Anda di halaman 1dari 2

Nahkoda, GPS, dan kabut asap

Setelah pekerjaan selesai, tanggal 11 oktober 2015 Pagi hari saya besama seorang
kawan memulai perjalanan laut dari Kabupeten Teluk Wondama atau wasior menuju
kota Manokwari.
kapal yang kami tumpangi sebenarnya bukan kapal untuk penumpang, tetapi kapal
motor berbahan kayu yang berfungsi untuk mengangkut barang. biasa disebut
kapal kayu atau motor dalam. Bagi kami, perjalanan menggunakan kapal kayu
seperti ini biasa saja, karena papua memang sangat minim alat transportasi yang
layak. perjalanan ini biasanya memakan waktu 12 sampai 16 jam, atau lebih lama
8-10 jam dibandingkan kapal penumpang milik PELNI. Walaupun terasa lama, saya
tidak punya pilihan lain, karena kapal penumpang yang biasanya beroperasi di jalur
ini sedang dalam perbaikan dan pesawat tidak ada kejelasan waktu. mengingat
asap yang semakin tebal di wasior akibat kebakaran hutan yang tidak jauh dari
pusat kota wasior setidaknya alasan ini yang saya dengar dari masyarakat di kota
kecil ini.
Saya cukup memahami kondisi ini, dan merasa bersyukur karena masih ada celah
buat saya untuk kembali ke mamokwari. selain itu, pemandangan di sepanjang
garis pantai, gugusan pegunungan, tanjung, teluk dan pulau-pulau yang indah
membuatku tidak merasa keberatan dengan waktu tempuhnya yang lama. Apalagi
keakraban yang ditawarkan para ABK dan Nahkoda kapal ini membuat hati
perasaanku nyaman. Perjalanan kami dimulai pada pagi hari, dengan cuaca yang
cerah dan laut yang teduh. Guna mnghabiskan waktu, beberapa orang dikapal
asyik bercengkrama, dan bermain catur.
saya sendiri asyik dengan GPS,
mengamati beberapa titik koordinat dan jalur palayaran kami.
tidak terasa jam di telepon genggamku sudah menunjukkan pukul empat sore. Tibatiba saja kapal memelankan lajunya, dan berhenti tepat didekat pulau yoop.
Setelah nahkoda mematikan mesin seketika itu juga setiap orang di dalam kapal
sibuk menyiapkan alat pancing yang rupanya sudah disiapkan sebelum
keberangkatan.
Setelah memancing dan mendapat cukup banyak ikan. Kami
kemudian melanjutkan perjalanan ke Manokwari pada pukul delapan malam.
Setelah kapal bergerak, kamipun kembali menyibukkan diri di dalam kapal.
Beberapa memilih tidur, memantau mesin, membersihkan pantri dan menyiapkan
makan malam.
Jam 9 malam, saya diajak makan bersama, tanpa tawar banyak saya pun duduk
dengan para awak kapal dengan hidangan ikan segar hasil tangakapan sore tadi.
selepas duduk sebentar menenangkan perut yang kenyang, sayapun memilih tidur.
Entah sudah berapa lama saya tidur. tiba-tiba, saya dikagetkan oleh panggilan
nahkoda. Rupanya dia meminta saya untuk melihat arah dan posisi kapal melalui
GPS, karena asap dan kabut menutupi semua lampu-lampu suar yang terletak di

pantai. Sehingga sulit untuk menentukan jarak kapal dari garis pantai. Maklum
kapal ini tidak bisa berlayar lurus dan jauh dari garis pantai untuk menuju
manokwari seperti yang dilakukan kapal-kapal besar dengan tenaga yang kuat. Arus
laut seringkali membawa kapal keluar dari garis pantai dan mengarahkannya ke
biak, atu numfor. Namun dengan bantuan suar dan siluit pegunungan, nahkoda
kapal kecil biasanya mampu mengontrol dan mengarahkan kapal dengan
pengamatan saja.
Setelah memperhatikan sejenak, kami berdua sama2 terkejut, karena kapal sudah
menjauh 10 mill dari garis pantai, dan langsung mengarah Ke pulau Numfor. Setelah
membetulkan arah kapal, saya kembali tidur. Namun untuk kedua kalinya, saya
dibangunkan kembali untuk melakukan hal yang sama. nahkoda menjelaskan
bahwa kabut asap telah menutupi cahaya lampu suar, siluet gunung dan bayangan
garis-garis pantai yang selama ini digunakan sebagai patokan dalam menentukan
jarak kapal dari garis pantai. Sedangkan kompas hanya untuk keperluan arah saja,
apalagi di sepanjang jalur pelayaran itu banyak karang yang berbahaya bagi kapal.
kabut asap juga menutupi langit sehingga cahaya bintang yang biasa digunakan
sebagai petunjuk arah ikut terkabutkan.
ahhhh. asap se!ko bikin kacau mata dan pengalaman nahkoda ini .

Anda mungkin juga menyukai