PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut Encylopedi Britanica dan Encylopedi Nasional Indonesia kata boraks berasal
dari kata Arab, yaitu bauraq. Istilah melayunya tingkal, yang berarti putih, merupakan kristal
lunak yang mengadung unsur boron, tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks secara
lokal dikenal sebagai air bleng, garam bleng atau pijer.Boraks atau sodium tetraborate
decahydrate adalah mineral dengan toksisitas yang rendah. Umumnya boraks digunakan dalam
berbagai produk misalnya produk insektisida, fungisida, herbisida, detergen (boraks juga
merupakan prekursor dari sodium perborate monohidrate yang digunakan sebagai bahan untuk
membuat detergen), bahan tambahan dalam pembuatan kaca, keramik dan boraks juga dapat
dilarutkan di dalam air dan digunakan untuk membersihkan emas dan perak.
Pangan merupakan salah satu faktor yang langsung berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan manusia. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi dibutuhkan tubuh untuk menunjang
aktivitas. Namun sebaliknya, pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu dan gizi
akan membahayakan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemilihan pangan sebelum dikonsumsi
sangat penting agar terhindar dari produk pangan yang tidak memenuhi standar serta dapat
membahayakan kesehatan. pengolahan pangan di Indonesia dewasa ini berkembang cukup pesat,
diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat, hal ini terlihat
pada banyaknya variasi dan jenis makanan dan minuman instan yang diproduksi dan menjadi
konsumsi masyarakat.
Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja
maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan
konsumen. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bahan tambahan yang digunakan
dalam produk pangan harus sesuai dengan bahan tambahan yang oleh pemerintah dinyatakan
aman untuk digunakan pada produk pangan.
Dewasa ini boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan yaitu bahan
pengawet makanan, sepertidalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis,
bahkan dalam pembuatan kecap. Hal ini sering dilakukan mengingat sifat dari boraks tersebut
1 Ilmu Kedokteran Forensik
dapat menghambat kerusakan makanan oleh mikroorganisme (bakteri dan jamur) sehingga
proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah.Data Surveilans
Keamanan Pangan Badam POM RI tahun 2010 mengungkapkan penyalahgunaan boraks sebesar
8,80%.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, boraks dan
senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan
dalam produk makanan. Meskipun begitu, boraks masih digunakan oleh masyarakat karena
berfungsi sebagai pengawet.
1.2.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada karya tulis ini adalah bagaimanakah aspek medis dan hukum
pengunaan boraks pada bahan pengawet makanan.
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Tujuan Umum
Mengetahui aspek medis dan hukum pengunaan boraks pada bahan pengawet
makanan.
1.3.2.
1.4.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi boraks
2. Mengetahui sifat kimia dan fisika boraks
3. Mengetahui metabolisme boraks
4. Mengetahui penggunaan boraks dalam masyarakat
5. Mengetahui dampak penggunaan boraks bagi kesehatan
6. Mengetahui aspek hukum penyalahgunaan boraks
Manfaat
Penyusunan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak :
.
1. Bagi civitas akademika dapat memberikan suatu pemahaman mengenai kasus
pengunaan boraks pada bahan pengawet makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Boraks
Boraks berasal dari bahasa arab yaitu BOURAQ yang berarti kristal lunak yang
mengandung unsur-unsur boron, berwarna putih atau transparan dan larut dalam air. Boraks
dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium tetraborate decahydrate. Boraks
mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang
5 Ilmu Kedokteran Forensik
seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan. Boraks dipasaran terkenal dengan
nama pijer, petitet, dan bleng.
Gambar 1. Boraks
2.2.1. SIFAT BORAKS
a. Sifat Fisik
Boraks umumnya dalam bentuk padat atau serbuk kristal dalam suhu
kamar, dan boraks berwarna putih atau tidak berwarna. Boraks tidak memiliki
bau jika dihirup menggunakan indera pencium, tidak larut dalam alkohol dan
stabil pada suhu serta tekanan normal. (3,6)
b. Sifat Kimia
Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H2O)10 dengan berat molekul
381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa
lemah dengan pH (9,15-9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan
boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25C dan kelarutan boraks dalam air akan
meningkat seiring dengan peningkatan suhu air dan boraks tidak larut dalam
senyawa alkohol.
Boraks merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan
digunakan sebagai campuran bahan makanan. Dalam air, boraks berubah menjadi
natrium hidroksida dan asam borat. (3,4,6)
.TOKSIKOKINETIK
1. Absorbsi
Absorbsi dari boraks umumnya dapat melalui jalur saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan kulit yang terluka.
a. Saluran Pencernaan
Dari beberapa studi yang dilakukan boraks umumnya diabsorbsi secara baik
melalui saluran pencernaan, umumnya boraks akan diabsorbsi secara cepat dalam
saluran cerna yaitu >90% boraks yang masuk secara oral akan diabsorbsi melalui
saluran cerna dalam waktu 3 jam dan akan terabsorbsi secara lengkap dalam 24 jam.
b. Saluran Pernafasan
Boraks dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan, dan umumnya jumlah
inhalasi boraks melalui saluran pernafasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
misalnya kapasitas reservoir di saluran nafas bagian atas dan sistem pernafasan di
saluran nafas berupa sistem mukosillier.
c. Kulit
Dari studi yang dilakukan terhadap manusia boraks tidak dapat diabsorbsi melalui
kulit yang utuh, walaupun didapatkan bukti bahwa boraks dapat diabsorbsi melalui
kulit apabila terjadi kerusakan pada kulit.
2. Distribusi
Dari studi yang dilakukan terhadap binatang didapatkan bahwa distribusi dari
senyawa boraks adalah dalam bentuk asam borat yang tidak terdisossiasi dan akan
terdistribusi pada semua jaringan. Terutama distribusi dari boraks adalah di tulang,
dimana konsentrasinya bisa mencapai 2-3 kali lipat dari konsentrasi di plasma dan di
jaringan adiposa dimana konsentrasinya mencapai 20% dari plasma.
3. Metabolisme
Boraks umumnya tidak dimetabolisme di dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh
karena diperlukan energi yang besar (523kJ/Mol) untuk memecah ikatan antara oksigen
dengan boron.
4 Ekskresi
Boraks umumnya akan diekskresikan >90% melalui urine dalam bentuk yang
tidak dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks adalah sekitar 20 jam, namun
pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah yang besar maka waktu eliminasi
senyawa boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya akan
diekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urine, boraks juga
diekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan feces.(3,4,5)
2.2.1. PENGGUNAAN BORAKS
Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat antiseptik, obat
pencuci mata (barie acid 30%), salep (Boorsalp) untuk menyembuhkan penyakit
kulit, salep untuk mengobati penyakit bibir (Borax-gliserin), dan pembasmi semut
(barie acid borax).
a. Farmasi dan Kosmetik
Boraks merupakan antiseptik ringan serta asam ringan yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan eksternal tubuh.
Umumnya digunakan dalam cairan lensa kontak, desinfektan mata, obat
vagina, bedak bayi, preparat anti-penuaan dan preparat lain yang memiliki
fungsi serupa.(2)
b. Suplemen Nutrisi
Boraks dan senyawa boraks lainnya semakin sering digunakan untuk
suplemen gizi sebagai sumber boron. Diperkirakan bahwa boron memiliki
peran dalam kesehatan tulang dan sendi serta memiliki efek mengurangi
gejala arthritis. Penting untuk dicatat bahwa efek kesehatan dari boraks dan
suplemen yang berbahan dasar boraks didasarkan pada studi yang sangat
baru dan atau hanya didasarkan pada klaim-klaim produsen dari suplemen.
Tidak boleh dianggap bahwa boraks harus langsung dicerna sebagai
suplemen atau karena alasan lainnya. (2)
c. Penghambat pembakaran
Boraks menghambat pelepasan gas mudah terbakar dari pembakaran
material selulosa, seperti katun, kayu, dan produk berbahan kertas. Boraks
juga melepaskan kimia terikat air untuk mengurangi pembakaran, sebuah
Char karbon terbentuk yang selanjutnya menghambat pembakaran. Futon,
8 Ilmu Kedokteran Forensik
2.
Penambahan gizi
Bahan tambahan pangan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik
tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi
makanan. Contoh : asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12
3.
dan vitamin D.
Humektan
Bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat
mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh : gliserol untuk keju, es
4.
diedarkan
dilarang
(2)
Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat
digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1);
Nama produk;
Daftar bahan yang digunakan;
Berat bersih atau isi bersih;
Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan
(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara benar dan akurat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan
kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita
untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pasal 112
Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi,
pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, antara lain :
(a) Pasal 8 yaitu: setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran makanan dalam
keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi;
(b) Pasal 20 ayat (1): setiap orang yang memproduksi pangan untuk
diperdagangkan wajib menyelenggarakan sistem jaminan mutu, sesuai dengan
jenis pangan yang diproduksi;
(c) Pasal 21 huruf (a): setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang
mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
(d) Pasal 26 huruf (b): setiap orang dilarang memperdagangkan pangan yang
mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu yang dijanjikan;
(e) Pasal 55 yaitu: barang siapa dengan sengaja bertentangan dengan Pasal 8, Pasal
21 huruf (a), Pasal 26 huruf (b) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000; (enam ratus juta
rupiah);
3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain :
halal,
sebagaimana
Intoksikasi akut
Umumnya intoksikasi akut pada senyawa boraks mempunyai waktu laten yaitu
umumnya dibutuhkan waktu beberapa jam untuk menimbulkan gejala-gejala keracunan
boraks. Boraks memiliki dosis lethal (LD50 untuk orang dewasa adalah 15-20 gram, LD50
untuk untuk anak-anak adalah 5 gram dan LD50 untuk bayi adalah 1-3 gram).
Gejala intoksikasi akut boraks :
1.
Gejala saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut dan diare.
2.
Gejala neurologis : nyeri kepala, halusinasi, tremor dan kejang.
3.
Gejala sistem urinarius : menimbulkan gagal ginjal akut (ATN/ Acute Tubular
4.
5.
Intoksikasi kronik
1. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pernafasan
Gejala intoksikasi kronik saluran pernafasan berupa iritasi saluran pernafasan seperti
rhinitis dan umumnya gejala iritasi pada saluran bersifat transient tidak bersifat
menetap.
2. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan
Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan berupa gejala mual, muntah, nyeri
perut, kadang-kadang terdapat perubahan warna lidah menjadi kemerahan (red glossy
tongue) dan sering mengalami sariawan yang berulang.
3. Gejala intoksikasi kronik pada sistem neurologis
Gejala intoksikasi kronik sistem neurologis dapat berupa letargi, tremor, kejang dan
penurunan kesadaran sampai terjadinya koma.
4. Gejala intoksikasi kronik pada sistem intergumentum
Gejala intoksikasi kronik sistem intergumentum dapat berupa erythema pada kulit
bahkan sampai terjadi ulseratif, bahkan dapat menyebabkan rontoknya rambut sampai
terjadi alopesia.
5. Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik
Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik berupa gangguan proliferasi dari
sel limfosit sehingga dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi.
6. Gejala intoksikasi kronik pada sistem endrokrin
Pada penelitian yang dilakukan pada tikus percobaan gejala intoksikasi kronik pada
sistem endrokrin berupa gangguan pada hormon LH (Luteinezing Hormone) dan FSH
(Folikel Stimulation Hormone) sehingga dapat menggangu kesuburan, namun efek
tersebut pada manusia masih dalam tahap penelitian oleh US. EPA.
7. Gejala intoksikasi pada sistem reproduksi
Pada hasil percobaan yang dilakukan pada tikus percobaan didapatkan hasil bahwa
pada tikus jantan didapatkan adanya gangguan spermatogenesis, hal ini diduga karena
sel sertoli yang terdapat pada testis merupakan salah satu target organ pada senyawa
boraks dan tikus betina didapatkan adanya gangguan ovulasi, akibat terganggunya
hipothalamus-pituitary axis.
8. Efek reproduktif dan teratogenik pada intoksikasi kronik
Efek terhadap sistem reproduktif akibat intoksikasi kronik boraks yang didapat dari
hasil penelitian terhadap tikus biasanya disebabkan oleh karena terganggunya
hipothalamus-pituitary axis yang menyebabkan gangguan ovulasi pada tikus betina
serta degeratif dari epitel spermatogenik atau sel sertoli, namun efek terhadap sistem
reproduktif tersebut sangat bergantung pada dosis.
9. Efek karsinogenik dan mutagenik.
Dari hasil studi yang dilakukan selama 2 tahun pada binatang percobaan tidak didapat
kan adanya aktifitas karsinogenik yang disebabkan oleh senyawa boraks.asam boraks
dan boraks diklasifikasikan oleh US.EPA melalui carcinogen assessment guidelines
2005 tidak bersifat karsiogenik pada manusia (3,4,5)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
Kesimpulan
Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang
seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan. Boraks biasa digunakan sebagai bahan
pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air.
17 Ilmu Kedokteran Forensik
Sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui secara pasti dampak penggunaan
boraks pada produk makanan padahal dalam jumlah tertentu sangat berbahaya bagi kesehatan
karena dapat menimbulkan keracunan dengan gejala akut seperti mual,muntah bahkan dalam
jangka panjang dapat menimbulkan gangguan neurologis.
Boraks dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan
maupun kulit yang terluka. Boraks tidak mengalami metabolisme dalam tubuh sehingga
keberadaan boraks dalam tubuh dapat terdeteksi dari urin.
Pemerintah dalam undang undang kesehatan telah mengatur mengenai bahan tambahan
pangan, namun penegakan hukum belum dilakukan secara tegas dalam menindak oknum yang
menyalahgunakan boraks sebagai bahan tambahan pangan.
Penyalahgunaan boraks juga memberi dampak terhadap kesehatan. Pengaruh-pengaruh
boraks bagi kesehatan antara lain gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, gejala pendarahan di
lambung dan gangguan stimulasi, dan dapat menyebabkan komplikasi otak dan hati,serta dapat
menyebabkan kematian jika boraks termakan hingga 3-6 gram.
3.2.
Saran
1. Masyarakat
diharapkan
secara
proaktif
meningkatkan
pengetahuannya
mengenai
penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan dan harus lebih jeli dalam memilih
makanan dalam upaya menghindari efek buruk dari boraks bagi tubuh.
2. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu menyusun program kegiatan
sebagai bentuk edukasi dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan yang pada gilirannya dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dalam konteks makro.
3. Pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah dan pengambilan tindakan tegas sangat
dibutuhkan, seperti mengirimkan pengawas-pengawas pemerintah ke daerah-daerah tertentu
dan membuat undang-undang mengenai boraks.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Munim A, Herpian S, et al. Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Indonesia; 1997. P 71.
2. Rose Mill Company. What is boric acid?. Available at http://www.natbat.com/What%20Is
%20Boric%20Acid.pdf. Accessed 18 November 2012.
3. National Pesticide Information Center. Boric Acid Technical Fact Sheet. Available at:
http://npic.orst.edu/factsheets/borictech.pdf . Accessed 18 November 2012.
4. United States Enviromental Protection Agency. Health Effects Support Document for Boron.
Available at: http://www.epa.gov/ogwdw/ccl/pdfs/reg_determine2/healtheffects_ccl2
reg2_boron.pdf . Accessed 18 November 2012.
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22602/4/Chapter%20II.pdf.Accessed
18
November 2012.
6. Nasution, Anisyah, Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan Padang Bulan
Kota Medan Tahun 2009, USU 2010 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17797
Produk
Makanan
Di
Indonesia,
2009
USU
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4909/1/09E01994.pdf
Sinaga Edward J. Peranan Toksikologi dalam Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap
Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dengan Menggunakan Racun, 2010, USU
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996
9.
World Health Organization. Management of
Substance
Abuse.
WHO
2012.
www.who.int/substance_abuse/terminology/acute_intox/index.html
12.
http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-36-2009Kesehatan.pdf
Kesehatan