Leonardo 10.2012.017
Evalin Aldora Tasane 10.2012.053
Livia Kurniawan - 10.2012.097
Yohana Mayke - 10.2012.216
Jovianto Reynold Andika Hidayat - 10.2012.313
Natashya Risa Pramana - 10.2012.370
Ericko Gilrandy Sanjaya - 10.2012.462
Nik Nur Nabila - 10.2012.506
Pendahuluan
Ilmu kedokteran forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah
satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan dari ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta keadilan. Semakin hari ilmu
kedokteran forensik semakin berkembang sehingga dalam menentukan penyebab kematian
dari korban menjadi lebih mudah. Dalam perkembangannya lebih lanjut, ternyata ilmu
kedokteran forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan penegakkan hukum dan
keadilan dilingkup pengadilan saja, tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan
bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil, baik
pihak yang diasuransi maupun pihak yang mengasuransi, dalam membantu pemecahan
masalah paternitas (penemuan ke-ayah-an), membantu upaya keselamatan kerja dalam bidang
industri dan otomotif
Skenario
Suatu hari anda didatangi penyidik dan diminta untuk membantu mereka dalam
memeriksa suatu tempat kejadian perkara (TKP). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah
rumah yang cukup besar milik seorang pengusaha dan istrinya ditemukan meninggal dunia di
dalam kamarnya yang terkunci di dalam. Anaknya yang pertama kali mencurigai hal itu
(pukul 8.00) karena si ayah yang biasanya bagun untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari
kamarnya. Ia bersama dengan pak ketua RT melaporkannya kepada polisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tiduran
di tempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda-tanda perkelahian di ruang
tersebut, segalanya masih tertata rapi sebagaimana biasa, tutur anaknya .Dari pengamatan
sementara tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hilang
.Salah seorang penyidik ditelpon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si
pengusaha berkaitan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut
Pembahasan
1. Identifikasi Jenazah1,2
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik
merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan
forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan massal,
bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh
manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukannya orang tuanya.
Tujuan dari identifikasi forensik adalah:
harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun
teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain,
juga terhadap tubuh mayat itu sendiri.
Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat mungkin, pemeriksaan harus
mengikuti suatu sistimatika yaitu mulai dengan :
1. Label mayat.
Mayat laki-laki yang dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik diberi label dari
pihak kepolisian, merupakan sehelai label berwarna merah muda dengan materai lak merah
terikat pada ibu jari kaki kanan. Adalah kebiasaan yang baik, bila dokter pemeriksa dapat
meminta keluarga terdekat dan mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan/pemastian
identitas.
2. Tutup mayat.
Mayat seringkali dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu.
Jenis/bahan, warna serta corak dari penutup ini dicatat. Bila terdapat pengotoran pada
penutup, catat pula letak pengotoran serta jenis/bahan pengotoran tersebut.
3. Bungkus mayat.
b. Identifikasi sekunder :
Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi sekunder tidak dapat berdiri
sendiri dan perlu didukung kriteria identifikasi yang lain. Identifikasi sekunder terdiri atas
cara sederhana dan cara ilmiah. Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan
memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. Cara ilmiah yaitu
melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.
Ada beberapa cara identifikasi yang biasa dilakukan, yaitu:
1) Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.
Pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi akurasinya dalam
penentuan identitas seseorang, oleh karena tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang
sama.
2) Metode visual
Metode ini dilakukan dengan cara keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama
wajah). Oleh karena metode ini hanya efektif pada jenazah yang masih utuh (belum
membusuk), maka tingkat akurasi dari pemeriksaan ini kurang baik.
3) Pemeriksaan dokumen
Metode ini dilakukan dengan dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, kartu
golongan darah, paspor dan lain-lain) yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang
dikenakan. Namun perlu diingat bahwa dalam kecelakaan massal, dokumen yang terdapat
dalam saku, tas atau dompet pada jenazah belum tentu milik jenazah yang bersangkutan.
4) Pengamatan pakaian dan perhiasan
Metode ini dilakukan dengan memeriksa pakaian dan perhiasan yang dikenakan
jenzah. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui merek, ukuran, inisial nama pemilik, badge,
yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada
jenazah. Untuk kepentingan lebih lanjut, pakaian atau perhiasan yang telah diperiksa,
sebaiknya disimpan dan didokumentsikan dalam bentuk foto.
5) Identifikasi medik
Metode ini dilakukan dengan menggunakan data pemeriksaan fisik secara
keseluruhan, meliputi tinggi dan berat badan, jenis kelamin, warna rambut, warna tirai mata,
adanya luka bekas operasi, tato, cacat atau kelainan khusus dan sebagainya. Metode ini
memiliki akurasi yang tinggi, oleh karena dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan
berbagai cara atau modifikasi.
6) Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi yang dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan manual, sinar x, cetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat
data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Bentuk gigi dan
rahang merupakan ciri khusus dari seseorang, sedemikian khususnya sehingga dapat
dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada dua orang yang berbeda, bahkan
kembar identik sekalipun.
7) Serologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan golongan darah yang diambil baik dari
tubuh korban atau pelaku, maupun bercak darah yang terdapat di tempat kejadian perkara.
Ada dua tipe orang dalam menentukan golongan darah, yaitu:
Sekretor
: golongan darah dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani dan cairan
tubuh.
Non-sekretor : golongan darah hanya dari dapat ditentukan dari pemeriksaan darah.
8) Metode ekslusi
Metode ini digunakan pada identifikasi kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah
orang yang dapat diketahui identitasnya. Bila sebagian besar korban telah dipastikan
identitasnya dengan menggunakan metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban
tidak dapat ditentukan dengan metode tersebut di atas, maka sisa diidentifikasi menurut daftar
penumpang.
pula tanda kekerasan pada tulang serta keadaan kekeringan tulang untuk memperkirakan saat
kematian.
Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana untuk
c
d
e
mempersiapkannya.
Benda yang dipergunakan untuk menghalangi penyidikan tindak pidana.
Benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan.1
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus
oleh undang undang dengan pangkat serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua,
sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah rendahnya Sersan Dua dalam PP yang
sama disebutkan bahwa bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil, maka
kepangkatannya adalah serendah rendahnya golongan II/b untuk penyidik dan II/a untuk
penyidik pembantu. Bila disuatu kepolisian sector tidak ada pejabat penyidik seperti diatas,
maka Kepala Kepolisian sector yang berpangkat Bintara dibawah pembantu letnan dua
dikategorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya ( PP 27 th 1983 pasal 2 ayat(2)
Pasal 134 KUHAP
1
Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban
Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menrangkan sejelas jelasnya tentang
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah
yang lain.1
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a
berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu
surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan
surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya
surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.1
Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau
seseorang
yang
memiliki
keahlian
khusus
guna
memberikan
keterangan
yang
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.1
3. Prosedur Medikolegal3,4
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur identifikasi jenasa
h adalah :
A. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP pasal
133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani seorang
korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
merupakan
kepada
ahli
sebagai
Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
- Pertunjuk
- Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
o Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
Pasal 180 KUHAP
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)
dengan
sengaja
mencegah,
menghalang-halangi
atau
mencegah,
menghalang-halangi
atau
lamanya 6 bulan.
Pasal 522 KUHP
o Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau
jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 2 PP No 18/1981
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
o Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat
setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum
dapat ditentukan dengan pasti;
o Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila
diduga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang
lain atau masyarakat sekitarnya.
o Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam
jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga
terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.
Pasal 70 UU Kesehatan (2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma
yang berlaku dalam masyarakat.
,dilakukan
pengumpulan
barang
bukti
.Kumpulkan
obat-obatan
dan
pembungkusnya .Muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples
.periksa adanya etiket dari apotik dan jangan lupa untuk memeriksa tempat sampah .Pada
pemeriksaan luar ,yang harus dilakukan adalah mengenalpasti bau sekeliling ,melakukan
penekanan dada mayat dan menentukan apakah ada bau-bau yang tidak biasa keluar dari
hidung atau mulut .Terus dilihat dan dicatat pakaian ,lebam mayat ,adanya kelainan di tempat
masuknya racun ,perubahan kulit ,kuku ,rambut dan sklera .2,3
5. Pemeriksaan Medis
5.1 Thanatologi
Tanda-tanda kematian serta mekanisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Dengan demikian tandatanda kematian dapat dinyatakan :
1 Tanda dini kematian :
- Berhentinya sirkulasi darah
Dengan berhentinya jantung berdenyut maka aliran darah dalam arteri juga
berhenti. Denyut nadi tidak dapat lagi diraba dan pada auskultasi juga tidak dapat
didengar bunyi jantung, penilaian 15 menit.
-
Berhentinya pernafasan
Henti nafas akan terjadi menyusul kematian. Hal ini dapat dibuktikan dengan
tidak adanya suara nafas pada bagian dada. Biasanya untuk memastikan
berhentinya fungsi pernfasan cukup hanya dengan auskultasi pada bagian dada,
pada umumnya adalah merah-ungu. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan
karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).
-
Mumifikasi
Merupakan suatu proses pembusukkan yang lambat. Mumifikasi dapat terjadi bila
keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan dengan cepat sehingga dapat
menghentikan proses pembusukan. Apabila setelah kematian terjadi sekresi cairan
tubuh dari badan dalam suatu lingkungan panas dan adanya aliran udara maka
jaringan tubuh akan mengering, menjadi keras dan berwarna lebih gelap. Jaringan
Cara sederhana yang cukup memuaskan dalam memperkirakan saat kematian adalah :
1
Lebam mayat timbul setelah 15-30 menit, lebam mayat sebelum mayat kurang
3
4
5
5 .2 TOKSIKOLOGI
Definisi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejalagejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban
meninggal.
Pengertian racun
racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila
masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya
kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan
kematian.
