Anda di halaman 1dari 8

Keracunan karbon monoksida

1. Definisi
Gas karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah
menyebar dengan afinitas Hb 210-300 kali lebih besar daripada afinitas O2
terhadap Hb. CO dapat bersenyawa dengan logam ataupun non-logam. Misalnya
dengan klorin akan membentuk karbonil klorida (COCL). 1
2. Sumber
Gas CO ditemukan pada hasil pembakaran yang tidak sempurna dari karbon
dan bhan organic. Sumber terpenting ialah dari kendaraan bermotor yang
menggunakan bensin sebagai bahan bakar ( spark ignition) oleh karena
camburan bahan yang terbakar mengandung bahan bakar yang lebih banyak
daripada udara. Sedangkan pada kendaraan bermotor diesel dengan
compression ignition mengeluarkan sangat sedikit CO. sumber lain dapat berupa
gas arang batu mengandung 5% CO, alat pemanas bahan bakar gas, dan
sebagainya.1
3. Farmakokinetik
CO yang serap melalui paru akan diikat oleh Hb sebagian besarnya namun
secara reversible, artinya ikatan CO dengan Hb tidak tetap, ketika CO telah
terlepas dari Hb maka sel darah merah tidak akan rusak. Sebagian kecil
mengikat diri dengan myoglobin dan protein heme lainnya. Absorsi atau ekskresi
CO ditentu oleh kadar CO dalam udara lingkungan, kadar COHb sebelum
pemaparan, lamanya pemaparan, dan ventilasi paru. Jika orang yang
mengabsorspsi CO dipindahkan ke udara bersih dan dalam keadaan istirahat
maka kadar COHb semula akan berkurang 50 % dalam waktu 4,5 jam. Dalam
waktu 6-8jam darahnya tidak mengandung COHb lagi. Inhalasi O2 dapat
mempercepat ekskresi dari CO dalam waktu 30 menit kadarnya dapar berkurang
setengah dari kadar semula. Bila penderita CO akut dipindahkan ke udara bersih
maka selianjutnya sisa COHb akan berkurang 8-10% setiap jamnya. Hal ini
penting agar dapat dimengerti mengapa kadar COHb dalam darah korban renda
atau bahkan negative saat diperiksa. Sedangkan pada korban dapat
menunjukkan gejala dana tau kelainan histopatologis yang lazim ada pada
korban keracunan CO akut.1
4. Farmakodinamik
CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing dengan O2
dalam mengikat protein heme yaitu hemoglobin, myoglobin, sitokrom oksidase
(sitokrom a dan a3) dan sitokrom P-450, peroksidase dan katalase. Yang
palingpenting ialah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb
menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah menjadi
kurang kemampuannya untuk mengikat O2. Adanya COHb dalam darah
menghambat terbentuknya Oxi-Hb yang akan membuat jaringan menjadi
hypoxia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link penting dalam

system enzim pernapasan sel yang terdapat dalam mitokondri akan


menghambat pernapasan sel dan berakibat pada hipoksia jaringan. Konsentrasi
CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan kecepatan
timbulnya gejala-gejala atau kematian. Konsentrasi CO dalam udara lingkungan
yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jm setiap hari dan 5 hari setiap
minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas ialah 50 ppm ( nilai ambang
batas) gas CO. untuk kadar 200 ppm inhalasi selama 1-3 jam akan
mengakibatkan kadar COHb mencapai 15-20 % saturasi dan gejala keracunan
CO mulai timbul. Saat mencapai 1000 ppm inhalasi sekitar 3 jam da[at
menyebabkan kematian. Pada kadar 3000 ppm dan diinhalasi sekitar2 jam dapat
menyebabkan kematian. Dengan kadar 10000 ppm inhalasi 15 menit dapat
menyebabkan kematian dengan COHb 80 %saturasinya. Rumus Handerrson dan
Haggard berlaku dalam keadaan istirahat dengan konsentrasi CO dalam udara
dinyatakan dalam ppm dam lamanya inhalasi dalam jam. Selain konsentrasi CO
dalam udara, lamanya inhalasi, ventilasi paru dan kadar COHb sebelum terkena
CO, terdapat factor lain yag turut mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktifitas
fisik. Penyakit yang menyebabkan oksigenasi jaringan seperti arteriosclerosis
pembuluh drah otak dan jantung, emfisema paru, asma bronkil, tb paru, dan
penyakit hipermetabolik. Juga danya alkihol, barbiturate, morfin dan obat-obat
lainnya yang dapat menyebabkan depresi ssp. 1
5. Tanda dan gejala keracunan
% saturasi
COHb
10
10-20

Gejala-gejala

Tidak ada
Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringsn, pelebaran
pembuluh darah subcutan, dispneu, gangguan koordinasi
20-30
Sakit kepala, berdenyut pada pelipis, emosional
30-40
sakit kepala keras, lemah, pusing, penglihatan buram, mual dan
muntah, kollaps
40-50
sakit kepala keras, lemah, pusing, penglihatan buram, mual dan
muntah, kollaps (lebih mungkin), pernapasan dan nadi makin
cepat, ataksia
50-60
Sinkop, pernapasan dan nadi makin cepat, koma dengan kejang
yang intermitten. Pernapasan Cheyne stokes.
60-70
Koma dengan kejang, depresi jantung pernapasan, mungkin
mati
70-80
Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal pernapasan dan mati
Pada korban koma dapat ditemukan sianosis dan pucat, pernapasan cepat,
mungkin pernapasan Cheyne-stokes, menjelang kematian pernapasan menjadi
lambat. Nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, pupil melebar dan reaksi
cahaya menghilang, suhu badan dibawah normal, tetapi pada keadaan terminal
mungkin malah hipertermia. Pada EKG mungkin dapat ditemukan glombang T
menatar atay negative, tanda insifisiensi coroner, ekstrasistol, dan fibrilasi
atrium. Pada pemeriksaan lab mungkin dapat dijumpai lekositosis, hiperglikemia
dengan glukosuria, albuminuria, dan peninggian SGOT, MDH, dan SDH serum.
Keracunan kronik CO tidak terjadi, akan tetapi pemaparan CO berulang-ulang

pada SSP akan menyebabkan hipoksia berulang sehingga SSP rusaknya


bertambah berat. Gejala yang mungkin ditemukan anesthesia pada jari-jari
tangan, daya ingat kurang, Romberg dan gangguan mental. 1,2
6. Pemeriksaan kedokteran forensic
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis
adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO. pada korban yang mati
tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah
muda terang (cherry pink colour) yang dapat tampak jelas bila kadar COHb
mencapai 30 % atau lebih. Pada korban dengan keracuna sianida, pada mayat
yang didinginkan dan pada orang mati akibat infeksi jasad renik yang mampu
membentuk nitrit (nitric-oxide Hb) juga memiliki lebam mayat berwarna murah
muda terang. Pada mayat didinginkan dan keracunan sianida, penampang
ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Pada mayat didinginkan juga warna
merah terang tidk merata, selalu masung ditemukan warna keunguan (livid).
Sedangkan pada keracunan CO jaringan otot, visera dan darah berwarna merah
terang juga. Kadang dapat ditemukan asfiksia dan hyperemia visera. Pada otak
besar dapat ditemukan ptekie di substansia alba bila korban dapat hidup bila
bertahan hidup lebih dari 30 menit. Pada analisa toksikologi darah dapat
ditemukan adantnya COHb. Dan pada korban yang tertunda kematiannya hingga
72 jam maka seluruh CO akan dieksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi,
jadi hanya dapat ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian
pula diotot, visera dan darah.1,2
Pada otak di substansia alba dan korteks keduabelah otak globus palidus
dapat ditemukan adanya ptekie (tidak patognomonik) karena setiap hipoksia
dapat menimbulkan ptekie. Ensefalomalasia simetris dapat ditemukan pada
globus palidus (tidak patognomonik). Pemeriksaan mikroskopik pada otak
memberikan gambaran sebagai berikut: pembuluh darah halus mengandung
thrombi hialin, nekrosis halus dengan ditengahnya pembuluh darah yang
mengandung thrombi hialin dengan perdarahan disekitarnya (ring hemorrhage),
nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh darah yang mengandung trombi,
dan adanya ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi
nekrotik akibat hipoksia memecah. Pada otot jantung ditemukan perdarahan dan
nekrosis, paling sering pada muskulus papilaris ventrikel. Ditemukan pula
eritema dan visikel/bula pada kulit dada, perut,muka, atau anggota badan baik
ditempat yang tertekn maupun yang tidak tertekan oleh karena adanya hipoksia
pada kapiler bawah kulit. Pneumonia hipostatik paru mudah terjadi karena
gangguan peredaran darah. Tampak juga nekrosis tubuli ginjal yang tampak
secara mikroskopis sebagai paying ginjal. Pemeriksaan histologic perlu dilakukan
pada substansia alba, korteks serebri, serebellum, ammons horn dan globus
palidus.
7. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dilusi alkali. Uji
ini menggunakan bahan darah korban, darah normal, dan larutan NaOH 10-20
%. Hasilnya pada darah yang normal segera berubah warna menjadi warna

