Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI
Panjang kanalis inguinalis pada orang dewasa adalah 4 cm. Terbentuk
dari annulus inguinalis profundus atau interna sampai annulus inguinalis
superfisialis atau eksterna. Kanalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas
ligamen inguinalis. Pada neonatus, annulus inguinalis interna terletak hampir
tepat posterior terhadap annulus inguinalis eksterna sehingga kanalis inguinalis
pada usia ini sangat pendek. Kemudian, annulus interna bergerak ke arah lateral
akibat pertumbuhan (Cook, John. 2000)

Gambar 1. Kanalis Inguinalis


Anulus profunda merupakan pintu pada fasia tranversalis. Letaknya di
pertengahan antara spina iliaka anterior superior dan tuberkulum pubikum.
Pembuluh darah epigastrika inferior lewat disebelah medial anulus profunda.
Anulus superficialis merupakan defek berbentuk segitiga (Hesselbachs
triangle) pada aponeurosis m. obliquus externus abdominis dan dasarnya
dibentuk oleh crista pubica. Pinggir annulus merupakan origo fascia spermatica
externa. Batas lateral adalah arteri epigastrika inferior, batas medial adalah m.
rectus abdominis bagian lateral, dan batas inferior adalah ligamen inguinalis.

Gambar 2. Hesselbachs triangle


Dinding Kanalis Inguinalis

Anterior: m.obliqus eksterna menutupi seluruh panjang

kanalis di

anterior. Pada sepertiga lateral di gantikan oleh m.obliqus interna.

Superior: m.obliqus interna melengkung ke posterior membentuk atap


kanalis.

Posterior: fasia tranversalis membentuk bagian lateral dinding posterior.


Tendon gabungan (insersi komunis gabungan dari m.obliqus interna dan
m.tranversus ke linea pektineal) membentuk bagian medial dinding
posterior.

Inferior: ligamentum inguinale.

Isi Kanalis Inguinalis


a. Korda spermatika (atau ligamentum rotundum pada wanita)
Korda spermatika dilapisi oleh tiga lapisan yang keluar dari lapisanlapisan dinding bawah abdomen saat korda melewati kanalis inguinalis.
Ketiga lapisan tersebut adalah:

Fasia spermatika eksterna: dari aponeurosis m.obliqus eksterna

Fasia dan otot kremaster: dari aponeurosis m.obliqus interna

Fasia spermatika interna : dari fasia tranversalis

Duktus vas deferens atau ligamentum rotundum

A.testikularis : cabang dari aorta abdominalis

Pleksus vena pampiriformis : bergabung membentuk v.Testikularis


di regio anulus profunda

Limfatik : dari testis dan epididimis mengalir ke kelenjar getah


bening preaorta

Saraf otonom

b. Nervus ilioinguinalis (L1)


(Price, A. Sylvia. 2006)
B. PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 2010).
Hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskuloaponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia
(Price, A. Sylvia. 2006)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia
scrotal adalah burut lipat paha pada laki-laki yang turun sampai ke dalam
kantung buah zakar (Laksman, 2003).
Hernia scrotalis adalah hernia yang melalui cincin inguinalis dan turun ke
kanalis pada sisi funikulus spermatikus pada bagian anterior dan lateral, yang
dapat mencapai scrotum, hernia ini disebut juga hernia inguinalis indirect
(Sachdeva, 2008).
C. ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena
sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia,
prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab berperan
pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula
oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka
cukup lebar tersebut.

Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian


tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia,
jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan
prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.

6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen


(TIA) seperti: obesitas dan kehamilan.
(Sjamsuhidajat , 2010 ; Sachdeva, 2008).
D. PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik
perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang
disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru lahir umumnya
prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat
melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak
menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan
lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga
terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada
usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan
timbul hernia inguinalis lateralis congenital pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup namun karena merupakan lokus minoris persistence, maka pada
keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanalis
tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral akuisita
keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada
saat defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus
inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior

kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut
tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis (Mansjoer,
2010 ; Sjamsuhidajat, Jong, 2010).
E. MANIFESTASI KLINIK
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat
paha, benjolan tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan
bila menangis, mengejan mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri
dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan
umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat
paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta
mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam
keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong
apakah benjolan dapat di reposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada
anak-anak kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang
melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari
tuberkulum pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis
internus pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut
menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila
menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2010,
hal 314).

F. PATHWAYS KEPERAWATAN

Aktivitas mengejan saat bak atau bab, batuk kronis,


mengangkat benda berat, obesitas
Merangsang lokus minoris resistance
Tekanan intra abdominal meningkat
Kanalis inguinalis tertekan oleh isi abdomen (usus)
Kanalis inguinalis terbuka, isi abdomen (usus) masuk ke dalam
kanalis inguinalis
Prosesus tidak mengalami obliterasi (tetap terbuka)
HERNIA INGUINALIS
lateralis

medialis
Penonjolan isi perut
di lateral pembuluh
epigastrik inferior

TIA kronik
Otot dinding
Trigonum hasselbach
melemah
Penonjolan ke belakang kanalis
inguinalis dan terpisah dari
vesikulus spermatikus
Tidak turun ke
skrotum

Melalui annulus inguinalis


Regangan
mesentrium,
internus
isi segmen masuk ke
kantung hernia

Obstruksi
usus
Gangguan
aliran isi
dan
vaskuler
usus
Hernia
strangulata

Kerusakan
neuromuskuler,
spasme otot.

Nyeri pada
daerah
inguinalis

Kerusakan
mobilitas
fisik

nyeri

Funikulus spermatikus

Peristal
tic usus
tergang
gu

Kanalis
inguinalis

Mual,
Pembesaran
diare,
skrotum
konstipasi,
anoreksia
Resiko perubahan
nutrisi
Hernioraphy

Perubahan
perfusi
jaringan
Syamsuhidayat & Jong, 2010

ansietas

Mansjoer, 2010
Doenges, M.E., 2002

G. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a.

Reposisi Spontan ;

Berikan analgesik dan sedativa untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan


pasien. Pasien harus istirahat untuk mengurangi tekanan intraabdomen.
Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal di bawah lutut
pasien.
Tempat tidur pasien dimiringkan 15 - 20, di mana kepala lebih rendah
daripada kaki (Trandelenburg).
Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan eksternal
rotasi maksimal (seperti kaki kodok).
Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantong es atau air dingin
untuk mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan.
Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan secara
elektif
b.

Reposisi bimanual: Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong


sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan
tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi. Penekanan tidak boleh
dilakukan pada apeks hernia karena justru akan menyebabkan isi hernia
keluar melalui cincin hernia. Konsultasi dengan dokter spesialis bedah bila
reposisi telah dicoba sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.

2. Pembedahan
Indikasi pembedahan:

Reduksi spontan dan manual tidak berhasil dilakukan


Adanya tanda-tanda strangulasi dan keadaan umum pasien memburuk
Ada kontraindikasi dalam pemberian sedativa misal alergi

(Debas, Haile T. 2003)


Hernia

pada

anak-anak

harus

diperbaiki

secara

operatif

tanpa

penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata,


strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan
adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan
operatif. Pada pria dewasa, operasi cito terutama pada keadaan inkarserata dan
strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat bahwa lebih baik melakukan
elektif surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika
dilakukan cito surgery. Pada anak-anak pembedahan dilakukan dengan

memotong cincin hernia dan membebaskan kantong hernia (herniotomy).


Sedangkan pada orang dewasa dilakukan herniotomy dan hernioraphy, selain
dilakukan pembebasan kantong hernia juga dilakukan pemasangan fascia
sintetis berupa mesh yang terbuat dari proline untuk memperbaiki defek. Kedua
tindakan herniotomy dan hernioraphy disebut juga dengan hernioplasty.

