Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

VAGINAL BIRTH AFTER CESARIAN - SECTION

Pembimbing :
dr.Intan R Silitonga, Sp. OG, M. Kes
Disusun Oleh:
Adinda Elisabeth Sugio
(112014238)

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...1
BAB II MEKANISME PERSALINAN NORMAL
2.1 Proses Persalinan Normal..2
2.2 Kala Persalinan............14
BAB III VAGINAL BIRTH AFTER CESAR SECTION.16
3.1 Definisi.18
3.2 Indikasi dan Kontraindikasi.18
3.3

Syarat

VBAC................................................................................20
3.4

Manfaat

VBAC.20
2.5 Faktor yang Berpengarh.......21
BAB IV . KESIMPULAN.29
BAB V DAFTAR PUSTAKA..30

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrahNya
saya dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini berjudul Vaginal Birth After Cesarian- Section.
Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyakit, gejala
klinis, serta pengobatan untuk pasien dengan perdarahan antepartum . Serta melengkapi syarat
dalam menempuh program pendidikan dokter di bagian serta melengkapi syarat dalam
menempuh program pendidikan profesi dokter di bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Kristen Krida Wacana. Saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pembimbing, dr. Intan R. Silitonga, Sp.OG selaku konsulen Obstetri
dan Ginekologi yang telah memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian karya tulis ini,
juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam mencari referensi yang lebih
baik.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang berada
dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama, atas dukungan dan bantuan mereka selama
menjalani kepaniteraan ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kebaikan karya tulis yang
akan datang.

Bandung, November 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang wanita yang pernah menjalani operasi sesar jika hamil lagi mempunyai 2
pilihan persalinan yaitu operasi sesar lagi atau persalinan pervaginam (vaginal birth after
cesarean section atau yang disebut VBAC). Selama bertahun-tahun, uterus yang memiliki
jaringan parut dianggap merupakan kontraindikasi untuk melahirkan normal karena
kekhawatiran untuk terjadinya ruptura uteri. Menurut panduan yang dikeluarkan oleh American
College of Obstetricians and Gynecologists, wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea dua
kali atau riwayat operasi rahim sebelumnya dapat diberikan kesempatan memilih persalinan
pervaginam.
Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea standar antara
15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit Pendidikan
relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun
1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988, angka persalinan sesarea di
Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar
peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada
tahun 2002 mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.

BAB II
MEKANISME PERSALINAN NORMAL
II.1 Proses Persalinan
Untuk menerangkan persalinan, dipengaruhi oleh POWER, PASSAGE, PASSENGER 1:
A. tenaga yang mendorong anak keluar, yaitu :
his
tenaga mengejan/meneran
B. perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan
C. gerakan anak pada persalinan
A. Tenaga yang mendorong anak keluar1
1. His
a. His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir kehamilan
sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi rahim yang disebut his
pendahuluan atau his palsu. His ini sebetulnya, hanya merupakan peningkatan
kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut bagian
bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari pinggang
ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek, tidak
bertambah kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang. His pendahuluan tidak
bertambah kuat seiring majunya waktu, bertentangan dengan his persalinan yang
makin lama makin kuat. Hal yang paling penting adalah bahwa his pendahuluan tidak
mempunyai pengaruh pada serviks.
b. His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan dengan
sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin

disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh serabut otot
rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam serviks dan segmen bawah
rahim, regangan serviks, atau regangan dan tarikan pada peritoneum sewaktu
kontraksi.
c. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat juga
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan.
2
Seperti kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker yang memulai kontraksi
dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak pada kedua pangkal tuba.
Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut :
Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik
Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intra uterin sampai 35 mmHg.
Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali dalam 10
menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
2. Tenaga mengejan/meneran
a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang mendorong
anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan hanya dapat berhasil jika
pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim.
b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang lumpuh
otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan juga
melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.
B. Perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan
Adapun perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat persalinan berlangsung
sebagai berikut :
1. Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan
a. Sejak kehamilan lanjut, uterus dengan jelas terdiri dari 2 bagian, yaitu segmen atas
rahim yang dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah rahim yang terbentuk dari
isthmus uteri. Dalam persalinan, perbedaan antara segmen atas dan bawah rahim lebih
jelas lagi. Segmen atas memegang peranan aktif karena berkontraksi. Dindingnya

bertambah tebal dengan majunya persalinan. Sebaliknya, segmen bawah rahim


memegang peranan pasif dan makin menipis seiring dengan majunya persalinan
karena diregang. Jadi, segmen atas berkontraksi, menjadi tebal dan mendorong anak
keluar sedangkan segmen bawah dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi serta
menjadi

saluran

yang

tipis

dan

teregang

yang

akan

dilalui

bayi.
3

2. Sifat kontraksi otot rahim


a. Kontraksi otot rahim mempunyai dua sifat yang khas, yaitu :
Setelah kontraksi, otot tersebut tidak berelaksasi kembali ke keadaan sebelum
kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun tonusnya seperti sebelum
kontraksi. Kejadian ini disebut retraksi. Dengan retraksi, rongga rahim mengecil
dan anak berangsur di dorong ke bawah dan tidak banyak naik lagi ke atas setelah
his hilang. Akibatnya segmen atas makin tebal seiring majunya persalinan, apalagi
setelah bayi lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling kuat di daerah fundus uteri dan
berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen bawah rahim. Jika
kontraksi di bagian bawah sama kuatnya dengan kontraksi di bagian atas, tidak
akan ada kemajuan dalam persalinan. Karena pada permulaan persalinan serviks
masih tertutup, isi rahim tentu tidak dapat didorong ke dalam vagina. Jadi,
pengecilan segmen atas harus diimbangi oleh relaksasi segmen bawah rahim.
Akibat hal tersebut, segmen atas makin lama semakin mengecil, sedangkan
segmen bawah semakin diregang dan makin tipis, isi rahim sedikit demi sedikit
terdorong ke luar dan pindah ke segmen bawah. Karena segmen atas makin tebal
dan segmen bawah makin tipis, batas antar segmen atas dan segmen bawah
menjadi jelas. Batas ini disebut lingkaran retraksi fisiologis.

Jika segmen

bawah sangat diregang, lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan naik mendekati
pusat, lingkaran ini disebut lingkaran retraksi patologis atau lingkaran Bandl
yang merupakan tanda ancaman robekan rahim dan muncul jika bagian depan
tidak dapat maju, misalnya karena pangul sempit.
3. Perubahan bentuk rahim

Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran
melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh perubahan bentuk ini
ialah sebagai berikut :
a. Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak berkurang,
artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan demikian, kutub atas anak
tertekan pada fundus, sedangkan kutub bawah ditekan ke dalam pintu atas panggul.
4
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan menarik
segmen bawah dan serviks.
Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
4. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos. Jika uterus berkontraksi, otot-otot
ligamentum ini ikut berkontraksi sehingga menjadi lebih pendek. Pada tiap kontraksi,
fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah ke depan dan mendesak
dinding perut depan ke depan. Perubahan letak uterus sewaktu kontraksi kontraksi
penting karena dengan demikian sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir. Dengan
adanya kontraksi ligamentum rotundum, fundus uteri tertambat. Akibatnya fundus tidak
dapat naik ke atas sewaktu kontraksi. Jika fundus uteri dapat naik ke atas sewaktu
kontraksi, kontraksi tersebut tidak dapat mendorong anak ke bawah.
5. Perubahan pada serviks
Agar anak dapat keluar dari rahim, perlu terjadi pembukaan serviks. Pembukaan serviks
ini biasanya didahului oleh pendataran serviks.
Pendataran serviks
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir
yang tipis. Pendataran ini terjadi dari atas ke bawah.
Pembukaan serviks
Yang dimaksud dengan pembukaan serviks adalah pembesaran ostium eksternum
menjadi suatu lubang dengan diameter sekitar 10 cm yang data dilalui anak.
6. Perubahan pada vagina dan dasar panggul

Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul ditentukan oleh
bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju itu, dasar panggul diregang menjadi
saluran dengan dinding yang tipis. Sewaktu kepala sampai di vulva, lubang vulva
menghadap ke depan atas. Dari luar, peregangan oleh bagian oleh bagian depan tampak
pada perineum yang menonjol dan tipis, sedangkan anus menjadi terbuka.

5
C. Gerakan-gerakan anak pada persalinan 1,2
Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai ialah
presentasi belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam pintu atas
panggul dengan sutura sagitalis sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang lebih
sering daripada ubun-ubun kecil kanan melintang. Karena itu, akan diuraikan pergerakan
anak dalam presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil kiri melintang.
Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah engagement, descens (penurunan
kepala), fleksi, rotasi interna (putaran paksi dalam), ekstensi, rotasi ekstrena
(putaran paksi luar), dan ekspulsi.
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang berlangsung
pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement terjadi fleksi dan
penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin diselesaikan bila bagian
terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan itu, kontraksi uterus
menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala
turun ke dalam panggul

Gambar 13. Gerakan-gerakan utama kepala pada persalinan

6
1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal kepala
janin pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul disebut sebagai
engagement. Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan.
Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul
dan majunya kepala.

Gambar 14. Pengukuran engagement


Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan. Tetapi
pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke
dalam pintu atas panggul biasanya terjadi dengan sutura sagitalis melintang dan
dengan fleksi yang ringan.2

Sinklitisme
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang kepala ,
engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati pintu atas
panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun
kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering kita temukan. Apabila
diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang panggul, kepala berada dalam
sinklitisme.
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul bagian depan
dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila uterus tegak lurus terhadap
pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan tersebut tidak tercapai, kepala
berada dalam keadaan asinklitisme.

Gambar 15. Sinklitisme


Asinklitisme
Asinklitisme anterior, menurut Naegele ialah arah sumbu kepala membuat sudut
lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula terjadi asinklitismus posterior
yang menurut Litzman ialah apabila keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior1.

Gambar 16. asinklitismus anterior

Gambar 17. Asinklitismus posterior

Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal, namun jika
derajat berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sefalopelvik pada panggul
yang berukuran normal sekalipun. Perubahan yang berturut-turut dari asinklitismus
posterior ke anterior mempermudah desensus dengan memungkinkan kepala janin
mengambil kesempatan memanfaatkan daerah-daerah yang paling luas di rongga
panggul4.
8
2. Descens (penurunan kepala)
Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara, engagement
dapat terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih lanjut mungkin belum
terjadi sampai dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita multipara, desensus
biasanya mulai bersamaan dengan engagement. Descens terjadi akibat satu atau lebih
dari empat gaya3:
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c.

Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen

d.

Ekstensi dan pelurusan badan janin


3. Fleksi

Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar
panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada
janin dan diameter suboksipitobregmatika

yang lebih pendek menggantikan

diameter oksipitofrontal yang lebih panjang.

Gambar 18. Proses Fleksi


9

Gambar 19. Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi sedang, (C)
Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap

4. Rotasi Interna ( Putaran Paksi Dalam)


Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan, ke bawah
simfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah daerah ubunubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan, ke bawah simfisis. Putaran
paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena putaran paksi
merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir,
khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak
terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi
sebelum kepala sampai ke Hodge III kadang-kadang baru terjadi setelah kepala sampai
di dasar panggul2.

10

Gambar
posisi oksiput anterior kiri

20. Mekanisme persalinan pada

Gambar 21. Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang: (A). Asinklitismus
posterior pada tepi panggul diikuti fleksi lateral, menyebabkan (B) asinklitismus anterior, (C)
Engagement, (D) Rotasi dan ekstensi.
Sebab-sebab putaran paksi dalam yakni 2:
a. Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala
b. Bagian terendah kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit, yaitu di sebelah
depan atas tempat terdapatnya hiatus genitalis antara antara musculus levator ani
kiri dan kanan.
c. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior
11
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah
ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu
bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan
ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada
perineum dan

menembusnya. Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu

mendesaknya ke bawah, dan yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul
yang menolaknya ke atas. Resultannya ialah kekuatan ke arah depan atas2.

Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat maju karena
kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan subocciput sehingga
pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-ubun besar, dahi hidung,
mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat
pemutaran disebut hipomoklion2.

Gambar 22. Permulaan ekstensi

Gambar 23. Ekstensi kepala

6. Rotasi Eksterna (putaran paksi luar) 2


Setelah kepala lahir, belakang kepala anak memutar kembali kea rah punggung anak
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi
dalam.Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan : putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber
ischiadicum sesisi. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang
sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior pintu bawah panggul.
12

Gambar 24. Rotasi eksterna

7. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.

Gambar 25. Kelahiran bahu depan

Gambar 26. Kelahiran bahu belakang


13
II.2 KALA PERSALINAN
Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu 3 :
Kala I: waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm, disebut
kala pembukaan.
Kala II: Kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan
mengedan mendorong janin keluar hingga lahir
Kala III : Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri

Kala IV: Satu jam setelah plasenta lahir lengkap


A. Kala I (Kala Pembukaan)
Secara klinis dapat dikatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini
berasal dari lendir kanalis servikalis mulai membuka atau mendatar. Proses membukanya
serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.
1. Fase laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm
2. Fase aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4cm, menjadi 9 cm
Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.

14

Gambar 27. Berbagai fase pembukaan serviks pada kala I


Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang semula berupa sebuah
saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang tipis 2.Pembukaan
serviks adalah pembesaran ostium externum yang tadinya berupa suatu lubang dengan diameter
beberapa millimeter, menjadi lubang yang dapat dilalui anak dengan diameter sekitar 10 cm.
Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir portio, segmen bawah rahim, serviks dan vagina
telah merupakan suatu saluran2.
Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada yang
pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan
menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan pada multigravida ostium
uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri
telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara
kira-kira 7 jam. 1

15

Gambar 28.
pembukaan serviks pada

Pendataran dan
primigravida dan

multipara
B. Kala

II

(Kala

Pengeluaran Janin)

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his
dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Ibu merasa pula2 :
1.

Tekanan pada rectum

2.

Hendak buang air besar

3.

Perineum mulai menonjol dan melebar

4.

Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva
pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengelurakan badan dan anggota bayi. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam1.

16
C. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Terdiri dari 2 fase, yaitu: (1) fase pelepasan uri, (2) fase pengeluaran uri. Setelah
anak lahir, his berhenti sebentar, tetapi timbul lagi setelah beberapa menit. His ini
dinamakan his pelepasan uri yang berfungsi melepaskan uri, sehingga terletak pada
segmen
bawah rahim atau bagian atas vagina. Pada masa ini, uterus akan teraba sebagai tumor
yang keras, segmen atas melebar karena mengandung plasenta, dan fundus uteri teraba
sedikit di bawah pusat1,2.
Jika telah lepas, bentuk plasenta menjadi bundar, dan tetap bundar sehingga
perubahan bentuk ini dapat dijadikan tanda pelepasan plasenta. Jika keadaan ini
dibiarkan, setelah plasenta lepas, fundus uteri naik, sedikit hingga setinggi pusat atau
lebih, bagian tali pusat diluar vulva menjadi lebih panjang3,5.
Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen bawah rahim
bagian atas vagina sehingga mengangkat uterus yang berkontraksi. Seiring lepasnya
plasenta, dengan sendirinya bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang. Lamanya
kala uri kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3
menit5.

Tanda-tanda pelepasan plasenta5 :


Uterus menjadi bundar
Perdarahan, terutama perdarahan sekonyong-konyong dan agak banyak (250
cc)
Memanjangnya bagian tali pusat yang lahir
Naiknya fundus uteri karena naiknya rahim sehingga lebih mudah digerakkan.
D. Kala IV (Kala Pengawasan)
Merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. 7 pokok
penting yang harus diperhatikan pada kala 4 : 1) kontraksi uterus harus baik, 2) tidak ada
perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain, 3) plasenta dan selaput ketuban harus
sudah lahir lengkap, 4) kandung kencing harus kosong, 5) luka-luka di perineum harus
dirawat dan tidak ada hematoma, 6) resume keadaan umum bayi, dan 7) resume keadaan
umum ibu.
17
BAB III
VAGINAL BIRTH AFTER CESARIAN - SECTION

III. 1 Definisi
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu
kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini.
Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah
VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah orang yang
pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya. Juga banyak para ahli yang
berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat
berbahaya bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.