Penggolongan
Berdasarkan sumber dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan: opium
(dari papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari aspergilus niger), berasal dari
hewan: bisa toksin ular/ laba-laba/ hewan laut, mineral: arsen, timah hitam atau sintetik:
heroin
Berdasarkan tempat dimana racun-racun tersebut mudah didapat, maka racun dapat
dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
1
nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan
oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari
perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.
2
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada
susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam
karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak (Nawawi, 1989).
- Arsen
- Garam Pb
Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan:
Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain,
berturut-turut adalah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan
paling lambat ialah melalui kulit yang sehat
Umur
Kecuali utuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitif
misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena ekskresi
melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup
Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita
demam dan penyakit lambung, absorpsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan
kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong
Kebiasaan
Sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin sebab daapat terjadi toleransi
tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu ketika dihentikan maka toleransi akan
menurun lagi
Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain
Pengaruh langsung racun tergantung kuat pada takaran. Makin tinggi takaran akan makin
cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bekerja secara lokal,
misalnya asalm sulfat. Struktur kimia, misalnya calomel (Hg2cl2) jarang menimbulkan
keracunan sedangkan Hg sendiri dapat menyebabkan kematian. Morfin dan nalorfin yang
mempunyai strruktur kimia hampir sama merupakan antagonis. Terjadi addisi antara
alkohol dan barbiturat atau alkohol dan morfin. Dapat pula terjadi sinergisme yang seperti
addisi tetapi lebih kuat. Addisi dan sinergisme yang seperti addisi tetapi lebih kuat. Addisi
dan sinergisme sangat penting dalam masalah medikolegal.
Waktu pemberian
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorpsi terjadi lebih baik sehingga
efek akan timbul lebih cepat. Jangan pemberian untuk waktu lama (kronik) atau waktu
singkat/sesaat
Prinsip pengobatan
Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama berdasarkan cara masuk racun ke dalam
tubuh.
Bila racun ditelan keluakan racun tersebut sebanyak mungkin dengan jalan memuntahkan
(dengan merangsang dinding faring atau pemberian emetik)
Tetapi jika kesadran sangat menurun atau racun bersifat korosif atau racun terlarut dalam
minyak, mak usaha untuk memuntahkan merupakan indikasi kontra.
Aspirasi dan bilas lambung merupakan indikasi untuk mengeluarkan racun nonkorosif dan
racun yang menekan susunan saraf pusat. Untuk ini diberikan air hangat atau garam
lemah. Dapat juga diberikan norit.
Pemberian pencahar misalnya natrium sulfat 30 g dalam 200 cc air. Mempercepat ekskresi
dengan dialisis (pemberian diuretik merupakan indikasi kontra). Dapat pula dengan
pemberian antidotum spesifik, pada keracunan morfin diberikan nalorfin atau naloxon
(keduanya bersifat antagonis terhadap morfin, tetapi nalorfin kadang-kadang juga dapat
bersifat agonis sedangkan naloxon murni antagonis)
Demulcen dalam bentuk pemberian putih telur sebanyak 3 butir yang dilarutkan dalam
500 cc air/susu dengan maksud untuk menghambat absorbsi
Pengobatan simptomatik dan suportif perlu dipertimbangkan tergantung dari gejala yang
timbul. Jika terdapat gejala berupa kejang jangan diberikan barbiturat tetapi sebaiknya
benzodiazepam.
Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari ruangan agar terhindar dari
inhalasi lebih lanjut. Bila secara parenteral pertimbangkan untuk pemasangan torniquet.
Bila masuk melalui kulit atau mengenai mata, bersihkan dengan air ledeng mengalir,
jangan dengan bahan kimia.
Kriteria diagnostik
Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun
penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang bukti.
Yang terpenting pada penegakkan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan racun/sisa
racun dalam tubuh/ cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta
terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang
sesuai dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut
benar-benar kontak dengan racun.
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah keterangan tanteng
racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan daapt
dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Pemeriksaan kedokteran forensik
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus yang sampai saat
sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadapt kemungkinan keracunan. Harus
dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pmeriksaan setempat terdapat
kecurigaan lazim ditemukan apda keracunan dengan zat tertentu misalnya lebam mayat yang
tidak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung
(keracunan morfin), bau amandel (keracunan CN) atau bau kutu busuk (keracunan malation)
serta bila pada autopsi tak ditemukan penyebab kematian (negative autopsy)
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penting yaitu: pemeriksaan di tempat kejadian, autopsi, dan analisis toksikologik.
Pengambilan bahan pemeriksaan toksikologi
1
Darah
Darah jantung diambil secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri masingmasing sebanyak 60ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis,
2
Hati
Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi.
Organ ini mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan racun-racun sehingga kadar
tempat suntikan), darah yang menandakan racun beredar secara sistemik, dan tempat
keluarnya racun (urin, empedu).
Keracunan karbon monoksida
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dilusi alkali. Darah yang
mengandung COHb tidak akan berubah warna untuk beberapa waktu tergantung pada
konsentrasi COHb, karena COHb bersifat lebih resiten terhadap pengaruh alkali. COHb
dengan kadar saturasi 20 % memberi warna merah muda yang bertahan selama beberapa
detik dan setelah 1 menit baru berubah menjadi coklat kehijauan.
