Anda di halaman 1dari 40

Keracunan yang Menyebabkan Kematian Mendadak

Leonardo 10.2012.017
Evalin Aldora Tasane 10.2012.053
Livia Kurniawan - 10.2012.097
Yohana Mayke - 10.2012.216
Jovianto Reynold Andika Hidayat - 10.2012.313
Natashya Risa Pramana - 10.2012.370
Ericko Gilrandy Sanjaya - 10.2012.462
Nik Nur Nabila - 10.2012.506

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,


Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Email: pblf8@yahoo.com

Pendahuluan
Ilmu kedokteran forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah
satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan dari ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta keadilan. Semakin hari ilmu
kedokteran forensik semakin berkembang sehingga dalam menentukan penyebab kematian
dari korban menjadi lebih mudah. Dalam perkembangannya lebih lanjut, ternyata ilmu
kedokteran forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan penegakkan hukum dan
keadilan dilingkup pengadilan saja, tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan
bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil, baik

pihak yang diasuransi maupun pihak yang mengasuransi, dalam membantu pemecahan
masalah paternitas (penemuan ke-ayah-an), membantu upaya keselamatan kerja dalam bidang
industri dan otomotif

dengan pengumpulan data korban kecelakaan industri maupun

kecelakaan lalu lintas dsb.


Dalam perkembangannya dokter umum dituntut untuk bisa memainkan peran dokter
forensik untuk membantu penyidikkan dari pihak yang berwajib sehingga kompetensi dokter
umum sekarang harus lebih ditingkatkan. Dan dokter diharapkan dapat menjelaskan
penyebab kematian yang bersangkutan, bagaimana mekanisme terjadinya kematian tersebut,
serta membantu dalam perkiraan saat kematian dan perkiraan cara kematian.

Skenario
Suatu hari anda didatangi penyidik dan diminta untuk membantu mereka dalam
memeriksa suatu tempat kejadian perkara (TKP). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah
rumah yang cukup besar milik seorang pengusaha dan istrinya ditemukan meninggal dunia di
dalam kamarnya yang terkunci di dalam. Anaknya yang pertama kali mencurigai hal itu
(pukul 8.00) karena si ayah yang biasanya bagun untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari
kamarnya. Ia bersama dengan pak ketua RT melaporkannya kepada polisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tiduran
di tempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda-tanda perkelahian di ruang
tersebut, segalanya masih tertata rapi sebagaimana biasa, tutur anaknya .Dari pengamatan
sementara tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hilang
.Salah seorang penyidik ditelpon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si
pengusaha berkaitan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut

Pembahasan
1. Identifikasi Jenazah1,2
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik

merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan
forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan massal,
bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh
manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukannya orang tuanya.
Tujuan dari identifikasi forensik adalah:

Kebutuhan etis dan kemanusiaan.


Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis.
Pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman.
Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata.
Pembuktian klaim asuransi, pensiun dan lain-lain.
Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal.
Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan

harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun
teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain,
juga terhadap tubuh mayat itu sendiri.
Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat mungkin, pemeriksaan harus
mengikuti suatu sistimatika yaitu mulai dengan :
1. Label mayat.
Mayat laki-laki yang dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik diberi label dari
pihak kepolisian, merupakan sehelai label berwarna merah muda dengan materai lak merah
terikat pada ibu jari kaki kanan. Adalah kebiasaan yang baik, bila dokter pemeriksa dapat
meminta keluarga terdekat dan mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan/pemastian
identitas.
2. Tutup mayat.
Mayat seringkali dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu.
Jenis/bahan, warna serta corak dari penutup ini dicatat. Bila terdapat pengotoran pada
penutup, catat pula letak pengotoran serta jenis/bahan pengotoran tersebut.
3. Bungkus mayat.

Mayat kadang-kadang dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan terbungkus. Bungkus


mayat ini harus dicatat jenis/bahannya, warna, corak, serta adanya bahan yang mengotori.
Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis/bahan tali tersebut, maupun cara
pengikatan serta letak ikatan tersebut.
4. Pakaian.
Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dan pakaian yang dikenakan pada bagian tubuh
sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai lapisan yang
terdalam. Pakaian dari korban yang mati akibat kekerasan atau yang belum dikenal,
sebaiknya disimpan untuk barang bukti. Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku ini
harus diperiksa dan dicatat isinya dengan teliti pula.
5. Perhiasan.
Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Pencatatan meliputi
jenis perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan
tersebut. Benda di samping mayat. Bersamaan dengan pengiriman mayat, kadangkala
disertakan pula pengiriman benda di samping mayat, misalnya bungkusan atau tas.
6. Tanda kematian
Di samping untuk pemastian bahwa korban yang dikirimkan untuk pemeriksaan benarbenar telah mati, pencatatan tanda kematian ini berguna pula untuk penentuan saat kematian.
Waktu/saat dilakukannya pemeriksaan terhadap tanda kematian ini dicatat agar pencatatan
terhadap tanda kematian ini bermanfaat.

Peran Identifikasi Forensik


Peran identifikasi forensik adalah:
Pada orang hidup :
- Semua kasus medikolegal.
- Orang yang didakwa pelaku pembunuhan.
- Orang yang didakwa pelaku pemerkosaan.
- Identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya.
- Anak hilang.

Pada jenazah, dilakukan pada keadaan:


- Kasus peledakan.
- Kasus kebakaran.
- Kecelakaan kereta api atau pesawat terbang.
- Banjir.
- Kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum.
Metode Identifikasi Forensik
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan
memberikan hasil positip (tidak meragukan). Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan,
yaitu:
a. Identifikasi primer :
Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria
identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
Pemeriksaan DNA
Pemeriksaan sidik jari
Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua sampai
tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.

b. Identifikasi sekunder :
Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi sekunder tidak dapat berdiri
sendiri dan perlu didukung kriteria identifikasi yang lain. Identifikasi sekunder terdiri atas
cara sederhana dan cara ilmiah. Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan
memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. Cara ilmiah yaitu
melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.
Ada beberapa cara identifikasi yang biasa dilakukan, yaitu:
1) Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.
Pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi akurasinya dalam
penentuan identitas seseorang, oleh karena tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang
sama.

2) Metode visual
Metode ini dilakukan dengan cara keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama
wajah). Oleh karena metode ini hanya efektif pada jenazah yang masih utuh (belum
membusuk), maka tingkat akurasi dari pemeriksaan ini kurang baik.
3) Pemeriksaan dokumen
Metode ini dilakukan dengan dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, kartu
golongan darah, paspor dan lain-lain) yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang
dikenakan. Namun perlu diingat bahwa dalam kecelakaan massal, dokumen yang terdapat
dalam saku, tas atau dompet pada jenazah belum tentu milik jenazah yang bersangkutan.
4) Pengamatan pakaian dan perhiasan
Metode ini dilakukan dengan memeriksa pakaian dan perhiasan yang dikenakan
jenzah. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui merek, ukuran, inisial nama pemilik, badge,
yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada
jenazah. Untuk kepentingan lebih lanjut, pakaian atau perhiasan yang telah diperiksa,
sebaiknya disimpan dan didokumentsikan dalam bentuk foto.

5) Identifikasi medik
Metode ini dilakukan dengan menggunakan data pemeriksaan fisik secara
keseluruhan, meliputi tinggi dan berat badan, jenis kelamin, warna rambut, warna tirai mata,
adanya luka bekas operasi, tato, cacat atau kelainan khusus dan sebagainya. Metode ini
memiliki akurasi yang tinggi, oleh karena dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan
berbagai cara atau modifikasi.

6) Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi yang dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan manual, sinar x, cetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat
data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Bentuk gigi dan
rahang merupakan ciri khusus dari seseorang, sedemikian khususnya sehingga dapat

dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada dua orang yang berbeda, bahkan
kembar identik sekalipun.

7) Serologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan golongan darah yang diambil baik dari
tubuh korban atau pelaku, maupun bercak darah yang terdapat di tempat kejadian perkara.
Ada dua tipe orang dalam menentukan golongan darah, yaitu:
Sekretor

: golongan darah dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani dan cairan

tubuh.
Non-sekretor : golongan darah hanya dari dapat ditentukan dari pemeriksaan darah.

8) Metode ekslusi
Metode ini digunakan pada identifikasi kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah
orang yang dapat diketahui identitasnya. Bila sebagian besar korban telah dipastikan
identitasnya dengan menggunakan metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban
tidak dapat ditentukan dengan metode tersebut di atas, maka sisa diidentifikasi menurut daftar
penumpang.

9) Identifikasi kasus mutilasi


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia
atau binatang. Bila berasal dari manusia ditentukan apakah potongan tersebut berasal dari
satu tubuh. Untuk memastikan apakah potongan tubuh berasal dari manusia dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan
pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi.

10) Identifikasi kerangka


Identifikasi ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah
kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus,
deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Kemudian dicari

pula tanda kekerasan pada tulang serta keadaan kekeringan tulang untuk memperkirakan saat
kematian.

11) Forensik molekuler


Pemeriksaan ini memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan
molekul dan DNA. Pemeriksaan ini biasa dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan
berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan,
perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas).
2. Aspek Hukum3,4
Barang bukti dan penyitaan
Pasal 39 KUHAP
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a

Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga

diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana untuk

c
d
e

mempersiapkannya.
Benda yang dipergunakan untuk menghalangi penyidikan tindak pidana.
Benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan.1

Pasal 133 KUHAP


1

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.


Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat.


Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan
yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.1
Adapun yang termasuk dalam kategori penyidik menurut KUHAP pasal 6 ayat (1) PP

27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus

oleh undang undang dengan pangkat serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua,
sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah rendahnya Sersan Dua dalam PP yang
sama disebutkan bahwa bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil, maka
kepangkatannya adalah serendah rendahnya golongan II/b untuk penyidik dan II/a untuk
penyidik pembantu. Bila disuatu kepolisian sector tidak ada pejabat penyidik seperti diatas,
maka Kepala Kepolisian sector yang berpangkat Bintara dibawah pembantu letnan dua
dikategorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya ( PP 27 th 1983 pasal 2 ayat(2)
Pasal 134 KUHAP
1

Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada

keluarga korban
Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menrangkan sejelas jelasnya tentang

maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.


Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang undang ini.1

Pasal 179 KUHAP


1

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah
yang lain.1

Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan : Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat
dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.1

Pasal 187 KUHAP

Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a

berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu

surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan

surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya

surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.1

Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau
seseorang

yang

memiliki

keahlian

khusus

guna

memberikan

keterangan

yang

menguntungkan bagi dirinya.1


Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.1
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.

(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.1

3. Prosedur Medikolegal3,4
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur identifikasi jenasa
h adalah :
A. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP pasal
133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani seorang
korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli

merupakan
kepada

ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.


2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi
cap jabatan yang diilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
B. Undang-undang Kesehatan Pasal 79
1. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada pejabat pegawa
negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus

sebagai

penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara


Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :

Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.

Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.

Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.

Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.

Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.

Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.

Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan dengan


tindak pidana di bidang kesehatan.

3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan menurut


UU
No 8 tahun 1981 tentang HAP.
Kewajiban dokter membantu peradilan

Pasal 133 KUHAP


Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya

Pasal 183 KUHAP


o Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannnya.


Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat

- Pertunjuk
- Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
o Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
Pasal 180 KUHAP
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)

Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter

Pasal 216 KUHP


1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa

dengan

sengaja

mencegah,

menghalang-halangi

atau

menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana


penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut
ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
tugas menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka

pidanya dapat ditambah sepertiga.


Pasal 222 KUHP
o Barangsiapa dengan sengaja

mencegah,

menghalang-halangi

atau

menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan


pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah.


Pasal 224 KUHP

o Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi,


ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban
yang menurut undang-undang ia harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama

lamanya 6 bulan.
Pasal 522 KUHP
o Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau
jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Bedah Mayat Klinis


Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

Pasal 2 PP No 18/1981

Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
o Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat
setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum
dapat ditentukan dengan pasti;
o Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila
diduga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang
lain atau masyarakat sekitarnya.
o Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam
jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga
terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.
Pasal 70 UU Kesehatan (2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma
yang berlaku dalam masyarakat.

4. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Pemeriksaan di TKP penting untuk membantu penentuan penyebab kematian dan


menentukan cara kematian .Pemeriksaan harus ditujukan untuk menjelaskan apakah mungkin
orang itu mati akibat keracunan ,misalnya dengan memeriksa obat ,apakah ada sisa obat atau
pembungkusnya .Bila terdapat muntahan ,apakah berbau fosfor (bau bawang putih)
,bagaimana sifat muntahan ,dan warna muntahan .Dilihat apakah terdapat gelas atau alat
minum lain ,atau ada surat perpisahan /peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri .2,3
Terus

,dilakukan

pengumpulan

barang

bukti

.Kumpulkan

obat-obatan

dan

pembungkusnya .Muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples
.periksa adanya etiket dari apotik dan jangan lupa untuk memeriksa tempat sampah .Pada
pemeriksaan luar ,yang harus dilakukan adalah mengenalpasti bau sekeliling ,melakukan
penekanan dada mayat dan menentukan apakah ada bau-bau yang tidak biasa keluar dari
hidung atau mulut .Terus dilihat dan dicatat pakaian ,lebam mayat ,adanya kelainan di tempat
masuknya racun ,perubahan kulit ,kuku ,rambut dan sklera .2,3
5. Pemeriksaan Medis
5.1 Thanatologi
Tanda-tanda kematian serta mekanisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Dengan demikian tandatanda kematian dapat dinyatakan :
1 Tanda dini kematian :
- Berhentinya sirkulasi darah
Dengan berhentinya jantung berdenyut maka aliran darah dalam arteri juga
berhenti. Denyut nadi tidak dapat lagi diraba dan pada auskultasi juga tidak dapat
didengar bunyi jantung, penilaian 15 menit.
-

Berhentinya pernafasan
Henti nafas akan terjadi menyusul kematian. Hal ini dapat dibuktikan dengan
tidak adanya suara nafas pada bagian dada. Biasanya untuk memastikan
berhentinya fungsi pernfasan cukup hanya dengan auskultasi pada bagian dada,

penilaiannya lebih 10 menit.


Tanda lanjut (tanda pasti kematian) :
- Perubahan pada mata
Kilatan kornea menghilang
Kornea menjadi keruh dan akhirnya berwarna putih

Pupil mengalami dilatasi dan tidak bereaksi walaupun diberikan tetesan

atropin atau eserin


Tekanan bola mata menurun
Refleks kornea dan konjungtiva tidak ada.
Perubahan pada kulit
Kulit menjadi pucat
Kulit kehilangan sifat elastisitasnya
Kulit kehilangan sinarnya.
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan
suhu mayat itu sendiri. Pada iklim yang dingin, maka penurunan suhu mayat
berlangsung cepat. Pada iklim panas, kecepatan penurunan suhu ini adalah 2,5
derajat. Dalam 12-14 jam biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu
lingkungan sekitarnya.
Panas yang dilepaskan melalui permukaan tubuh, dalam hal ini kulit
adalah secara radiasi, dan oleh karena tubuh itu terdiri berbagai lapisan yang tidak
homogen, maka lapisan yang berada dibawah kulit akan menyalurkan panasnya ke
arah kulit; sedangkan lapisan tersebut juga menerima panas dari lapisan
dibawahnya, hal ini yang menerangkan mengapa pada jam-jam pertama setelah
terjadi kematian somatik penurunan suhu berlangsung lambat. Disamping itu,
proses metabolisme sel yang masih berlangsung beberapa saat setelah kematian
somatik dimana juga terbentuk enerji, merupakan faktor yang menyebabkan
mengapa penurunan suhu mayat pada jam-jam pertama berlangsung dengan
lambat.

