Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa
MOLA HIDATIDOSA
I Pendahuluan
Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai
penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma,
mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi
sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan,
dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola
hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan. Frekuensi Mola banyak ditemukan di Negara
negara asia, Afrika dan Amerika latin dari pada di Negara negara barat. Mola hidatidosa
merupakan penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.
Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika Serikat,
terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang
lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di
Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari
1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola
lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan.
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga
membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit
tersebut. Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa
kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik, seberapa jauh tingkat bahaya mola terhadap pasien, bagaimana
tatalaksananya makalah berikut akan mengungkapkan berdasarkan studi kasus Hampir semua
wanita dengan penyakit trophoblastic gestasional yang malignan dapat disembuhkan dengan
mempertahankan fungsi reproduksi. Diskusi berikut terbatas pada mola hidatidosa. Kehamilan
mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari proliferasi
trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga
uterus, namun kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium 2.4.6.
II Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami
perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis
plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis terdapat proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,
membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola hidatidosa terbagi atas 2
kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola hidatidosa. Mola hidatidosa komplet
tidak berisi jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua
kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma
haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola
yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan terdapat tropoblastik
hiperplasia.
Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili
khorialis sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma
tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok 4.5.
III Epidemyologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan dengan
negara negara barat. Dinegara negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan dinegara
negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85
kehamilan, Rs Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 Persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A
siregar (Medan) tahun 1982 : 11 16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya) : 1:80
Persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya
dijumpai lebih sering pada umur reproduksi (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan
meningkatkan paritas kemungkinan menderita mola lebih besar1.8.9.
III.1. Mortalitas/Morbiditas
Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan trophoblastik.
Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15%pasien dan metastasis terjadi
pada 4% kasus. Tidak ada kasus choriocarcinoma yang dilaporkan berasal dari mola parcial,
walaupun pada 4% pasien dengan mola parsial dapat berkembang penyakit trofoblastik
gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi 7.9.10.
III.2. Ras
Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan biasanya tertinggi pada
negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur.
III.3. Umur
Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada puncak umur reproduktif. Wanita pada umur remaja
muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita dengan umur 35 tahun keatas memiliki
peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita lebih tua dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak
7 kali lipat dibandingkan wanita yang lebih mudah. Seberapa banyak partus sepertinya tidak
mempengaruhi resiko.
III.4. Riwayat 2.5.6.
Kekambuhan mola hidatidosa dijumoai pada sekitar 1-2% kasus (miller dkk,1989). Dalam suatu
kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hamper 5000 pelahiran, frekuensi mola
rekuren adalah 1,3% (Lorret de mola dan Goldfarb,1995). Kim dkk, 1998 mendapatkan angka
kekambuhan 4,3% pada 115 wanita yang ditindak lanjuti di soul, korea.Tuncer,dkk 1998,
menyimpulkan bahwa mungkin terdapat masalah oosit primer.
III.5. Faktor Lain
Peran graviditas, paritas, factor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral, dan faktor
makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih belum jelas.
IV Patofisiologi 6
Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori neoplasma dari
Park. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu
(missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan
cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga
fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
V Anatomi Fisiologi
VI.1 Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul
kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang
melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan
luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak
memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah
bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum
latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba
uterina. Panjang uterus 5 8 cm dengan berat 30 60 gram.
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus
disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna
(mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus : Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan
melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 12,5
cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong uterovesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke
bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk
ruang retri-vaginal. Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh
badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin,
ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe
untuk uterus maupun ovarium 5.
VI.2 Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar
dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi
dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus
bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai
keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm
kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan.
Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi.
Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang
menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa
degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola
hidatidosa Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi cairan jernih
merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara
histopatologic kadang kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal.
Bias juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi
mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang
berdiameter lebih dari 1 cm 5.
Pada ummnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya
yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma 3.4.
