Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kesehatan jiwa dan gangguan jiwa sering kali sulit didefinisikan. Orang

dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat


dan perilaku mereka pantas dan adaptif. Sebaliknya, seseorang dianggap
sakit jika gagal memainkan peran dan memiliki tanggung jawab atau
perilakunya

tidak

pantas.

Kebudayaan

setiap

masyarakat

sangat

memengaruhi nilai dan keyakinan masyarakat tersebut sehingga hal ini


memengaruhi definisi sehat dan sakit. Perilaku yang dapat diterima dan
pantas dalam suatu masyarakat dapat dianggap maladaptive atau tidak
pantas pada masyarakat lain (Videbeck, Sheila L, 2008).
Diperkirakan bahwa 2-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita
gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan
dirumah sakit dan jika penduduk Indonesia berjumlah 120 juta orang
maka ini berarti bahwa 120 ribu orang dengan gangguan jiwa berat
memerlukan perawtan dirumah saikt. Padahal yang tersedia sekarang
hanya kira-kira 10.000 tempat tidur (Yosep, Iyus, 2007).
Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperlakukan pada zaman
dahulu kala di Indonesia tidak diketahui dengan jelas. Bila beberapa
tindakan terhadap penderita gangguan jiwa sekarang dianggap sebagai
warisan dari nenek moyang kita, maka kita dapat membayangkan sedikit
bagaimanakah kiranya paling sedikit dari sebagian dari jumlah penderita
gangguan jiwa itu ditangani pada jaman dulu. Adapun tindakan yang
dimaksud adalah dipasung, dirantai atau diikat lalu ditempatkan tersendiri
di rumah atau di hutan (bila gangguan jiwanya berat dan membahayakan)
(Yosep, Iyus, 2007).
Faktor yang memengaruhi

kesehatan

jiwa

seseorang

dapat

dikategorikan sebagai factor individual, interpersonal, dan social/budaya.


Factor individual meliputi struktur biologis, memiliki keharmonisan hidup,

vitalitas,

menemukan

arti

hidup,

kegembiraan

atau

daya

tahan

emosional, spiritualitas, dan memiliki identitass yang positif (Seaward,


1997), factor interpersonal meliputi komunikasi yang efektif, membantu
orang lain, keintiman, dan mempertahankan keseimbahngan antara
perbedaan dan kesamaan. Factor social/budaya meliputi keinginan untuk
bermasyarakat, memiliki penghasilan yang cukup, tidak menoleransi
kekerasan, dan mendukung keragaman individu (Videbeck, Sheila L,
2008).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari gangguan hubungan sosial?
1.2.2 Bagaimana tanda dan gejala gangguan hubungan sosial?
1.2.3 Bagaimanakah perkembangan hubungan interpersonal?
1.2.4 Bagaimana factor predisposisi dari gangguan hubungan sosial?
1.2.5 Apa saja stressor pencetusnya?
1.2.6 Bagaimana sumber kopingnya?
1.2.7 Bagaimana mekanisme kopingnya?
1.2.8 Bagaimana pohon masalahnya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan dan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Jiwa I serta mempresentasikannya, pada program studi S11.3.2

Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Lamongan.


Tujuan Khusus
a Untuk mengetahui tentang gangguan hubungan sosial.
b Untuk mengetahui tanda dan gejala gangguan hubungan sosial.
c Mampu memahami perkembangan hubungan interpersonal.
d Untuk mengetahui factor predisposisi dari gangguan hubungan sosial.
e Untuk mengetahui stressor pencetus yang dapat mengakibatkan gangguan
f
g
h
i

hubungan sosial.
Mampu mengetahui sumber koping dari gangguan hubungan social.
Mampu memahami mekanisme koping dari gangguan hubungan sosial.
Mampu memahami pohon masalah dari gangguan hubungan sosial.
Mampu memahami, menganalisa dan mengidentifikasi asuhan keperawatan dari
gangguan hubungan sosial.

1.4

Manfaat
Diharapkan dengan adanya makalah ini, mahasiswa mampu mengetahui, menganalisa,
dan mengidentifikasi penyebab, gejala, dan factor pencetus terjadinya gangguan hubungan

sosial serta mahasiswa mampu mengembangkan perencanaan keperawatan dalam


penanganan klien gangguan hubungan sosial.
1.5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian
Stuart and Sudden (1998), hubungan interpersonal yang sehat terjadi

jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan, sementara


identitas

pribadi

masih

tetap

dipertahankan.

Menurut

Rogers,

karakteristik hubungan yang sehat adalah terbuka, menerima orang lain


sebagai sebagai orang yang mempunyai nilai sendiri dan adanya rasa
empati.
Gangguan hubungan social adalah keadaan dimana seorang individu
berpartisipasi dalam kuantitas yang berlebihan atau tidak cukup atau
ketidakefektifan kualitas pertukaran social. Gangguan hubungan sosial
merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel. Pola tingkah
lakunya maladaptik, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosialnya.
2.2 Tanda dan Gejala
2.2.1 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2.2.2 Menghindar dari orang lain (menyendiri).
2.2.3 Komunikasi kurang.
2.2.4 Tidak ada kontak mata.
2.2.5 Berdiam diri di kamar/tempat terpisah.
2.2.6 Menolak berhubungan dengan orang lain.
2.2.7 Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
2.3

Perkembangan Hubungan Interpersonal


Kapasitas hubungan interpersonal berkembang

sepanjang

siklus

kehidupan. Table 1.1 menyajikan tugas perkembangan utama yang


berkaitan dengan pertumbuhan interpersonal (Stuart, Gail W, 2006).
Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada masa remaja atau
lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut
merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan menetap yang
cukup berat menyebabkan disfungsi perilaku dan distress yang nyata.

Gangguan kepribadian relative biasa terjadi di Amerika Serikat; sekitar


10%-18% populasi secara umum mengalami gangguan tersebut. Namun,
hanya seperlima dari populasi tersebut yang mendapatkan terapi.
Sedikitnya beberapa gangguan ini juga dikaitkan dengan mortalitas yang
tinggi akibat bunuh diri (Stuart, Gail W, 2006).

Rentang Respon Sosial

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Menyendiri

Kesepian

Manipulasi

Otonomi

Menarik Diri

Impulsif

Kebersamaan

Ketergantungan

Narsisisme

Saling Ketergantungan
Tabel 1.1 Rentang Respon Sosial

2.4

Faktor Predisposisi
Berbagai factor bisa menimbulkan respon social yang maladaptive.

Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang


memengaruhi hubungan interpersonal, belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin disebabkan oleh
kombinasi dari berbagai factor yang meliputi :
a.
Factor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan yang
disebutkan pada tabel 1.1 memengaruhi respon social maladaptive
pada individu. System keluarga yang terganggu dapat berperan

dalam perkembangan respons social maladaptive. Beberapa orang


percapa bahwa individu yang mengalami masalah ini adalah orang
yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma
keluarga mungkin tidak mendukung hubungan dengan pihak di luar
keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua pecandu
alcohol dan penganiaya anak juga memengaruhi respon social
maladaptive pada individu. Organisasi anggota keluarga bekerja sama
dengan tenaga professional untuk mengembangkan gambaran yang
lebih tepat tentang hubungan antara gangguan jiwa dan stress
keluarga. Pendekatan kolaboratif ini seharusnya mengurangi tindakan
b.

menyalahkan keluarga oleh tenaga professional.


Factor Biologik
Factor genetic dapat berperan dalam respon social maladaptive.
Bukti terdahulu menunjukkan keterlibatan neurotransmitter dalam
perkembangan gangguan ini, namun tetap diperlukan penelitian lebih
lanjut.
Faktor Sosio Kultural
Isolasi social merupakan factor utama dalam gangguan hubungan.

c.

Hal

ini

akibat

dari

transiensi;

norma

yang

tidak

mendukung

pendekatan terhadap orang lain; atau tidak menghargai anggota


masyarakat yang kurang produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang
cacat, dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari
yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap
hubungan merupakan factor lain yang berkaitan dengan gangguan
ini.
(Stuart, Gail W, 2006)
2.5

Stressor Pencetus
Stressor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang

menimbulkan stress seperti kehilangan, yang memengaruhi kemampuan


individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a.
Stressor Sosio Kultural

Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga


dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di
b.

rumah sakit.
Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan

kemampuan

untuk

mengatasinya.

Tuntutan

untuk

berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk


memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas
tingkat tinggi.
(Stuart, Gail W, 2006)
2.6 Sumber Koping
2.6.1 Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman.
2.6.2 Hubungan dengan hewan peliharaan.
2.6.3 Gunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
seperti kesenian, music, tulisan.
(Stuart, Gail W, 2006)
2.7

Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaptive menggunakan

berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme


tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik :
a. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social.
Proyeksi/pengalihan.
Pemisahan.
Merendahkan orang lain.
b. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang.
Pemisahan.
Reaksi formasi.
Proyeksi/pengalihan.
Isolasi.
Idealisasi orang lain.
Merendahkan orang lain.
Identifikasi proyeksi.
(Stuart, Gail W, 2006)

2.8

Pohon Masalah

Resiko kambuh

Koping keluarga
tidak efektif

Kurangnya
pengetahuan

Resiko perubahan
sensori persepsi :
halusinasi

Deficit
perawatan diri

Gangguan
Hubungan Sosial

Intoleransi
aktifitas

Gangguan konsep
diri : harga diri
rendah

Koping individu
tidak efektif

Pasca trauma

Resiko tinggi
bunuh diri

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status
marital, no.medrec, tanggal masu rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
ruangan alamat klien. Data penanggung jawab meliputi nama, usia, agama,
3.1.2

pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.


Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Adanya perubahan perilaku seperti tidak mau bergaul dengan orang
lain/masyarakat, suka menyendiri, tidak banyak bicara.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Gangguan hubungan social ini dapat terjadi karena adanya stressor, respon
maladaptive dari klien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan adanya trauma, riwayat penyakit yang pernah diderita.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kemungkinan tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan

3.1.3

klien. Gangguan hubungan social dapat disebabkan oleh banyaknya stressor.


Faktor presipitasi
Meliputi stressor social budaya, hormonal, infeksi virus, interaksi dengan stressor

3.1.4

lingkungan social, stressor psikologik.


Faktor predisposisi
Gangguan jiwa sebelumnya, sakit fisik, anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa, pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan, riwayat gangguan
tumbuh kembang, gangguan komunikasi dalam keluarga.

3.1.5

Pemeriksaan fisik
a. Kebutuhan fisiologis dan biologis
1) Nutrisi : menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan.
2) Istirahat dan tidur : melamun dan timbul kecemasan dan gelisah
menyebabkan gangguan tidur.
3) Eliminasi : kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan
peristaltik usus sehingga menyebabkan kontipasi.

4) Aktivitas sehari-hari : keinginan hidup produktif berkurang sehingga


pemenuhan kebutuhan aktivitas terganggu.
5) Seksual : sulit mengekpresikan keinginan membina hubungan lawan jenis.
b. Kebutuhan rasa aman
Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina
hubungan yang positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri,
mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain akhirnya
menimbulkan kecemasan dan dampak yang ditimbulkan adalah gangguan rasa
aman.
c. Kebutuhan mencintai dan memiliki
Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi
rasa, pikiran prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal
termasuk hubungan untuk mencintai dan dicintai.
d. Kebutuhan akan harga diri
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi dan tidak berguna
dampaknya adalah gangguan kebutuhan akan harga diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien dengan
gangguan berhubungan, minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal.

f. Status mental
1) Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik,
interaksi klien selama wawancara.
2) Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas,
menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
3) Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan

dan

kegagalan

dalam

berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir,


sehingga menimbulkan gangguan proses berfikir.
4) Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses pikir waham curiga,
tidak percaya pada orang lain.
5) Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori,
biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping
yang tidak konstruktif.
6) Konsep diri : klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan
sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
7) Social : klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan
orang lain.
8) Spiritual : klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang tidak
baik, pesimis dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa putus asa
karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam
menjalankan ibadat sehari-hari
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Gangguan gubungan social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3.2.2 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat dan motivasi terhadap
3.2.3

perawatan diri, intoleransi aktivitas.


Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif.

3.3 Rencana Keperawatan


Tgl

No.
Dx
1

Diagnose

Tujuan

Keperawatan
Gangguan

Kriteria Evaluasi

TUM : Klien mampu

hubungan social : untuk

berinteraksi

menarik

orang

diri dengan

lain

Intervensi

berhubungan

maupun

petugas

dengan harga diri tanpa merasa tidak


rendah.

nyaman.
TUK :
1. Terbinanya
hubungan
percaya
perawat.

Setelah

berinteraksi,
saling
dengan

hari 1. Lakukan pendekatan


klien

dan bina hubungan

mampu :

saling percaya klien

a. Berkenalan dengan

terhadap

perawat.
b. Klien

dengan
mau

tersenyum dengan
perawat.
c. Klien

mau

menyapa

dan

disapa.

perawat
melakukan

pendekatan

secara

terapeutik :
a. Sapa

klien

dengan ramah.
b. Perkenalkan diri
secara sopan.
c. Tanyakan nama
lengkap

nama

panggilan

yang

disukai klien.
d. Tunjukkan sikap
empati
menerima
apa adanya.

dan
klien

2. Klien mengetahui Setelah 3x berinteraksi, 2.1 Beri penjelasan pada


dan

mengerti klien mampu :

tentang

interaksi

social.

klien

a. Menyebutkan

interaksi social.
2.2 Berdiskusi
dengan

pengertian
interaksi social.
b. Mengetahui
manfaatnya
kehidupan.
c. Mengetahui

mengenai

bagi

klien

tentang

keuntungan
berinteraksi

orang lain.
cara 2.3 Berdiskusi

dengan
dengan

dan akibatnya bila

klien

tentang

tidak

kerugian

apabila

melakukan

interaksi social.

tidak

berinteraksi

dengan orang lain.


2.4 Mengajarkan
pada
klien cara berkenalan
dengan satu orang.
2.5 Dukung klien untuk
melakukan interaksi
dengan orang lain.
3

Klien

mampu Setelah 4x berinteraksi, 3.1 Beri dukungan pada

terlibat
dalam

aktif klien mampu :


kegiatan

kelompok.

a. Berinteraksi
dengan orang lain
maupun petugas.
b. Mampu
untuk

klien
melakukan
aktifitasnya.
3.2 Memberikan
kesempatan
klien

hubungan dengan

mempraktekkan cara

bekerja sama.

untuk

berkenalan

dengan

satu orang.
3.3 Pembagian

tugas

dalam
Klien

pada

membina
orang lain.
c. Mau untuk diajak

dalam

kegiatan

kelompok.
akan Setelah 6x berinteraksi, 4.1 Berikan umpan balik

membina

atau klien mampu :

menjalin kembali
satu

hubungan

interpersonal
yang adaptif dan
saling
memuaskan.

a.

yang

Mengetahui
perilaku

perilaku

social yang adaptif

dan

dan maladaptive.
4.2 Dukung klien unutk

maladaptive.
b. Mengungkapkan
perasaannnya.
c. Membina
hubungan

dan

berinteraksi

menjelaskan
pengalaman

tentang

keberhasilan

dan

kegagalan
hubungannya dengan

orang

lain/petugas.
d. Klien
mampu
berkomunikasi
dengan

tentang

social

adaptif

dengan

konsisten

orang

lain/petugas secara
verbal maupun non
verbal.

orang lain secara lisan


atau tertulis.
4.3 Bantu klien

unutk

mengawali
memulai

atau
kembali

hubungan dengan satu


orang lain.
4.4 Tinjau kembali aspek
hubungan

tersebut

dengan klien.
4.5 Dukung respon social
pasien yang adaptif.
4.6 Evaluasi
bersama
pasien

alternative

untuk respon social


yang maladaptive.

Tgl

No.
Dx
2

Diagnose

Tujuan

Keperawatan
Defisit
perawatan
berhubungan

TUM : Klien dapat

diri meningkatkan
perawatan dirinya.

Kriteria Evaluasi

Intervensi

dengan
kurangnya minat
dan

motivasi

terhadap
perawatan

diri,

intoleransi
aktivitas.
TUK :
1. Klien

Setelah 2x berinteraksi, Menjelaskan pentingnya


dapat

mengetahui
efek-efek

yang

dapat
ditimbulkan dari

klien mampu :
a. Mengetahui
dari

menjaga kebersihan
efek

diri.
deficit Menjelaskan

perawatan diri.
b. Mampu melakukan
perawatan diri.
c. Mengetahui cara

deficit
perawatan diri.

2. Pengetahuan

menjaga

menjaga kebersihan
diri.
Menjelaskan pada klien
cara

kebersihan

baik.
diri Membantu

yang

dan

baik

cara

makan

yang
klien

mempraktekkannya.

benar.
Setelah 3x berinteraksi, Evaluasi

pengetahuan

klien meningkat klien mampu :


klien
tentang
a. Menjelaskan
mengenai
kebersihan diri.
tentang pentingnya Beri dukungan pada klien
pentingnya
merawat diri.
dalam
melakukan
merawat diri.
b. Melakukan
perawatan dirinya.
perawatan
diri Beri
pujian
atas
secara mandiri.
c. Memahami

keberhasilan
dalam

klien

menjaga

dampak dari deficit

3. Klien
memenuhi
kebutuhan

kebersihan dirinya.
perawatan diri.
dapat Setelah 4x berinteraksi, Observasi cara klien
klien mampu :
a. Melakukan

dalam

melakukan

perawatan dirinya.

perawatan

perawatan

diri Berikan dukungan pada

dirinya.

secara mandiri dan

klien

untuk

teratur.
b. Membedakan

meningkatkan

kotor.
c. Melakukan

berhasil

kebersihan dirinya.
antara bersih dan Beri pujian apabila klien

perawatan

menjaga

kebersihan
diri

dengan baik dan

secara

dirinya

baik

dan

benar.

benar.

Tgl

No.
Dx
3

Diagnose
Keperawatan
Gangguan
konsep

Tujuan

Kriteria Evaluasi

Intervensi

TUM : Diharapkan

diri: harga diri klien dapat

harga diri rendah meningkat.


berhubungan
dengan
individu

koping
tidak

efektif.
TUK :
1. Klien

Setelah 4x berinteraksi, 1.1 Lakukan pendekatan


mampu

mengungkapkan

klien mampu :
a. Berinteraksi

perasaannya pada

dengan

perawat,

perawat.

berbincangbincang.
b. Mampu
mengeksplorasi
perasaannya.
c. Mampu
memahami makna
dari konsep diri.

dengan

klien

dan

bina hubungan saling


percaya.
1.2 bantu klien dalam
mengidentifikasi halhal

yang

menyebabkan
merasa salah pada
dirinya.
1.3 Beri
mengenai

penjelasan
konsep

diri klien, meliputi


pengertian

unsur-

unsur konsep diri,


pentingnya
2. Klien

diri.
mau Setelah 4x berinteraksi, 2.1 Beri penjelasan pada

mengetahui
penyebab
penilaiannya
yang salah pada
dirinya.

konsep

klien mampu :
a. Mengetahui
pengertian

klien
konsep diri.
dari 2.2 Identifikasi

konsep diri.
b. Mengetahui
penyebabnya.
c. Menerima bahwa
penilaiannya
tersebut salah.

mengenai

kemampuan
aspek

positif

dan
yang

dimiliki klien.
2.3 Bantu klien dalam
menilai
kemampuannya.
2.4 Beri dukungan atas
keberhasilan

yang

telah dilakukan oleh


3. Pengetahuan

klien.
Setelah 5x berinteraksi, c.1 Evaluasi pengetahuan

klien meningkat klien mampu :


klien tentang konsep
a. Menjelaskan
mengenai konsep
diri.
tentang pengertian c.2 Identifikasi
diri
terutama
dari konsep diri.
kemampuan
klien
tentang
harga
b. Untuk
melihat
dalam
menilai
diri.
kelebihan
dan
dirinya.
kekurangannya.
c.3 Bantu klien memilih
c. Melakukan
kegiatan yang akan
kegiatan
untuk
dilakukan
sesuai
meningkatkan
dengan kemampuan
konsep dirinya.
klien.
d. Berinteraksi
c.4 Melatih klien sesuai
dengan
perawat
dengan kemampuan
maupun orang lain.
yang dipilihnya.

c.5 Berikan pujian yang


wajar

terhadap

keberhasilan klien.
4. Rasa percaya diri Setelah 6x berinteraksi, 4.1 Bantu klien untuk
klien meningkat.

klien mampu :
a. Berinteraksi
dengan
orang

lebih

rasa percaya dirinya.


orang- 4.2 Memperdalam

yang

ada

disekitarnya.
b. Berkomunikasi
dengan baik secara
verbal

meningkatkan

maupun

tertulis.
c. Menerima
kekurangannya.

komunikasi
klien.
4.3 Kembangkan

dengan
aspek

positif yang dimiliki


oleh klien.
4.4 Lakukan
kegiatankegiatan yang dapat
menambah

rasa

percaya diri klien.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Gangguan hubungan social adalah suatu keadaan dimana seorang
individu tersebut tidak dapat melakukan hubungan social secara
efektif/tingkah lakunya maladaptive ataupun sebaliknya, individu
tersebut berpartisipasi dalam kuantitas yang berlebihan.
4.1.2 Tanda dan gejala dari gangguan hubungan social adalah apatis,
ekspresi

sedih,

afek

tumpul,

menghindar

dari

orang

lain(menyendiri), kurang berkomunikasi, tidak ada kontak mata,


berdiam diri di kamar/tempat terpisah, menolak berhubungan
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
4.1.3 Belum ada penyebab yang spesifik tentang gangguan ini. Beberapa
factor

yang

menimbulkan

gangguan

ini,

meliputi

factor

perkembangan, factor biologic, dan factor sosiokultural.


4.1.4 Stressor pencetus gangguan ini dikelompokkan dalam dua kategori,
yaitu stressor sosiokultural dan stressor psikologik.
4.1.5 Sumber kopingnya, meliputi keterlibatan dalam hubungan yang
luas

dalam

kelurga

dan

teman,

hubungan

dengan

hewan

peliharaan, dan gunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress


interpersonal seperti kesenian, music, tulisan.
4.1.6 Mekanisme koping yang digunakan dalam

upaya

mengatasi

ansietas, meliputi proyeksi, pemisahan, merendahkan orang lain,


reaksi formasi, isolasi, idealisasi orang lain, identifikasi proyeksi.
4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami
buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama.
http://fajarnoverdi.blogspot.com/2012/03/gangguan-hubungan-sosial.html#
http://mitanurse.blogspot.com/2011/12/askep-pada-klien-dengangangguan.html
http://sehatjiwa-6.blogspot.com/2008/04/gangguan-hubungan-sosial.html

Anda mungkin juga menyukai