Lebam mayat (livor mortis)


Lebam mayat atau livor mortis (post-morten hypostatis, suggilation) adalah tanda
pertama bahwa korban pasti meninggal dunia. Hal ini dikarenakan jantung
berhenti bekerja, maka tidak ada lagi sirkulasi darah, akibatnya butir darah
mengendap dalam kapiler ditempat yang letaknya rendah karena adanya gravitasi
bumi. Lebam mayat tidak dapat timbul ditempat yang mengalami tekanan,
misalnya; disekitar tulang belikat, tulang belakang dan pantat. Muncul pada menit
ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 812 jam. Pada mulanya lebam mayat menjadi pucat bila ditekan, ini disebabkan
karena endapan butir darah dalam kapiler berpindah tempat. Warna lebam mayat

pada umumnya adalah merah-ungu. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan
karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).
-

Kaku mayat (rigor mortis)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi
setelah periode pelemasan / relaksasi primer. Hal ini terjadi karena perubahan
kimia dalam otot, dan hal ini terjadi serentak disemua otot, baik otot polos
maupun otot bergaris. Beberapa saat setelah kematian metabolisme tingkat seluler
masih ada, bila cadangan glikogen habis maka energi tidak terbentuk, sehingga
perubahan ADP ke ATP tidak terjadi yang mengakibatkan aktin/miosin
menggumpal dan otot menjadi kaku.
Tahun 1811, Nyster menyatakan bahwa kaku mayat pertama terjadi di otot
rahang kemudian di leher, lengan, badan, tungkai dan menghilang dengan urutan
yang sama pula.
Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah
hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah
kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :
Pada orang kurus dan bayi, kaku mayat lebih cepat timbul dan cepat pula
menghilang
Suhu tubuh yang meningkat mempercepat timbulnya kaku mayat
Pada orang dengan gizi buruk, kaku mayat cepat terjadi
Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah
adalah:
Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena
kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas
sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat
yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang
lama.
Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan
sampai otot.2,3

Tanda-tanda kematian setelah selang waktu lama :


- Proses pembusukan
Pembusukan adalah suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami
dekomposisi baik yang disebabkan oleh karena adanya aktivitas bakteri, maupun
karena autolisis. Setelah terjadinya kematian, bakteri yang normal ada dalam
tubuh segera mengadakan invasi ke dalam jaringan, darah adalah medium yang
paling baik untuk perkembangan dan pertumbuhan bakteri tersebut. Bakteri
terutama datang dari usus besar, dimana Clostridium welchii yang paling
dominan.
Tanda awal dari pembusukan akan tampak sebagai pewarnaan kehijauan
pada daerah perut kanan bawah,dimana usus besar di daerah tersebut banyak
mengandung bakteri dan cairan, selain memang letak usus tersebut dekat dengan
dinding perut. Pewarnaan akan tersebar keseluruh perut, dan kemudian ke daerah
dada, pada saat ini dapat tercium bau pembusukan. Warna hijau disebabkan oleh
karena terbentuknya sulf-Hb , dimana H2S yang berasal dari pemecahan protein
akan bereaksi dengan Hb, membentuk Hb-S dan Fe-S.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan tubuh yang terjadi
dalam kondisi steril, tanpa pengaruh bakteri. Hal tersebut dikarenakan adanya
aktivitas enzim proteolitik, yang berasal dari sel itu sendiri yang dilepaskan
setelah terjadi kematian.
Proses pembusukan ditandai dengan:
Wajah/ bibir bengkak, bola mata menonjol
Lidah terjulur, lubang hidung/ mulut keluar darah
Badan gelembung, bulla/ kulit ari terkelupas
Scrotum / vulva bengkak
Kuku/ rambut terlepas
Organ dalam membusuk
-

Saponifikasi atau adiposer


Adiposera adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis dan
hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh
karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh clostridium
welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak. Dengan demikian akan
terbentuik asam-asam lemak bebas (asam palmitat, stearat, oleat), Ph tubuh
menjadi rendah dan ini akan menghambat proses pembusukan. Sedangkan
hidrogenisasi adalah proses perubahan asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak
jenuh.

Mumifikasi
Merupakan suatu proses pembusukkan yang lambat. Mumifikasi dapat terjadi bila
keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan dengan cepat sehingga dapat
menghentikan proses pembusukan. Apabila setelah kematian terjadi sekresi cairan
tubuh dari badan dalam suatu lingkungan panas dan adanya aliran udara maka
jaringan tubuh akan mengering, menjadi keras dan berwarna lebih gelap. Jaringan

tubuh menjadi awet dan tahan terhadap pembusukan.


Perkiraan saat kematian berdasarkan tanda kematian dan pemeriksaan mayat
Hingga sekarang masih belum ada cara yang mudah dan baik untuk menentukan saat
kematian. Untuk tidak membuat kesalahan yang besar perlu diketahui saat terakhir
korban terlihat masih hidup dan saat korban ditemukan meninggal dunia. Menurunnya
suhu tubuh mayat dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian. Untuk hal ini
kita dapat menggunakan rumus :

Saat Kematian = suhu tubuh normal 98,4 F - suhu rektal


1,5
= ................. jam yang lalu

Cara sederhana yang cukup memuaskan dalam memperkirakan saat kematian adalah :
1

Lebam mayat timbul setelah 15-30 menit, lebam mayat sebelum mayat kurang

lebih 10 jam kalau ditekan menjadi pucat


Kaku mayat timbul setelah 2-3 jam. Kaku mayat menjadi lengkap setelah kurang

3
4
5

lebih 9 jam. Kaku mayat menghilang setelah 16-20 jam.


Pembusukan mulai 20-24 jam didaerah apendix
Menentukan usia telur lalat/belatung
Sisa makanan dalam lambung dapat membantu penentuan saat kematian.2

5 .2 TOKSIKOLOGI
Definisi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejalagejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban
meninggal.

Pengertian racun
racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila
masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya
kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan
kematian.
Penggolongan
Berdasarkan sumber dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan: opium
(dari papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari aspergilus niger), berasal dari
hewan: bisa toksin ular/ laba-laba/ hewan laut, mineral: arsen, timah hitam atau sintetik:
heroin
Berdasarkan tempat dimana racun-racun tersebut mudah didapat, maka racun dapat
dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
1

Racun-racun yang banyak terdapat dalam rumah tangga.


Misalnya: desinfektan, deterjen, insektisida,pembersih dan sebagainya.

Racun-racun yang banyak digunakan dalam lapangan pertanian, perkebunan.


Misalnya: pestisida, herbisida.

Racun-racun yang banyak dipakai dalam dunia kedokteran / pengobatan.


Misalnya: sedatif hipnotis, analgetika, obat penenang, anti depresan, dsb.

Racun-racun yang banyak dipakai dalam industri / laboratorium.


Misalnya: asam dan basa kuat, logam berat, dsb.

Racun-racun yang terdapat di alam bebas.


Misalnya: opium ganja, racun singkong, racun jamur serta binatang, gas racun di alam

6. Racun yang terdapat dalam makanan


Misalnya: CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet.
Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi misalnya racu
yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik.
Mekanisme kerja racun

Racun yang bekerja secara setempat (lokal)


Misalnya:
-

Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat.

Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.

Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.


Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi

nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan
oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari
perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.
2

Racun yang bekerja secara umum (sistemik)


Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya
memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila
dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya.
Misalnya:
- Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat.
- Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
- Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.
- CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.
- Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.
- Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama
berpengaruh terhadap hati.

Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum


Misalnya:
- Asam oksalat
- Asam karbol

Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada
susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam
karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak (Nawawi, 1989).
- Arsen
- Garam Pb
Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan:
Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain,
berturut-turut adalah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan
paling lambat ialah melalui kulit yang sehat
Umur
Kecuali utuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitif
misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena ekskresi
melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup
Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita
demam dan penyakit lambung, absorpsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan
kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong
Kebiasaan
Sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin sebab daapat terjadi toleransi
tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu ketika dihentikan maka toleransi akan
menurun lagi
Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain
Pengaruh langsung racun tergantung kuat pada takaran. Makin tinggi takaran akan makin
cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bekerja secara lokal,
misalnya asalm sulfat. Struktur kimia, misalnya calomel (Hg2cl2) jarang menimbulkan
keracunan sedangkan Hg sendiri dapat menyebabkan kematian. Morfin dan nalorfin yang

mempunyai strruktur kimia hampir sama merupakan antagonis. Terjadi addisi antara
alkohol dan barbiturat atau alkohol dan morfin. Dapat pula terjadi sinergisme yang seperti
addisi tetapi lebih kuat. Addisi dan sinergisme yang seperti addisi tetapi lebih kuat. Addisi
dan sinergisme sangat penting dalam masalah medikolegal.
Waktu pemberian
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorpsi terjadi lebih baik sehingga
efek akan timbul lebih cepat. Jangan pemberian untuk waktu lama (kronik) atau waktu
singkat/sesaat
Prinsip pengobatan
Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama berdasarkan cara masuk racun ke dalam
tubuh.
Bila racun ditelan keluakan racun tersebut sebanyak mungkin dengan jalan memuntahkan
(dengan merangsang dinding faring atau pemberian emetik)
Tetapi jika kesadran sangat menurun atau racun bersifat korosif atau racun terlarut dalam
minyak, mak usaha untuk memuntahkan merupakan indikasi kontra.
Aspirasi dan bilas lambung merupakan indikasi untuk mengeluarkan racun nonkorosif dan
racun yang menekan susunan saraf pusat. Untuk ini diberikan air hangat atau garam
lemah. Dapat juga diberikan norit.
Pemberian pencahar misalnya natrium sulfat 30 g dalam 200 cc air. Mempercepat ekskresi
dengan dialisis (pemberian diuretik merupakan indikasi kontra). Dapat pula dengan
pemberian antidotum spesifik, pada keracunan morfin diberikan nalorfin atau naloxon
(keduanya bersifat antagonis terhadap morfin, tetapi nalorfin kadang-kadang juga dapat
bersifat agonis sedangkan naloxon murni antagonis)
Demulcen dalam bentuk pemberian putih telur sebanyak 3 butir yang dilarutkan dalam
500 cc air/susu dengan maksud untuk menghambat absorbsi
Pengobatan simptomatik dan suportif perlu dipertimbangkan tergantung dari gejala yang
timbul. Jika terdapat gejala berupa kejang jangan diberikan barbiturat tetapi sebaiknya
benzodiazepam.

Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari ruangan agar terhindar dari
inhalasi lebih lanjut. Bila secara parenteral pertimbangkan untuk pemasangan torniquet.
Bila masuk melalui kulit atau mengenai mata, bersihkan dengan air ledeng mengalir,
jangan dengan bahan kimia.
Kriteria diagnostik
Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun
penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang bukti.
Yang terpenting pada penegakkan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan racun/sisa
racun dalam tubuh/ cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta
terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang
sesuai dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut
benar-benar kontak dengan racun.
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah keterangan tanteng
racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan daapt
dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Pemeriksaan kedokteran forensik
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus yang sampai saat
sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadapt kemungkinan keracunan. Harus
dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pmeriksaan setempat terdapat
kecurigaan lazim ditemukan apda keracunan dengan zat tertentu misalnya lebam mayat yang
tidak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung
(keracunan morfin), bau amandel (keracunan CN) atau bau kutu busuk (keracunan malation)
serta bila pada autopsi tak ditemukan penyebab kematian (negative autopsy)
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penting yaitu: pemeriksaan di tempat kejadian, autopsi, dan analisis toksikologik.
Pengambilan bahan pemeriksaan toksikologi
1

Darah

Darah jantung diambil secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri masingmasing sebanyak 60ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis,
2

bukan darah dari vena porta.


Urin
Diambil semua yang ada dalam kandung kemih. Penting karena merupakan tempat
ekskresi sebagian besar racun sehingga dapat untuk tes pendahuluan. Juga penting untuk

pemeriksaan penyaring racun dari golongan narkotika atau stimulan.


Bilasan lambung
Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Lambung diikat pada perbatasan

dengan usus dua belas jari agar pil/tablet tidak hancur.


Usus beserta isinya
Bahan ini sangat berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam
setelah menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian dan dapat pula
ditemukan pil yang tak dapat hancur oleh lambung (enteric-coated).
Usus diikat tiap 60 cm atau diikat pada batas usus halus dan usus besar dan antara
usus besar dan poros usus. Ikatan tersebut berguna untuk mencegah isi usus oral tidak
tercampur dengan isi usus anal.

Hati
Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi.
Organ ini mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan racun-racun sehingga kadar

racun dalam hati sangat tinggi.


Ginjal
Kedua ginjal harus diambil. Ginjal penting pada keadaan intoksikasi logam,
pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik ditemukan Ca-

oksalat atau sulfonamide.


Otak
Jaringan lipoid dalam otak mempunyai kemampuan untuk menahan racun, misalnya
CHCl3 tetap ada walaupn jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tengah penting pada

intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan.


Empedu
Sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar cairan empedu tidak mengalir ke
hati dan mengacaukan pemeriksaan.
Cara pengambilan sampel bias dari tiga tempat yaitu tempat masuk racun (lambung,

tempat suntikan), darah yang menandakan racun beredar secara sistemik, dan tempat
keluarnya racun (urin, empedu).
Keracunan karbon monoksida

diagnosis keracunan CO biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan


ditemukan gejala keracunan pada korban hidup. Pada korban mati, pada otopsi ditemukan
lebam mayat berwarna merah terang. Jarinagn otot, visera dan darah berwarna merah terang.
Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia
dan hyperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan ptekie di substansia alba bila korban
dapat bertahan hidup lebih dari jam.
Pada analisa toksikologi darah akan ditemukan adanya COHb. Pada keracunan CO
yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah diekskresi dan darah tidak
mengandung COHb lagi. Ini menyebabkan lebam mayat berwarna livid seperti biasa
demikian juga otot, visera dan darah.
Pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus pallidus dapat ditemukan
ptekie. Ensefalomalasia simetris dapat ditemukan pada globus pallidus. Pemeriksaan
mikroskopik otak dapat ditemukan gambaran pembuluh-pembuluh halus yang mnegandung
trombi hialain, nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuluh darah yang
mengandung trombi hialin dengan perdarahan disekitarnya (ring hemorrhage), nekrosis halus
yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi dan ball
hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik akibat hipoksia dan
memecah.
Pada miokardium ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus
papilaris ventrikel kiri. Pada penampang memannjang tampak bagian ujung m. papilaris
berbercak perdarahan atau bergaris seperti kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke
dalam otot. Kadang-kadang ditemukan perdarahan pada otot ventrikel terutama di
subperikardial dan di subendokardial. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan perangai
sesuai dengan infarc miokard akut.
Ditemukan eritema dan vesikel/ bula pada kulit dada, perut, muka atau anggota gerak
baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut disebabkan oleh
hipoksia pada kapiler di bawah kulit. Pneumonia hipostatik paru dan thrombosis a,
pulmonalis juga dapat terjadi. Nekrosis tubuli ginjal juga dapat ditemukan. Gangguan
peredaran darah akibat perubahan degenerative miokardium memudahkan terbentuknya
thrombus. Pemeriksaan histologic perlu dilakukan pada substansia alba, korteks serebri,
serebellum, ammons horn dan globus palidus.

Pemeriksaan Laboratorium
Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dilusi alkali. Darah yang
mengandung COHb tidak akan berubah warna untuk beberapa waktu tergantung pada
konsentrasi COHb, karena COHb bersifat lebih resiten terhadap pengaruh alkali. COHb
dengan kadar saturasi 20 % memberi warna merah muda yang bertahan selama beberapa
detik dan setelah 1 menit baru berubah menjadi coklat kehijauan.
Dapat juga dilakukan uji formalin. Bila darah mengandung COHb 25 % saturasi maka
akan terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin
tinggi kadar COHb semakin merah warna koagulatnya.
Pemeriksaan adanya COHb dalam darah juga dapat melalui penentuan secara
spektroskopis. Pemeriksaan kuantitatif CO dapat dilakukan dengan cara Getler-Freimuth,
spektrofotometrik maupun kromatografi gas. Cara Getler-Freimuth menggunakan prinsip
sebagai berikut:
darah + kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Padalium akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna hitam.
Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut dengan warna hitam yang diperoleh
dari pemeriksaan terhadap darah dengan kadar COhb yang diketahui maka dapat ditentukan
konsentrasi COHb secara kuantitatif.
Cara spektrofotometrik adalah cara yang paling baik untuk melakukan analisis CO
pada korban hidup karena dapat ditentukan konsentrasi COhb : OxyHb. Cara kromatografi
gas banyak dipakai untuk mengukur kadar CO dari sampel darah mayat.
Keracunan Timbel
Sumber
Plumbum atau timbel (timah hitam ) terdapat dimana-mana , dalam jumlah besar dalam
badan accu/ batterai . Pada masa lampau sering terjadi karacunan Pb karena accu dibakar
untuk menghangatkan ruangan.
Menurut WHO air minum maksimum boleh mengandung Pb 40 ug/L .Sedangkan dalam
udara normal kadarnya 2-3 ug/m3 dan TLV nya adalah 0-2 yg/m3 udara , 40 jam per minggu .

Farmakokinetik
Timah hitam dapat di absorbs melalui berbagai cara . Saluran cerna mengabsorbsi Pb
sebanyak 5-10% dari yang ditelan , sedangkan lambung tidak mengabsorbsi . Saluran nafas
mengabsorbsi 30-50% Pb yang diinhalasi , mekanisme tidak diketahui .
Pb organic dapat melewati kulit yang utuh sedangkan Pb anorganik tidak . Selain itu Pb juga
dapat diserap melalui jaringan ikat dan otot , sehingga bila anak peluru tertinggal dalam
tubuh maka akan dapat menimbulkan keracunan kronik .
Setelah diabsorbsi , Pb diikat oleh sel darah merah sebanyak 95% , selebihnya diikat oleh
protein serum , sehingga pemeriksaan penentuan adanya Pb harus dilakukan terhadap darah
penuh . Bila terdapat anemia , harus dikoreksi packed cell-nya dan dikembalikan ke harga
normal
Pb didistribusi ke jaringan lunak seperti ginjal , hati ,otak , dan otot. Kemudian terjadi
redistribusi ke jaringan keras yaitu tulang panjang dan gepeng , ra,but dan gigi , sedangkan di
dalam darah hanya tersisa kira-kira 1 %
Pb disimpan dalam bentuk tri-lead-phospate yang inaktif sehuingga merupakan
detoksikasi temporer , meskipun masih selalu ada pertukaran kecil antara tulang dan jaringan
lunak .90 % Pb terdapat pada tulang , tetapi pada keadaan tertentu , seperti infeksi saluran
nafas bagian atas , stress fisik dan mental , minum alcohol , dan asidosis , akan terjadi
mobilisasi yang lebih besar , Pb dilepas ke dalam darah sehingga timbul gejala-gejala .Hal
inilah yang menjelaskan mengapa pada keracunan kronik gejalanya hilang timbul .
Farmakodinamik
Penelanan Pb karbonat 20 g atau Pb asetat 20-30 g akan mengakibatkan keracunan akut .
Sedangkan jika menelan 2 mg sehari selama beberapa minggu akan terjadi keracunan
kronik .Dalam air minum , maksimum hanya boleh terdapat 0,1 ppm , dalam makanan
maksimum 7 ppm , dalam udara maksimum 0,2 ppm .
Keracunan akan menyebabkan spasme arteriol , spasme otot polos usus, ureter ,uterus ,
hambatan pembentukan heme , gangguan fungsi tubuli ginjal dan gangguan fungsi susunan
saraf pusat .
Akibat spasme arteriol , muka akan pucat tetapi tidak sesuai dengan derajat anemianya .
Gangguan berupa spasme otot polos usus akan menimbulkan kolik ,demikian pula dengan
ureter.Anemi akan. Timbul karena gangguan pembentukan heme ,hal ini karena Pb
mempunya afinitas yang kuat untuk mengikat S ,sehingga akan mengikat diri pada gugus
SH yaitu enzim-enzim yang berperan pada pembentukan heme seperti d-amino asam
levulinat dehidratase ,dan heme sintetase .Pembentukan heme terganggu menyebabkan
timbulnya anemia hipokrom mikrositik
Pb juga mengurangi umur eritrosit , dengan menghambat ATP-ase yang berperan
dalam pengaturan keseimbangan kation intra dan ekstra seluler . Syarat agar eritrosit dapat

bertahan lama ialah banyak ion K+ dan sedikit Na+ di dalam eritrosit .Untuk menahan K+
diperlukan oksidasi fosforilasi yang memerlukan ATP-ase .Pada keracunan hebat dapat terjadi
hemolysis
Dalam ginjal terjadi gangguan fungsi reabsorbsi pada tubuli ginjal sehingga timbul
glukosuri ,asam amino-uri ,fosfaturi .Gangguan ini timbul melalui hambatan ATP-ase .
Pada SSP terjadi gangguan terhadap MAO sehingga timbul edema serebri difus ,
edema perivaskuler , perdarahan ,nekrosis kecil-kecil ,degenerasi sel syaraf , dan
pembengkakan sel endotel .Dapat pula timbul ensefalopati Pb yang ireversibel .
Tanda dan Gejala Keracunan
Pada keracunan akut , korban akan merasa sepat ( rasa logam ) , muntah-muntah
berwarna putih karena adanya Pb klorida . Diare dengan feses yang hitam akibat adanya
PbS . Kedua hal ini dapat menyebabkan dehidrasi .Terjadi pula nyeri perut karena iritasi , dan
ini dapat ditolong dengan morfin . Syok ,hemolysis akut , hemoglobinuri ,oliguria , parestesi .
Biasanya kematian terjadi akibat syok dan dehidrasi .
Pada keracunan kronik , korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi
,karena pucat timbul sebagai akibat spasme arteriol di bawah kulit .Rasa logam pada mulut
,anoreksia ,obstipasi ,kadang-kadang diare.
Pada keracunan akut terdapat deposit Pb di tulang .Pada gusi yang berdekatan dengan
gigi terdapat garis Pb atau Burtonian line ,berwarna kelabu atau kebiru-biruan akibat deposisi
Pb dalam sel-sel perifer periodontal .Garis Pb ini tidak selalu ditemukan , biasanya ditemukan
pada orang dengan higina mulut yang buruk .
Jika pemaparan per-inhalasi periodik maka akan didapatkan keracunan Pb , dan pada
foto toraks akan terlihat bercak-bercak pada saluran nafas .Penimbunan pada tulang baru
terlihat setelah 3 bulan inhalasi atau 6 bulan setelah melalui oral .
Kematian pada keracunan Pb terjadi akibat malnutrisi dan infeksi .
Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Diagnosis keracunan Pb pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala
keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin . Pemeriksaan radiologi juga dapat
menolong .
Pada orang yang mati pada keracunan akut ditemukan tanda-tanda dehidrasi ,lambung
mengerut ( spastis) , hiperemi , isis lambung berwarna putih .Usus spastis dan feses berwarna
hitam . Jika orang meninggal karena keracunan kronik , maka didapatkan tubuh sangat krurs,
pucat , terdapat garis Pb , ikterik , gastritis kronik , dan pada usus didapatkan bercak-bercak
hitam .Atrofi otot lengan dan tungkai sering dijumpai .Bila terdapat ensefalopati , dijumpai
edema otak dan titik-titik perdrahan .Ginjal menunjukkan tanda-tanda tubular nekrosis ,
korteks menebal , dan hiperemi . Mikroskopik terlihat sel tubuli menunjukkan degenerasi

sitoplasma ,jisim inklusi (inclusion bodies ) dalam inti yang juga timbul akibat keracunan Bi .
Jisim ini juga ditemuka pada sel-sel hati .
Lambung menunjukkan gastritis kronik akibat iritasi (bila Pb peroral ) dan pigmentasi
pada usus .Bila tulang pangjang dipotong tampak garis Pb yang lebih pucat dari sekitarnya
.Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulan ,ginjal ,hati ,dan otak sehingga bahan pemeriksaan
diambil dari organ-organ tersebut .

Pemeriksaan Laboratorium
Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 ug/100ml .Bila lebih dari 70ug/100ml
berarti ada pemaparan abnormal .Bila lebih dari 100 ug/100ml berarti telah terjadi keracunan.
Dalam urin kadar Pb normal 0,5 ug / 100 ml .Pemaparan abnormal bila sama atau
lebih besar dari 8 ug/100ml ,sedang keracunan bila sama atau lebih besar dari 20 ug /
100ml .Pada keracunan didapatkan pula kadar koproporfirin 80 ug /100ml mg kreatinin , dan
d-ALA 2 mg/100mg kreatinin .
Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan untuk skrining
masal .
Alkohol
Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan keracunan.
Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan, kemampuan untuk menduga
jarak dan keterampilan mengemudi sehungga cendrung menimbulkan kecelakaan lalu-lintas di jalan,
pabrik, dan sebagainya. Penurunan kemampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya kapastas untuk
berfikir kritis mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan,
penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri.
Sumber
`
Alkohol terdapat dalam berbagai minuman seperti whisky, brandy, rum, vodka, gin
(mengandung 45% alkohol); wines (10-20%); beer dan ale (48%). Alkohol (etanol) sintetik seperti air
tape, tuak dan brem, dihasilkan dari peragian secara kimia dan fisiologik. Bau alkohol murni dapat
tercium di udara bila mencapai 4,5-10 ppm.
Farmakokinetik
Alkohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung. Sebagian besar
(80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di kolon. Kecepatan absorpsi bergantung
kepada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang diminum, serta vaskularisasi, motilitas
dan pengisian lambung dan usus halus. Bila konsentrasi optimal alkohol diminum dan masuk ke
dalam lambung kosong, kadar puncak dalam darah tercapai 30-90 menit sesudahnya. Alkohol mudah
berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air jaringan tersebut, semakin hidrofil
jaringan semakin tinggi kadarnya. Biasanya dalam 12 jam sudah tercapai keseimbangan kadar alkohol

dalam darah, usus dan jaringan lunak. Konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar dari pada dalam
darah.
90% alkohol yang dikonsumsi akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh
enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan ko enzim nikotinamidadenindinukleotida (NAD) menjadi
aseltadehida dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat.
Asam asetat dioksidasi menjadi C02 dan H2O.
Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida (metabolit dari levulosa) dan alanina akan
mempercepat metabolisme alkohol.
Sebenarnya di dalam tubuh ditemukan juga mekanisme pemecahan alkohol yang lain, yaitu
hidrogen peroksida katalase dan sistem oksidasi etanol mikrosomal, namun kurang berperan.
Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan yang sangat bervariasi (1220 mg% perjam), biasanya penurunan kadar tersebut dianggap rata-rata sebesar 15 mg% (Knight,
1987) atau 14 mg% (Freudenberg, 1966) setiap jam.
Pada alkoholik kronik, yang telah dipercepat metabolismenya, eleminasi alkohol dapat
mencapai 40 mg% perjam.
10% alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin, keringat dan
udara napas. Dari jumlah ini, sebagian besar dikeluarkan melalui urin (90%).
Konsentrasi dalam urin 1.2-1.3 kali lebih besar dari darah. Konsentrasi ini harus diperoleh
dari urin yang keluar dari ginjal setelah minum alkohol, sehingga pemeriksaan kadar alkohol urin
harus didahului pengosongan kandung kemih. Dua liter udara alveolar mengandung alkohol yang
sesuai dengan dalam 1 ml darah. Peneliti lain mengatakan bahwa konsentrasi alkohol 1 mg% dalam
darah sebanding dengan kadar 0.43 mg% dalam udara napas (suhu 37 derajat celcius).
Pada proses oksidasi alkohol , banyak dilepas hidrogen, yang menyebabkan deposit lemak
dalam hati meningkat, sebaliknya hati akan berusaha mengeluarkan kelebihan lemak dengan
meningkatkan sekresi lipoprotein ke dalam darah. Sehingga pada para pecandu alkohol akan di
didapatkan hiperlipemi lebih hebat. Ziese melaporkan sindrom yang terdiri dari ikterus,
hiperlipemidan anemia hemolitik bersamaan dengan perlemakan hati alkoholik dan sirosis.
Para peneliti menemukan adanya polimorfisme baik pada enzim ADH maupun ALDH. Pada
30-50% populasi orang oriental (termasuk Indonesia) terdapat defisiensi isozim ALDH1, sehingga
pada individu tersebut metabolisme asetaldehida berjalan lambat dan mengakibatkan terjadinya
penumpukkan asetaldehida. Hal ini akan menimbulkan gejala mabok seperti muka kemerahan,
takikardia, hipotensi, sakit kepala, muntal, mual kelemahan otot dan mengantuk, meskipun kadar
alkohol dalam darahnya masih relatif rendah (biasanya hanya 30 mg%). Keadaan inilah yang
mengakibatkan kepekaan orang oriental terhadap minuman beralkohol sangat heterogen.
Farmakodinamik
Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel sehingga bersifat astringent.
Makin tinggi kadar alkohol makin besarefek tersebut.pada kulit, alkohol menyebabkan penurunan
temperatur akibat penguapan, sedangkan ada mukosa, alkohol akan menimbulkan iritasi dan lebih
hebat lagi dapat mengakibatkan inflamasi.

Alkohol sangat berpengaruh pada SSP dibandingkan dengan sistem-sistem lainnya. Efek
stimulasi alkohol pada SSP masih diperdebatkan, agaknya stimulasi tersebut timbul akibat aktivitas
berbagai bagian otak yang tidak terkendalikan karena bebas Dari hambatan sebagai akibat penekanan
mekanisme kontrol penghambat.
Alkohol bersifat anastetik (menekan SSP), sehingga kemampuan berkonsentrawsi, daya ingat
dan kemampuan mendiskriminasi terganggu dan akhirnya hilang.
Alkohol hanya sedikit berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Nadi mungkin lebih cepat
tetapi hal ini disebabkan oleh aktivitas muskular atau stimulasi refleks.
Depresi kardiovaskuler terjadi pada keracunan akut alkohol yang berat, terutama akinbbat
faktor vasomotor sentral dan depresi pernafasan. Alkohol dalam takaran sedang menyebabkan
vasodilatasi terutama pada pembuluh darah kulit sehingga menimbulkan rasa hangat pada kulit.
Terhadap ginjal, alkohol menambahkan efek diuresis.
Sebagai larutan 10% alkohol dapat diberikan sebagai obat somnifacient atau anestetik dengan
suntikan intravena.
Takaran alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi tergantung dari kebiasaan
minum dan sensitivitas genetik perorangan. Umummnya 35 gram alkohol (2 sloki whisky)
menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta menimbulkan euforia.
Alkohol sebanyak 75-80 gram (setara 150-200 ml whisky) akan menimbulkan gejala keracunan akut
dan 250-500 gram alkohol (setara 500-1000 ml whisky) dapat merupakan takaran fatal.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan di sini kadar alkohol darah dari konsumsi 35 gram
alkohol dengan menggunakan rumus
a=cxpxr
a = jumlah alkohol yang diminum
c = kadar alkohol darah (mg%)
p = berat badan (kg)
r = Konstanta (0.007)
Bila berat badan 60kg maka 35 = c x 60 x 0.0007, atau berarti kadar alkohol darahnya = 83.3
mg%.
Selanjutnya dapat disebutkan bahwa 75 gram alkohol setara dengan kadar alkohol darah
178.5 mg%, dan 250 gram setara 595 mg%.
Obat-obat golongan meprobamat, klorpromazine, penenang (tranquilizer), barbiturat dan
morfin mempunyai efek sinergistik dengan alkohol.
Tanda dan gejala keracunan
Tanda dan gejala yang akan diuraikan di bawah ini adalah tanda dan gejala yang timbul pada
individu dengan isozim ALDH1, sedangkan untuk individu dengan defisiensi ALDH1, gejala akan
tampak lebih dini pada kadar alkohol darah yang jauh lebih rendah.

Pada kadar yang rendah, 10-20 mg%, sudah menimbulkan gangguan berupa penurunan
keapikan ketrampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada kadar 30-40 mg% telah timbul
penciutan lapangpandangan, penurunan ketajaman penglihatan, dan pemanjangan waktu reaksi.
Sedangkan pada kadar kurang lebih 80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan 3 dimensi, kedalaman
pandangan dan gangguan pendengaran. Selain itu tampak pula gangguan pada kehidupan psikisnya
yaitu penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi dan analisa.
Keterampilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50 mg% dan lebih
jelas lagi pada kadar 150 mg%
Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg% menimbulkan gejala banyak bicara, ramai
(boisterous behaviour), refleks menurun, inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus dan
sering terdapat pelebaran pembuluh darah kulit.
Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tak dapat mengenali
warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil (jarang konstriksi), diplopi, sukar memusatkan
pandangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar dalam darah dan otak makin meningkat akan timbul
pembicaraan kacau, tremor tangan dan bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus tot
muka menghilang.
Dalam kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor atau koma,
pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.

Kelainan pada keracunan kronik alkohol


Saluran pencernaan. Alkohol takaran tinggi dalam waktu lama akan menimbulkan kelainan
pada selaput lendir mulut, kerong-kongan dan lambung berupa gastritis kronik dengan aklorhidria dan
gastritis erosif hemoragik akut serta pankreatitis hemorhagik dan dapat pula terjadi malaborpsi.
Timbulnya tumor ganas di mulut dan kerongkongan dihubungkan dengan iritasi kronik pada pecandu
alkohol.
Hati. Terjadi penimbunan lemak dalam sel hati. Kadar SGOT, trigliserid dan asam urat
meningkat. Hepatitis pada alkoholisme dapat menyebabkan hepatitis alkoholik yang kemudian dapat
berkembang menjadi sirosis dan hepatoma.
Jantung. Dapat terjadi kadriomiopati alkoholik dengan payah jantung kiri atau kanan dengan
distensi pembuluh balik leher, nadi lemah dan edema perifer. Bila korban meninggal, pada jantung
mungkin dijumpai hipertrofi kedua ventrikel, fibrosis endokard dengan tanda trombi mural pada otot
jantung. Histologik akan dijumpai fibrosis interstisial, hipertrofi, vakuolisasi dan edema serat-serat
otot jantung.
Sistem muskuloskelet. Dapat ditemukan miopati alkoholik. Histologik dijumpai atrofi serat
dan perlemakan jaringan otot.
Sistem saraf. Dapat dijumpai polineuritis atau neropati perifer akibat degenerasi serabut saraf
dan mielin. Selain itu mungkin pula terjadi sindroma Marchiafava-Bignami dengan kerusakan
terutama pada korpun kalosum, komusra anterior, traktus optikus, massa putih subkortikal dan
pendunkulus serebeli.

Pada alkoholisme kronik sering terjadi gangguan nutrisi akibat kebiasaan makan yang kurang
baik sehingga timbul kelainan engan gejala-gejala seperti defisiensi vitamin b1 (beriberi), asam
nikotintat, riboflavin dan vitamin B6.
Sebab dan mekanisme kematian
Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati dan ruptur varises
esofagus akibat hipertensi portal. Selain itu daapt disebabkan secara sekunder oleh pnemonnia dan
tbc.
Peminum alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan meninggal. Pada autopsi daapt
ditemukan memar pada korteks serebri, hematoma subdral akut dan kronik.
Depresi pusat pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak > 450 mg%. Pada kadar 500-600 mg
% dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam.
Pemeriksaan kedokteran forensik
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal.
Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkjohol darah, baik melalui pemeriksaan
udara pernapasan ataun urin, maupun langsung dari darah vena.
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas. Mungkin ditemukan gejala-gejala
yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer,
berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda
inflamasi tapi kadang-kadang tidak ada kelainan.
Organ-organ termaksuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan histopatologik
dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak
keruh pada bagian paernkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.
Pada kasus keraunan kronik yang meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis
interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat, gambaran
seran lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Scheneider melaporkan mipoati alkoholik akut dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh
nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.
Laboratorium
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi
dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Untuk korban meninggal, sebagai pilihan kedua dapat
diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinalis.
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah
hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi
dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan
toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau femoralis)
Salahs atu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah atau urin yang cukup
sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),sebagai berikut:

Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan melarutkan
3.70 gm Kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus
diaduk. Encerkan dengan 500 ml akuades.
Sebarkan 1 ml darah atauurin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1
ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah/urin bercampur dengan
larutan karbonat.
Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati
perubahan warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatip. Perubahan warna kuning kehijauan
menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna hijau kekuningan sekitar 300 mg%.
Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum menunjukkan kadar alkohol
darah pada saat kejadian. Hal ini akibatdari pengambilan darah yang dilakukan beberapa saat setelah
kejadian, sehingga perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian harus dilakukan. Meskipun
kecepaatn eleminasi kira-kira 14-15 mg%, namun dalam perhitungan harus juga dipertimbangkan
kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalahan perkiraan kecepatan eleminasi. Gruner (1975)
mengajurkan angka 10 mg% perjam yang digunakan dalam perhitungan. Sebagaicontoh, bila
ditemukan kadar alkohol darah 50 mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan
angka 80 mg% pada saat kejadian.

Keracunan Arsen
Senyawa arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain, dan
tidaklah mustahil dapat ditemukan khusus peracunan dengan Arsen di masa sekarang ini. Di
samping itu, keracunan Arsen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam industri
dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi dengan
Arsen.
Berdasarkan farmako kinetiknya, arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
inhalasi (pada debu arsen dan arsin) dan melalui kulit. Setelah diabsorpsi melalui mukosa
usus, arsen kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit dan tulang. Pada keracunan kronik,
arsen juga ditimbu dalam jaringan-jaringan lain, misalnya kuku dan rambut yang banyak
mengandung keratin yang mengandung disulfida. Ekskresi terjadi dengan lambat melalui
feses dan urin sehingga dapat terjadi akumulasi dalam tubuh.
Tanda dan Gejala Keracunan
Keracunan akut

Timbul gejala gastro-intestinal hebat. Mula-mula terasa terbakar di daerah tenggorok


dengan rasa logam pada mulut, diikuti mual dan muntah-muntah hebat. Isi lambung dan
bahkan duodenum dapat ke luar, muntahan dapat mengandung bubuk berwarna putih
(As2O3), kadang-kadang sedikit berdarah.
Kemudian terjadi nyeri epigastrium yang cepat menjalar ke seluruh perut hingga nyeri
pada perabaan, diare hebat. Kadang-kadang terlihat bubuk putih pada kotoran yang dapat
tampak seperti air cucian beras dengan jalur darah. Muntah dan berak hebat dapat berhenti
spontan untuk kemudian timbul lagi. Akhirnya terjadi syok dan dehidrasi. Arsen juga
memperlemah kerja jantung dan mempengaruhi endotel kapiler yang mengakibatkan dilatasi
kapiler sehingga menyebabkan syok bertambah berat. Kematian dapat terjadi sebagai akibat
dehidrasi jaringan dan syok hipovolemik yang terjadi.
Keracunan kronik
Pada keracunan kronik, korban tampak lemah, melanosis arsenic berupa pigmentasi
kulit yang berwarna kuning coklat, lebih jelas pada daerah fleksor, putting susu dan perut
sebelah bawah serta aksila. Rambut tumbuh jarang.
Pigmentasi berbintik-bintik halus berwarna coklat, umumnya terlihat pada pelipis,
kelopak mata dan leher yang menyerupai pigmentasi pada penyakit Addison tetapi mukosa
mulut tidak terkena. Dapat pula menyerupai pitiriasis rosea dalam gambaran dan distribusi,
tetap menetap. Keratosis dapat ditemukan pada telapak tangan dan kaki.
Gejala-gejala lain yang tidak khas seperti malaise, berat badan menurun, mata berair,
fotofobi, pilek kronis, mulut kering, lidah menunjukkan bulu-bulu halus berwarna putih perak
di atas jaringan berwarna merah.
Gejala neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula rasa tebal dan kesemutan pada
tangan dan kaki, kemudian terjadi kelemahan otot, tidak stabil, kejang otot (kram) pada
malam hari.
Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Korban mati keracunan akut
Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi.

Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna


merah, kadang-kadang dengan perdarahan. Iritasi lambung dapat menyebabkan produksi
musin yang menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel arsen dapat tertahan.
Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum. Histopatologik jantung
menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya
dapat mengalami degenerasi bengkak keruh.
Pada korban meninggal perlu diambil semua organ, darah, urin, isi usus, isi lambung,
rambut, kuku, kulit dan tulang. Pada korban hidup bahan-bahan yang perlu diambil untuk
pemeriksaan adalah muntahan, urin, tinja, bilas lambug, darah, rambut dan kuku.
Korban mati akibat keracunan kronik
Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi
coklat (melanosis arsenik), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik). Kuku
memperlihatkan garis-garis putih pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku. Temuan
pada pemeriksaan dalam tidak khas.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kasus keracunan arsen, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat.
Dalam urin, arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum, dan dapat terus
ditemukan hingga 10-12 hari.
Pada keracunan kronik, arsen diekskresikan tidak terus menerus tergantung pada intake.
Titik-titik basofil pada eritrosit dan leukosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi,
menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji Kopro-porfirin urin aka
memberikan hasil positif. Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi dan infeksi.
Pemeriksaan Toksikologik
Uji Reinsch: berdasarkan Hukum Deret Volta, unsure yang letaknya di sebelah kanan akan
mengendap bila ada unsure yang letaknya lebih kiri dalam larutan tersebut. Letak As dakam
deret adalah lebih kanan daripada Cu.
10 cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3

Celupkan batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk endapan kelabu sampai hitam
dari AS pada permukaan batang tembaga tersebut.
Uji Gutzeit: noda coklat sampai hitam pada kertas saring.
Uji Marsh: Zat + HCl + Zn (logam) --- cermin As.
Fisika: As menunjukkan nyala api yang khas.

6.
1.
2.
3.

Interpretasi Temuan
Ditemukan bahwa pada wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar
Pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk dua garis sejajar
Di daerah paha disekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar

berukuran diameter kira-kira 1 cm.


4. Di ujung penis terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik
5. Terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang
yang membentuk sudut ke atas.
6. Ditemukan resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan yang tipis di bawah
selaput keras otak, sembab otak besar
7. Tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher
sisi kiri, terdapat patah ujung rawan gondok sisi kiri
8. Sedikit busa halus di dalam saluran napas, dan sedikit bintik-bintik perdarahan di
permukaan kedua paru dan jantung
9. Tidak terdapat patah tulang
Asuransi Jiwa dan Riwayat Medis
a. Definisi Klaim
Klaim adalah tuntutan yang diajukan Pemegang Polis atau Ahli Waris terhadap pelayanan
atau janji yang diberikan penanggung pada saat kontrak asuransi jiwa dibuat.Ketika klaim
muncul, penanggung harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tertera dalam
polis yaitu, membayar klaim, setelah merasa puas bahwa seluruh syarat dan ketentuan
untuk penyelesaian klaim telah dilengkapi.
b. Tata Cara Pengajuan Klaim
1. Secara Umum

Klaim adalah suatu tuntutan atas suatu hak, yang timbul karena persyaratan dalam
perjanjian yang ditentukan sebelumnya telah dipenuhi.
2. Secara Khusus
Klaim Asuransi Jiwa adalah suatu tuntutan dari pihak Pemegang polis/ yang ditunjuk
kepada pihak Asuransi, atas sejumlah pembayaran Uang Pertanggungan (UP) atau
Nilai Tunai yang timbul karena syarat-syarat dalam perjanjian asuransinya telah
dipenuhi.
c. Penyebab Terjadinya Klaim
1. Tertanggung meninggal dunia
2. Pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan perjanjian
asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai.
3. Perjanjian asuransi sudah berakhir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam
polis dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam keadaan lapse
tetapi telah mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi)
4. Tertanggung mendapat kecelakaan
5. Tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau rawat jalan.
d. Jenis Klaim
1. Klaim Meninggal Dunia
Timbul jika tertanggung atau peserta yang tercantum dalam polis meninggal dunia,
sedang polisnya dalam keadaan berlaku (inforce).
2. Klaim Penebusan
Timbul jika polis sudah mempunyai nilai tunai, sedang pemegang polis memutuskan
perjanjian asuransinya.
3. Klaim Habis Kontrak
Timbul jika jangka waktu perjanjian asuransi sudah berakhir, sedang polisnya dalam
keadaan inforce (premi telah dibayar sampai jangka waktu kontrak).
4. Klaim Kecelakaan
Timbul akibat peserta mendapatkan kecelakaan dan polisnya masih inforce.
5. Klaim (Asuransi Rawat Inap dan Pembedahan) + Rawat jalan
Timbul akibat peserta menderita suatu penyakit dan perlu diopname atau cukup hanya
dengan rawat jalan saja.
e. Pemberitahuan Klaim Kematian
Klaim kematian dapat dibayarkan hanya ketika tertanggung meninggal dalam jangka
waktu kontrak polis. Karena hak untuk melakukan klaim muncul hanya setelah kematian
tertanggung, kematiannya harus diberitahukan kepada penanggung oleh ahli waris yang
ditunjuk, keluarga atau atasannya didukung dengan data-data. Pemberitahuan tersebut
harus mencakup data-data pendukung sebagai berikut:
1. Nomor polis;
2. Nama;

3.
4.
5.
6.

Tanggal kematian
Penyebab kematian;
Hubungan dengan tertanggung
Keterangan kematian dari instansi yang terkait, misalnya KBRI, Rumah Sakit dan
Polisi

Bahkan pada waktu tertentu, penanggung dapat mengambil inisiatif untuk memproses klaim
atas informasi yang diterima dari:
a. Berita Kematian;
b. Agen Asuransi;
c. Berita Koran atas terjadinya kecelakaan;

Daftar Pustaka
1. Yandi, Fahriza,Riana,Elly. Buku roman forensic,Identifikasi Forensik, Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Lambung Mangkurat ; JuliAgustus 2009;hal. 15-22.
2. Syaulia Andirezek. Romans forensic, Edisi 20.
3. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997; Hal . 1-54.
4. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran, Bagian Kedokteran Forensik
FKUI ;1994; hal. 1-25.
5. Budiyanto A,Widiatmaka W,Sudiono S ,dkk. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi pertama

cetakan kedua.Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1997.hal.37-64.

Anda mungkin juga menyukai