Dapat juga dilakukan uji formalin. Bila darah mengandung COHb 25 % saturasi maka
akan terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin
tinggi kadar COHb semakin merah warna koagulatnya.
Pemeriksaan adanya COHb dalam darah juga dapat melalui penentuan secara
spektroskopis. Pemeriksaan kuantitatif CO dapat dilakukan dengan cara Getler-Freimuth,
spektrofotometrik maupun kromatografi gas. Cara Getler-Freimuth menggunakan prinsip
sebagai berikut:
darah + kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Padalium akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna hitam.
Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut dengan warna hitam yang diperoleh
dari pemeriksaan terhadap darah dengan kadar COhb yang diketahui maka dapat ditentukan
konsentrasi COHb secara kuantitatif.
Cara spektrofotometrik adalah cara yang paling baik untuk melakukan analisis CO
pada korban hidup karena dapat ditentukan konsentrasi COhb : OxyHb. Cara kromatografi
gas banyak dipakai untuk mengukur kadar CO dari sampel darah mayat.
Keracunan Timbel
Sumber
Plumbum atau timbel (timah hitam ) terdapat dimana-mana , dalam jumlah besar dalam
badan accu/ batterai . Pada masa lampau sering terjadi karacunan Pb karena accu dibakar
untuk menghangatkan ruangan.
Menurut WHO air minum maksimum boleh mengandung Pb 40 ug/L .Sedangkan dalam
udara normal kadarnya 2-3 ug/m3 dan TLV nya adalah 0-2 yg/m3 udara , 40 jam per minggu .
Farmakokinetik
Timah hitam dapat di absorbs melalui berbagai cara . Saluran cerna mengabsorbsi Pb
sebanyak 5-10% dari yang ditelan , sedangkan lambung tidak mengabsorbsi . Saluran nafas
mengabsorbsi 30-50% Pb yang diinhalasi , mekanisme tidak diketahui .
Pb organic dapat melewati kulit yang utuh sedangkan Pb anorganik tidak . Selain itu Pb juga
dapat diserap melalui jaringan ikat dan otot , sehingga bila anak peluru tertinggal dalam
tubuh maka akan dapat menimbulkan keracunan kronik .
Setelah diabsorbsi , Pb diikat oleh sel darah merah sebanyak 95% , selebihnya diikat oleh
protein serum , sehingga pemeriksaan penentuan adanya Pb harus dilakukan terhadap darah
penuh . Bila terdapat anemia , harus dikoreksi packed cell-nya dan dikembalikan ke harga
normal
Pb didistribusi ke jaringan lunak seperti ginjal , hati ,otak , dan otot. Kemudian terjadi
redistribusi ke jaringan keras yaitu tulang panjang dan gepeng , ra,but dan gigi , sedangkan di
dalam darah hanya tersisa kira-kira 1 %
Pb disimpan dalam bentuk tri-lead-phospate yang inaktif sehuingga merupakan
detoksikasi temporer , meskipun masih selalu ada pertukaran kecil antara tulang dan jaringan
lunak .90 % Pb terdapat pada tulang , tetapi pada keadaan tertentu , seperti infeksi saluran
nafas bagian atas , stress fisik dan mental , minum alcohol , dan asidosis , akan terjadi
mobilisasi yang lebih besar , Pb dilepas ke dalam darah sehingga timbul gejala-gejala .Hal
inilah yang menjelaskan mengapa pada keracunan kronik gejalanya hilang timbul .
Farmakodinamik
Penelanan Pb karbonat 20 g atau Pb asetat 20-30 g akan mengakibatkan keracunan akut .
Sedangkan jika menelan 2 mg sehari selama beberapa minggu akan terjadi keracunan
kronik .Dalam air minum , maksimum hanya boleh terdapat 0,1 ppm , dalam makanan
maksimum 7 ppm , dalam udara maksimum 0,2 ppm .
Keracunan akan menyebabkan spasme arteriol , spasme otot polos usus, ureter ,uterus ,
hambatan pembentukan heme , gangguan fungsi tubuli ginjal dan gangguan fungsi susunan
saraf pusat .
Akibat spasme arteriol , muka akan pucat tetapi tidak sesuai dengan derajat anemianya .
Gangguan berupa spasme otot polos usus akan menimbulkan kolik ,demikian pula dengan
ureter.Anemi akan. Timbul karena gangguan pembentukan heme ,hal ini karena Pb
mempunya afinitas yang kuat untuk mengikat S ,sehingga akan mengikat diri pada gugus
SH yaitu enzim-enzim yang berperan pada pembentukan heme seperti d-amino asam
levulinat dehidratase ,dan heme sintetase .Pembentukan heme terganggu menyebabkan
timbulnya anemia hipokrom mikrositik
Pb juga mengurangi umur eritrosit , dengan menghambat ATP-ase yang berperan
dalam pengaturan keseimbangan kation intra dan ekstra seluler . Syarat agar eritrosit dapat
bertahan lama ialah banyak ion K+ dan sedikit Na+ di dalam eritrosit .Untuk menahan K+
diperlukan oksidasi fosforilasi yang memerlukan ATP-ase .Pada keracunan hebat dapat terjadi
hemolysis
Dalam ginjal terjadi gangguan fungsi reabsorbsi pada tubuli ginjal sehingga timbul
glukosuri ,asam amino-uri ,fosfaturi .Gangguan ini timbul melalui hambatan ATP-ase .
