Anda di halaman 1dari 18

CASE REPORT

SEORANG PEREMPUAN BERUSIA 43 TAHUN DENGAN HAEMOROID


INTERNA
Pembimbing :
dr. Bambang , Sp. B

Disusun Oleh:
Dwi Cahyo Suprabowo, S.Ked

(J510155003)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

CASE REPORT
SEORANG PEREMPUAN BERUSIA 43 TAHUN DENGAN HAEMOROID
INTERNA

Disusun Oleh:
Dwi Cahyo Suprabowo, S.Ked

(J510155003)

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing
dr. Bambang, Sp. B

( ..........................................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Bamabang, Sp. B

( ..........................................)

Disahkan Ka. Program Pendidikan Profesi FK UMS


dr. Dona Dewi Nirlawati

( ...........................................)

BAB I
STATUS PASIEN
I IDENTITAS PASIEN

II

a) Nama

: Ny. K

b) Jenis Kelamin

: Perempuan

c) Umur

: 43 tahun

d) Alamat

: Ponorogo

e) Agama

: Islam

f) Suku

: Jawa

g) Pekerjaan

: Petani

h) Tanggal masuk RS

: 30 Desember 2015

i) Tanggal pemeriksaan

: 31 Desember 2015

j) Tanggal Operasi

: 31 Desember 2015

ANAMNESA
A Keluhan utama
BAB keluar darah
B Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita datang ke RSUD dr. Harjono Ponorogo dengan
keluhan BAB bercampur dengan darah. Awalnya pasien mengalami
kesulitan dalam BAB dan terus menerus mengeden sehingga keluar
darah. Keluhan tersebut dirasakan sudah 6 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan BAB bercampur darah tersebut terjadi terkadang-kadang
namun akhir-akhir ini sering keluar darah dan terasa sakit saat setelah
BAB. Pasien mengatakan bab darah tersebut darahnya berwarna merah
segar. Setelah bab biasanya terdapat benjolan yang keluar dari anus
pasien. Benjolan tersebut kecil seukuran ujung jari kelingking. Namun,
pasien mengatakan benjolan tersebut bisa hilang dengan sendirinya.
Pasien mengeluhkan setelah bab campur darah tersebut menjadi lemas
dan pantat terasa panas. Keluhan tersebut sangat mengganggu aktifitas

pasien. Pasien sudah mengobati keluhannya tersebut di puskesmas


maupun di praktikan dokter namun tidak kunjung sembuh. Pasien
merasakan jika berobat seperti itu, jika obat habis maka keluhan
tersebut timbul kembali.
C Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma

: diakui

Riwayat Alergi

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung/Paru

: disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus

: disangkal

Riwayat Sakit Ginjal/Liver

: disangkal

Riwayat Maag

: disangkal

Riwayat Operasi sebelumnya

: disangkal

Riwayat Trauma`

: disangkal

Riwayat sakit serupa

: disangkal

: disangkal

D Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Alergi dalam keluarga

: disangkal

Riwayat Asma dalam keluarga

: disangkal

Riwayat Hipertensi dalam keluarga : disangkal

Riwayat DM dalam keluarga

: disangkal

E Riwayat Kebiasaan

Merokok
Konsumsi alkohol

: disangkal
: disangkal

F Anamnesis Sistem

Sistem Serebrospinal

: Pusing (-), Demam (-)

Sistem Respirasi

: Batuk (-), Pilek (-), Sesak napas (-)

Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), Pucat (-)

Sistem Digestivus

: Mual (-), Muntah (-), BAB keluar darah

Sistem Urogenital

: BAK (-), Nyeri berkemih (+), mengejan

(+), berkemih spontan (-)

III

Sistem Muskuloskeletal : Nyeri sendi (-) dan nyeri otot (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 31 Desember 2015 di bangsal D
Flamboyan RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
A Status Generalis

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis, GCS E4V5M6

Vital Sign
TekananDarah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 86x/menit

RR

: 18x/menit

Suhu

: 36,2oC per axilla

B Pemeriksaan fisik
a

Kepala/Leher
Simetris (+), jejas (-), ekskoriasi (-), nyeri tekan (-), hematom
(-), rhinorea (-), otorhea (-), leher simetris (+), deviasi trakea
(-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),

pembesaran kelenjar tiroid (-) .


Mata
Konjungtiva
: Anemis(-/-)
Sklera
: Ikterus(-/-)
Pupil
: Reflek cahaya (+/+), isokor (+/+)
Palpebra
: Edema (-/-)
Thoraks
Dinding thoraks : Jejas (-)
Paru
- Inspeksi
: Kelainan bentuk (-), Gerakan pernafasan
-

simetris kanan dan kiri, retraksi otot-otot nafas(-)


Palpasi
: Ketinggalan gerak (-), fremitus (+/+)

normal
Perkusi

Auskultasi

: Anterior: Sonor (+/+) normal


Posterior: Sonor (+/+) normal
: Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki(-/-),

wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi
: Iktus kordis teraba kuat angkat pada SIC V
- Perkusi
: Batas jantung melebar
Batas kiri jantung
Atas : SIC II sinistra di sisi lateral linea

parasternalis sinistra.
Bawah : SIC V sinistra 1 cm sisi lateral linea

midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea

parasternalis dextra.
Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea
parasternalis dextra.
- Auskultasi

Suara

Jantung

I-II

regular, Bising jantung (-)


d

Abdomen
Inspeksi

: sejajar dengan dinding dada, Jejas

(-), distensi (-) , darm steifung (-), darm contour

Palpasi

(-), massa (-)


Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi
: Timpani (+), hepar pekak, hepatomegali (-),
splenomegali (-)
: Supel, defans muskular (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri tekan (-)

Rektum/Anal :
- Rectal Toucher : sphincter ani mencengkram kuat, mukosa
-

licin, nyeri tekan pada arah jam 9


Sarung Tangan : feses (-), darah (-), lendir (+)
Anuskopy
: Terdapat benjolan pada arah jam 9,
benjolan tersebut berwarna pucat.

Ekstremitas
Atas : Clubbing finger (-), edema (-), akral
hangat.
Bawah

: Clubbing (-), edema (-), akral

hangat.

Pemeriksaan Fisik Pasca Operasi


Status Lokalis: tanggal 4 Desember 2015
Rektum/ Anus
: Luka bekas jahitan haemoroidektomi.
Tidak terdapat benjolan.

IV

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A Pemeriksaan Darah Lengkap (29 Desember 2015)
Parameter
WBC
Lymph#
Mid#
Gran#
Lymph%
Mid%
Gran%
HGB
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW CV
RDW SD
PLT
MPV
PDW
PCT
CT
BT
GDA
SGOT
SGPT
UREA
CREATININ

Hasil
7,7 x 103 /L
2,6 x103 /L
0,6 x 103 /L
4,3 x 103 /L
36,7 %
8,4%
54,9 %
14,2 gr/Dl
4,75 x 106 /L
44,3 %
93,2 fL
29,9 Pg
32,1 gr/dL
17,8 %
57,0 fL
255 x 103/L
7,9 fL
15,4
2,01 %
7 menit
2 menit
106
24 U/l
20,9 U/l
22,52 mg/dl
1,2 mg/dl

Nilai Normal
4.0 10.0 103 /L
0.8 4.0 103 /L
0.1 0.9 103 /L
2.0 7.0 103 /L
20.0 40.0 %
3.0 9.0 %
50.0 70.0 %
11.0 16.0 gr/dL
3.5 5.5 103 /L
37.0 50.0 %
82.0 95.0 fL
27.0 31.0pg
32.0 36.0 gr/dL
11.5 14.5 %
35.0 56.0fL
100 300 . 103
6.5 12.0 Fl
9.0 17.0
0.108 0.282
5-11menit
1 5 menit
< 140 mg/dl
0-38 U/l
0-40 U/l
10-50 mg/dl
0,7-1,4 mg/dl

V RESUME PASIEN
- BAB bercampur dengan darah segar.
- Pasien merasakan ingin berkemih tapi tidak tuntas, sedikit-sedikit
-

ke kamar mandi (polakisuria)


Pancaran urin melemah kadang hanya menetes
Retensio urin (hanya bisa mengosongkan buli dengan kateter)

VI

Nocturia
IPSS : 21 (berat)
RT: Kesan ada pembesaran prostat
USG urologi: Benigna Prostat Hiperplasia

ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis kerja

: Haemoroid Interna

Diagnosis post operasi : Haemoroid Interna


VII

PLANNING
Planning Diagnosis
Planning Terapi

: Pemeriksaan darah lengkap, colon in loop


: haemoroidektomi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Hemoroid

Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak


pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid
terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan
pengertiannya dari hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus
hemorrhoidal inferior dan superior (Dorland, 2002).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih
vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran
vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan
beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar
anorektal (Felix, 2006).
2. Etiologi Hemoroid
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat
ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat
diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan
prolapsus mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada
hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi
alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004)
3. Anatomi Anal Canal
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari
rektum hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal
dilapisi oleh epitel skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel
kolumnar. Pada bagian yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut
membentuk lajur mukosa (lajur morgagni). Suplai darah bagian atas anal

canal berasal dari pembuluh rektal superior sedangkan bagian bawahnya


berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua pembuluh tersebut
merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari arteri
pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka interna.
Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal
yang biasanya ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan
depan, dan bagian kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan
epitel anal canal dan terdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara
cabang terminal arteri rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain
itu hemoroid juga menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan
sekitar.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus
otonom, bagian bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang
merupakan akhir percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).
4. Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan
(cushion) atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal
canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot
longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi
oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan
membesar

untuk

mencegah

terjadinya

inkontinensia

(Nisar

dan

Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan
penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras
secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap
bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang
mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan
menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang
tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti
kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang

10

timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal


atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan
Schofield, 2006). Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast
memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui
mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap
awal

vasokonstriksi

terjadi

bersamaan

dengan

peningkatan

vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin


dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding
pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating
factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi
akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh
kandungan granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase
untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan
sitokin sebagai TNF- serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan
proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh
basic fibroblast growth factor dari sel mast.
5. Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate
line menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan
dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak
persarafan serabut saraf nyeri somatik
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan
dilapisi mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior
dan kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri
(Corman, 2004)
6. Derajat Hemoroid Internal

11

Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi


beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat
masuk kembali secara manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal
meski dimasukkan secara manual.
7. Gejala klinis Hemoroid
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid
(Villalba dan Abbas, 2007) yaitu:
a. Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus.
2. Perdarahan.
3. Rasa tak nyaman.
4. Gatal.
b. Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3. Gatal.
8. Diagnosis Hemoroid
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan
adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal
pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya
tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV
yang telah mengalami trombosis (Canan, 2002). Perdarahan yang disertai
dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid
eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal
biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa
gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau

12

perdarahan akibat ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidarperson, 2006)
b. Pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang
mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak
dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan
mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah
mengalami trombosis (Canan, 2002). Daerah perianal juga diinspeksi
untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu
ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai
(Nisar dan Scholefield, 2003).
c. Pemeriksaan penunjang.
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Gejala
hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan
derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum
dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk
perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula,
kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan
barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien
dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap
setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002).
9. Diagnosa Banding hemoroid
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien,
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal,
gatal pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan.
Kanker kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh
penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk
gejala-gejala diatas:

13

a. Nyeri
1.Fisura anal
2.Herpes anal
3.Proktitis ulseratif
4.Proctalgia fugax
b. Massa
1.Karsinoma anal
2.Perianal warts
3.Skin tags
c. Nyeri dan massa
1.Hematom perianal
2.Abses
3.Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1.Fisura anal
2.proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan
Hematom perianal ulseratif
f. Massa dan perdarahan
Karsinoma anal
g. Perdarahan
1.Polips kolorektal
2.Karsinoma kolorektal
3.Karsinoma anal
10. Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan
hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan
derajat daripada hemoroid.

Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi

14

jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obatobatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010) .
Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar
dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan
serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang
mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid,
dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman
pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari
untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat
membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta
efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya
(Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal
derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka
dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas ) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.

15

BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis yang dilakukan kepada Tn. R (48 thn) mengeluhkan sulit
kencing spontan sejak 2 minggu yang lalu, pasien merasakan ingin berkemih tapi
tidak tuntas, sedikit-sedikit ke kamar mandi (polakisuria), pancaran urin melemah
kadang hanya menetes, retensio urin (hanya bisa mengosongkan buli dengan
kateter), nocturia. IPSS ( Internasional Prostate Symptome Score) merupakan
indeks pengukuran kuantitif dari WHO (World Health Organization) yang menilai
simptom traktus urinarius bagian bawah pada pasien BPH (Yamamichi et. al,
2015). Pada anamnesis yang menggunakan instrumen IPSS didapatkan skor 21
yang mengartikan ada keluhan tentang prostat yang berat, hasil rectal toucher
yang menunjukkan adanya pembesaran prostat, serta dikonfirmasi dengan
pemeriksaan USG Urologi yang menunjukkan terdapat Benigna Prostat

16

Hiperplasia (BPH) mengarahkan untuk mendiagnosis pasien tersebut sebagai


pasien BPH.

DAFTAR PUSTAKA
Argie D. 2008. Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostate Hyperplasia).
http://argie.health.com (akses tanggal 14 Juni 2015)
Asan M., Alif S., Widodo J.P., 2008. Hubungan antara derajat intravesical
prostatic protussion dengan Q max, volume prostat, dan international
prostate symptome score pada pasien BPH dengan LUTS tanpa
komplikasi. Disertasi.
Dwindra M., Israr Y. A. 2008. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)/ Pembesaran
Prostat Jinak. Ppj. Vol 30.143-45
Kumar V., Abbas A.K., Fausto N., 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis
and Disease. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp: 1048-51
Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI, 2000

17

Muruganadham K., Dubey D., Kapoor R. 2007. Acute Urinary Retention in


Benign Prostatic Hyperplasia: Risk Factor and Current Management.
Indian Journal Urology. 23:347-53
Priyanto, J.E. 2007. Benigna Prostat Hiperplasi. Semarang: Sub Bagian Bedah
Urologi FK UNDIP.
Purnomo B., 2011. Dasar dasar urologi. CV Sagung Seto: Jakarta. Cetakan I
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC, pp: 705
Sjamsuhidajat R (ed). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, pp: 782-5
Yamamichi F., et. al, 2015. CD-163 correlated with symptoms (pain or
discomfort) of prostatic inflammation. Journal List International Journal
of Clinic and Experimental Pathology. lv.8(3)

18

Anda mungkin juga menyukai