Pembimbing :
dr.Intan R Silitonga, Sp. OG, M. Kes
Disusun Oleh:
Adinda Elisabeth Sugio
(112014238)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...1
BAB II MEKANISME PERSALINAN NORMAL
2.1 Proses Persalinan Normal..2
2.2 Kala Persalinan............14
BAB III VAGINAL BIRTH AFTER CESAR SECTION.16
3.1 Definisi.18
3.2 Indikasi dan Kontraindikasi.18
3.3
Syarat
VBAC................................................................................20
3.4
Manfaat
VBAC.20
2.5 Faktor yang Berpengarh.......21
BAB IV . KESIMPULAN.29
BAB V DAFTAR PUSTAKA..30
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrahNya
saya dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini berjudul Vaginal Birth After Cesarian- Section.
Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyakit, gejala
klinis, serta pengobatan untuk pasien dengan perdarahan antepartum . Serta melengkapi syarat
dalam menempuh program pendidikan dokter di bagian serta melengkapi syarat dalam
menempuh program pendidikan profesi dokter di bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Kristen Krida Wacana. Saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pembimbing, dr. Intan R. Silitonga, Sp.OG selaku konsulen Obstetri
dan Ginekologi yang telah memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian karya tulis ini,
juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam mencari referensi yang lebih
baik.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang berada
dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama, atas dukungan dan bantuan mereka selama
menjalani kepaniteraan ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kebaikan karya tulis yang
akan datang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
MEKANISME PERSALINAN NORMAL
II.1 Proses Persalinan
Untuk menerangkan persalinan, dipengaruhi oleh POWER, PASSAGE, PASSENGER 1:
A. tenaga yang mendorong anak keluar, yaitu :
his
tenaga mengejan/meneran
B. perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan
C. gerakan anak pada persalinan
A. Tenaga yang mendorong anak keluar1
1. His
a. His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir kehamilan
sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi rahim yang disebut his
pendahuluan atau his palsu. His ini sebetulnya, hanya merupakan peningkatan
kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut bagian
bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari pinggang
ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek, tidak
bertambah kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang. His pendahuluan tidak
bertambah kuat seiring majunya waktu, bertentangan dengan his persalinan yang
makin lama makin kuat. Hal yang paling penting adalah bahwa his pendahuluan tidak
mempunyai pengaruh pada serviks.
b. His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan dengan
sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin
disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh serabut otot
rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam serviks dan segmen bawah
rahim, regangan serviks, atau regangan dan tarikan pada peritoneum sewaktu
kontraksi.
c. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat juga
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan.
2
Seperti kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker yang memulai kontraksi
dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak pada kedua pangkal tuba.
Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut :
Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik
Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intra uterin sampai 35 mmHg.
Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali dalam 10
menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
2. Tenaga mengejan/meneran
a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang mendorong
anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan hanya dapat berhasil jika
pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim.
b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang lumpuh
otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan juga
melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.
B. Perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan
Adapun perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat persalinan berlangsung
sebagai berikut :
1. Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan
a. Sejak kehamilan lanjut, uterus dengan jelas terdiri dari 2 bagian, yaitu segmen atas
rahim yang dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah rahim yang terbentuk dari
isthmus uteri. Dalam persalinan, perbedaan antara segmen atas dan bawah rahim lebih
jelas lagi. Segmen atas memegang peranan aktif karena berkontraksi. Dindingnya
saluran
yang
tipis
dan
teregang
yang
akan
dilalui
bayi.
3
Jika segmen
bawah sangat diregang, lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan naik mendekati
pusat, lingkaran ini disebut lingkaran retraksi patologis atau lingkaran Bandl
yang merupakan tanda ancaman robekan rahim dan muncul jika bagian depan
tidak dapat maju, misalnya karena pangul sempit.
3. Perubahan bentuk rahim
Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran
melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh perubahan bentuk ini
ialah sebagai berikut :
a. Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak berkurang,
artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan demikian, kutub atas anak
tertekan pada fundus, sedangkan kutub bawah ditekan ke dalam pintu atas panggul.
4
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan menarik
segmen bawah dan serviks.
Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
4. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos. Jika uterus berkontraksi, otot-otot
ligamentum ini ikut berkontraksi sehingga menjadi lebih pendek. Pada tiap kontraksi,
fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah ke depan dan mendesak
dinding perut depan ke depan. Perubahan letak uterus sewaktu kontraksi kontraksi
penting karena dengan demikian sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir. Dengan
adanya kontraksi ligamentum rotundum, fundus uteri tertambat. Akibatnya fundus tidak
dapat naik ke atas sewaktu kontraksi. Jika fundus uteri dapat naik ke atas sewaktu
kontraksi, kontraksi tersebut tidak dapat mendorong anak ke bawah.
5. Perubahan pada serviks
Agar anak dapat keluar dari rahim, perlu terjadi pembukaan serviks. Pembukaan serviks
ini biasanya didahului oleh pendataran serviks.
Pendataran serviks
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir
yang tipis. Pendataran ini terjadi dari atas ke bawah.
Pembukaan serviks
Yang dimaksud dengan pembukaan serviks adalah pembesaran ostium eksternum
menjadi suatu lubang dengan diameter sekitar 10 cm yang data dilalui anak.
6. Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul ditentukan oleh
bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju itu, dasar panggul diregang menjadi
saluran dengan dinding yang tipis. Sewaktu kepala sampai di vulva, lubang vulva
menghadap ke depan atas. Dari luar, peregangan oleh bagian oleh bagian depan tampak
pada perineum yang menonjol dan tipis, sedangkan anus menjadi terbuka.
5
C. Gerakan-gerakan anak pada persalinan 1,2
Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai ialah
presentasi belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam pintu atas
panggul dengan sutura sagitalis sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang lebih
sering daripada ubun-ubun kecil kanan melintang. Karena itu, akan diuraikan pergerakan
anak dalam presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil kiri melintang.
Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah engagement, descens (penurunan
kepala), fleksi, rotasi interna (putaran paksi dalam), ekstensi, rotasi ekstrena
(putaran paksi luar), dan ekspulsi.
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang berlangsung
pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement terjadi fleksi dan
penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin diselesaikan bila bagian
terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan itu, kontraksi uterus
menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala
turun ke dalam panggul
6
1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal kepala
janin pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul disebut sebagai
engagement. Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan.
Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul
dan majunya kepala.
Sinklitisme
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang kepala ,
engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati pintu atas
panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun
kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering kita temukan. Apabila
diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang panggul, kepala berada dalam
sinklitisme.
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul bagian depan
dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila uterus tegak lurus terhadap
pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan tersebut tidak tercapai, kepala
berada dalam keadaan asinklitisme.
Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal, namun jika
derajat berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sefalopelvik pada panggul
yang berukuran normal sekalipun. Perubahan yang berturut-turut dari asinklitismus
posterior ke anterior mempermudah desensus dengan memungkinkan kepala janin
mengambil kesempatan memanfaatkan daerah-daerah yang paling luas di rongga
panggul4.
8
2. Descens (penurunan kepala)
Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara, engagement
dapat terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih lanjut mungkin belum
terjadi sampai dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita multipara, desensus
biasanya mulai bersamaan dengan engagement. Descens terjadi akibat satu atau lebih
dari empat gaya3:
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c.
d.
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar
panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada
janin dan diameter suboksipitobregmatika
Gambar 19. Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi sedang, (C)
Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap
10
Gambar
posisi oksiput anterior kiri
Gambar 21. Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang: (A). Asinklitismus
posterior pada tepi panggul diikuti fleksi lateral, menyebabkan (B) asinklitismus anterior, (C)
Engagement, (D) Rotasi dan ekstensi.
Sebab-sebab putaran paksi dalam yakni 2:
a. Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala
b. Bagian terendah kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit, yaitu di sebelah
depan atas tempat terdapatnya hiatus genitalis antara antara musculus levator ani
kiri dan kanan.
c. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior
11
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah
ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu
bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan
ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada
perineum dan
mendesaknya ke bawah, dan yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul
yang menolaknya ke atas. Resultannya ialah kekuatan ke arah depan atas2.
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat maju karena
kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan subocciput sehingga
pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-ubun besar, dahi hidung,
mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat
pemutaran disebut hipomoklion2.
7. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
14
15
Gambar 28.
pembukaan serviks pada
Pendataran dan
primigravida dan
multipara
B. Kala
II
(Kala
Pengeluaran Janin)
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his
dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Ibu merasa pula2 :
1.
2.
3.
4.
Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva
pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengelurakan badan dan anggota bayi. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam1.
16
C. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Terdiri dari 2 fase, yaitu: (1) fase pelepasan uri, (2) fase pengeluaran uri. Setelah
anak lahir, his berhenti sebentar, tetapi timbul lagi setelah beberapa menit. His ini
dinamakan his pelepasan uri yang berfungsi melepaskan uri, sehingga terletak pada
segmen
bawah rahim atau bagian atas vagina. Pada masa ini, uterus akan teraba sebagai tumor
yang keras, segmen atas melebar karena mengandung plasenta, dan fundus uteri teraba
sedikit di bawah pusat1,2.
Jika telah lepas, bentuk plasenta menjadi bundar, dan tetap bundar sehingga
perubahan bentuk ini dapat dijadikan tanda pelepasan plasenta. Jika keadaan ini
dibiarkan, setelah plasenta lepas, fundus uteri naik, sedikit hingga setinggi pusat atau
lebih, bagian tali pusat diluar vulva menjadi lebih panjang3,5.
Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen bawah rahim
bagian atas vagina sehingga mengangkat uterus yang berkontraksi. Seiring lepasnya
plasenta, dengan sendirinya bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang. Lamanya
kala uri kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3
menit5.
III. 1 Definisi
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu
kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini.
Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah
VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah orang yang
pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya. Juga banyak para ahli yang
berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat
berbahaya bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat
histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa, makrosomia,
malpresentasi, malposisi)
19
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator,
anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.
Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin
hamil lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.
2.
3.
4.
5.
20
II.5 Faktor yang Berpengaruh
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio sesarea kembali
atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat persalinan pervaginal terpenuhi atau
tidak. Setelah mengetahui ini dokter mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko
masing-masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang
terbaik untuk dia dan bayinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti selama bertahuntahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginal
pada bekas seksio.
1. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal merupakan salah
satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe insisi ini mempunyai resiko
ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T
pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi
serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan
perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau longitudinalis.
bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas
seksio sesarea satu kali.
21
3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui sayatan horizontal,
kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit vertikal. Kemudian
pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing
disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa
sayatan horizontal (seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini disebut "Low
Transverse Cesarean Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 6 hari.
Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak
dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan
berikutnya. Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui
ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim (SBR) < 4,5 mm pada usia
kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh
sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada
kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio
sesarea. Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan
bukan pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan
histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang
pada prinsipnya :
Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus pada
waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan
suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik
diantaranya.6
5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun. Usia
melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian
didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang
lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea
mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari pada
wanita yang berumur kecil dari 40 tahun.
pemberian induksi persalinan dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu antara ketuban
pecah dini sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.6
24
Monitoring
Ada
beberapa
alasan
mengapa
seseorang
wanita
seharusnya
dibantu dengan
persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea lebih
tinggi.
Pada
seksio
sesarea
terdapat kecendrungan
kehilangan
darah
yang
banyak,
peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di
rumah sakit. Selain itu, juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan persalinan
pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit akan dua kali lebih mahal. Walaupun angka
kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah seksio sesarea adalah rendah, tapi hal
ini dapat menyebabkan kematian pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan
monitoring pada persalinan ini. Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen
khusus pada waktu antenatal maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi
dengan ketat melalui monitor kardiotokografi; denyut jantung janin dan tekanan intra uterin
dapat membantu untuk mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini sehingga respon tenaga
medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.
Sistem skoring VBAC
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas seksio
sesarea,
beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm dan Geiger menentukan panduan
dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea dalam bentuk sistem skoring. Weinstein
dkk juga telah membuat suatu sistem skoring untuk pasien bekas seksio sesarea. Adapun
skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk memprediksi persalinan pada
wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti tertera pada table dibawah ini:
25
No
1
Karakterisitik
Usia <40 tahun
Skor
2
-tidak ada
Sakit
dalam
keadaan
inpartu:
75%
25-75%
<25%
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group diperoleh hasil
seperti tabel dibawah ini:
Skor
0-2
59-60
64-67
77-79
88-89
93
8-10
Total
95-99
74-75
26
Weinstein (1996) juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk memprediksi
keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea, adapun sistem skoring yang
digunakan adalah :
Skor VBAC menurut Weinstein
FAKTOR
Bishop Score4
TIDAK
0
YA
4
Makrosemia, IUGR
27
Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem
menurut Weinstein (1996) adalah seperti di tabel berikut:6
Angka Keberhasilan VBAC menurut Weinstein
Nila Skoring
4
Keberhasilan (%)
58
67
78
10
85
12
88
skoring
28
BAB IV
KESIMPULAN
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal Birth
After Cesarean (VBAC) menjadi isu yang sangat penting karena pro dan kontra akan tindakan ini.
Banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio
sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio adalah pilihan terbaik bagi ibu dan
anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan
angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC
menurut ACOG, yaitu; riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah Rahim,
secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas ruptur uteri atau
bekas operasi lain pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio
menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus
transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi) dan terdapatnya
komplikasi merupakan kontraindikasi untuk melaksanakan VBAC.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita
harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien. Tidak ada suatu cara yang
memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria
akan berhasil atau tidak. Namun terdapat beberapa sistem skoring untuk memprediksi
keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Persalinan spontan lebih
diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun penggunaan oksitosin sebagai
induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang ketat.
29
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Article available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23239/4/Chapter%20II.pdf
30