Tugas Tambahan
Tugas Tambahan
Definisi
Hyalin Membrane Disease atau biasa dikenal dengan nama Respiratory Distress Syndrom
idiopatik (IRDS) merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat
lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu
yang mempunyai berat dibawah 1500 gram.
Etiologi
1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan tidak adanya,
gangguan atau defisiensi surfactant
2. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi
oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
3. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau prematur.
Faktor resiko
1. Prematuritas
2. Kelompok bayi baru lahir
3. Kelompok lain bayi baru lahir yang beresiko menderita IRDS adalah bayi yang lahir dari ibu
Diabetes Melitus Dependen-insulin. Tampaknya isulin yang disuntikkan menghambat
pembentukkan surfaktan.
Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya
RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan
atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional Surfaktan menyebabkan ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
1
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya
ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis
Manifestasi Klinis
Gejala gejalanya berupa :
1. Dispnoe Berat
2. Penurunan Compliance Paru
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan alkalosis respiratorik
karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.
4. Peningkatan kecepatan penapasan
5. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok
6. Kulit kehitaman akibat hipoksia
7. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas
Gambaran Radiologi
Bomsel membagi HMD ke dalam 4 :
-Grade 1: Gambaran retikulogranular yang sangat halus dan sulit dilihat dengan sedikit gambaran
air
-Grade 2:Gambaran retikulogranular yang secara homogen terdistribusi di kedua lapang paru.
Gambaran air bronchogram jelas, luas, dan bertumpang tindih dengan bayangan
jantung. Ada penurunan aerasi
-Grade 3: Pengelompokan alveoli yang kolaps membentuk gambaran nodul-nodul berdensitas
tinggi yang cenderung menyatu. Pada keadaan yang sangat ekstensif, gambaran air
bronchogram terlihat di bawah diafragma. Radiolusensi paru sangat menurun sehingga
bayangan jantung sulit
-Grade 4: Opasitas yang komplit pada kedua lapang paru dengan gambaran air bronchogram
yang ekstensif.
Gambar 1
Gambar 2
Penatalaksanaan
Dasar tindakan penatalaksanaan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam
suasana fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan
organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Suhu bayi dijaga
agar tetap normal (36,3 37C) dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 80%.
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang disesuaikan
dengan kebutuhan kalorinya. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari
glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini
diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh
dapat dipenuhi.
Komplikasi
1. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama sistem
vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor
tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah
periventrikular dan dapat juga di ganglia basalis dan jaringan otak.
2. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu, gerakan bola mata yang
aneh, kekakuan extremitas dan bentuk kejang neonatus lainnya.
3. Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi yang
mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol
baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan yang memasuki
rongga-ronga toraks atau rongga mediastinum.
Prognosis
sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Pada penderita yang
ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi
penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut, mortalitas diperkirakan 20-40 %. Dengan
perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun.
Asfiksiafetal
Prolonged labour
Cairan amnion yang mengandung mekoneum terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar
(intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin.
Faktor Risiko
1. Usia kehamilan melebihi 40 minggu ( Postterm )
2. Berat badan lahir rendah. Bedakan dengan prematuritas, dimana SAM jarang terjadi bila bayi
lahir sebelum 34 minggu. Dengan demikian, prematuritas bukan faktor risiko untuk terjadinya
SAM
3. Kesulitan dalam melahirkan
4. Pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, DM pada ibu, ibu yang perokok berat/penderita
penyakit paru kronik/penyakit kardiovaskular
Patofisiologi
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal distress. Pada keadaan
ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia (kurangnya oksigen di dalam jaringan).
Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas usus disertai dengan melemasnya
spinkter anal. Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion. Asfiksia dan berbagai bentuk stres
intrauterin dapat meningkatkan peristaltik usus janin disertai relaksasi sfinkter ani eksterna sehingga
terjadi pengeluaran mekoneum ke cairan amnion. Saat bayi dengan asfiksia menarik
5
napas (gasping)baik in utero atau selama persalinan, terjadi aspirasi cairan amnion yang bercampur
mekoneum ke dalam saluran napas. Mekoneum yang tebal menyebabkan obstruksi jalan napas,
sehingga terjadi gawat napas.
Manifestasi klinis / Gejala dan Tanda
Cairan ketuban berwarna hijau tua dapat jernih maupun kental, mekonium pada cairan ketuban,
noda kehijauan pada kulit bayi, kulit bayi tampak kebiruan (sianosis), pernafasan cepat (takipnea) ,
sesak nafas (apnea), frekuensi denyut jantung janin rendah sebelum kelahiran , skor APGAR yang
rendah , bayi tampak lemas , auskultasi: suara nafas abnormal Kadang-kadang terdengar ronki pada
kedua paru. Mungkin terlihat emfisema atau atelectasis
Komplikasi
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pneumonia
Pemeriksaan penunjang
Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero
posterior,
Gambar 1
6
Penatalaksanaan medis
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim ke unit
perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan
biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan maksud
untuk melepaskan lendir yang kental.
Hernia Diafragmaika
Definisi
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu
lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut.
Diketahui bahwa. terdapat tiga tipe hernia hiatus esofagus yakni hernia sliding, hernia
paraesofagus, dan hernia kombinasi atau campuran.
Epidemiologi
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24 % pada sisi kanan,
dan 15 % terjadi bilateral. hal ini terjadi karena adanya hepar di sisi sebelah kanan yang berperan
sebagai proteksi dan memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Hernia diafragma
kongenital insidennya 1:2100 1:5000 kelahiran. Insiden yang tinggi pada bayi dan anak-anak
dengan gabungan kelainan yang lain yaitu 16-56%
Etiologi
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui. Hal ini sering dihubungkan dengan
penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide, antiepileptik, ataudefisiensi vitamin A selama
kehamilan. Pada neonatus hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Seperti
diketahui diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei, septum transversum
dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu
dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan
gangguan pembentukan otot.
Patofisiologi
Hernia diafragmatik dapat terjadi karena abnormalitas kongenital dan traumatik.
Berdasarkan lokasi abnormalitasnya, hernia diafragmatik kongenital dapat dibedakan menjadi
dua bagian yaitu hernia morgagni dan hernia Bochdalek. Pada hernia morgagni defek terjadi
pada bagian retrosternal yaitu di dekat xyphoid prosesus atau di bagian anterior dari
8
terlihat opak dapat menempati seluruh paru-paru. Efusi pleura dan atelektasis juga dapat terlihat.
CT-Scan dan MRI sangat membantu dalam melihat ukuran dan lokasi hernia ini
Gambar 1
Gambar 2
10
Terapi
Pengobatan awal yang mendesak harus mencakup masuknya pipa nasogastrik guna
menggosokkan lambung dan untuk mencegah memburuknya keadaan akibat masuknya gas terusmenerus ke dalam usus yang mengalami herniasi. Terapi oksigen diperlukan untuk mengatasi
distress dan sianosis bayi tersebut. Pada bayi yang menderita lebih berat lagi, diperlukan intubasi
trakeal, tetapi hanya ventilasi paru ringan saja yang boleh dilakukan jika ingin mencegah
terjadinya pneumothoraks di satu sisi atau sisi lain.
Prognosis
Prognosis dari hernia diafragma traumatika ini tergantung dari kecepatan dalam
mendiagnosis dan pemilihan terapi yang tepat. Prognosis akan menjadi lebih buruk bila
didapatkan tanda-tanda shock hemoragik pada saat pasien datang dan didapatkan trauma skor
yang tidak baik.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer. 2002. Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
2. Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV Sagung
Seto.
3. Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory Distress
Syindrom (IRDS)
4. Doengoes, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
5. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
6. Merenstein GB., Kaplan DW., Buku Pegangan Pediatri Edisi 17, Penerbit Widya Medika,
Jakarta, 2001, hal. 171 72.
7. Schwartz S., Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2002, hal. 390 93.
8. Nelson WE., Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001,
hal. 1425 27.
12