tidak ada efek samping yang
dilaporkan, namun dokter harus menyadari kemungkinan ini. Jika memungkinkan maka
pengukuran lipase plasma dapat digunakan. Dalam kasus pengukuran glukosa, metode
menggunakan glukosa dehidrogenase akan menyebabkan over estimasi dari kadar glukosa darah,
sehingga dapat menyebabkan kegagalan dalam mendiagnosa hipoglikemia. Hal ini telah
dilaporkan pada beberapa literatur dan telah memberikan kontribusi untuk setidaknya satu
kematian. Biasanya kesalahan ini terjadi di tempat-tempat dan situasi di mana staf tidak familiar
dengan pekerjaan dialisis peritoneal, misalnya pada unit gawat darurat dan bangsal non-ginjal.
Sejumlah solusi untuk masalah ini sedang ditinjau aktif (misalnya penggunaan gelang alarm)
tetapi juga tanggung jawab profesional kesehatan untuk memastikan bahwa lingkungan klinis di
mana pasien dengan menggunakan icodextrin perlu diberitahu tentang masalah ini secara rutin.
7
Pedoman 7.1 - DP: Encapsulating peritoneal Sclerosis
Diagnosis dan tatalaksana encapsulating peritoneal sclerosis (EPS), termasuk pertimbangan
manajemen operasi EPS, harus mengikuti prinsip-prinsip yang digariskan dalam Pedoman
Praktek Klinis UK mengenai Encapsulating Peritoneal Sclerosis.
Alasan
Diagnosis dan tatalaksana EPS, termasuk pertimbangan manajemen operasi EPS, harus
mengikuti Pedoman Praktek Klinis UK mengenai Encapsulating Peritoneal Sclerosis (1).
Pedoman 7.2 - DP: Encapsulating peritoneal Sclerosis
Tidak ada durasi tertentu pada dialisis peritoneal dan keputusan mengenai durasi terapi harus
disesuaikan dengan masing-masing pasien, dengan mempertimbangkan klinis dan faktor sosial
dan keinginan pasien, dan harus mengikuti prinsip-prinsip yang digariskan dalam ISPD Length
of Time on Peritoneal Dialysis and Encapsulating Peritoneal Sclerosis Position Paper.
Alasan
Risiko terjadinya EPS sangat rendah dalam 3 tahun pertama DP dan rendah dalam 5 tahun terapi.
Meskipun risiko meningkat seiring dengan lamanya terapi, mayoritas pasien DP tidak mengalami
EPS. Belum diketahui apa dampak penghentian DP dalam jangka waktu tertentu terhadap risiko
terjadinya EPS. Penghentian DP mungkin memiliki efek negatif baik medis dan sosial yang

berpotensi besar merugikan pasien. Penghentian DP dalam jangka waktu tertentu tidak dapat
direkomendasikan. Risiko dan manfaat melanjutkan DP atau perubahan modalitas dialisis harus
dipertimbangkan dan didiskusikan dengan pasien, seperti yang direkomendasikan dalam ISPD
Length of Time on Peritoneal Dialysis and Encapsulating Peritoneal Sclerosis Position Paper (1).

Anda mungkin juga menyukai