VI Klasifikasi
Mola hidatidosa terbagi menjadi :
1. Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi
dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok
kelompok menggantung pada tangkai kecil.
Temuan Histologik ditandai oleh:
Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
Tidak adanya janin dan amnion.
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY.
Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi
atas 2 jenis, yaitu :
I) sempurna androgenetic:
1) Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna.
Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid
seluruhnya dari ayah.
Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan
2) Heterozygous
Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna.
Dapat laki-laki atau perempuan..
Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan
dua sperma.
II) Mola sempurna biparental:
Genotip ayah dan ibu terlihat namun gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga hanya
gen paternal yang terekspresi.
Mola sempurna biparental jarang ditemukan.
Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai
autosomal resesif) pernah ditemukan. Al-Hussaini menjelaskan seri 5 wanita dengan 9 kehamilan
mola berturut-turut.
Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13.
Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester
pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul.
Perdarahan vagina : Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan
vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi
membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina.
Gejala ini terjadi pada 97% kasus Mola hidatidosa.
Hiperemesis: Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan
peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG).
Hiperthyroidisme: Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat
Palpasi : Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek Tidak teraba
bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam : Memastikan besarnya uterus, Uterus terasa lembek, Terdapat perdarahan
dalam kanalis servikalis
Hasil Penemuan Fisik 6.9.
I) Mola sempurna
1) Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus lebih besar daripada
biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari mola sempurna.
Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik berlebih dan darah yang
tertampung. Namun, pasien yang datang dengan ukuran sesuai dengan umur kehamilan bahkan
lebih kecil tidak jarang ditemukan.
2) Preeklampsia: Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami toxemia ditandai oleh
adanya hipertensi (tekanan darah [BP] >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/d), dan edema
dengan hyperreflexia. Kejang jarang terjadi..
3) Kista teca lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari 6cm dan diikuti
dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada pemeriksaan
bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pelvis.
Karena adanya peningkatan ukuran ovarium, terdapat resiko torsi. Kista ini berkembang akibat
adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan kadarnya biasanya menurun setelah mola Gambar 1.
Contoh dari Mola Sempurna
II) Mola Parsial
1) Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering ditemukan dengan USG
2) Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus
3) Kista Theca lutein, hiperemesis, and hiperthyroidism jarang terjadi.
III) Mola Kembar
1) Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta normal telah dilaporkan.
Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada keadaan seperti ini juga pernah
dilaporkan.
2) Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi persisten dan cenderung dapat
bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan yang direkomendasikan.
3) Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan, thyrotoxikosis,
atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai resiko dari morbiditas maternal
akibat komplikasi mola kembar.
4) Diagnosis genetic prenatal melalui sampling chorionic villus atau amniosentesis
direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotype fetus.
II Laboratorium
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji biologik dan
imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran) : Galli Mainini
1/300 (+) maka suspek molahidatidosa
III Radiologik
- Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin
- USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.
banyak haid 3-4 hari dan menghabiskan hingga 1-2 pembalut sehari. Hari pertama haid terakhir
adalah 25 maret 2009.
Riwayat dan rencana KB:
Ini adalah hamil pertama os, dan os belum pernah merencanakan menggunakan KB sampai saat
ini.
Riwayat pernikahan :
Os menikah petamakali pada usia 20 tahun. Pasien mengaku menikah 1 kali
Riwayat persalinan :
(-)
Os tidak pernah mengalami keguguran
Riwayat penyakit dahulu :
Os Tidak pernah menderita penyakit penyakit yang sama sebelumnya, tidak pernah menderita
penyakit jantung (-), paru, hati, ginjal, DM, dan hipertensi ataupun penyakit berat lainnya yang
mengharuskan perawatan RS.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mederita sakit yang sama dengan os
Riwayat alergi :
Tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca
III. Pemeriksaan fisik (22-05-09)
Status Generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : E4V5M6
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 90x/mnt
Frekuensi respirasi : 16x/mnt
Temperatur axilla : 36,8 C
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
THT : tenang
Thorak : Cor S1,S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-), HR 120x/mnt
Pulmo vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : akral hangat, pucat, edema (-), tremor (-)
Status obstetric dan Ginekologi
Abdomen : distensi (-), nyeri tekan (+) suprapubis, BU (+) Normal Perabaan massa (-), Hepar
dan Lien tidak teraba, nyeri pekak beralih (-) Tinggi fundus uteri teraba sepusat, balotemen (-),
tidak teraba bagian janin, DJJ (-).
VT : OUE terbuka, teraba jaringan kistik (+), nyeri goyang portio (-), uterus teraba lunak,tidak
ikut bergerak, bagian janin (-), CUAF, 10-20 mg, APCD dalam batas normal
RT : massa (-), kesan uterus tampak membesar
Inspekulo : porsio licin, cavum douglas tidak menonjol, OUE terbuka,
fluxus (+), gelembung mola (+),
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (22-05-09)
HB : 6,8 g/dl
WBC : 6.300/uL
PLT : 253.000/uL
LED : 20
USG : uterus tampak membesar, snow flake patern (+), kesan mola hidatidosa
V. Diagnosis Kerja
Mola Hidatidosa + anemia berat
VI. Planning :
- IVFD RL 20 tetes/ menit
- Observasi keluhan, vital sign, bleeding
- Transfusi PRC sampai hb 10 gr%
- Analgetik
- Pro suction curetase jika hb >10
- Lab : LFT,RFT, lipid profile, protein total.
- Konsul urologi, interna.
- Patologi Anatomi
- Pemeriksaan kadar HCG
Lembar Follow up
Time Subjective Objective Assesment Planing
26-08-09
09.00 keluar darah (+),mules (+), tidak selera makan/minum ,demam (-), BAK /BAB normal
KU : sedang,
Kes : CM
TD : 110/70mmhg,
N : 88x/m,
R : 20x/m,
T : 36,5 C
K/L : mata : an +/+, ikt -/Thorak : dbn
Abd : dist (-), nyeri tekan (+) suprapubic, BU (+) N, Hepar dan lien tak teraba.
V/V :, perdarahan aktif (-).
Akral : hangat
Lab Lengkap:
WBC: 15.900,
HB: 5,72,
HCT: 17,8%,
PLT: 244.000,
BT: 515,
CT: 100,
GDS: 80
Bilirubin total : 0,32,
Bilirubin direk : 0,1,
SGOT : 51,
SGPT : 81,
SGPT : 81,
Kolesterol total : 143,
Trigliserida : 134,
Urea : 23,
Kreatinin : 0,6,
HbSAg: negatif Mola Hidatidosa dengan Infus RLanemia berat 20 tpm
Observasi keluhan, vital sign, bleeding
Lapor supervisor advis: Transfusi PRC sampai hb 10 gr%, keluarga masih usaha darah
Analgetik
Pro suction curetase jika hb lebih atau sama dengan 10 gr%
Konsul, interna advised thoraks photo, lab lengkap, transfusi PRC 2 kolf, ampicillin 1 gr/8 jam
Injeksi xylomidon 2 mg IV
O2 3 L/mnt
Ampicilin inj. 1 gr
16.25 Keluar darah (+), merembes, sakit perut (-), TD : 100/80mmhg,
N : 90x/m,
R : 20x/m,
T : 36,8 C
Akral: hangat Inf. RL 20 tpm
Transfusi darah kolf pertama
27/08/09
06.00 keluar darah (-) KU : sedang,
Kes : CM
TD : 120/80mmhg,
N : 88x/m,
R : 20x/m,
T : 36,6 C
mata : an +/+, ikt -/Abd : dist (-), nyeri tekan (+) suprapubic,
BU (+) N, TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, nyeri tekan (-)
V/V : perdarahan aktif (-)
Akral : hangat Mola Hidatidosa + anemia berat Inf. RL 20 tpm
09.00 Keluar darah (-) KU : sedang,
Kes : CM
TD : 110/80mmhg,
N : 96x/m,
R : 20x/m,
T : 36,6 C Transfusi darah 2 kolf
14.00 Keluhan (-), perdarahan (-) TD : 110/80mmhg,
N : 90x/m,
R : 18x/m,
T : 36,8 C
Akral: hangat Inf. RL
Pro konsul anastesi
20.00 Keluhan (-) TD : 110/80mmhg,
N : 88x/m,
R : 18x/m,
T : 36,8 C
Akral: hangat
28/09/09
06.00 keluar darah (+), sedikit-sedikit, nyeri perut (-)
KU : sedang,
Kes : CM
TD : 110/70mmhg,
N : 88x/m,
R : 18x/m,
T : 36,6 C
mata : an -/-, ikt -/Abd : dist (-), nyeri tekan (-), BU (+) N, kontraksi uterus, TFU tidak teraba,
V/V : perdarahan aktif (-) Mola Hidatidosa Inf. RL 20 tpm
Inj. Cefotaksim 1gr/12 jam
Asam mefenamat 3 x 500 mg
14.00 keluar darah (-), nyeri perut (-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 120/80mmhg,
N : 88x/m,
R : 18x/m,
T : 36,8 C
mata : an -/-, ikt -/Abd : dist (-), nyeri tekan (-), BU (+) N
V/V : perdarahan aktif (-) Mola Hidatidosa Inf. RL 20 tpm
20.00 Keluhan (-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 110/80mmhg,
N : 90x/m,
R : 18x/m,
T : 36,6 C
mata : an -/-, ikt -/Abd : dist (-), nyeri tekan (-), BU (+) N, TFU tidak teraba,
V/V : perdarahan aktif (-) Infus dilepas
Ma/mi
Inj. Cefotaksim 1gr/12 jam
Asam mefenamat 3 x 500 mg
30/09/09
08.00 Keluhan (-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 120/80mmhg,
N : 88x/m,
R : 18x/m,
T : 36,8 C
mata : an -/-, ikt -/Abd : dist (-), nyeri tekan (-), BU (+) N
V/V : perdarahan aktif (-) BPL
BAB IV
PEMBAHASAN
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami
perubahan hidrofobik. Pada pasien ini. Anamnesis dilakukan pada pasien, dari hasil anamnesis
didapatkan identitas pasien, pasien ini masih termasuk wanita dengan usia reproduksi yakni 26
tahun, seperti telah diketahui bahwa kista ovarium banyak dijumpai pada wanita usia reproduksi,
Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita yang berusia
lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7
kali dibanding wanita yang lebih muda. Identitas pasien yang termasuk dalam keluarga dengan
sosial ekonomi rendah juga mendukung keadaan mola dimana mola hidatidosa sering didapatkan
pada pasien dengan social ekonomi rendah yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.
Dari anamnesis juga didapatkan gejala klinis yang mendukung terhadap kejadian mola
hidatidosa yakni berupa keluhan perdarahan pervaginam yang hilang timbul mulai dari bercak
hingga perdarahan hebat sehingga pasien dating dalam keadaan anemia perdarahan ini terjadi
akibat Jaringan yang mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Nyeri perut
bagian bawah yang kadang disertai keluarnya darah memungkinkan bahwa penumpukan darah
menyebabkan pendesakan bagian organ lain yang peka nyeri. selain itu pasien juga mengeluhkan
gejala seperti orang hamil yakni mual muntah dan semenjak 3 bulan sebelumnya os tidak pernah
mendapatkan haid lagi, dan lebih diperkuat lagi dengan PP test dinyatakan (+) hamil. Hari
pertama haid terakhir os tanggal 25 Maret 2009 menunjukan bahwa os sudah 4 bulan mengalami
amenorea. Keluhan mual muntah yang hebat dan berkepanjangan yang dirasakan pasien sebagai
akibat dari peningkatan produksi HCG. Tidak didapatkan keluhan gangguan mens pada pasien
ini, jumlah darah dan lamanya perdarahan mens tetap sama dengan bulan-bulan sebelumnya
hanya amenorea saja yang didapatkan.
Selanjutnya dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis yang lemah ditambah lagi dengan
pemeriksaan konjungtiva pasien yang tampak anemis menunjukan telah terjadi gangguan
keseimbangan cairan plasma dan penurunan jumlah eritrosit dan Hb akibat perdarahan yang
terus-menerus. Sedangkan untuk pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah yang sedikit
menurun namun masih dalam batas normal yakni 100/70 mmhg, namun keadaan ini perlu
diwaspadai karena jika dibiarkan maka pasien akan jatuh kedalam fase syok jadi perlu
penanganan cairan yang baik, sedangkan frekuensi nadi sedikit meningkat 90x/mnt kuat angkat.
Pada pemeriksan jantung dan paru masih dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik abdomen hasil inspeksi didapatkan perut terlihat membesar yang tampak
tidak sesuai dengan usia kehamilan yang hanya 14-15 minggu, sedangkan pada palpasi
didapatkan TFU setinggi pusat yang diperkirakan umur kehamilan sebesar 20-22 minggu ,
namun tidak didapatkan balotemen, bagian janin tidak teraba dan pada pemeriksaan denyut
jantung janin tidak ditemukan, hasil ini semakin memperkuat adanya kehamilan tanpa disertai
pertumbuhan janin yakni kehamilan mola, seperti yang diungkapkan oleh park Teori terjadinya
penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori neoplasma dari Park. Teori missed
abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion) karena
itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma dari Park
menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi
resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi
bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal
atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal
yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan
fungsinya selama pembentukan cairan.
Sementara untuk pemeriksaan lanjutan terhadap genitalia dengan pemeriksaan inspekulo vulva
vagina tampak adanya fluksus dan gelembung-gelembung mola yang telah terkumpul diruangan
serviks, fluor tidak didapatkan sedangkan portio tampak licin tidak terdapat bukaan, perdarahan
(+) merembes temuan ini memperkuat adanya jaringan mola yang tumbuh. Untuk pemeriksaan
dalam (VT) didapatkan bukaan dan teraba jaringan mola, nyeri goyang portio (-) dan uterus tidak
ikut bergerak, CUAF 18-20 minggu, APCD dalam batas normal, keadaan ini semakin
mempertegas adanya pertumbuhan jaringan mola yang masih belum terlepas, sedangkan tidak
didapatkan nyeri goyang portio mampu meniadakan keberadaan kehamilan ektopik, dan untuk
uterus yang tidak ikut bergerak ketika portio digerakan juga mampu meniadakan adanya mioma
uteri yang mana gejalanya juga sama terjadi perdarahan pervaginam. Sementara pada
pemeriksaan besarnya uterus yang diperkirakan pertumbuhanya melebihi usia kehamilan normal
ditambah lagi dengan bentuk uterus yang teraba lunak dan tidak teraba bagian janin menguatkan
adanya tanda-tanda pertumbuhan mola dimana telah terjadi pertumbuhan vilikorialis tanpa
adanya pertumbuhan janin disertai degenerasi hidropik sehingga uterus tampak lunak dan
membesar melebihi usia kehamilan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa Hb pasien telah turun jauh menjadi 6,8 g/dl yang
menunjukan telah terjadi perdarahan yang menghilangkan cukup banyak eritrosit dan
hemoglobin, dan juga telah terjadi gangguan hemodinamik. Keadaan ini disebabkan keluhan
pasien yang mengalami perdarahan pervaginam yang telah terjadi selama 2 minggu dan
memuncak semenjak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sementara untuk menunjang diagnosis
dilakukan pemeriksaan USG dan disini uterus tampak membesar, snow flake patern (+), kesan
mola hidatidosa. Hasil temuan ini sudah mampu memperkuat keberadaan pertumbuhan jaringan
mola tanpa adanya pertumbuhan bagian janin sehingga dapatlah ditegakan diagnosis dengan
mola hidatidosa.
Dari semua pemeriksaan ini baik fisik maupun penunjang juga dapat ditentukan klasifikasi mola
yang didapatkan, dalam kasus ini jelas terlihat bahwa mola yang didapatkan adalah molam
komplet dimana jaringan keseluruhannya adalah jaringan mola tanpa disertsai bagian janin,
seperti yang diungkapkan Mola hidatidosa komplet tidak berisi jaringan fetus. 90 %
biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal.
Ovum yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian
berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola yang komplet, vili
khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan terdapat tropoblastik hiperplasia. Pada mola
hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis
sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma
tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok
Dalam upaya penanganan pasien ini yang terpenting adalah evakuasi jaringan mola, namun
sebelumnya harus diperbaiki terlebih keadaan umum pasien yakni kondisi dehidrasi dan anemia
berat dengan Hb 6,1 gr/dl namun jika terdapat anemia sedang cukup diberikan sulfas ferosus
600mg/hr, pasien ini memerlukan transfusi PRC 3 kolf untuk menaikan Hb sehingga mampu
mencapai 10 gr/dl sehingga fungsi hemodinamik kembali stabil, namun selama dalam penantian
darah perlu dilakukan terlebih dahulu rehidrasi dengan pemberian infus RL dengan kecepatan
40-60 tetes permenit sebagai tindakan mengembalikan fungsi hemodinamik yang telah terganggu
tadi. Upaya evakuasi jaringan mola dapat dilakukan dengan aspirasi kuret yang dipandang lebih
aman dibandingkan kuret tajam, sebelum dilakukan kuret terlebih dahulu diberikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 cc RL dengan kecepatan 40-60 tetes permenit sebagai tindakan preventif
terhadap perdarahan hebat dan efektivitas kontraksi terhadap pengososngan uterus secara cepat.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 6 minggu dan penderita disarankan
untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama periode ini.
Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama waktu
monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan
menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG.
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG
tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif.
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG
kembali normal. Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang dilakukan
secara berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama 6 bulan. Kadar HCG diperiksa
pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan terdeteksi
dalam 3 minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap bulan sampai dengan
tdak terdeteksi dalam 6 bulan berturut turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan
kadar HCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit maupun parsial adalah 9 11
minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar
normal sekitar 6-9 bulan. Setelah monitoring selesai maka pasien dapat periksa HCG tanpa
terikat oleh waktu.
Jika terdapat peningkatan kadar HCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko
tinggi untuk perubahan ke keganasan, dipertimbangkan untuk memberikan metotrexate 3-5
mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Kadar HCG yang tetap meningkat setelah 8 minggu
paskaevakuasi menunjukan masih terdapat trofoblas aktif (diluar uterus atau invasive); berikan
MTX dan pantau HCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf. Kebidanan dan
penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 1994. Hal 25-28.
2. Ayurai, 2009. Mola Hidatidosa. Download at 22 september 2009 from :
http://ayurai.wordpress.com/2009/06/26/mola-hidatidosa/
3. Cuninngham. F.G. dkk. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri
Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-938.
4. Diyah Metta Ningrum dan Ova Emilia, 2008. Diagnosis Dan Manajemen Mola Hidatidosa.
Download tanggal 14 september 2009 dari : http://theeyebrow.blogspot.com/2008/01/molahidatidosa.html
5. Harnawatiaj, 2008. Askep Mola Hidatidosa. Download at 20 september 2009, available from:
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/05/10/askep-mola-hidatidosa/
6. Lisa E Moore, 2008. Hydatidiform Mole. Download at 15 september 2009 available from:
www.e-medicine.com
7. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267
8. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002 Hal 341-348.
9. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku Kedokteran.
ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243. 6.
10. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264
11. Ross S. Berkowitz, M.D., and Donald P. Goldstein, M.D, 2009. Molar Pregnancy.
Downloaded from www.nejm.org on September 16, 2009
12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar Offset. Bandung. 1981. Hal38-42