Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KOLELITIASIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Penyakit Dalam RSUD Saras Husada Purworejo
Disusun Oleh
Pembimbing :
dr. Syamsul Burhan, Sp. B
SMF BEDAH
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
KOLELITIASIS
Januari 2015
Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini kolelitiasis masih merupakan salah satu penyakit
gastrointestinal yang sering ditemui. Di beberapa negara barat dilaporkan bahwa
keluhan yang berkaitan dengan penyakit batu empedu dan komplikasinya merupakan
penyebab terbanyak perawatan untuk kelompok kelainan gastrointestinal. Meskipun
sebagian besar pengidap batu tanpa gejala, manakala simtom muncul tidak jarang
berlanjut dengan masalah dan penyulit yang penatalaksanaannya membutuhkan biaya
tinggi. Diperkirakan sedikitnya sekitar 10% populasi di negara barat mengidap
penyakit batu empedu. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lebih dari 20 juta
penduduk memiliki batu empedu, dan tercatat sebanyak 700.000 tindakan operasi
kolesistektomi dilakukan setiap tahun. Prevalensi ini tampaknya juga berkaitan
dengan ras, karena didapatkan angka sangat fantastis pada suku indian, yaitu sekitar
20%.
Di Indonesia belum diketahui angka pasti pengidap batu empedu, tetapi
sebuah studi populasi di sebuah area sub-urban ( depok, jawa barat ) yang dilakukan
tahun 2000 mendapatkan angka 3,6%. Insidens penyakit batu empedu dan penyakit
saluran empedu lainnya di indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di
negara lain di asia tenggara dan sejak tahun 1980-an berkaitan erat dengan cara
mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi. Tipe batu empedu di Indonesia
yang lebih umum adalah batu kolesterol, namun insidens batu pigmen lebih tinggi
dibanding yang terdapat di negara barat. Di indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan
perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kolelithiasis
Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu,
kadang-kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Sinonimnya adalah
batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah
lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan
empedu. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat, dan batu campuran.
B. Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti
buah advokat, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh
jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot
polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus
berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang di atas tepi
hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika. Empedu
yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam kandung empedu.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus hati.
Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke
saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus.
Duktus tersebut keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri yang kemudian segara bersatu membentuk duktus hepatikus komunis
(common hepatic duct). Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke
dalam intestinum. Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan
duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar) sebelum
bermuara ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi
oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.
C. Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Kapasitas
kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan dikeluarkan
di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh
hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air
dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam
kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat
disekresikan pertama kalinya oleh hati.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke
duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum,
yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan
kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah
dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan
maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu
secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi
oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan
hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu
serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
5
dan 10- 30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua
yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam
kalsium dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin
dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat
mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang
bervariasi. Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau
penyakit hemolitik kronik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen
coklat sering dihubungkan dengan kejadian infeksi. Batu pigmen akan terbentuk
bila
pigmen
tak
terkonyugasi
dalam
empedu
mengadakan
presipitasi
membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen
bilirubin.
G. Gambaran Klinis
Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang
mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat
mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu
itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh
batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti
rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang
berlemak atau yang digoreng.
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik
bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien
yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada
duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan
menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran
kanan atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah
mengkonsumsi makanan dalam porsi besar. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien
kolelitiasis ialah ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah
satu gejala khas dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu
penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna
kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin
yang berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian
gejala terakhir terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan
vitamin A, D, E dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin
K dapat menghambat proses pembekuan darah yang normal.
H. Gambaran Laboratoris
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan padapenderita batu empedu di
antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan
kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita
mempunyai hasil laboratorium yang normal. Tetapi bila disertai komplikasi dapat
menunjukkan
leukositosis
dan
peningkatan
10
kadar
enzim
hati
(aspartat
peningkatan
sedang
dari
aspartate
aminotransferase,
alanine
inferior dibanding USG dalam mendiagnosis batu empedu, tetapi lebih superior
dibanding USG dalam pemeriksaan pasien dengan obesitas dan banyaknya gas
dalam sistem usus. Penggunaan CT scan terutama adalah untuk menilai status
saluran ekstrahepatal dan struktur struktur di dekatnya. Pada kasus akut,
pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya penebaln dinding kandung empedu
atau adanya cairan perikolesistikus akibat kolesistitis akut.
3. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)
Pemeriksaan ini dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam
percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif
besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya
dengan jelas. Resiko tindakan ini adalah perdarahan, kolangitis, leakage empedu
4. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangio Pancreaticography)
ERCP adalah pemeriksaan untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus
koledokus dan mempunyai keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu
empedu. ERCP adalah suatu teknik endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus
dan duktus pankreatikus. Pada pemeriksaan ini menggunakan suatu kateter untuk
memasukkan alat yang dimasukkan ke dalam duktus biliari dan pankreatikus
untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan fluoroscopy. Selama prosedur, klinis
dapat melihat langsung gambaran endoskopi dari duodenum dan papila major,
serta gambaran duktus biliari dan pankreatikus.
5. Scintigraphy
Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan ke
dalam tubuh secara intravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan dieksresikan ke
dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan radioaktivitas di dalam kendung
empedu, duktus koledokus danusus halus dalam 30-60 menit. Pemeriksaan ini
dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan pada duktus sistikus.
Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis
akut, tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada pasien
yang telah dirawat beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika
psien tersebut telah menapat nutrisi parenteral.
K. Komplikasi
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu.
12
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
L. Penatalaksanaan
1. Penanggulangan non bedah
i.
Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4
ii.
iii.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Rusji
Usia
: 38 tahun
Tanggal masuk RS
: 13 Januari 2015
Diagnosa masuk
KELUHAN UTAMA
-
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas (+), pusing (+), nafsu makan
menurun (+), BAB konsistensi lembek berwarna putih seperti dempul (+), dan BAK
berwarna coklat pekat seperti teh.
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas seperti melilit yang menjalar hingga ulu
hati dan punggung (+) sejak tanggal 2 januari 2015 (sekitar 12 hari sebelum masuk
RSUD), mual (+), muntah (+), BAB berwarna putih seperti dempul, pasien mengaku
selama 10 hari terakhir baru 3 kali BAB, dan BAK berwarna coklat pekat seperti teh.
Pasien tidak menyadari sejak kapan tepatnya mata beliau tampak kuning (+). Pasien
sudah berobat ke puskesmas sebelumnya dan sudah diberi obat namun dirasa tidak
membaik. Lalu pasien berobat ke RS Palang Biru Kutoarjo. Setelah dilakukan USG
abdomen, hasilnya menunjukan bahwa tampak batu multipel di dalam kandung
empedu, lalu pasien dirujuk ke RSUD Saras Husada.
Riwayat keluarga tidak ada penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan
jantung.
ANAMNESIS SISTEMIK
a. Sistem saraf pusat
b. Sistem integumentum
PEMERIKSAAN
Kesan umum : cukup, dapat berkomunikasi dengan baik
Kesadaran
: compos mentis
Vital sign
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu badan
: 130/90
: 88x/menit
: 24x/menit
: 36,6oC
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Pemeriksaan leher :
-
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfonodi
Vena jugular
Pemeriksaan jantung :
16
Bentuk dada
: simetris (+)
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung
Kanan atas
Kiri atas
Kanan bawah
Kiri bawah
Auskultasi
Pemeriksaan paru-paru :
Paru-paru
Kanan
Tampak simetris, retraksi subcostalis (-),
Kiri
Tampak simetris, retraksi subcostalis (-),
retraksi supraclavicularis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
inspirator
Inspeksi
(-),
Pemeriksaan abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
: peristaltik (+)
17
stridor
(-), retraksi
inspiratory(-),
Perkusi
Palpasi
: Supel (+), nyeri tekan perut kuadran kanan atas (+), murphy sign
(+), defans muskular (-), massa (-), turgor cukup, hepar dan lien
tidak teraba.
Pemeriksaan Genital :
Pembesaran scrotum (-)
Pemeriksaan ekstremitas :
- Superior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary refill <2
detik, akral hangat, tonus otot cukup
- Inferior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary refill <2
detik, akral hangat, tonus otot cukup
Kesimpulan anamesis dan diagnosa fisik :
-
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas seperti melilit menjalar hingga
ulu hati dan punggung 12 hari, mual (+), muntah (+), pusing (+), nafsu makan
menurun (+), BAB lembek berwarna putih seperti dempul (+) dan 10 hari terakhir
baru 3 kali BAB, BAK berwarna coklat pekat seperti teh (+), mata berwarna kuning
sejak itu (+).
Sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas lalu ke RS Palang Biru Kutoarjo dan
Pemeriksaan EKG :
Normo Sinus Rhytm
Pemeriksaan USG Abdomen Atas :
Hepar
: tampak pelebaran seperti bilier intra hepatal, sudut lancip, tepi licin
VF
Pancreas
: tak tervisualisasi
Kesan
HASI
L
SATUA
N
NILAI
NORMAL
HB
AL (Angka Leukosit)
AE (Angka Eritrosit)
14,3
11,6
4,7
gr %
ribu/ul
juta/ul
13,2 17,2
3,8 10,6
4,40 5,90
AT (Angka Trombosit)
277
HMT (Hematokrit)
39
MCV
84
MCH
31
MCHC
36
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil
75,8
Limfosit
10,7
Monosit
12,7
Eosinofil
0,7
Basofil
0,1
Masa pendarahan/BT
2,4
Masa pembekuan/CT
3,35
Kimia klinik
Gula Darah sewaktu
62
Sero Imunologi
ribu/ul
%
150-450
40 -52
80 100
26 34
32 - 36
HBsAg
Nega
tif
HASIL
SATUAN
102
26
0,61
mg/dL
mg/dL
mg/dL
SGOT
SGPT
Total protein
Albumin
Globulin
141
282
6,7
3,3
3,4
U/L
U/L
g/dL
g/dL
g/dL
19
NILAI
NORMAL
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bilirubin Indirek
Gamma GT
9,44
6,47
2,97
531
mg/dL
mg/dL
HASIL
SATUAN
SGOT
SGPT
Bilirubin Total
49
61
2,97
U/L
U/L
mg/dL
Bilirubin Direk
Bilirubin Indirek
1,83
1,14
mg/dL
U/L
PENATALAKSANAAN
-
IVFD RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Ketorolac 3x30mg
Inj. Ranitidin 2x1A
Diet bebas TKTP
Pro cholesitektomy
20
NILAI
NORMAL
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus diatas, berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan, didapatkan beberapa tanda dan gejala yang mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada kolelithiasis yaitu nyeri perut kanan atas yang menjalar hingga punggung (+),
disertai mual (+), muntah (+), disertai penurunan nafsu makan (+). Selain itu, ditemukan
juga beberapa keluhan yang terkait dengan ikterus obstruksi dimana BAB berwarna putih
seperti dempul dan BAK berwarna coklat pekat seperti teh, hal ini berkaitan degen
metabolisme bilirubin post hepatik yang terganggu. Sklera mata pasien juga tampak ikterik
yang diduga karena adanya sindrom mirizzi dimana terdapat batu yang menyumbat pada
collum vesica fellea sehingga membentuk kantung Hartmann dan mendesak duktus
koledokus.
Pasien sudah melakukan pemeriksaan penunjang di rumah sakit sebelumnya yaitu
USG abdomen dan dinyatakan bahwa terdapat pelebaran bilierintrahepatal, multiple
kholelithiasis dgn sludge dan pelebaran CBD. Lalu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
laboratorium untuk darah lengkap. Dari hasil laboraturium, pasien didapatkan AL=11,6 (yang
menunjukan bahwa terdapat tanda-tanda infeksi atau peradangan. Pada hasil tes fungsi hati
yang meliputi HbsAg, aminotransferase, bilirubin dan albumin. Pasien mengalami
peningkatan aminotransferase dengan nilai SGOT=141 dan SGPT=282 serta HbsAg (-).
Kenaikan angka transaminase ini juga menunjukan beratnya kerusakan parenkim hati.
Konsentrasi bilirubin pun meningkat dengan bilirubin total=9.44, bilirubin direk=6.47, dan
bilirubin indirek=2.97 dikarenakan terjadi obstruksi posthepatik yang membuat bilirubin
direk tidak bisa dieksresikan dari tubuh dan menumpuk di dalam tubuh. Konsentrasi albumin
yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati akan mengalami penurunan sesuai dengan
derajat perburukan fungsi hati dikarenakan terjadi perubahan metabolisme protein, dengan
angka albumin=3.3. pemeriksaan gamma glutamyl transferase, dimana enzim ini sensitif
untuk mendeteksi penyakit parenkim hati yang berasal dari hepatoseluler dan hepatobilier,
hasilnya juga menunjukan peningkatan yang sangat tinggi sehingga mengartikan bahwa
terdapat gangguan atau penyumbatan aliran cairan empedu dari hati.
21
BAB V
KESIMPULAN
1. Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu,
kadang-kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Sinonimnya adalah
batu empedu, gallstones, biliary calculus.
2. Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui secara
pasti, namun wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal,kegemukan, usia >40
tahun, dan makanan diduga menjadi faktor predisposisi tinggi.
3. Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami
gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua
jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan
gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu.
4. Sebagian besar penderita batu empedu terutama yang tanpa gejala ditemukan secara
kebetulan pada saat penderita melakukan pemeriksaan radiologi karena keluhan lain.
Pada anamnesis kadang dapat ditemuan riwayat kolik biliaris, yaitu rasa nyeri di
daerah epigastrium atau daerah kuadran kanan atas perut.
5. Penatalaksanaan kasus kholelithiasis dapat dengan terapi medis (non-operatif)
maupun pembedahan (operatif).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid I. Interna
Publishing, Jakarta.
2. Corwin, J.E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC, Jakarta.
3. Wilson & Price. 2005. Patofisiologi. Edisi 6. EGC, Jakarta.
23