III. 2 Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999 dan
2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan
pervaginal pada bekas seksio sesarea.
Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu5:
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio
sesarea emergensi
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
18
Kriteria yang masih kontroversi adalah:
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
Beberapa persyaratan lainnya antara lain:
1. Tidak ada indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti janin lintang, sungsang,
bayi besar, plasenta previa.
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea sebelumnya (operator,
jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda persalinan.
4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya
6. Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu 41 minggu ).
7. Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal
8. Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam
9. Tidak ada tanda-tanda infeksi
10. Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau NST.
Kontra Indikasi
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain :

1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat
histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa, makrosomia,
malpresentasi, malposisi)
19
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator,
anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.

III. 3 Syarat VBAC


Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun 1999 dan
2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar memerlukan kehadiran seorang
dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal
persalinan dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf
disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin
manual ataupun elektronik harus tersedia.
Pada kebanyakan pusat studi merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang
melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea emergensi dalam
waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri.
II.4 Manfaat VBAC
Manfaat VBAC :
1.

Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin
hamil lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.

2.

Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan


tranfusi darah.

3.

Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.

4.

Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.

5.

Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada ibu.

20
II.5 Faktor yang Berpengaruh
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio sesarea kembali
atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat persalinan pervaginal terpenuhi atau
tidak. Setelah mengetahui ini dokter mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko
masing-masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang
terbaik untuk dia dan bayinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti selama bertahuntahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginal
pada bekas seksio.
1. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal merupakan salah
satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe insisi ini mempunyai resiko
ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T
pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi
serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan
perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau longitudinalis.

2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya


VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya maupun pada kasus
yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut diatas
seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginal. Resiko ruptur
uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan
seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur
uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 3.7 %. Pasien dengan

bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas
seksio sesarea satu kali.
21
3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui sayatan horizontal,
kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit vertikal. Kemudian
pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing
disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa
sayatan horizontal (seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini disebut "Low
Transverse Cesarean Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 6 hari.
Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak
dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan
berikutnya. Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui
ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim (SBR) < 4,5 mm pada usia
kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh
sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada
kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio
sesarea. Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan
bukan pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan
histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang
pada prinsipnya :

Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus pada
waktu dilakukan seksio sesarea ulangan

Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan
suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik
diantaranya.6

4. Indikasi operasi pada seksio sesarea sebelumnya

Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan VBAC. Maternal


dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan persalinan pervaginal sebesar 60 65 %
manakala fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69 73%.(3) Keberhasilan VBAC
ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu.
VBAC berhasil 67 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks
kecil
22
dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginal
menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada
kala II.6 Menurut Troyer (1992) pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan penanganan
VBAC dapat dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea yang lalu seperti pada tabel
dibawah ini.

5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun. Usia
melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian
didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang
lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea
mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari pada
wanita yang berumur kecil dari 40 tahun.

6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya


Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta previa dimana
segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan insisi uterus tidak pada
segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama
dengan insisi pada seksio sesarea klasik.
23
7. Riwayat persalinan pervaginam
Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea mempengaruhi
prognosis keberhasilan VBAC. Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani
persalinan pervaginal memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal.3

8. Keadaan serviks pada saat partus


Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC. Laju dilatasi seviks
mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas seksio sesarea
segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan pervaginal sedangkan sisanya adalah
seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil
pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25 cm/jam. Sebaliknya
laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal pervaginal pada fase laten rata-rata
0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42 cm/jam. Induksi persalinan dengan misoprostol akan
meningkatkan resiko ruptur uteri pada maternal dengan bekas seksio sesarea. Dijumpai
adanya 1 kasus ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim transversal selama
dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol sebelum tindakan induksi
persalinan.(7)
9. Keadaan selaput ketuban
Pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan bekas seksio
sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginal dengan menunggu terjadinya inpartu
spontan dan didapat angka keberhasilan yang tinggi yaitu 91 % dengan menghindari

pemberian induksi persalinan dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu antara ketuban
pecah dini sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.6

24

Monitoring
Ada

beberapa

alasan

mengapa

seseorang

wanita

seharusnya

dibantu dengan

persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea lebih
tinggi.

Pada

seksio

sesarea

terdapat kecendrungan

kehilangan

darah

yang

banyak,

peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di
rumah sakit. Selain itu, juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan persalinan
pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit akan dua kali lebih mahal. Walaupun angka
kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah seksio sesarea adalah rendah, tapi hal
ini dapat menyebabkan kematian pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan
monitoring pada persalinan ini. Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen
khusus pada waktu antenatal maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi
dengan ketat melalui monitor kardiotokografi; denyut jantung janin dan tekanan intra uterin
dapat membantu untuk mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini sehingga respon tenaga
medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.
Sistem skoring VBAC
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas seksio

sesarea,

beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm dan Geiger menentukan panduan
dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea dalam bentuk sistem skoring. Weinstein
dkk juga telah membuat suatu sistem skoring untuk pasien bekas seksio sesarea. Adapun
skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk memprediksi persalinan pada
wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti tertera pada table dibawah ini:

25
No
1

Karakterisitik
Usia <40 tahun

Skor
2

Riwayat persalinan pervaginal


-Sebelum dan sesudah seksio sesarea

-Persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea

-persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea

-tidak ada

Alasan lain seksio sesaria terdahulu

Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di


Rumah

Sakit

dalam

keadaan

inpartu:

75%

25-75%

<25%

Dilatasi serviks > 4 cm

Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group diperoleh hasil
seperti tabel dibawah ini:
Skor
0-2

Angka Keberhasilan (%)


42 49

59-60

64-67

77-79

88-89

93

8-10
Total

95-99
74-75

26

Weinstein (1996) juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk memprediksi
keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea, adapun sistem skoring yang
digunakan adalah :
Skor VBAC menurut Weinstein
FAKTOR
Bishop Score4

TIDAK
0

YA
4

Riwayat Persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea

Malpresentasi, preeklampsi / eklampsi, kembar

HAP, PRM, Persalinan Prematur

Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat

Makrosemia, IUGR

Indikasi seksio yang lalu

27
Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem
menurut Weinstein (1996) adalah seperti di tabel berikut:6
Angka Keberhasilan VBAC menurut Weinstein
Nila Skoring
4

Keberhasilan (%)
58

67

78

10

85

12

88

skoring

28

BAB IV
KESIMPULAN
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal Birth
After Cesarean (VBAC) menjadi isu yang sangat penting karena pro dan kontra akan tindakan ini.
Banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio
sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio adalah pilihan terbaik bagi ibu dan
anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan
angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC
menurut ACOG, yaitu; riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah Rahim,
secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas ruptur uteri atau
bekas operasi lain pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio

sesarea emergensi, serta sarana dan personil anastesi siap untuk

menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus
transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi) dan terdapatnya
komplikasi merupakan kontraindikasi untuk melaksanakan VBAC.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita
harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien. Tidak ada suatu cara yang
memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria
akan berhasil atau tidak. Namun terdapat beberapa sistem skoring untuk memprediksi
keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Persalinan spontan lebih
diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun penggunaan oksitosin sebagai
induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang ketat.

29

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan Produksi. Edisi 2.


Jakarta : EGC. 2004.127-144
2. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008. 296-314.
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum hemorrhage.
In : Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange,
Connecticut, 2001; 318-33
4. Sofie RK, Johanes CM, Jusuf SE. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi
RUmah sakit Dr. Hasan Sadikin. Bandung : Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD
RSHS. 2005. 90.
5. Caughey, AB. Vaginal Birth After Caesarean Delivery. Article available at :
http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877
6. Fakultas Kedokteran USU. Vaginal Birth After Cesar.

Article available at :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23239/4/Chapter%20II.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai