Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Menurut Encylopedi Britanica dan Encylopedi Nasional Indonesia kata boraks berasal

dari kata Arab, yaitu bauraq. Istilah melayunya tingkal, yang berarti putih, merupakan kristal
lunak yang mengadung unsur boron, tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks secara
lokal dikenal sebagai air bleng, garam bleng atau pijer.Boraks atau sodium tetraborate
decahydrate adalah mineral dengan toksisitas yang rendah. Umumnya boraks digunakan dalam
berbagai produk misalnya produk insektisida, fungisida, herbisida, detergen (boraks juga
merupakan prekursor dari sodium perborate monohidrate yang digunakan sebagai bahan untuk
membuat detergen), bahan tambahan dalam pembuatan kaca, keramik dan boraks juga dapat
dilarutkan di dalam air dan digunakan untuk membersihkan emas dan perak.
Pangan merupakan salah satu faktor yang langsung berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan manusia. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi dibutuhkan tubuh untuk menunjang
aktivitas. Namun sebaliknya, pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu dan gizi
akan membahayakan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemilihan pangan sebelum dikonsumsi
sangat penting agar terhindar dari produk pangan yang tidak memenuhi standar serta dapat
membahayakan kesehatan. pengolahan pangan di Indonesia dewasa ini berkembang cukup pesat,
diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat, hal ini terlihat
pada banyaknya variasi dan jenis makanan dan minuman instan yang diproduksi dan menjadi
konsumsi masyarakat.
Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja
maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan
konsumen. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bahan tambahan yang digunakan
dalam produk pangan harus sesuai dengan bahan tambahan yang oleh pemerintah dinyatakan
aman untuk digunakan pada produk pangan.
Dewasa ini boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan yaitu bahan
pengawet makanan, sepertidalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis,
bahkan dalam pembuatan kecap. Hal ini sering dilakukan mengingat sifat dari boraks tersebut
1 Ilmu Kedokteran Forensik

dapat menghambat kerusakan makanan oleh mikroorganisme (bakteri dan jamur) sehingga
proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah.Data Surveilans
Keamanan Pangan Badam POM RI tahun 2010 mengungkapkan penyalahgunaan boraks sebesar
8,80%.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, boraks dan
senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan
dalam produk makanan. Meskipun begitu, boraks masih digunakan oleh masyarakat karena
berfungsi sebagai pengawet.
1.2.

Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada karya tulis ini adalah bagaimanakah aspek medis dan hukum
pengunaan boraks pada bahan pengawet makanan.

1.3.

Tujuan
1.3.1.

Tujuan Umum
Mengetahui aspek medis dan hukum pengunaan boraks pada bahan pengawet
makanan.

1.3.2.

1.4.

Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi boraks
2. Mengetahui sifat kimia dan fisika boraks
3. Mengetahui metabolisme boraks
4. Mengetahui penggunaan boraks dalam masyarakat
5. Mengetahui dampak penggunaan boraks bagi kesehatan
6. Mengetahui aspek hukum penyalahgunaan boraks

Manfaat
Penyusunan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak :
.
1. Bagi civitas akademika dapat memberikan suatu pemahaman mengenai kasus
pengunaan boraks pada bahan pengawet makanan

2 Ilmu Kedokteran Forensik

2. Membantu perkembangan ilmu kedokteran dan sebagai bahan reevaluasi terhadap


penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan di Indonesia.
3. Sebagai dasar untuk penyusunan karya tulis maupun penelitian lain selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3 Ilmu Kedokteran Forensik

2.1. Bahan Tambahan Pangan


2.1.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pengawet,
pewarna, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Dalam Peraturan
Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa bahan tambahan
pangan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang
dengan sengaja ditambahkan dalam pangan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, penyimpanan atau
pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat
khas pangan tersebut.
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan
pangan yang sering dilakukan produsen pangan, yaitu :
a. Menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya untuk
pangan.
b. Menggunakan bahan tambahan pangan melebihi dosis yang diizinkan.3
2.1.2. Fungsi Bahan Tambahan Pangan
Secara khusus kegunaan bahan tambahan pangan didalam pangan adalah untuk :
a. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
makanan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan.
b. Membentuk mutu pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut.
c. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
d. Meningkatkan kualitas pangan.
e. Menghemat biaya.3)
2.1.3. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
4 Ilmu Kedokteran Forensik

Bahan tambahan pangan dikelompokan berdasarkan tujuan kegunaannya


didalam pangan. Pengelompokan bahan tambahan pangan yang diizinkan digunakan
pada pangan menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88
adalah sebagai berikut :
a. Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi
warna pada pangan.
b. Pemanis buatan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa
manis pada pangan, yang tidak atau hampir mempunyai nilai gizi.
c. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
d. Antioksidan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah ketengikan.
e. Antikempal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya
(menggumpalnya) pangan berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
f. Penyedap rasa atau aroma, penguat rasa, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat
memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma.
g. Pengatur keasaman (pengasaman, penetral dan pengendapan), yaitu bahan
tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan
derajad keasaman pangan.
h. Pengeras, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah
melunaknya pangan.
i. Sekuestran, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang
ada dalam pangan, sehingga memantapkan warna dan tekstur.3)

2.2. Boraks
Boraks berasal dari bahasa arab yaitu BOURAQ yang berarti kristal lunak yang
mengandung unsur-unsur boron, berwarna putih atau transparan dan larut dalam air. Boraks
dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium tetraborate decahydrate. Boraks
mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang
5 Ilmu Kedokteran Forensik

seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan. Boraks dipasaran terkenal dengan
nama pijer, petitet, dan bleng.

Gambar 1. Boraks
2.2.1. SIFAT BORAKS
a. Sifat Fisik
Boraks umumnya dalam bentuk padat atau serbuk kristal dalam suhu
kamar, dan boraks berwarna putih atau tidak berwarna. Boraks tidak memiliki
bau jika dihirup menggunakan indera pencium, tidak larut dalam alkohol dan
stabil pada suhu serta tekanan normal. (3,6)
b. Sifat Kimia
Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H2O)10 dengan berat molekul
381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa
lemah dengan pH (9,15-9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan
boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25C dan kelarutan boraks dalam air akan
meningkat seiring dengan peningkatan suhu air dan boraks tidak larut dalam
senyawa alkohol.
Boraks merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan
digunakan sebagai campuran bahan makanan. Dalam air, boraks berubah menjadi
natrium hidroksida dan asam borat. (3,4,6)

6 Ilmu Kedokteran Forensik

Gambar 2. Stuktur Kimia Boraks


2.2.2

.TOKSIKOKINETIK

1. Absorbsi
Absorbsi dari boraks umumnya dapat melalui jalur saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan kulit yang terluka.
a. Saluran Pencernaan
Dari beberapa studi yang dilakukan boraks umumnya diabsorbsi secara baik
melalui saluran pencernaan, umumnya boraks akan diabsorbsi secara cepat dalam
saluran cerna yaitu >90% boraks yang masuk secara oral akan diabsorbsi melalui
saluran cerna dalam waktu 3 jam dan akan terabsorbsi secara lengkap dalam 24 jam.
b. Saluran Pernafasan
Boraks dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan, dan umumnya jumlah
inhalasi boraks melalui saluran pernafasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
misalnya kapasitas reservoir di saluran nafas bagian atas dan sistem pernafasan di
saluran nafas berupa sistem mukosillier.
c. Kulit
Dari studi yang dilakukan terhadap manusia boraks tidak dapat diabsorbsi melalui
kulit yang utuh, walaupun didapatkan bukti bahwa boraks dapat diabsorbsi melalui
kulit apabila terjadi kerusakan pada kulit.

2. Distribusi
Dari studi yang dilakukan terhadap binatang didapatkan bahwa distribusi dari
senyawa boraks adalah dalam bentuk asam borat yang tidak terdisossiasi dan akan
terdistribusi pada semua jaringan. Terutama distribusi dari boraks adalah di tulang,
dimana konsentrasinya bisa mencapai 2-3 kali lipat dari konsentrasi di plasma dan di
jaringan adiposa dimana konsentrasinya mencapai 20% dari plasma.
3. Metabolisme
Boraks umumnya tidak dimetabolisme di dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh
karena diperlukan energi yang besar (523kJ/Mol) untuk memecah ikatan antara oksigen
dengan boron.
4 Ekskresi

7 Ilmu Kedokteran Forensik

Boraks umumnya akan diekskresikan >90% melalui urine dalam bentuk yang
tidak dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks adalah sekitar 20 jam, namun
pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah yang besar maka waktu eliminasi
senyawa boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya akan
diekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urine, boraks juga
diekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan feces.(3,4,5)
2.2.1. PENGGUNAAN BORAKS
Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat antiseptik, obat
pencuci mata (barie acid 30%), salep (Boorsalp) untuk menyembuhkan penyakit
kulit, salep untuk mengobati penyakit bibir (Borax-gliserin), dan pembasmi semut
(barie acid borax).
a. Farmasi dan Kosmetik
Boraks merupakan antiseptik ringan serta asam ringan yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan eksternal tubuh.
Umumnya digunakan dalam cairan lensa kontak, desinfektan mata, obat
vagina, bedak bayi, preparat anti-penuaan dan preparat lain yang memiliki
fungsi serupa.(2)
b. Suplemen Nutrisi
Boraks dan senyawa boraks lainnya semakin sering digunakan untuk
suplemen gizi sebagai sumber boron. Diperkirakan bahwa boron memiliki
peran dalam kesehatan tulang dan sendi serta memiliki efek mengurangi
gejala arthritis. Penting untuk dicatat bahwa efek kesehatan dari boraks dan
suplemen yang berbahan dasar boraks didasarkan pada studi yang sangat
baru dan atau hanya didasarkan pada klaim-klaim produsen dari suplemen.
Tidak boleh dianggap bahwa boraks harus langsung dicerna sebagai
suplemen atau karena alasan lainnya. (2)
c. Penghambat pembakaran
Boraks menghambat pelepasan gas mudah terbakar dari pembakaran
material selulosa, seperti katun, kayu, dan produk berbahan kertas. Boraks
juga melepaskan kimia terikat air untuk mengurangi pembakaran, sebuah
Char karbon terbentuk yang selanjutnya menghambat pembakaran. Futon,
8 Ilmu Kedokteran Forensik

matras, furnitur berlapis, isolasi, dan papan gypsum yang barang-barang


umum menggunakan boraks sebagai flame retardant.(2)
d. Plastik dan Tekstil
Digunakan sebagai pelapis, dan produk industri lainnya juga
mengandung boraks untuk memperkuat kemampuan menahan paparan api.(2)
e. Kaca dan Fiberglass
Kaca mengandalkan boraks dan boraks sejenis lainnya untuk
meningkatkan ketahanan suhu dan ketahanan kimia kaca. Bola lampu
halogen, ovenware, perangkat kaca microwaveable, gelas laboraksorium, dan
banyak barang kaca sehari-hari disempurnakan dengan penambahan boraks.
Boraks juga membantu dalam proses fiberization dari fiberglass, digunakan
dalam ski, papan sirkuit, dan aplikasi lain yang sejenis. (2)
f. Pengawet kayu dan Pengendalian hama
Boraks digunakan mengontrol jamur dan serangga. Jamur adalah
tanaman yang tidak mengandung klorofil dan harus mengambil sumber
makanan dari luar (seperti selulosa kayu). Senyawa boron menghambat
pertumbuhan jamur dan telah terbukti merupakan pengawet kayu yang baik.
Demikian pula, boraks digunakan dalam kolam renang dan spa sebagai
pengganti klorin yang lebih lembut. Asam, boraks, dan garam lainnya
biasanya digunakan untuk memperlembut air kolam renang dan mencegah
kontaminasi. (2)
Boraks adalah zat alami, dan sangat populer sebagai pengontrol
serangga. Tidak seperti semprotan untuk membunuh lebah atau semut, boraks
tidak membunuh serangga karena kontak dengan bahan kimia. Sebaliknya, ia
bertindak sebagai pengering yang dehidrasi banyak serangga dengan
menyebabkan retakan kecil atau celah di eksoskeleton mereka. Keasinan
boraks juga mengganggu metabolisme elektrolitik serangga yang sangat
sederhana. (2)
g. Penggunaan boraks dalam makanan
Saat ini, kasus keracunan makanan bukan hal yang asing.
Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan
9 Ilmu Kedokteran Forensik

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan


sejumlah produk makanan seperti ikan asin, mie basah, tahu, dan bakso yang
memakai boraks dan formalin sebagai pengawet. Produk makanan yang
berformalin dan boraks tidak hanya ditemukan di sejumlah pasar tradisional,
tetapi sering pula ditemukan di berbagai supermarket di berbagai wilayah di
tanah air. Padahal perlu kita ketahui bahwa penggunaan boraks umumnya
untuk pembersih dan insektisida yang bersifat toksik atau beracun untuk
manusia. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam makanan ini
sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Akan tetapi, masalah klasik
tersebut seringkali muncul menjadi pembicaraan hangat dengan kembali
ditemukannya sebagai pengawet tersebut pada berbagai jenis bahan makanan
yang dikonsumsi sehari-hari.
Pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah,
bakso, makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering tidak
mengandung boraks. Data hasil pemeriksaan boraks pada beberapa bahan
pangan dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan POM, 2004) (SUCI LESTARI
USU, IDENTIFIKASI BORAKS DALAM BAKSO DENGAN REAKSI
NYALA, 2011)

10 Ilmu Kedokteran Forensik

2.3. Aspek Hukum Bahan Tambahan Pangan


Pangan secara langsung dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan manusia, baik
pengaruh yang menguntungkan maupun merugikan. Oleh karena itu pangan yang
diproduksi dan diedarkan dimasyarakat harus mempunyai persyaratan, baik persyaratan
khusus maupun persyaratan kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk melindunggi konsumen
yang pada umumnya kurang mengetahui mengenai bahaya serta pengaruh yang merugikan
akibat konsumsi pangan yang tidak memenuhi persyaratan.3)
2.3.1. Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan
Tambahan Pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu
diwaspadai bersama, baik oleh

produsen maupun oleh konsumen. Dampak

penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat.


Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya
generasi muda sebagai penerus pembangunan bamgsa. Di bidang pangan kita
memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan
yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing
dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan
gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan
nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan.(11)
Beberapa bahan tambahan pangan yang bisa digunakan dalam makanan
antara lain (Depkes RI, 1988) :
1.
Enzim
Bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad
renik yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur
proses fermentasi makanan. Contoh : amilase dari aspergillus niger untuk
tepung gandum dan rennet dalam pembuatan keju.
11 Ilmu Kedokteran Forensik

2.

Penambahan gizi
Bahan tambahan pangan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik
tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi
makanan. Contoh : asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12

3.

dan vitamin D.
Humektan
Bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat
mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh : gliserol untuk keju, es

4.

krim dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue.


Antibusa
Bahan tambahan pangan yang dapat menghilangkan busa yang dapat
timbul karena pengocokan atau pemasakan. Contoh : dimetil polisiloksan pada
jeli, minyak dan lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida
amorf pada minyak dan lemak.
BTP yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan menurut
Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 adalah :
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chloramphenicol)
5. Kalium klorat (potassium chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC)
7. Nitrofurazon (nitrofurazone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
10. Rhodamin B (pewarna merah)
11. Methanil yellow (pewarna kuning)
12. Dulsin (pemanis sintesis)
13. Potasium bromat (pengeras).
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan juga diatur

tentang bahan-bahan tambahan pangan atau makanan, antara lain :


Pasal 10 :
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk

diedarkan

dilarang

menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan


terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;

12 Ilmu Kedokteran Forensik

(2)

Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat
digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1);

Dalam Pasal 11 juga disebutkan:


...Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum
diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa
keamanannya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau proses produksi pangan
untuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pemerintah..(9)
2.4 Akibat Penyalahgunaan Boraks
2.4.1 Aspek Yuridis
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan maupun peraturan yang
berkaitan dengan keamanan makanan baik di tingkat produksi maupun di tingkat
distribusi. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bagi pengambilan tindakan
atau penghukuman atas perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau bahaya
kepada konsumen dalam berbagai bentuk perundangan-perundangan, yang telah ada
seperti : (14)
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, antara lain :
a. Pasal 111
(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan
pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang
berisi:
a)
b)
c)
d)

Nama produk;
Daftar bahan yang digunakan;
Berat bersih atau isi bersih;
Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan

minuman kedalam wilayah Indonesia; dan


e) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.

13 Ilmu Kedokteran Forensik

(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara benar dan akurat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan
kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita
untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pasal 112
Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi,
pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, antara lain :
(a) Pasal 8 yaitu: setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran makanan dalam
keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi;
(b) Pasal 20 ayat (1): setiap orang yang memproduksi pangan untuk
diperdagangkan wajib menyelenggarakan sistem jaminan mutu, sesuai dengan
jenis pangan yang diproduksi;
(c) Pasal 21 huruf (a): setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang
mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
(d) Pasal 26 huruf (b): setiap orang dilarang memperdagangkan pangan yang
mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu yang dijanjikan;
(e) Pasal 55 yaitu: barang siapa dengan sengaja bertentangan dengan Pasal 8, Pasal
21 huruf (a), Pasal 26 huruf (b) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000; (enam ratus juta
rupiah);
3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain :

14 Ilmu Kedokteran Forensik

(a) Pasal 8 ayat (1) yaitu: pelaku usaha dilarang

memproduksi dan atau

memperdagangkan barang dan /atau jasa yang :


1. Tidak memenuhi atau sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan pada label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
3. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
4. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau
pemanfaatan yang paling baik atau barang tertentu;
5. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara

halal,

sebagaimana

pernyataan halal yang dicantumkan dalam label;


6. Tidak memasang label atau memuat informasi penjelasan mengenai barang
yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi,
aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat samping, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat;
7. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
(b) Pasal 62 ayat (1) yaitu: pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000; (dua milyar rupiah).
(9,12,14)

2.4.2 Aspek medis


Pengaruh-pengaruh boraks bagi kesehatan antara lain :Apabila boraks dimakan dalam
kadar tertentu dapat menimbulkan efek negative bagi kesehatan antara lain :Gangguan pada
sistem saraf,ginjal,hati,Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi,Dapat
menyebabkan komplikasi otak dan hati,Dapat menyebabkan kematian jika boraks termakan
hingga 3-6 gram.
Beberapa pengaruh boraks terhadap kesehatan dapat menyebabkan intoksikasi baik
secara akut maupun kronik.
15 Ilmu Kedokteran Forensik

Intoksikasi akut
Umumnya intoksikasi akut pada senyawa boraks mempunyai waktu laten yaitu
umumnya dibutuhkan waktu beberapa jam untuk menimbulkan gejala-gejala keracunan
boraks. Boraks memiliki dosis lethal (LD50 untuk orang dewasa adalah 15-20 gram, LD50
untuk untuk anak-anak adalah 5 gram dan LD50 untuk bayi adalah 1-3 gram).
Gejala intoksikasi akut boraks :
1.
Gejala saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut dan diare.
2.
Gejala neurologis : nyeri kepala, halusinasi, tremor dan kejang.
3.
Gejala sistem urinarius : menimbulkan gagal ginjal akut (ATN/ Acute Tubular
4.

Necrosis) sehingga dapat menyebabkan oligouria sampai anuria.


Gejala pada sistem intergumentum : pada konsumsi boraks dalam dosis tinggi secara
oral dapat menimbulkan erythema pada kulit wajah, telapak tangan, telapak kaki,
daerah bokong dan skrotum dalam waktu 24 jam, kemudian diikuti proses
deskuamasi atau dermatitis eksfoliatif setelah 1-2 hari timbul perubahan warna gejala

5.

tersebut mirip penyakit Ritters syndrome.


Gejala intoksikasi akut yang berat : umumnya akan menimbulkan gangguan
neurologis yang berat (penurunan kesadaran sampai koma) bahkan sampai meninggal.
Umumnya pada pasien yang meninggal akibat intoksikasi akut boraks ditemukan
adanya edema serebri, gagal ginjal akut akibat ATN dan hepatitis.(3,4)

Intoksikasi kronik
1. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pernafasan
Gejala intoksikasi kronik saluran pernafasan berupa iritasi saluran pernafasan seperti
rhinitis dan umumnya gejala iritasi pada saluran bersifat transient tidak bersifat
menetap.
2. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan
Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan berupa gejala mual, muntah, nyeri
perut, kadang-kadang terdapat perubahan warna lidah menjadi kemerahan (red glossy
tongue) dan sering mengalami sariawan yang berulang.
3. Gejala intoksikasi kronik pada sistem neurologis
Gejala intoksikasi kronik sistem neurologis dapat berupa letargi, tremor, kejang dan
penurunan kesadaran sampai terjadinya koma.
4. Gejala intoksikasi kronik pada sistem intergumentum

16 Ilmu Kedokteran Forensik

Gejala intoksikasi kronik sistem intergumentum dapat berupa erythema pada kulit
bahkan sampai terjadi ulseratif, bahkan dapat menyebabkan rontoknya rambut sampai
terjadi alopesia.
5. Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik
Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik berupa gangguan proliferasi dari
sel limfosit sehingga dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi.
6. Gejala intoksikasi kronik pada sistem endrokrin
Pada penelitian yang dilakukan pada tikus percobaan gejala intoksikasi kronik pada
sistem endrokrin berupa gangguan pada hormon LH (Luteinezing Hormone) dan FSH
(Folikel Stimulation Hormone) sehingga dapat menggangu kesuburan, namun efek
tersebut pada manusia masih dalam tahap penelitian oleh US. EPA.
7. Gejala intoksikasi pada sistem reproduksi
Pada hasil percobaan yang dilakukan pada tikus percobaan didapatkan hasil bahwa
pada tikus jantan didapatkan adanya gangguan spermatogenesis, hal ini diduga karena
sel sertoli yang terdapat pada testis merupakan salah satu target organ pada senyawa
boraks dan tikus betina didapatkan adanya gangguan ovulasi, akibat terganggunya
hipothalamus-pituitary axis.
8. Efek reproduktif dan teratogenik pada intoksikasi kronik
Efek terhadap sistem reproduktif akibat intoksikasi kronik boraks yang didapat dari
hasil penelitian terhadap tikus biasanya disebabkan oleh karena terganggunya
hipothalamus-pituitary axis yang menyebabkan gangguan ovulasi pada tikus betina
serta degeratif dari epitel spermatogenik atau sel sertoli, namun efek terhadap sistem
reproduktif tersebut sangat bergantung pada dosis.
9. Efek karsinogenik dan mutagenik.
Dari hasil studi yang dilakukan selama 2 tahun pada binatang percobaan tidak didapat
kan adanya aktifitas karsinogenik yang disebabkan oleh senyawa boraks.asam boraks
dan boraks diklasifikasikan oleh US.EPA melalui carcinogen assessment guidelines
2005 tidak bersifat karsiogenik pada manusia (3,4,5)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.

Kesimpulan
Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang

seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan. Boraks biasa digunakan sebagai bahan
pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air.
17 Ilmu Kedokteran Forensik

Sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui secara pasti dampak penggunaan
boraks pada produk makanan padahal dalam jumlah tertentu sangat berbahaya bagi kesehatan
karena dapat menimbulkan keracunan dengan gejala akut seperti mual,muntah bahkan dalam
jangka panjang dapat menimbulkan gangguan neurologis.
Boraks dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan
maupun kulit yang terluka. Boraks tidak mengalami metabolisme dalam tubuh sehingga
keberadaan boraks dalam tubuh dapat terdeteksi dari urin.
Pemerintah dalam undang undang kesehatan telah mengatur mengenai bahan tambahan
pangan, namun penegakan hukum belum dilakukan secara tegas dalam menindak oknum yang
menyalahgunakan boraks sebagai bahan tambahan pangan.
Penyalahgunaan boraks juga memberi dampak terhadap kesehatan. Pengaruh-pengaruh
boraks bagi kesehatan antara lain gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, gejala pendarahan di
lambung dan gangguan stimulasi, dan dapat menyebabkan komplikasi otak dan hati,serta dapat
menyebabkan kematian jika boraks termakan hingga 3-6 gram.
3.2.

Saran

1. Masyarakat

diharapkan

secara

proaktif

meningkatkan

pengetahuannya

mengenai

penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan dan harus lebih jeli dalam memilih
makanan dalam upaya menghindari efek buruk dari boraks bagi tubuh.
2. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu menyusun program kegiatan
sebagai bentuk edukasi dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan yang pada gilirannya dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dalam konteks makro.
3. Pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah dan pengambilan tindakan tegas sangat
dibutuhkan, seperti mengirimkan pengawas-pengawas pemerintah ke daerah-daerah tertentu
dan membuat undang-undang mengenai boraks.

18 Ilmu Kedokteran Forensik

DAFTAR PUSTAKA
1. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Munim A, Herpian S, et al. Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Indonesia; 1997. P 71.
2. Rose Mill Company. What is boric acid?. Available at http://www.natbat.com/What%20Is
%20Boric%20Acid.pdf. Accessed 18 November 2012.
3. National Pesticide Information Center. Boric Acid Technical Fact Sheet. Available at:
http://npic.orst.edu/factsheets/borictech.pdf . Accessed 18 November 2012.
4. United States Enviromental Protection Agency. Health Effects Support Document for Boron.
Available at: http://www.epa.gov/ogwdw/ccl/pdfs/reg_determine2/healtheffects_ccl2
reg2_boron.pdf . Accessed 18 November 2012.
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22602/4/Chapter%20II.pdf.Accessed

18

November 2012.
6. Nasution, Anisyah, Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan Padang Bulan
Kota Medan Tahun 2009, USU 2010 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17797

19 Ilmu Kedokteran Forensik

7. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya


Pada
8.

Produk

Makanan

Di

Indonesia,

2009

USU

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4909/1/09E01994.pdf
Sinaga Edward J. Peranan Toksikologi dalam Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap
Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dengan Menggunakan Racun, 2010, USU

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996
9.
World Health Organization. Management of

Substance

Abuse.

WHO

2012.

www.who.int/substance_abuse/terminology/acute_intox/index.html
12.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang

http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-36-2009Kesehatan.pdf

20 Ilmu Kedokteran Forensik

Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai