Final Test
Cultural Anthropology
Disusun Oleh :
OLIVIA (2007110664)
MC11-1B
Kata pengantar
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat karunianya, saya diberikan kekuatan dan kesempatan menyelesaikan sebuah
karya etnografi yang berdasarkan hasil pengamatan mengenai kebudayaan suatu daerah
sehingga karya ini pun dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Ada pun Karya etnografi ini dapat terselesaikan, semata-mata demi memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh nilai ujian akhir mata kuliah Cultural Anthropology.
Segala rasa puji dan syukur serta terima kasih saya haturkan atas dorongan dan dukungan
dari orang-orang terdekat yang senantiasa memberi semangat sehingga karya etnografi
ini dapat diselesaikan dengan baik walau pun didalam penyusunan dan penulisan karya
etnografi ini, penulis banyak menemukan hambatan dalam proses pengerjaan serta
kesulitan mengumpulkan data atau bahan yang berhubungan dengan kebudayaan atau
suku yang diangkat dalam etnografi ini.
Karya etnografi ini juga dapat terselesaikan karena bantuan, bimbingan, doa dan
dorongan dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak yang ikut terlibat dan membantu dalam pengerjaan
dan penyelesaian karya etnografi ini.
Namun, saya senantiasa menyadari akan kekurangan yang terdapat pada karya
tulis yang saya buat ini. Oleh karena itu, sudi kiranya pembaca memberi saran dan kritik
yang membangun sebagai bahan perbaikan di waktu mendatang. Saya pun sangat
berharap karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan masyarakat luas.
Penulis,
Daftar isi
Kata pengantar i
Daftar isi ii
Bab 1 Pendahuluan 1
Bab I
Pendahuluan
Negara kita memiliki berbagai macam suku dan terbagi atas banyak wilayah.
Suku-suku tersebut menduduki di tiap-tiap wilayah Indonesia. seperti jawa,suku
batak,suku dayak,dan lain-lain. Diantaranya adalah suku-suku papua, mereka mempunyai
kebiasaan dan kebudayaan yang berbeda-beda. sesuatu yang dianggap biasa pada salah
satu suku,belum tentu dianggap biasa pula pada suku yang lain meski pun wilayah yang
mereka ditempati jaraknya berdekatan. Begitu pula dengan cara mereka bergaul dan
menjalani kehidupan mereka sehari-hari. bahasa yang mereka pakai sehari-
hari,Kepercayaan yang dianut, serta seni budaya yang ada pada tiap suku di papua belum
tentu sama.
Karena banyaknya perbedaan di berbagai hal,banyak suku-suku di
indonesia yang terlibat perang yang di karenakan salah paham atau kurangnya
komunikasi. sehingga terjadi perselisihan pendapat,dan lain-lain. Untuk itu didalam karya
etnografi ini, saya akan mengangkat topik pembahasan mengenai kebudayaan daerah
Irian Jaya dengan melihat salah satu suku budayanya yaitu suku Biak guna mengenalkan
suku biak terhadap pembaca, dimana suku tersebut sebagai salah satu suku yang menarik
perhatian saya dan kebudayaan yang melekat pada suku Biak masih kuat sehingga
membuat saya ingin lebih menggali informasi seputar asal usul biak serta kebudayaan
dari suku biak itu sendiri. Manfaat dari karya etnogragi suku ini adalah sebagai salah
satu cara mengetahui tentang kebudayaan suku asli biak dalam hal unsur-unsur yang
terkait dalam kebudayaan suku asli Biak-Numfor tersebut.
2.1 Lokasi
A.1. Letak dan Lingkungan Alam.
Kepulauan Biak-Numfor adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang
merupakan tempat asal dan tempat tinggal orang Biak terletak di sebelah utara Teluk
Cenderawasih dan terdiri dari tiga pulau besar dan puluhan pulau-pulau kecil. Tiga pulau besar
5
adalah Pulau Biak, Pulau Supiori dan Pulau Numfor. Sedangkan pulau-pulau kecil adalah
gugusan Kepulauan Padaido, yang terdapat di sebelat timur Pulau Biak, Pulau-pulau Rani dan
Insumbabi yang terdapat di sebelah selatan Pulau Supiori, Pulau-pulau Meosbefandi dan Ayau
yang terdapat di sebelah utara Pulau Supiori dan Kepulauan Mapia yang letaknya jauh di sebelah
utara Pulau Ayau.
Topografi
Keadaan topografi Pulau Biak Numfor sangat bervariasi mulai dari daerah pantai
yang tediri dari dataran rendah dengan lereng dan landai sampai dengan daerah
pedalaman yang memiliki kemiringan terjal, namun pada umumnya keadaan topografi
Pulau Biak Numfor itu sendiri yaitu berbentuk teras dan bergelombang tidak teratur.
Secara morfologi, Pulau Biak terbagi 4 (empat) satuan, yaitu dataran, daerah berombak,
daerah bergelombang, dan perbukitan. Berdasarkan ketinggiannya, Pulau Biak Numfor
berada pada ketinggian 0 sampai dengan 920 meter dari permukaan laut. Ketinggian
daerah pantai sebesar 0 - 5 m dpl, seperti daerah pantai pada Pulau Biak dan Pulau
Numfor.
Pulau Numfor juga terbentuk dari karang laut dan bentuk topografinya menyerupai
sebuah cakram bulat panjang yang berbukit-bukit di bagian tengah dengan ketinggian
tidak lebih dari 225 m di atas permukaan air laut. Pada celah-celah yang ada di antara
bukit-bukit terdapat tanah-tanah yang cukup baik untuk usaha pertanian. Keadaan tanah
yang relatif subur ini menyebabkan sejak dahulu hingga sekarang mata pencaharian
pokok penduduknya adalah mengusahakan ladang dengan berbagai tanaman umbi-
umbian dan kacang hijau.
IKLIM
Secara umum, pola iklim Biak-Numfor dipengaruhi oleh monsoon dan
maritime, yang mana porsi besaran pengaruhnya adalah pada maritimnya. Iklim di Irian
Jaya sangat dipengaruhi oleh letak astronomis maupun letak geografis, sehingga keadaan
iklim beberapa daerah Irian Jaya berbeda-beda. Secara keseluruhan daerah Irian Jaya
termasuk dalam golongan iklim tropis.
Curah hujan bervariasi (secara local) mulai 1.500 mm - 7.500 mm per tahun.
Jumlah hari-hari hujan per tahun : Jayapura 160, Biak 125, Guarotali 250, Manokwari
140, Merauke 100.
Temperatur rata-rata pada daerah pantai berkisar 260C, 170C dengan rata-rata
maksimum 32,10C. Temperatur daerah pegunungan pada umumnya berbeda secara
gradual menurut ketinggiannya, yaitu dengan rata-rata penurunan 0,20C untuk setiap
kenaikan setinggi 100 meter diatas permukaan laut.
Data demografi
Orang Biak yang berdomisili di Kepulauan Biak-Numfor pada tahun 1999
berjumlah ± 115.134 orang. Mereka tersebar pada 153 desa/kelurahan yang terbagi atas
dua belas wilayah kecamatan. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Biak
Kota (36.098 jiwa) dan Kecamatan Biak Timur (10.121 jiwa), sedangkan kecamatan yang
paling sedikit yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Numfor Barat
yang hanya berpenduduk 3.656 jiwa. Perincian jumlah penduduk menurut kecamatan
adalah seperti pada tabel 1. Perbandingan jumlah penduduk (115.134 orang) dengan luas
wilayah (± 2.595 km2), menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di Kabupaten Biak-
Numfor adalah sebesar 40,48 orang tiap km2. Angka tersebut menunjukkan bahwa
Kepulauan Biak-Numfor merupakan kabupaten yang paling tinggi kepadatan penduduknya
dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya di Papua.
8
Tentang asal-usul nama serta arti kata tersebut ada beberapa pendapat.
Pertama ialah bahwa nama Biak yang berasal dari kata v`iak itu yang pada mulanya
merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat tinggal
di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung pengertian orang-
orang yang tinggal di dalam hutan,`orang-orang yang tidak pandai kelautan`, seperti
misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar di laut dan
menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh penduduk
pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam hal-hal
kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian menghina
9
golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai sebagai nama
resmi untuk penduduk dan daerah tersebut.
Pendapat lain, berasal dari keterangan ceritera lisan rakyat berupa mite,
yang menceritakan bahwa nama itu berasal dari warga klen Burdam yang meninggalkan
Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite
itu, warga klen Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau Warmambo (nama
asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang letaknya jauh sehingga Pulau
Warmambo hilang dari pandangan mata. Demikianlah mereka berangkat, tetapi setiap
kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo nampak di atas
permukaan laut. Keadaan ini menyebabkan mereka berkata, v`iak wer`, atau `v`iak`,
artinya ia muncul lagi. Kata v`iak inilah yang kemudian dipakai oleh mereka yang pergi
untuk menamakan Pulau Warmambo dan hingga sekarang nama itulah yang tetap
dipakai (Kamma 1978:29-33).
Kata Biak secara resmi dipakai sebagai nama untuk menyebut daerah dan
penduduknya yaitu pada saat dibentuknya lembaga Kainkain Karkara Biak pada tahun
1947 (De Bruijn 1965:87). Lembaga tersebut merupakan pengembangan dari lembaga
adat kainkain karkara mnu yaitu suatu lembaga adat yang mempunyai fungsi mengatur
kehidupan bersama dalam suatu komnunitas yang disebut mnu atau kampung.
Penjelasan lebih luas tentang kedua lembaga itu diberikan pada pokok yang
membicarakan organisasi kepemimpinan di bawah.
Nama Numfor berasal dari nama pulau dan golongan penduduk asli Pulau
Numfor. Penggabungan nama Biak dan Numfor menjadi satu nama dan pemakaiannya
secara resmi terjadi pada saat terbentuknya lembaga dewan daerah di Kepulauan
Schouten yang diberi nama Dewan daerah Biak-Numfor pada tahun 1959.
10
Tentang sejarah orang Biak, baik sejarah asal usul maupun sejarah kontaknya
dengan dunia luar, tidak diketahui banyak
karena tidak tersedia keterangan tertulis.
Satu-satunya sumber lokal yang
memberikan keterangan tentang asal-usul
orang Biak seperti halnya juga pada suku-
suku bangsa lainnya di Papua, adalah mite.
Menurut mite moyang orang Biak berasal
dari satu daerah yang terletak di sebelah
timur, tempat matahari terbit. Moyang
pertama datang ke daerah kepulauan ini
dengan menggunakan perahu. Ada
beberapa versi ceritera kedatangan Upacara Barapen suku-bangsa
Biak-Numfor
moyang pertama itu. Salah satu versi
mite itu menceriterakan bahwa moyang pertama dari orang Biak terdiri dari sepasang
suami isteri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu dan ketika air surut
kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua pasang
suami isteri itu Sarwambo. Bukit tersebut terdapat di bagian timur laut Pulau Biak (di
sebelah selatan kampung Korem sekarang). Dari bukit sarwambo, moyang pertama itu
bersama anak-anaknya berpindah ke tepi Sungai Korem dan dari tempat terakhir inilah
mereka berkembang biak memenuhi seluruh Kepulauan Biak-Numfor.
Bahasa Biak tergolong rumpun bahasa Melanesia terdiri atas beberapa dialek.
Menurut perkiraan, pada tahun 1983 sekitar 100.000 orang menggunakan bahasa Biak
ini, dengan pemakai terbesar orang-orang dari kepulauan sechouten. Penyebaran Bahasa
Biak paling luas bila dibandingkan dengan penyebaran bahasa daerah lain di wilayah
Propinsi Irian Jaya.
Secara linguistik, bahasa Biak adalah salah satu bahasa di Papua yang
dikategorikan dalam keluarga bahasa Austronesia (Muller 1876-1888; Wurm & Hattori
11
1982) dimana bahasa tersebut mempunyai kelainan dengan bahasa Austronesia bagian
barat” (Soeparno,1977:vii), khususnya bahasa Biak ini termasuk pada subgrup South-
Halmahera-West New Guinea (Blust 1978). Bahasa yang digunakan sehari-hari dalam
kehidupan masyarakat Biak adalah Bahasa Indonesia. Bahasa asli digunakan penduduk
asli hanya dibedakan oleh dialek bahasa seperti Samber, Swapodibo, Wadibu, Sopen,
Mandender, Wombonda, Urmbor, Sawias dan dialek Doreri.
Berikut penjelasan seputar arti serta tata cara penggunaan bahasa biak :
2.3.1 Hubungan Kata dalam bahasa Biak.
Bahasa biak memiliki ciri-ciri kata didalam kalimatnya yaitu dengan penggunaan
hubungan kata didalamnya. Berikut sekilas penjelasan hubungan kata pada kalimat
didalam bahasa Biak :
2.3.1.2 Hubungan kata dalam batas dua fungsi atau lebih dalam satu pola
tunggal
Hubungan kata dalam batas dua fungsi atau lebih dalam Bahasa Biak cukup banyak
dijumpai sebab didalam setiap konteks yang terdapat verba, adjektive, dan kata-kata
tugas tertentu selalu di rangkaikan dengan pronomina pesona.
Contoh : yan suy nabor kwar ’ saya sudah makan banyak sagu (papeda)’
S dan P pada kalimat tersebut dapat di katakan sebagai fungsi inti, maka hubungan
ini disebut klausa. Apabila ditinjau dari segi struktur Bahasa Biak, maka tuturan saya
sudah makan banyak sagu (papeda)’ yang dalam bahasa indonesia terdapat satu S dan
satu P (hanya satu klausa), Tetapi dalam bahasa Biak temasuk dalam pola yang
berklausa ganda.
~ yan ’saya makan’ (S-P)
~ suy ’sagu’ (O)
~ nabor ’mereka banyak’(S-P ket.objek)
~ kwar ’sudah/lama’ (K)
Berikut contoh-contoh yang menyatakan klausa tunggal dalam Bahasa Indonesia dan
klausa ganda (jamak) dalam Bahasa Biak :
~ imarisep oan suy
(dia suka) ( dia makan) (papeda)
’Dia suka makan papeda’
~ Skan fas siyi
(mereka makan) (nasi) (mereka nasi itu)
’mereka makan nasi itu’
14
2.3.2 Kalimat
kalimat Bahasa Biak ialah kata atau kelompok kata yang dapat berdiri sendiri, lebih
luas dari klausa dan lebih rendah dari wacana, yang ditentukan oleh unsur-unsur
suprasegmental bahasa, yakni intonasi, tekanan, dan nada dan dalam bahasa tulis
ditandai dengan tanda baca titik, koma, tanda tanya, tanda seru, dan lain – lain serta
pemaikaiannya sesuai dengan waktu, tempat, dan keadaan. Contoh :
~ rwai ! (engkau pergi) ’pergilah
~sa (apa) bari (kamu bawa) ? ’apa yang kamu ’bawa?
Ada 3 faktor sebagai bahan pertimbangan dalam mendefinisikan kaliama menurut
Elson and Pickett yaitu :
1.) bahwa level kalimat di dalam hierarki ialah di atas klausa dan dibawah paragraf
2.) kalimat dapat berdiri sendiri
3.) dalam banyak bahasa, kaliamat akan melibatkan intonasi morfem – morfem dan
jeda.
Ada 18 tipe kalimat dalam Bahasa Biak,Berikut ini adalah contoh –contoh kalimat
menurut tipe-tipenya :
15
* Anaknya perempuan itu mandi dan sesudah itu dia memandikan adiknya.
Ina/insos iya imasi ma pasaido imasiyo beknik vyedi
*di samping kaya akan ikan, pulau irian kaya juga akan buah-buahan
Sup irian ine ifo kukr in ma fo kukr aybon kako
f. Kalimat berlawanan
g. Kalimat setara
*jika saja dia memanjat pohon itu, pasti pohon itu sudah patah.
Dove dek ay iyakada na ikar kaku dan kwar
*kami kira orang itu miskin , tetapi ternyata orang itu kaya
Nkorkara vo nkove nyanava inkuroyiinsave inkofawi bos nyanari
r. Kalimat perbandingan
a) Kata benda
1. Rumah kayu = rum ay
2. batu besar = karuy veba
3. anak laki-laki = kabor
4. anak babi = ben/randip
5. orang jahat = snon mamun
6. tepi kebun = yaf andire
7. kelapa = sray
8. air = war
9. laut = masem
20
b) Kata sifat
1. Besar = Kasum
2. kecil = veba
3. Sangat Kecil = vebava
4. Sakit sekali = duf fafayava
5. sama besar = ba mammis
6. lebih kecil = bava syadi
7. lebih besar = ba koper
8. sakit sekali = duf fafayave
9. tisak sakit = dufva
10. hampir sakit = kero dufe
Mata pencaharian utama penduduk yang bermukim di perdesaan adalah petani dan
nelayan, sedangkan yang di kota lebih beragam antara lain sebagai PNS, pegawai swasta dan
pedagang. Orang Biak, terutama yang tinggal di pedesaan, hidup terutama dari berladang dan
menangkap ikan.
Jenis mata pencaharian hidup yang disebut pertama, berladang, dilakukan oleh sebagian
besar penduduk, sedangkan mata pencaharian yang kedua, menangkap ikan, dilakukan terutama
oleh penduduk yang bertempat tinggal di Kepulauan Padaido, Biak Timur dan di Desa Rayori
Pada umumnya penduduk yang melakukan pekerjaan berladang sebagai pekerjaan pokok, juga
melakukan penangkapan ikan sebagai mata pencaharian tambahan. Hal ini terjadi karena belum
ada pembagian kerja yang bersifat spesialisasi. Seperti halnya di daerah Papua lainnya, di daerah
Biak-Numfor, terutama di daerah pedesaan, tiap keluarga inti berfungsi unit produksi yang
menghasilkan semua kebutuhan pokok bagi kehidupan angngota keluarganya sendiri, tidak
tergantung pada keluarga lain. Hasil yang diperoleh dari berladang dipakai terutama untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, jika ada kelebihan, maka dibagikan kepada anggota
keluarga yang lain (di waktu lalu) atau di jual ke pasar (di waktu sekarang).
Di masa lampau mata pencaharian lain yang sangat penting dalam kehidupan orang Biak adalah
perdagangan. Barang-barang perdagangan utama pada waktu itu adalah hasil laut, piring, budak
dan alat-alat kerja yang dibuat dari besi seperti parang dan tombak. Perlu dicatat disini bahwa
kepandaian besi sudah dikenal orang Biak melalui penduduk Maluku jauh sebelum orang Eropa
pertama datang di daerah ini pada awal abad ke-16 sehingga peralatan kerja tersebut di atas
merupakan hasil produksi sendiri (Kamma & Kooijman 1974).
Sistem perdagangan yang dilakukan pada waktu lampau ialah melalui cara tukar menukar barang
atau barter (dalam bahasa Biak disebut farobek), tanpa mata uang tertentu seperti halnya orang
Me dan Muyu yang menggunkan kulit kerang sebagai alat pertukaran yang terbaku dalam
kebudayaannya.
Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat Biak tidak terdapat pembagian menurut lapisan sosial yang
jelas.Golongan pertama, masyarakat bebas disebut manseren, artinya yang dipertuan, pemilik,
yang membuat putusan dan yang berkuasa, tetapi bukan dalam arti bangsawan atau ningrat yang
sesungguhya. Perbedaan antara kedua golongan manseren itu ialah bahwa golongan pertama
disebut manseren mnu, artinya golonan pendiri dan pemilik kampung, sedangkan golongan
kedua hanya disebut golongan manseren saja.
Golongan masyarakat yang disebut budak atau women berasal dari tawanantawanan
perang. Tugas utama golongan ini adalah membantu melakukan pekerjaan-pekerjaan bagi siapa
mereka dipertuan, seperti berkebun, mencari ikan, membangun rumah dan lain-lain. Oleh karena
tugas yang demikian maka seorang budak sering dinamakan juga dalam bahasa Biak
manfanwan, artinya yang dapat disuruh untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.
Struktur Sosial. Kesatuan sosial dan tempat tinggal yang paling penting bagi masyarakat
Biak adalah KERET atau KLAN kecil. Suatu keret terdiri dari keluarga batih yang disebut SIM.
Pada masa sekarang masing-masing keluarga batih (sim) mempunyai rumah sendiri, tetapi
biasanya mereka berkelompok menurut keret dan Mnu. Wujud nyata dari kesatuan sosial
tersebut pada waktu lalu adalah rumah besar yang disebut rumah keret. Rumah keret merupakan
suatu bangunan yang berbentuk segi empat panjang dengan ukuran kurang lebih 30-40 m
panjang dan 15 m lebar. Rumah keret itu dibangun di ats tiang dan dibagi-bagi kedalam sejumlah
kamar atau sim yag letaknya disisi kiri-kanan dan dipisahkan oleh suatu ruang kosong di bagian
tengah rumah yang memanjang mulai dari depan sampai ke belakang. Fungsi utama ruang
tengah yang kosong itu adalah sebagai tempat menaruh perahu milik keret dan juga sebagai
tempat menerima tamu dan tempat berapat anggota keluarga keret.
Pada prinsipnya tanah dipemukiman atau mnu adalah milik keret pertama yang membuka
tempat tersebut menjadi pemukiman. Demikian pula tanah, hutan dan sumber-sumber daya lain
yang bermanfaat bagi kehidupan yang terdapat disekitar tempat pemukiman itu adalah milik
keret pendiri mnu yang disebut Manseren mnu. Jadi,pada dasarnya keret pendatang hanya
23
mendapatkan hak sebagai pemakai bukan hak sebagai pemilik. Dan biasanya ,para keret hanya
mencari nafkah dari hak yang menjadi miliknya. Apabila seseorang individu dari keret tertentu
hendak mencari hasil hutan atau membuka kebun di lokasi yang merupakan hak milik keret lain,
maka ia harsu meminta izin pada kepala keret pemilik dengan persetujuan dari individu yang
menggunakan lokasi tersebut terlebih dahulu.
a. Sistem kekerabatan
Dalam hubungan kekerabatan, orang Biak mengusut keturunannya melalui garis ayah,
jadi bersifat patrilineal. Sedangkan tipe pokok kekerabatan yang dianut menuurut pembagian
yang dibuat oleh Murdock (1949) adalah sistem Iroquois, yaitu penggunaan satu istilah yang
sama untuk menyebut kelas kerabat tertentu. Misalnya istilah naek digunakan untuk saudara-
saudara kandung dengan sudara-saudara sepupu paralel,yang berbeda dari istilah napirem untuk
menyebut semua saudara sepupu silang. Kecuali itu semua saudara laki-laki ayah disebut juga
dengan istilah ayah, kma, dan semua saudara perempuan ibu disebut, sna. Sebaliknya semua
saudara perempuan ayah disebut bibi, bin, dan semua saudara laki-laki ibu disebut paman.
Dalam kaitannya dengan pengklasifikasian anggota kerabat seperti tersebut di atas adalah
adanya larangan perkawinan antara saudara-saudara sepupu, baik saudara-saudara sepupu sejajar
maupun saudara-saudara silang. Larangan tersebut merupakan ketentuan adat yang menetapkan
perkawinan tersebut sebagai perkawinan inses.
perkawinan melalui peminangan dan perkawinan ganti tikar baik yang bersifat levirate maupun
sororate. Bentuk perkawinan yang paling banyak terjadi adalah perkawinan melalui peminangan,
fakfuken.
Menurut tradisi pihak laki-lakilah yang berkewajiban untuk melakukan peminangan pada
pihak perempuan. Unsur-unsur penting dalam proses peminangan adalah penentuan jumlah
maskawin yag dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan dan penetuan waktu
pelaksanaan perkawinan,
Pola menetap sesudah kawin yang dianut adalah patrilokal, yaitu pasangan baru yang
menikah menetap di rumah atau lokasi tempat asal suami. Sering terjadi juga bahwa sesudah
menikah, pasangan baru itu menetap untuk waktu tertentu di rumah orang tua atau wali isteri.
Hal ini disebabkan oleh karena sang suami dari keluarga baru itu harus melakukan pekerjaan
tertentu misalnya membantu membuka kebun baru.
2. 6 Sistem kesenian
Menurut seorang ahli antropologi Belanda Dr. G.J Held Kebudayaan penduduk Irian
memiliki ciri tersendiri yaitu keanekaragaman dan variabilitasnya yang besar. Kedua ciri
tersebut mencakup kebudayaan material seperti seni pahat dan seni ukir. Di mulai dari ujung
barat Irian Jaya ke ujung Timur Papua Nugini, terdapat 9 macam daerah kebudayaan, antara
lain :
1. daerah pantai Barat- Laut Irian yang mencakup daerah kebudayaan Biak-
Numfor;
25
3. daerah Sepik;
5. daerah massim;
Masyrakat Biak – numfor memiliki Kesenian yang terdiri dari seni tari dan
musik, dan teater modern dan tradisional. Berikut merupakan uraian kesenian
serta arti dibalik filosofi dari kesenian tersebut :
Lagu Kururuye! adalah contoh sebuah wor untuk berdayung dengan irama yang hidup.
Biasanya wor untuk berdayung dinyanyikan dan dilaksanakan oleh lebih daripada satu
orang.
Kururuye adalah kata seru untuk mengungkapkan rasa senang pelaut atau nelayan Biak
yang sambil berdayung atau berlayar menuju kampungnya dar laut. Angin Buritan yang
mengantarnya kembali dari “perjalanan”nya tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah.
26
Sedangkan Pelabuhan Koreri yang di maksud pada syair ini adalah pelabuhan yang secara
ketat berarti pelabuhan Negara Adil , Negara Bahagia.
Kururuye
1. Kururu, kururuye!
Pelabuhan Derita.
Syori Wandama, adalah wor untuk suasana yang tenang dan teduh. Syair
lagu ini mengungkapkan “perjalanan Kehidupan” suku-bangsa Biak-
Numfor menuju Timur,lambing dari ketenangan, kedamaian.Syair Syori
Wandama sudah mendapat pengaruh Kristen.
Sorga tempatku,
Tempatku.
27
Aku kenangkan.
dari dua daerah, yakni Biak dan Yapen-Waropen. Awalnya, yospan terdiri dari tarian
pergaulan yosim dan pancar, dua tarian berbeda yang akhirnya dipadu menjadi satu.
Dalam pementasan yosim, yang berasal dari Yapen-Waropen, para penari juga
mengajak serta warga lainnya untuk hanyut dalam lagu-lagu yang dibawakan
kelompok penyanyi berikut pemegang perangkat musiknya.
Perangkat musik yang digunakan sangat sederhana, terdiri dari cuku lele dan
gitar yang merupakan alat musik dari luar Papua. Juga ada alat yang berfungsi sebagai
bas dengan tiga tali. Talinya biasa dibuat dari lintingan serat sejenis daun pandan yang
banyak ditemui di hutan-hutan daerah pesisir Papua.
Selain itu, ada alat musik yang disebut kalabasa. Alat ini terbuat dari labu yang
dikeringkan kemudian diisi dengan manik atau batu kecil.
Berbeda dengan yosim, tarian pancar yang berasal dari Biak hanya diiringi tifa,
yang merupakan alat musik tradisional semua suku bangsa pesisir di tanah Papua.
Gerakannya pun tidak lincah dan banyak gaya seperti pada yosim. Gerakan penari
pancar relatif lebih kaku karena mengikuti entakan pukulan tangan pemusik pada kulit
tifa yang biasa dibuat dari kulit soa-soa (biawak).
28
Tarian pergaulan anak muda itu diadopsi dari nama pesawat pancar gas yang pernah
melintas di angkasa Biak . Saking takjubnya masyarakat Biak dengan pesawat yang
meninggalkan awan tebal dan meninggalkan garis putih pada lintasannya, maka tarian
mereka pun kemudian diberi nama pancar. Ketika kedua tarian pergaulan tersebut
dipadukan menjadi yosim pancar atau yospan, tarian terkesan energik.
b. Seni ukir
berjongkok dihiasi oleh hiasan gelung yang diukir. Ukiran lain terdapat pada kalang-
kalang kepala, haluan dan buritan perahu .
Beberapa upacara tradisional orang Biak antara lain Upacara gunting rambut/cukur
(Wor Kapapnik), Upacara memberi/mengenakan pakaian (Wor Famarmar), Upacara
perkawinan (Wor Yakyaker Farbakbuk), dan lain-lain. Seluruh upacara diiringi dengan
lagu dan tari bahkan merupakan sumbangan atau pendewaan kepada roh-roh para
leluhur.
Tempat di mana dapat dilihat tengkorak dan tulang belulang dari leluhur suku Biak
yang mendiami kampung Padwa yang teratur rapih di dalam goa batu/tebing karang.
Lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan darat selama kurang lebih 20 menit.
Wor Barapen
Upacara Barapen adalah sebuah upacara yang dilaksanakan oleh para pemuda (Kabor
Insos) sebagai peringatan ketika mereka mulai memasuki usia remaja. Setelah upacara
selesai ribuan batu disusun dan dibakar sampai batu tersebut menjadi bara. Batu yang
masih membara disebar, sementara itu pemimpin keagamaan mempersiapkan dirinya
dengan melumuri kakinya dengan cairan khusus sambil mengucapkan mantra. Ketika
sang pemimpin upacara sudah siap, dia kemudian berjalan di atas batu yang masih
panas membara.
31
Bab III
Penutup
Menanggapi semua hal yang sudah di bahas pada bab-bab sebelumnya, saya
menyimpulkan bahwa suku bangsa Biak-Numfor, Irian Jaya mengalami proses
akulturasi pengaruh dari kebudayaan luar yang masuk ke wilayah Biak-Numfor,maka
muncul kebudayan-kebudayaan baru akibat hasil akulturasi tersebut. Berdasarkan
penelitian saya terhadap beberapa data dan fakta mengenai suku Biak di Irian Jaya,
kebudayaan Suku tersebut masih menyimpan benda-benda yang mengandung unsur
mistis.
tombak dan mereka pun menggunakan sistem perdagangan yang berupa barter (tukar
menukar barang). Kemudian masyarakat Biak tersebut mengalami
perubahan dalam sistem perdagangan seiring perkembangan jaman.
Namun cirri khas orang Biak khusunya daerah pedesaan serta pesisir pantai,
maka mata pencaharian untuk bertahan hidup ialah dengan berladang dan menangkap
ikan karena sulitnya mencari pekerjaan di sekitar wilayah mereka.
Satu hal yang patut disesalkan dari suku Biak ini ialah bahwa persaingan antara
organisasi-organisasi tersebut telah mempengaruhi para pengikutnya, sehingga timbul
permusuhan antar penduduk serta emosi yang di miliki tiap individual pun ketika
hakmereka di usik maka tempramen dari mereka pin cepat meningkat
tanpa peduli siapa. Namun sistem kekerabat dari suku itu sendiri sangat kental
dalam mengayomi satu sama lain.
Setiap kebudayaan suku suatu bangsa seiring perkembangan jaman sudah pasti
pula mengalami perubahan dalam setiap suku bangsa di Indonesia mau itu
berdampak buruk maupun baik, hal tersebut yang akan mempengaruhi
perkembangan negara Indonesia itu sendiri dalam hal pmerintahan dan kesejahteraan
rakyat. Patut kita sadari dari berbagai macam suku bangsa yang
Negara kita miliki, Negara kita termasuk Negara yang berhasil
menyatu padan kan berbagai suku diseluruh pelosok wilayanh
Indonesia menjadi suatu kesatuan di tanah air Indonesia kita yang
dipersatukan dan sering kita kenal dengan Bhinneka Tunggal Ika.
34
Daftar Pustaka
Enos Henok dan Rumansa. Transformasi Wor dalam lingkungan hidup orang Biak.
Jakarta : Perpustakaan Nasional 1995.
35
BIOGRAFI
Ia adalah orang yang aktif dan perfeksionis, ia juga memiliki keuletan dan sifat
pantang menyerah sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu serta hasil
yang cukup memuaskan. Namun, hal negatif yang ia miliki adalah pesimistis. Ia juga
termasuk orang yang supel berjiwa humoris sehingga dengan mudah menjalin
hubungan relasi pertemanan ,maupun pekerjaan karena sifatnya yang ramah dan
mampu mencairkan suasan yang tegang.