Pada SSP terjadi gangguan terhadap MAO sehingga timbul edema serebri difus ,
edema perivaskuler , perdarahan ,nekrosis kecil-kecil ,degenerasi sel syaraf , dan
pembengkakan sel endotel .Dapat pula timbul ensefalopati Pb yang ireversibel .
Tanda dan Gejala Keracunan
Pada keracunan akut , korban akan merasa sepat ( rasa logam ) , muntah-muntah
berwarna putih karena adanya Pb klorida . Diare dengan feses yang hitam akibat adanya
PbS . Kedua hal ini dapat menyebabkan dehidrasi .Terjadi pula nyeri perut karena iritasi , dan
ini dapat ditolong dengan morfin . Syok ,hemolysis akut , hemoglobinuri ,oliguria , parestesi .
Biasanya kematian terjadi akibat syok dan dehidrasi .
Pada keracunan kronik , korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi
,karena pucat timbul sebagai akibat spasme arteriol di bawah kulit .Rasa logam pada mulut
,anoreksia ,obstipasi ,kadang-kadang diare.
Pada keracunan akut terdapat deposit Pb di tulang .Pada gusi yang berdekatan dengan
gigi terdapat garis Pb atau Burtonian line ,berwarna kelabu atau kebiru-biruan akibat deposisi
Pb dalam sel-sel perifer periodontal .Garis Pb ini tidak selalu ditemukan , biasanya ditemukan
pada orang dengan higina mulut yang buruk .
Jika pemaparan per-inhalasi periodik maka akan didapatkan keracunan Pb , dan pada
foto toraks akan terlihat bercak-bercak pada saluran nafas .Penimbunan pada tulang baru
terlihat setelah 3 bulan inhalasi atau 6 bulan setelah melalui oral .
Kematian pada keracunan Pb terjadi akibat malnutrisi dan infeksi .
Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Diagnosis keracunan Pb pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala
keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin . Pemeriksaan radiologi juga dapat
menolong .
Pada orang yang mati pada keracunan akut ditemukan tanda-tanda dehidrasi ,lambung
mengerut ( spastis) , hiperemi , isis lambung berwarna putih .Usus spastis dan feses berwarna
hitam . Jika orang meninggal karena keracunan kronik , maka didapatkan tubuh sangat krurs,
pucat , terdapat garis Pb , ikterik , gastritis kronik , dan pada usus didapatkan bercak-bercak
hitam .Atrofi otot lengan dan tungkai sering dijumpai .Bila terdapat ensefalopati , dijumpai
edema otak dan titik-titik perdrahan .Ginjal menunjukkan tanda-tanda tubular nekrosis ,
korteks menebal , dan hiperemi . Mikroskopik terlihat sel tubuli menunjukkan degenerasi
sitoplasma ,jisim inklusi (inclusion bodies ) dalam inti yang juga timbul akibat keracunan Bi .
Jisim ini juga ditemuka pada sel-sel hati .
Lambung menunjukkan gastritis kronik akibat iritasi (bila Pb peroral ) dan pigmentasi
pada usus .Bila tulang pangjang dipotong tampak garis Pb yang lebih pucat dari sekitarnya
.Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulan ,ginjal ,hati ,dan otak sehingga bahan pemeriksaan
diambil dari organ-organ tersebut .
Pemeriksaan Laboratorium
Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 ug/100ml .Bila lebih dari 70ug/100ml
berarti ada pemaparan abnormal .Bila lebih dari 100 ug/100ml berarti telah terjadi keracunan.
Dalam urin kadar Pb normal 0,5 ug / 100 ml .Pemaparan abnormal bila sama atau
lebih besar dari 8 ug/100ml ,sedang keracunan bila sama atau lebih besar dari 20 ug /
100ml .Pada keracunan didapatkan pula kadar koproporfirin 80 ug /100ml mg kreatinin , dan
d-ALA 2 mg/100mg kreatinin .
Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan untuk skrining
masal .
Alkohol
Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan keracunan.
Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan, kemampuan untuk menduga
jarak dan keterampilan mengemudi sehungga cendrung menimbulkan kecelakaan lalu-lintas di jalan,
pabrik, dan sebagainya. Penurunan kemampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya kapastas untuk
berfikir kritis mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan,
penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri.
Sumber
`
Alkohol terdapat dalam berbagai minuman seperti whisky, brandy, rum, vodka, gin
(mengandung 45% alkohol); wines (10-20%); beer dan ale (48%). Alkohol (etanol) sintetik seperti air
tape, tuak dan brem, dihasilkan dari peragian secara kimia dan fisiologik. Bau alkohol murni dapat
tercium di udara bila mencapai 4,5-10 ppm.
Farmakokinetik
Alkohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung. Sebagian besar
(80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di kolon. Kecepatan absorpsi bergantung
kepada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang diminum, serta vaskularisasi, motilitas
dan pengisian lambung dan usus halus. Bila konsentrasi optimal alkohol diminum dan masuk ke
dalam lambung kosong, kadar puncak dalam darah tercapai 30-90 menit sesudahnya. Alkohol mudah
berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air jaringan tersebut, semakin hidrofil
jaringan semakin tinggi kadarnya. Biasanya dalam 12 jam sudah tercapai keseimbangan kadar alkohol
dalam darah, usus dan jaringan lunak. Konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar dari pada dalam
darah.
90% alkohol yang dikonsumsi akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh
enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan ko enzim nikotinamidadenindinukleotida (NAD) menjadi
aseltadehida dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat.
Asam asetat dioksidasi menjadi C02 dan H2O.
Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida (metabolit dari levulosa) dan alanina akan
mempercepat metabolisme alkohol.
Sebenarnya di dalam tubuh ditemukan juga mekanisme pemecahan alkohol yang lain, yaitu
hidrogen peroksida katalase dan sistem oksidasi etanol mikrosomal, namun kurang berperan.
Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan yang sangat bervariasi (1220 mg% perjam), biasanya penurunan kadar tersebut dianggap rata-rata sebesar 15 mg% (Knight,
1987) atau 14 mg% (Freudenberg, 1966) setiap jam.
Pada alkoholik kronik, yang telah dipercepat metabolismenya, eleminasi alkohol dapat
mencapai 40 mg% perjam.
10% alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin, keringat dan
udara napas. Dari jumlah ini, sebagian besar dikeluarkan melalui urin (90%).
Konsentrasi dalam urin 1.2-1.3 kali lebih besar dari darah. Konsentrasi ini harus diperoleh
dari urin yang keluar dari ginjal setelah minum alkohol, sehingga pemeriksaan kadar alkohol urin
harus didahului pengosongan kandung kemih. Dua liter udara alveolar mengandung alkohol yang
sesuai dengan dalam 1 ml darah. Peneliti lain mengatakan bahwa konsentrasi alkohol 1 mg% dalam
darah sebanding dengan kadar 0.43 mg% dalam udara napas (suhu 37 derajat celcius).
Pada proses oksidasi alkohol , banyak dilepas hidrogen, yang menyebabkan deposit lemak
dalam hati meningkat, sebaliknya hati akan berusaha mengeluarkan kelebihan lemak dengan
meningkatkan sekresi lipoprotein ke dalam darah. Sehingga pada para pecandu alkohol akan di
didapatkan hiperlipemi lebih hebat. Ziese melaporkan sindrom yang terdiri dari ikterus,
hiperlipemidan anemia hemolitik bersamaan dengan perlemakan hati alkoholik dan sirosis.
Para peneliti menemukan adanya polimorfisme baik pada enzim ADH maupun ALDH. Pada
30-50% populasi orang oriental (termasuk Indonesia) terdapat defisiensi isozim ALDH1, sehingga
pada individu tersebut metabolisme asetaldehida berjalan lambat dan mengakibatkan terjadinya
penumpukkan asetaldehida. Hal ini akan menimbulkan gejala mabok seperti muka kemerahan,
takikardia, hipotensi, sakit kepala, muntal, mual kelemahan otot dan mengantuk, meskipun kadar
alkohol dalam darahnya masih relatif rendah (biasanya hanya 30 mg%). Keadaan inilah yang
mengakibatkan kepekaan orang oriental terhadap minuman beralkohol sangat heterogen.
Farmakodinamik
Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel sehingga bersifat astringent.
Makin tinggi kadar alkohol makin besarefek tersebut.pada kulit, alkohol menyebabkan penurunan
temperatur akibat penguapan, sedangkan ada mukosa, alkohol akan menimbulkan iritasi dan lebih
hebat lagi dapat mengakibatkan inflamasi.
Alkohol sangat berpengaruh pada SSP dibandingkan dengan sistem-sistem lainnya. Efek
stimulasi alkohol pada SSP masih diperdebatkan, agaknya stimulasi tersebut timbul akibat aktivitas
berbagai bagian otak yang tidak terkendalikan karena bebas Dari hambatan sebagai akibat penekanan
mekanisme kontrol penghambat.
Alkohol bersifat anastetik (menekan SSP), sehingga kemampuan berkonsentrawsi, daya ingat
dan kemampuan mendiskriminasi terganggu dan akhirnya hilang.
Alkohol hanya sedikit berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Nadi mungkin lebih cepat
tetapi hal ini disebabkan oleh aktivitas muskular atau stimulasi refleks.
Depresi kardiovaskuler terjadi pada keracunan akut alkohol yang berat, terutama akinbbat
faktor vasomotor sentral dan depresi pernafasan. Alkohol dalam takaran sedang menyebabkan
vasodilatasi terutama pada pembuluh darah kulit sehingga menimbulkan rasa hangat pada kulit.
Terhadap ginjal, alkohol menambahkan efek diuresis.
Sebagai larutan 10% alkohol dapat diberikan sebagai obat somnifacient atau anestetik dengan
suntikan intravena.
Takaran alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi tergantung dari kebiasaan
minum dan sensitivitas genetik perorangan. Umummnya 35 gram alkohol (2 sloki whisky)
menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta menimbulkan euforia.
Alkohol sebanyak 75-80 gram (setara 150-200 ml whisky) akan menimbulkan gejala keracunan akut
dan 250-500 gram alkohol (setara 500-1000 ml whisky) dapat merupakan takaran fatal.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan di sini kadar alkohol darah dari konsumsi 35 gram
alkohol dengan menggunakan rumus
a=cxpxr
a = jumlah alkohol yang diminum
c = kadar alkohol darah (mg%)
p = berat badan (kg)
r = Konstanta (0.007)
Bila berat badan 60kg maka 35 = c x 60 x 0.0007, atau berarti kadar alkohol darahnya = 83.3
mg%.
Selanjutnya dapat disebutkan bahwa 75 gram alkohol setara dengan kadar alkohol darah
178.5 mg%, dan 250 gram setara 595 mg%.
Obat-obat golongan meprobamat, klorpromazine, penenang (tranquilizer), barbiturat dan
morfin mempunyai efek sinergistik dengan alkohol.
Tanda dan gejala keracunan
Tanda dan gejala yang akan diuraikan di bawah ini adalah tanda dan gejala yang timbul pada
individu dengan isozim ALDH1, sedangkan untuk individu dengan defisiensi ALDH1, gejala akan
tampak lebih dini pada kadar alkohol darah yang jauh lebih rendah.
Pada kadar yang rendah, 10-20 mg%, sudah menimbulkan gangguan berupa penurunan
keapikan ketrampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada kadar 30-40 mg% telah timbul
penciutan lapangpandangan, penurunan ketajaman penglihatan, dan pemanjangan waktu reaksi.
Sedangkan pada kadar kurang lebih 80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan 3 dimensi, kedalaman
pandangan dan gangguan pendengaran. Selain itu tampak pula gangguan pada kehidupan psikisnya
yaitu penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi dan analisa.
Keterampilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50 mg% dan lebih
jelas lagi pada kadar 150 mg%
Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg% menimbulkan gejala banyak bicara, ramai
(boisterous behaviour), refleks menurun, inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus dan
sering terdapat pelebaran pembuluh darah kulit.
Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tak dapat mengenali
warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil (jarang konstriksi), diplopi, sukar memusatkan
pandangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar dalam darah dan otak makin meningkat akan timbul
pembicaraan kacau, tremor tangan dan bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus tot
muka menghilang.
Dalam kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor atau koma,
pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.
Pada alkoholisme kronik sering terjadi gangguan nutrisi akibat kebiasaan makan yang kurang
baik sehingga timbul kelainan engan gejala-gejala seperti defisiensi vitamin b1 (beriberi), asam
nikotintat, riboflavin dan vitamin B6.
Sebab dan mekanisme kematian
Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati dan ruptur varises
esofagus akibat hipertensi portal. Selain itu daapt disebabkan secara sekunder oleh pnemonnia dan
tbc.
Peminum alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan meninggal. Pada autopsi daapt
ditemukan memar pada korteks serebri, hematoma subdral akut dan kronik.
Depresi pusat pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak > 450 mg%. Pada kadar 500-600 mg
% dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam.
Pemeriksaan kedokteran forensik
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal.
Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkjohol darah, baik melalui pemeriksaan
udara pernapasan ataun urin, maupun langsung dari darah vena.
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas. Mungkin ditemukan gejala-gejala
yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer,
berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda
inflamasi tapi kadang-kadang tidak ada kelainan.
Organ-organ termaksuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan histopatologik
dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak
keruh pada bagian paernkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.
Pada kasus keraunan kronik yang meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis
interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat, gambaran
seran lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Scheneider melaporkan mipoati alkoholik akut dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh
nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.
Laboratorium
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi
dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Untuk korban meninggal, sebagai pilihan kedua dapat
diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinalis.
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah
hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi
dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan
toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau femoralis)
Salahs atu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah atau urin yang cukup
sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),sebagai berikut:
Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan melarutkan
3.70 gm Kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus
diaduk. Encerkan dengan 500 ml akuades.
Sebarkan 1 ml darah atauurin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1
ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah/urin bercampur dengan
larutan karbonat.
Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati
perubahan warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatip. Perubahan warna kuning kehijauan
menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna hijau kekuningan sekitar 300 mg%.
Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum menunjukkan kadar alkohol
darah pada saat kejadian. Hal ini akibatdari pengambilan darah yang dilakukan beberapa saat setelah
kejadian, sehingga perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian harus dilakukan. Meskipun
kecepaatn eleminasi kira-kira 14-15 mg%, namun dalam perhitungan harus juga dipertimbangkan
kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalahan perkiraan kecepatan eleminasi. Gruner (1975)
mengajurkan angka 10 mg% perjam yang digunakan dalam perhitungan. Sebagaicontoh, bila
ditemukan kadar alkohol darah 50 mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan
angka 80 mg% pada saat kejadian.
Keracunan Arsen
Senyawa arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain, dan
tidaklah mustahil dapat ditemukan khusus peracunan dengan Arsen di masa sekarang ini. Di
samping itu, keracunan Arsen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam industri
dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi dengan
Arsen.
Berdasarkan farmako kinetiknya, arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
inhalasi (pada debu arsen dan arsin) dan melalui kulit. Setelah diabsorpsi melalui mukosa
usus, arsen kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit dan tulang. Pada keracunan kronik,
arsen juga ditimbu dalam jaringan-jaringan lain, misalnya kuku dan rambut yang banyak
mengandung keratin yang mengandung disulfida. Ekskresi terjadi dengan lambat melalui
feses dan urin sehingga dapat terjadi akumulasi dalam tubuh.
Tanda dan Gejala Keracunan
Keracunan akut
Celupkan batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk endapan kelabu sampai hitam
dari AS pada permukaan batang tembaga tersebut.
Uji Gutzeit: noda coklat sampai hitam pada kertas saring.
Uji Marsh: Zat + HCl + Zn (logam) --- cermin As.
Fisika: As menunjukkan nyala api yang khas.
6.
1.
2.
3.
Interpretasi Temuan
Ditemukan bahwa pada wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar
Pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk dua garis sejajar
Di daerah paha disekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar
Klaim adalah suatu tuntutan atas suatu hak, yang timbul karena persyaratan dalam
perjanjian yang ditentukan sebelumnya telah dipenuhi.
2. Secara Khusus
Klaim Asuransi Jiwa adalah suatu tuntutan dari pihak Pemegang polis/ yang ditunjuk
kepada pihak Asuransi, atas sejumlah pembayaran Uang Pertanggungan (UP) atau
Nilai Tunai yang timbul karena syarat-syarat dalam perjanjian asuransinya telah
dipenuhi.
c. Penyebab Terjadinya Klaim
1. Tertanggung meninggal dunia
2. Pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan perjanjian
asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai.
3. Perjanjian asuransi sudah berakhir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam
polis dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam keadaan lapse
tetapi telah mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi)
4. Tertanggung mendapat kecelakaan
5. Tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau rawat jalan.
d. Jenis Klaim
1. Klaim Meninggal Dunia
Timbul jika tertanggung atau peserta yang tercantum dalam polis meninggal dunia,
sedang polisnya dalam keadaan berlaku (inforce).
2. Klaim Penebusan
Timbul jika polis sudah mempunyai nilai tunai, sedang pemegang polis memutuskan
perjanjian asuransinya.
3. Klaim Habis Kontrak
Timbul jika jangka waktu perjanjian asuransi sudah berakhir, sedang polisnya dalam
keadaan inforce (premi telah dibayar sampai jangka waktu kontrak).
4. Klaim Kecelakaan
Timbul akibat peserta mendapatkan kecelakaan dan polisnya masih inforce.
5. Klaim (Asuransi Rawat Inap dan Pembedahan) + Rawat jalan
Timbul akibat peserta menderita suatu penyakit dan perlu diopname atau cukup hanya
dengan rawat jalan saja.
e. Pemberitahuan Klaim Kematian
Klaim kematian dapat dibayarkan hanya ketika tertanggung meninggal dalam jangka
waktu kontrak polis. Karena hak untuk melakukan klaim muncul hanya setelah kematian
tertanggung, kematiannya harus diberitahukan kepada penanggung oleh ahli waris yang
ditunjuk, keluarga atau atasannya didukung dengan data-data. Pemberitahuan tersebut
harus mencakup data-data pendukung sebagai berikut:
1. Nomor polis;
2. Nama;
3.
4.
5.
6.
Tanggal kematian
Penyebab kematian;
Hubungan dengan tertanggung
Keterangan kematian dari instansi yang terkait, misalnya KBRI, Rumah Sakit dan
Polisi
Bahkan pada waktu tertentu, penanggung dapat mengambil inisiatif untuk memproses klaim
atas informasi yang diterima dari:
a. Berita Kematian;
b. Agen Asuransi;
c. Berita Koran atas terjadinya kecelakaan;
Daftar Pustaka
1. Yandi, Fahriza,Riana,Elly. Buku roman forensic,Identifikasi Forensik, Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Lambung Mangkurat ; JuliAgustus 2009;hal. 15-22.
2. Syaulia Andirezek. Romans forensic, Edisi 20.
3. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997; Hal . 1-54.
4. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran, Bagian Kedokteran Forensik
FKUI ;1994; hal. 1-25.
5. Budiyanto A,Widiatmaka W,Sudiono S ,dkk. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi pertama