merah hijau kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan


darah yang mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu,
tapi tergantung pada konsentrasi COHb karena COHb bersifat lebih resisten
terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar saturasi 20% memberi warna
merah muda yang bertahan selama beberapa detik kemudia akan berubah
warna menjadi coklat kehijauan dalam waktu 1 menit. Uji formalin (EachlolzLiebmann), bila darah mengandung COHb 25 % saturasi maka akan
terbentukkoagulat berwarna merah yang megendap pada dasar tabung reaksi.
Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah koagulatnya, sedangkan pada darah
normal akan terbentuk koagulat berwarna coklat. 1
Pemeriksaan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan cara Gettler-Freimuth
(semikuantitatif), spektofotometrik, serta kromatografi gas. Cara GettlerFreimuth menggunakan prinsip darah yang mengandung COHb ditambahkan
dengan zat kalium ferisianida sehingga CO akan dilepaskan dari COHb. CO
ditambah PdCL dan di berikan H2o akan menjadi Pd, CO2, dan HCL. Palladium
(Pd) akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna hitam.
Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut dengan warna hitam
yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap darah dengan kadar COHb yang
diketahui maka dapat ditentukan konsentrasi COHb secara semikuantitatif. Cara
spektrofotometrik adalah cara yang terbaik untuk menganalisis CO atas darah
segar korban keracunan CO yang masih hidup, karena hanya dengan cara ini
dapat ditentukan ratio COHb : OxiHb. Darah mayat tidak segar jadi didapatkan
hasil yang kurang baik dan kurang dapat dipercaya. Cara Kromatografi gas
banyak dipakai untuk mengukur kadar CO dari sample darah mayat dan cukup
dapat dipercaya.1
8. Pengobatan
Kalau korban keracunan CO masih hidup dapat dilakukan langkah berikut:
pindahkan korban ke udara segar, beri O2 sampai 100% sampai COHb dalam
darah menurun dibawah kadar bahaya, bila terjadi depresi pernapasan dapat
diberikan pernapasan buatan dengan O2 100% sampai pernapasan kembali
normal, masukkan korban ke dalam ruang oksigen hiperbarik selama 1-2 jam,
pertahankan kehangatan tubuh korban, pertahankan tekanan darah, dapat
diberikan 50 ml glukosa 50% IV atau mannitol untuk mengurangi edema otak,
jika ada hipertermia berikan kompres air dingin, jika perlu dapat diberika
stimulant seperti kafein, jika ada payah jantung dapat diberikan strophatin 0.5
mg i.v.1
9. Gejala sisa
Keracunan CO dapat meninggalkan gejala sisa seperti nyeri kepala pada
pasien yang telah disembuhkan untuk sementara waktu dan dapat hilang
dengan sendirinya. Pada penderita yang pernah koma akibat keracunan CO
mungkin akan mengalami gejala sisa kerusakan pada sel SSP yang dapat berupa
gejala disorientasi, amnesia retrograde, parkinsonisme, dsb. 1
Keracunan Sianida

1. Definisi
Sianida merupakan racun yang sangat toksik oleh karena dosis kecil sianida
dapat menyebabkan kematian pada seseorang dengan cepat seperti bunuh diri.
Umumnya kematian akibat keracunan sianida terjadi pada kasus bunuh diri atau
pembunuhan, tetapi mungkin dapat terjadi karena kecelakaan di laboratorium,
pada fumigasi dalam pertanian dan penyemprotan pada gudang perkapalan. 1
2. Sumber
Hydrogen sianida (asam sianida, HCN) merupakan cairan jenih yang bersifat
asam, larut dalam air, alcohol dan eter memiliki titik didih 26,5 derajat C
sehingga mudah menguap pada suhu ruang. HCN memiliki aroma khas amandel
(bitter almonds). HCN dipakai dalam sintesis kimia dan fumigasi gudang-gudang
kapal untuk membunuh tikus. Garam sianida (NaCN dan KCN) dipakai dalam
pengerasan besi dan baja dan dalam proses penyepuhan emas dan perak serta
dalam fotografi. AgCN dipakai dalam pembuatan semir sepatu putih. KFerosianida digunakan dalam bidang fotografi, Acrylonittile digunakan untuk
sintesa karet. CA-Cyanimide untuk pupuk penyubur. Cyanogen (C2N2) dipakai
dalam sintesis kimiawi. Sianida juga dapat ditemukan pada biji tumbuhtumbuhan terutama biji-bijian dari genuh prunus yang mengandung glikosida
sianogenetikatau amygdalin seperti singkong liar, umbi-umbian, temu lawak,
plum, dll.1,2
3. Farmakokinetik
Garam sianida lebuh cepat diabsorpsi pada saluran pencernaan. Cyanogen
dan uap HCN diabsorpsi melalui pernapasan. HCN cair akan cepat diabsorpsi
melalui kulit tetapi gas HCN lambat. Sedangkan nitril organic cepat diserap
melalui kulit contohnya glikonitril, iminodipropilnitril,dll). Sianida dapat masuk
kedalam tubuh melalui mulut, inhalasi, dan kulit. Setelah diabsorbsi akan masuk
kedalam sirkulasi darah sebagai sianida yang bebas, dan tidak dapat berikatan
dengan hemoglobin, kecuali dalam bentuk methemoglobin dan akan membentuk
sianmethemoglobin. Sianida dalam tubuh akan menginaktikan beberapa enzim
oksidatif seluruh jaringan, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian
ferri hemegrop dari O2 yang dibawa oleh darah. Sianida juga reflex merangsang
pernapasan dengan bekerja pada ujung saraf sensorik sinus : (kemoreseptor)
sehingga pernapasan bertambah cepat dan menyebabkan gas racun semakin
banyak. Fe++ sitokrom oksidase dengan sianida akan membentuk fe +++ . Jika
ditambah dengan sianida akan membentuk Fe +++ sitokrom oksidase sianida.
Proses oksidase reduksi dalam sel tidak dapat berlangsung dan oksi Hb tidak
dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan, sehingga timbul anoksia
jaringan (anoksia histotoksik). Keadaan ini disebut keadaan paradoksal akibat
korban meninggal karena hipoksia tapi dalam darah kaya akan O2. Sianida
dioksida dalam tubuh akan menjadi sianat dan sulfosianat & dikeluarkan tubuh
melalui urin.1
4. Farmakodinamik

Takaran toksik PO utk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan takaran toksik utk
KCN/NACN sekitar 200 mg. kadar gas sianida dalam udara lingkungan dan lama
inhalasi akan mennetukan kecepatan timbul gejala keracunan & kematian.
Sekitar 20 ppm menimbulkan gejala ringan setelah beberapa jam, 100 ppm
sangat berbahaya dalam 1 jam, 200-400 ppm meninggal dalam waktu 30 menit,
dan 2000 ppm meninggal seketika. Nilai TLV (nila ambang batas) adalah
11mg/m3 untak gas HCN, sedangkan ambang batas untuk debu sianida adalah
5mg/m3. Kadang korban keracunan sianida yang melebihi dosis letal tetapi tidak
meninggal, hal ini disebabkan adanya daya detoksifikasi tubuh yang berlebihan
dengan mengubah sianida menjadi sianat dan sulfosianat. Dapat juga
disebabkan ansiditas asam lambung yang menyebabkan garam CN yang ditelan
tidak terurai menjadi HCN atau yang dikenal sebagai imunitas Rasputin (telah
dibantah). Kemungkinan lain adalah karena penympanan sianida yang telah
lama sehingga berubah menjadi garam karbonat. 1
5. Tanda dan gejala keracunan
Pada keracunan akut yang ditelan cepat menyebabkan kegagalan
pernapasan & kematian, dapat timbul dalam beberapa menit. Dapat ditemukan
gejala gejala yang dramatis, korban mengeluh terasa terbakar pada
kerongkongan dan lidah, sesak napas, hipersalivasi, mual muntah, sakit kepala,
vertigo, fotofobia, tinnitus, pusing & kelelahan. Dapat pula ditemukan sianosis
daerah wajah, busa keluar dari mulut, nadi cepat & lemah, pernapasan kadang
tidak teratur, pupil dilatasi & reflex melambat, udara pernapasan berbau
amandel, dari muntahan tercium bau amandel. Menjejlang kematian, sianosis
lebih jelas, timbul kedut otot, kejang dengan inkontinensia urin & alvi. Racun
yang di inhalasi dapat menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual
muntah, sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut & kerongkongan, pusing &
kelemahan ekstremitas cepat timbul & kemudian kolaps, kejang, dan meninggal.
Keracunan keronik, korban tampak pucat, keringat dingin, pusing, rasa tidak
enak diperut, mual & kolik, rasa tertekan di dada & sesak napas. Pada keracunan
sianida kronik dapat menyebabkan goiter & hipotiroid oleh karena terbentuknya
sulfosianat. Calcium cyanimide akan menghambat aldehida oksidase, sehingga
toleransi terhadap alcohol menurun. Gejalanya berupa sakit kepala, vertigo,
sesak napas & meninggal akibat gagal napas. 1,2
6. Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Pada pemeriksan bagian luar jenasah terhadap korban mati tercium amandel
dengan menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung.
Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, & lebam mayat berwarna
merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang
mengatakan karena terdapat Cyan-Met-Hb (Abdullah Fatteh). Warna lebam yang
merah terang tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, ditemukan
pula kasus kematian akibat sianida dengan warna lebam mayat yang berwarna
biru-kemerahan, livid. Hal ini tergantung pada keadaan dan derajat keracunan.
Pada pemeriksaan bedah jenasah, dapat tercium bau amandel sat membuka
ronga dada, perut & otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot
& penampang organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya

ditemukan tanda asfiksia pada organ tubuh. Pada korban yang menelan garam
alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung berupa korosi &
berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali & pada perabaan
mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang
dapat terjadi antemortal atau posmortal. 1,2
7. Pemeriksaan Laboratorium
Uji kertas saring. Kertas saring dicelupkan kedalam asampikrat jenuh, biarkan
hingga lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban, diamkan
agak mongering, kemudian teteskan Na2CO3 10% 1 tetes. Uji positif bila
terbentuk warna ungu.kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HJO3 1 %
kemudian didalam larutan kanji 1% dan keringkan. Kemudian kertas saring
tersebut dipotong-potong seperti kertas lakmus. Kertas ini dipakai untuk
pemeriksaan masal pekerja yang diduga kontak dengan sianida. Caranya
dengan membasahkan kertas dengan ludah dibawah lidah. Uji positif bila
berubah menjadi warna biru, jika berwarna biru muda berarti hasilnya
meragukan, dan warna merah muda jika tidak ada keracunan. Kertas saring
dicelupkan dalam larutan KCL, dikeringkan dan dipotong-potong kecil. Kertas
tersebut dicelupkan kedalam darah korban, bila positif berubah menjadi warna
merah terang (sianmethemoglobin).1.2
Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol), bahan yang digunakan
ialah isi lambung sebanyak 50 mg, botol erlen meyer, kertas saring, larutan
guajacol 10%, alcohol, larutan CuSO4 0,1%, dan asam tartrat (bila isi lambung
alkalis). Pada reaksi ini bila hasilnya positif akan membentuk warna biru hijau
pada kerta saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapat bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogwn oksida atau ozon sehingga reaksi ini
hanya untuk skrinning.1
Reaksi Prussian blue. Bahan yang digunakan isi lambung didestilisasi dengan
destilator, 5 ml destilat, 1 ml NaOH 50% 3 tetes FeSO4 10% rp, 3 tetes FeCl3 5%,
HCL pekat ditetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3 hingga endapan larut dan
terbetuk warna biru berlin.1
Cara Gettler Goldbaum. Bahan yang digunakan 2 buah flange, kertas saring,
larutan FeSO4 10%, NaOH 20%. Hasil positif bila terjadi perubahan warna pada
kertas saring menjadi warna biru.1
8. Pengobatan
Jika seseorang keracunan secara inhalasi dan masih hidup dapat dilakukan
langkah-langkah berikut: pindahkan orang tersebut di udara bersih, berikan amilnitrit dengan inhalasi 1 ampul (o,2 ml) tiap 5 menit, berikan pernapasan buatan
dengan 100% oksigen atau oksigen hiperbarik, ntidotum berupa natrium nitrit
3% i.v segera dengan kecepatan 2,5-5 ml/menit, Natrium tiosulfat 25% i.v
diberikan setelah pemberian natrium nitrit, Hidroksokobalamin dianjurkan untuk
antidotom keracunan kronik. Pada keracunan sianida yang ditelan lakukan
tindakan darurat dengan pemberian inhalasi amil-nitrit 1 ampul dalam waktu 3
menit selama 5 menit, bilas lambung setelah pemberian antidotum nitrit dan

tiosulfat, berikan pernapasan buatan dengan oksigen 100%, dapat juga


diberikan biru metilen 1% 50 ml i.v sebagai antidotum. 1
9. Gejala sisa
Biasanya terdapat gejala sisa saat sembuh jika korban keracunan akut dapat
bertahan dalam waktu selama 4 jam berupa kelainan neurogenic. 1

Daftar pustaka
1. Budiyanto, A.,Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1997: .h.87100.
2. Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum.
2008.h.289-92.

Anda mungkin juga menyukai