Manajemen Operasi Hernia


a. Anestesi. Anestesi dapat general, epidural (spinal) atau lokal. Anestesi
epidural atau lokal dengan sedasi lebih dianjurkan.
b. Insisi. Oblique atau tranverse, 0,5 inchi diatas titik midinguinal (6-8 cm).
Setelah memotong fascia scarpa dan vena superfisialis, insisi diperdalam
hingga mencapai aponeurosis musculus obliquus eksternus.
c. Membuka canalis inguinalis. Identifikasi ring eksterna yang terletak pada
aspek superior dan lateral dari tuberculum pubicum. Dinding anterior dari
kanalis inguinalis dibuka sejajar serat dari aponeursis musculus obliquus
eksternus, lakukan preservasi N. Iliohipastric dan N.ilioinguinal. Lakukan
identifkasi dan mobilisasi spermatic cord, dimulai dari bagian tuberculum
pubicum, mobilisasi secara sirkular, dan retraksi dengan penrose drain atau
kateter foley.
d. Identifikasi kantong hernia. Kantong hernia indirek ditemukan pada aspek
anteromedial dari spermatic cord. Setelah dijepit dengan klem, kantong diotong
ke arah proksimal. Pada hernia direk, kantong hernia ditemukan di trigonum
Hesselbach.
e. Eksisi kantong hernia. Pada kantong hernia indirek, setelah kantong dibuka
semua isi kantong hernia, dapat berupa usus atau omentum, dimasukkan ke
dalam intra-abdomen. Kemudian leher hernia dijahit dan diligasi. Kantong
dieksisi dibagian distal dari ligasi. Sementara pada hernia direk kantong dapat
diinsersikan ke rongga peritoneum, namun pada kantong yang besar diakukan
eksisi pada kantong.
Pada bayi dan anak-anak, operasi hernia terbatas dengan memotong kantong
hernia. Tidak diperlukan repair pada hernia bayi dan anak. Hal ini didasarkan bahwa
sebagian besar hernia pada anak tidak disertai dengan kelemahan dinding
abdomen. (Norton, Jeffrey A. 2001)

Teknik Hernia Repair


a. Bassini repair
Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1889, merupakan teknik yang
simple dan cukup efektif. Prinsipnya adalah approksimasi fascia tranversalis,
otot tranversus abdominis dan otot obliqus internus (ketiganya dinamai the
bassini triple layer) dengan ligamentum inguinal. Approksimasi dilakukan
dengan menggunakan jahitan interrupted. Teknik dapat digunakan pada
hernia direk dan hernia indirek.

b. Tension-Free Herniorrhaphy/ Lichtenstein


Teknik ini menggunakan mesh prostetik untuk untuk mencegah terjadinya
tension. Dapat dilakukan dengan anastesi lokal. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa teknik ini memberikan outcome yang lebih baik; pasien
lebih cepat untuk kembali berkerja, nyeri pasca operasi yang lebih minimal,
pasien lebih nyaman dan rekurensi yang lebih minimal. Teknik ini dapat
digunakan baik pada hernia direk maupun hernia indirek.
Variasi teknik dengan menggunakan mesh telah berkembang hingga
menggunakan mesh plug, disamping mesh patch seperti tenik diatas. Mesh
plug digunakan untuk mengisi defek pada hernia. Mesh patch ini dapat
dikombinasikan dengan mesh plug, dan teknik ini cukup berkembang saat ini.
Teknik ini juga dapat digunakan pada kasus-kasus hernia rekuren.

c. McVay (Cooper Ligament) repair


Pada teknik ini terdapat dua komponen penting; repair dan relaxing
incision. Repair dilakukan dengan approksimasi fasia tranversalis ke
ligamentum Cooper. Repair menggunakan benang nonabsorbable, 2.0 atau
0. Repair dimulai dari tuberculum pubicum dan berjalan ke arah lateral.
Jahitan pertama merupakan jahitan terpenting karena pada bagian tersebut
sering terjadi rekurensi. Langkah kedua adalah relaxing incision secara
vertikal pada fascia anterior musculus rectus. Teknik ini dapat digunakan
untuk hernia inguinalis dan femoralis.

d. Shouldice Repair

Teknik ini dipopulerkan di Kanada, merupakan modifikasi dari Bassini


repair.

Pada

tenik

ini

jahitan

yang

digunakan

adalah

running

sutures/countinues. Jahitan pertama dimulai dari tuberculum pubicum


kemudian ke lateral untuk aproksimasi otot obliqus internus, otot tranversus
abdominis dan fascia tranversalis (bassini triple layers) dengan ligamentum
inguinal. Jahitan diteruskan hingga ke arah ring interna. Jahitan yang sama
kemudian dilanjutkan dengan berbalik arah, dari ring interna ke tuberculum
pubicum. Jahitan kedua dilakukan aproksimasi antara otot obliqus internus
dengan ligamentum inguinal dengan ligamentum inguinal dimulai dari
tuberculum pubicum. Karena jahitan aproksimasi pada teknik ini yang
berlapis, kejadian rekurensi dari teknik ini jarang dilaporkan.

e. Repair Dengan Laparoskopi


Terdapat tiga teknik yang berkembang untuk repair hernia dengan
laparoskopi yaitu; transabdominal preperitoneal (TAPP), intraperitoneal onlay
mesh (IPOM), totally ekstraperitoneal (TEP). Mengenai ketiga teknik
laparoslopi ini akan ada pembahasan khusus.
H. Komplikasi
Komplikasi saat pembedahan antara lain:

Perdarahan, arteri-vena epigastrika inferior atau arteri vena spermatika.


Lesi nervus ileohypogastrika,ileoinguinalis.
Lesi vas defferens, buli buli, usus

Komplikasi segera setelah pembedahan:

Hematome
Infeksi

Komplikasi lanjut:

Hidrokel
Atrofi Testis
Hernia residif

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat terjadinya, beratnya,
apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di sekelilingnya dan
banyaknya akar syaraf yang terkompresi.

a. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: > atropi otot , gangguan dalam berjalan
riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam
waktu lama.
b. Eliminasi
Gejala:

konstipasi,

mengalami

kesulitan

dalam

defekasi

adanya

inkontinensia atau retensi urine.

c. Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya
paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.

d. Neuro sensori
Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot
hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan
kaki.

e. Nyeri atau ketidaknyamanan


Gejala: sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk paku,
semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.
f.

Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.

(Doenges, 1999, hal 320 321)


2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf,
spasme otot
Kriteria hasil:
1) Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol.
2) mengungkapkan metode yang memberi penghilangan.
3) mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik.
Intervensi:

1) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan, faktor


pencetus atau yang memperberat
Rasional

: Membantu

menentukan

pilihan

intervensi

dan

memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi


terhadap therapy.
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada
posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam
keadaan fleksi, posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan
kepala 10-30 derajat pada posisi lateral
Rasional

: Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan


pasien untuk menurunkan spasme otot menurunkan
penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi
terjadinya reduksi dari tonjolan discus.

3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan


Rasional

: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat


menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema
dan tekanan pada struktur sekitar discus intervertebralis.

4) Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau


visualisasi
Rasional

: memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan


tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.

5) Kolaborasi dalam pemberian therapy


Rasional

: Intervensi

cepat

dan

mempercepat

proses

penyembuhan.
b. Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis
situasional, perubahan status kesehatan
Kriteria hasil:
1) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang.
2) Mengkaji

situasi

terbaru

dengan

akurat

mendemonstrasikan

ketrampilan pemecahan masalah.


Intervensi:
1) Kaji tingkat ansietas klien, tentukan bagaimana pasien menangani
masalahnya sebelumnya dan sekarang
Rasional

: Mengidentifikasi

keterampilan

keadaannya sekarang.

untuk

mengatasi

2) berikan informasi yang akurat


Rasional

: Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang


didasarkan pad pengetahuannya.

3) berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan masalah yang


dihadapinya
Rasional

: Kebanyakan pasien mengalami permasalahan yang


perlu diungkapkan dan diberi respon.

4) Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkan


peran sakit pasien
Rasional

: Orang

terdekat

memungkinkan

mungkin
pasien

secara
untuk

tidak

sadar

mempertahankan

ketergantungannya.
c. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot
Kriteria hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor resiko dan
aturan pengobatan individual.
Intervensi:
1)

Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi


dengan situasi yang spesifik
Rasional

: Tergantung pada bagian tubuh yang terkena atau jenis


prosedur yang kurang hati-hati akan meningkatkan
kerusakan spinal.

2)

Catat respon emosi atau perilaku pada saat


immobilisasi, berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
Rasional

: Immobilitas

tang

dipaksakan

dapat

memperbesar

kegelisahan, peka terhadap rangsang.


3)

Bantu

pasien

dalam

melakukan

aktivitas

ambulasi progresif
Rasional

: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi tang


khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat
sesuai toleransi.

4)

Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode


istirahat
Rasional

: Meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan


otot.

5)

Berikan atau Bantu pasien untuk melakukan


latihan rentang gerak aktif, pasif
Rasional

: Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang,


memperbaiki mekanika tubuh.

d. resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan muntah, mual, gangguan peristaltic usus
Kriteria hasil:
1) Meningkatkan masukan oral.
2) Menjelaskan faktor penyebab apabila diketahui.
Intervensi:
1) Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat, kolaborasi dengan
ahli gizi.
Rasional

: Mencukupi

kalori

sesuai

kebutuhan,

memudahkan

menentukan intervensi yang sesuai dan mempercepat


proses penyembuhan.
2) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, negosiasikan dengan klien
tujuan masukan untuk setiap kali makan dan makan makanan kecil
Rasional

: Klien dapat mengontrol masukan nutrisi yang adekuat


sesuai kebutuhan, yang digunakan sebagai cadangan
energi yang untuk beraktivitas.

3) Timbang berat badan dan pantau hasil laboratorium


Rasional

: Dapat

digunakan

untuk

memudahkan

melakukan

intervensi yang akurat dan sesuai dengan kondisi klien.


4) Anjukan klien untuk menjaga kebersihan mulut secara teratur pantau
klien dalam melakukan personal hygiene.
Rasional

: Meningkatkan nafsu makan dan memberi kenyamanan


dalam mengkonsumsi makanan sehingga kebutuhan
kalori terpenuhi.

5) Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan


ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan
mengurangi nafsu makan
Rasional

: Menentukan

intervensi

yang

sesuai

meningkatkan

masukan oral.
e. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah
pembentukan hematoma

Kriteria hasil:
Melaporkan atau mendemonstrasikan situasi normal.
intervensi:

1) Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik


Rasional

: Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan


resolusi edema, inflamasi sekunder.

2) Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama


beberapa jam
Rasional

: Penekanan pada daerah operasi dapat menurunkan


resiko hematoma.

3) Pantau tanda-tanda vital catat kehangatan, pengisian kapiler


Rasional

: Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi


akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral
mual, muntah.

4) Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi


Rasional

: Terapi

cairan

pengganti

hipovolemi.
(Doengoes, 1999; Carpenito, 1997)

DAFTAR PUSTAKA

tergantung

pada

derajat

Arief Mansjoer( 2010 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media


Aesculapius FKUI
Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital. Switzerland.
WHO. 151-156.Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi 2. Jakarta : EGC, pp. 519-37
Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management.
New York: Springer
Doengoes, M.E, et al. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EG
Laksman, Hendra, T. Dr. 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambaran
Norton, Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.
Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1
Edisi 6. Jakarta: EGC
Sachdeva R., Kochhar A., and Banga K., 2008. Efficacy of Nut rition Counseling on
the Knowledge, Attitude, and Practices of Working Women. Stud Home Comm
Sci2 (2): 99-102.
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai