Anda di halaman 1dari 19

HIPERTENSI PADA ANAK

Definisi
Tekanan darah normal pada anak adalah tekanan darah sistolik (TDS) dan
tekanan darah diastolik (TDD) di bawah persentil 90 berdasarkan jenis kelamin,
usia dan tinggi badan. Definisi hipertensi pada anak dan remaja didasarkan pada
distribusi normal tekanan darah pada anak sehat. Data National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES), tekanan darah anak laki-laki dan anak
perempuan berdasarkan persentil usia dan tinggi badan yang sudah direvisi tersaji
pada tabel 1 dan 2 di bawah ini.
Hipertensi dinyatakan sebagai rerata TDS dan/atau TDD > persentil 95
menurut jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada > 3 kali pengukuran seperti
tampak pada gambar 1. Prahipertensi yaitu rerata TDS atau TDD > persentil 90
tetapi < persentil 95 merupakan, keadaan yang berisiko tinggi berkembang
menjadi hipertensi. Terdapat istilah white-coat hypertension yang merupakan
keadaan penderita yang tekanan darahnya > persentil 95 pada pemeriksaan di
klinik atau praktek dokter, padahal di luar tempat tersebut tekanan darahnya yang
normal. Seperti halnya pada dewasa, hipertensi hibedakan atas beberapa tingkat.

Cara penggunaan tabel tekanan darah 1 dan 2 yaitu sebagai berikut:


1. Pergunakan grafik pertumbuhan Center for Disease Control (CDC)
2000 (www.cdc.gov/growthcharts) untuk menentukan persentil tinggi
anak.
2. Ukur dan catat TDS dan TDD anak.
3. Gunakan tabel TDS dan TDD yang benar sesuai jenis kelamin.

4. Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia secara
horizontal dengan persentil tinggi anak pada tabel (kolom vertikal)
5. Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TDS di kolom kiri dan TDD
di kolom kanan.
6. Interpretasikan tekanan darah (TD) anak:
7. Bila TD >persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali
pada kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TDS dan
TDD harus dipergunakan.
8. Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih
lanjut
Kriteria hipertensi juga dibagi atas derajat ringan, sedang, berat, dan krisis
berdasarkan kenaikan tekanan darah sistolik normal sesuai dengan usia yang
diajukan Wila Wirya seperti terlihat pada tabel 4 di bawah ini:

Formula untuk menghitung tekanan darah pada anak juga dikembangkan


untuk mendukung deteksi dini hipertensi pada anak yaitu:
Tekanan darah sistolik (persentil 95)
1-17 tahun = 100 + (usia dalam tahun x 2)
Tekanan darah diastolik (persentil 95)
1-10 tahun = 60 + (usia dalam tahun x 2)
11-17 tahun = 70 + (usia dalam tahun)
Pengukuran Tekanan Darah pada Anak
Tekanan darah adalah hasil kali tahanan vaskuler perifer dan curah jantung.
Pengukuran tekanan darah yang tepat bergantung pada kondisi penderita saat
diperiksa, kualitas peralatan, dan keterampilan pemeriksa.
Pengukuran tekanan darah pada anak memerlukan ruang pemeriksaan yang
tenang, serta kondisi anak yang tenang agar tidak mempengaruhi hasil
pengukuran. Anak dapat berbaring telentang dengan tangan lurus di samping
badan atau duduk dengan lengan bawah yang diletakkan di atas meja sehingga
lengan atas berada setinggi jantung. Peralatan standar untuk mengukur tekanan
darah adalah sfigmomanometer air raksa pada anak berusia lebih dari tiga tahun.
Metode terpilih untuk pengukuran tekanan darah adalah dengan auskultasi.
Manset yang digunakan harus sesuai dengan ukuran tubuh anak. Tekanan darah
akan terlalu tinggi apabila manset yang dipakai terlalu kecil dan terlalu rendah
bila ukuran manset terlalu besar. Lebar kantong manset harus menutupi 1/2
sampai 2/3 panjang lengan atas atau panjang tungkai atas. Panjang manset juga
harus melingkari setidak-tidaknya 2/3 lingkar lengan atas atau tungkai atas.
Manset dipasang melingkari lengan atas atau tungkai atas dengan batas bawah
lebih kurang 3 cm dari siku atau lipat lutut. Manset dipompa sampai denyut nadi
arteri radialis atau dorsalis pedis tidak teraba kemudian diteruskan dipompa
sampai tekanan naik 20-30 mmhg lagi. Stetoskop diletakkan di denyut arteri
brakialis atau poplitea, kemudian manometer dikosongkan perlahan-lahan dengan
kecepatan 2-3 mmhg per detik. Pada penurunan air raksa ini akan terdengar
bunyibunyi Korotkoff. Bunyi Korotkoff I yaitu bunyi yang pertama kali terdengar

berupa bunyi detak yang perlahan. Bunyi Korotkoff II seperti bunyi Korotkoff I
tetapi disertai bunyi desis (swishing sign). Bunyi Korotkoff III seperti bunyi
Korotkoff II tetapi lebih keras. Bunyi Korotkoff IV bunyi tiba-tiba melemah.
Bunyi Korotkoff V bunyi menghilang. Tekanan sistolik adalah saat mulai
terdengarnya bunyi Korotkoff I, sedangkan tekanan diastolik adalah saat mulai
terdengarnya bunyi Korotkoff IV yang biasanya pada bayi dan anak bersamaan
atau hampir bersamaan dengan menghilangnya bunyi (Korotkoff V). Dalam
keadaan normal, tekanan darah sistolik di lengan 10-15 mmhg lebih rendah
dibanding dengan tekanan darah tungkai.
Pada bayi baru lahir penggunaan sfignomanometri konvensional tidak
dianjurkan karena suara Korotkoff tidak dapat terdengar jelas. Untuk pasien ini
digunakan alat ultrasonik Doppler, oxymetry pulse, atau osilometri. Teknik puls
oksimetri menggunakan muncul dan hilangnya gelombang phletysmographic saat
tekanan pada manset menaik dan menurun di sekitar tekanan sistolik. Manometer
osilometrik digunakan secara luas dalam praktek klinis tetapi lebih kurang akurat
dibandingkan dengan alat ultrasonik Doppler dan puls oksimetri saat
dibandingkan dengan baku emas yaitu tekanan darah intraarterial.
Peningkatan tekanan darah harus dipastikan pada kunjungan ulang sebelum
menetapkan anak menderita hipertensi. Konfirmasi peningkatan tekanan darah ini
sangat penting karena tekanan darah yang tinggi dapat turun padapengukuran
berikutnya karena terpengaruh oleh faktor-faktor: (1) berkurangnya kecemasan
penderita dari kunjungan pertama ke kunjungan berikutnya. (2) regresi rerata
tekanan darah karena sifat tekanan darah yang bersifat tidak statis tetapi bervariasi
bahkan dalam kondisi tenang.
Etiologi
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensiyang tidak dapat
dijelaskan

penyebabnya.

Meskipun

demikian,

beberapafaktor

dapat

diperkirakan berperan menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan,


respons terhadap stres fisik dan psikologis, abnormalitas transpor kation pada

membran sel, hipereaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin, dan


respons terhadap masukan garam dan kalsium.
Tekanan darah yang tinggi pada masa anak-anak merupakan faktor
risiko hipertensi pada masa dewasa muda. Hipertensi primer pada masa anak
biasa ringan atau bermakna. Evaluasi anak dengan hipertensi primer harus
disertai dengan evaluasi beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan risiko
berkembangnya

suatu

penyakit

kardiovaskular.

Obesitas,

kolesterol

lipoprotein densitas tinggi yang rendah, kadar trigliserida tinggi, dan


hiperinsulinemia merupakan faktor risiko yang harus dievaluasi untuk
berkembangnya suatu penyakit kardiovaskular.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding pada
orang dewasa. Evaluasi yang lebih teliti diperlukan pada setiap anak untuk
mencari penyebab hipertensi. Anak dengan hipertensi berat, anak dengan usia
yang masih muda, serta anak remaja dengan gejala klinis sistemik disertai
hipertensi harus dievaluasi lebih lanjut. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mengarahkan pada suatu kelainan sistemik yang mendasari hipertensi
merupakan langkah pertama evaluasi anak dengan kenaikan tekanan darah
yang menetap. Jadi, sangat penting untuk mencari gejala dan tanda klinis
yang mengarah pada penyakit ginjal (hematuria nyata, edema, kelelahan),
penyakit jantung (nyeri dada, dispneu, palpitasi), atau penyakit dari sistem
organ lain (seperti kelainan endokrinologis, reumatologis). Riwayat penyakit
dahulu diperlukan untuk mengungkap.
Penyebab hipertensi. Pertanyaan diarahkan pada riwayat opname sebelumnya,
trauma, infeksi saluran kemih, diabetes, atau masalah gangguan tidur.
Riwayat penyakit keluarga berupa hipertensi, diabetes, obesitas, apnea pada
waktu

tidur, penyakit

ginjal,

hiperlipidemia,

stroke,

dan

kelainan

endokrinologis perlu ditelusuri


Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan
penyakit

parenkim

ginjal.

Kebanyakan

hipertensi

akut

pada

anak

berhubungan dengan glomerulonefritis, Sedangkan hipertensi kronis paling


sering berhubungan dengan penyakit parenkim ginjal (70-80%). Hipertensi
renovaskular (10-15%), koartasio aorta (5-10%), feokromositoma dan

penyebab endokrin lainnya (1-5%). Pada anak yang lebih kecil (< 6 tahun)
hipertensi lebih sering sebagai akibat penyakit parenkim ginjal, obstruksi
arteri renalis, atau koartasio aorta. Anak yang lebih besar bisa mengalami
Hipertensi dari penyakit bawaan yang baru menunjukkan gejala dan penyakit
dapatan seperti refluks nefropati atau glomerulonefritis kronis.
Patogenesis hipertensi pada anak dengan penyakit ginjal melibatkan
beberapa mekanisme. Hipoperfusi ginjal pada penyakit glomerular diketahui
memicu

produksi

renin

melalui

apparatus

jukstaglomerular

yang

mengaktifkan angiotensin I dan selanjutnya mengaktifkan angiotensin II


Sehingga menyebabkan hipertensi. Sistem hormonal seperti prostaglandin
meduler yang bersifat vasodepresor dapat menurun dan menyebabkan
hipertensi, substansi lipid pada medula ginjal juga menurun pada penyakit
ginjal. Hipervolemia akibat retensi air dan garam menyebabkan curah jantung
meningkat dan timbul

hipertensi. Hipertensi juga bisa disebabkan oleh

farmakoterapi untuk penyakit parenkim ginjal yang diobati dengan


kortikosteroid.
Manifestasi Klinis
Hipertensi derajat ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala.
Namun dari penelitian yang baru-baru ini dilakukan, kebanyakan anak yang
menderita hipertensi tidak sepenuhnya bebas dari gejala. Gejala non spesifik
berupa nyeri kepala, insomnia, rasa lelah, nyeri perut atau nyeri dada dapat
dikeluhkan. Pada keadaan hipertensi berat yang bersifat mengancam jiwa atau
menggangu fungsi organ vital dapat timbul gejala yang nyata. Keadaan ini disebut
krisis hipertensi. Krisis hipertensi ini dibagi menjadi dua kondisi yaitu hipertensi
urgensi dan hipertensi emergensi. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi namun
komplikasi utama pada anak melibatkan sistem saraf pusat, mata, jantung, dan
ginjal. Anak dapat mengalami gejala berupa sakit kepala, pusing, nyeri perut,
muntah, atau gangguan penglihatan. Krisis hipertensi dapat pula bermanifestasi
sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti komplikasi yang mengancam jiwa
atau fungsi organ seperti ensefalopati, gagal jantung akut, infark miokardial,
edema paru, atau gagal ginjal akut. Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang
fokal maupun umum diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma.

Gejala yang tampak pada anak dengan ensefalopati hipertensif umumnya akan
segera menghilang bila pengobatan segera diberikan dan tekanan darah
diturunkan.
Gejala dan tanda kardiomegali, retinopati hipertensif, atau gambaran
neurologis yang berat sangat penting karena menunjukkan hipertensi yang telah
berlangsung lama.
Pendekatan Diagnosis Anak dengan Peningkatan Tekanan Darah
Anak yang benar-benar mengalami peningkatan tekanan darah harus
diklasifikasikan menjadi salah satu dari dua kemungkinan kategori berdasarkan
manifestasi klinisnya. Kategori I adalah anak-anak dengan peningkatan tekanan
darah yang bermakna dengan kemungkinan komplikasi akut. Yang termasuk
kategori ini biasanya anak yang lebih muda dengan hipertensi sekunder yang
memerlukan terapi emergensi, terapi terhadap komplikasi, dan terapi spesifik
terhadap penyebab hipertensi. Kategori II adalah anak-anak dengan peningkatan
tekanan darah yang ringan dengan kemungkinan komplikasi jangka panjang.
Mereka biasanya adalah anak remaja dengan hipertensi esensial.
Klasifikasi ini penting baik untuk tujuan diagnostik maupun terapi.
Algoritma mengenai manajemen anak dengan peningkatan tekanan darah
ditampilkan dalam gambar di bawah ini.

Penatalaksanaan Hipertensi pada Anak


Penanganan anak dengan hipertensi ditujukan pada penyebab naiknya
tekanan darah dan mengurangi gejala. Kerusakan organ target, kondisi patologi
lain, serta faktor risiko juga mempengaruhi keputusan terapi. Terapi
nonfarmakologis dan terapi farmakologis direkomendasikan berdasarkan usia
anak, tingkatan hipertensi, dan respons terhadap terapi.
Terapi Nonfarmakologis
Pada anak dengan kondisi prahipertensi atau hipertensi tingkat 1 dianjurkan
terapi berupa perubahan gaya hidup. Terapi ini meliputi pengendalian berat badan,
olahraga yang teratur, diet rendah lemak dan garam, pengurangan kebiasaan
merokok pada anak remaja yang merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Korelasi yang kuat terdapat pada anak yang berat badannya berlebih dengan
peningkatan tekanan darah. Pengurangan berat badan telah terbukti efektif pada
anak obese disertai hipertensi. Pengendalian berat badan tidak hanya menurunkan

tekanan darah, tetapi juga menurunkan sensitivitas tekanan darah terhadap garam,
menurunkan risiko kardiovaskular lain seperti dislipidemia dan tahanan insulin.
Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa penurunan indeks massa tubuh 10%
menurunkan tekanan darah dalam jangka waktu pendek sebesar 8 sampai 10
mmhg.
Aktivitas fisik yang teratur membantu menurunkan berat badan dan
sekaligus menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Aktivitas fisik tersebut
minimal dilakukan selama 30-60 menit per hari. Intervensi diet pada anak dapat
berupa ditingkatkannya diet berupa sayuran segar, buah segar, serat, dan makanan
rendah lemak, serta konsumsi garam yang adekuat hanya 1,2 g/hari (anak 4-8
tahun) dan 1,5 g/ hari untuk anak yang lebih besar membantu dalam manajemen
hipertensi. Pengurangan garam pada anak dan remaja disebutkan dapat
mengurangi tekanan darah sebesar 1 sampai 3 mmhg. Peningkatan masukan
kalium, magnesium, asam folat juga dikaitkan dengan tekanan darah yang rendah.
Terapi Farmakologis
Indikasi penggunaan anti hipertensi pada anak dan remaja adalah jika
ditemukan keadaan hipertensi yang bergejala, kerusakan organ target (seperti:
hipertrofi ventrikel kiri, retinopati, proteinuria), hipertensi sekunder, hipertensi
tingkat 1 yang tidak berespon dengan perubahan gaya hidup, dan hipertensi
tingkat 2. Tujuan terapi adalah mengurangi tekanan darah kurang dari persentil
95. Jika terdapat kerusakan organ target atau ada penyakit yang mendasari, tujuan
terapi adalah tekanan darah kurang dari persentil 90. Dalam memilih terapi
farmakologi harus dipertimbangkan efikasi ketersediaan obat, frekuensi
pemberian, efek samping dan biaya.
Farmakoterapi dimulai dengan satu macam obat dengan dosis terendah yang
dapat ditingkatkan sampai efek terlihat terapetik. Bila muncul efek samping, atau
telah dipakai dosis maksimal dan belum tampak efek terapi maka dapat
ditambahkan obat kedua yang mekanisme kerjanya berbeda.
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI) (kaptopril, enalapril,
lisinopril, ramipril) dan Calcium Channel Blocking Agents (nifedipin, amlodipin,
felodipin, isradipin) adalah antihipertensi yang sering digunakan karena frekuensi

efek sampingnya yang rendah. Diuretika seperti (diuretik tiazid, loop diuretic,
diuretik hemat kalium biasanya digunakan sebagai terapi tambahan. Obat baru
seperti penghambat reseptor angiotensin (irbesartan) juga digunakan pada
hipertensi yang terjadi pada anak dan remaja. Obat ini mungkin bisa menjadi
pilihan pada anak yang menderita batuk kronik akibat penggunaan penghambat
ACE. Penghambat reseptor adrenergik (propanolol, atenolol, metoprolol,
labetolol), penghambat reseptor adrenergik , agonis reseptor , vasodilator
langsung, agonis reseptor adrenergik perifer jarang digunakan pada pasien anak
karena efek samping yang mungkin ditimbulkannya, akan tetapi obat-obatan ini
dapat menjadi pilihan bila terjadi kegagalan terapi dengan obat lini pertama.
Obat-obatan yang digunakan pada anak tercantum dalam tabel di bawah ini.

Pengobatan pada Krisis Hipertensi


The Fourth Report on the diagnosis, evaluation, and treatment of high
blood pressure in children and adolescents mendefinisikan hipertensi berat bila
tekanan darah melebihi 5 mmhg di atas persentil 99 menurut usia. Krisis

hipertensi yaitu rerata TDS atau TDD >5 mmhg di atas persentil 99 disertai gejala
dan tanda klinis. Pendapat lain menyebutkan bahwa hipertensi krisis dapat bersifat
emergensi yaitu peningkatan TDS atau TDD yang telah atau dalam proses
menimbulkan kerusakan organ dalam beberapa menit jam atau urgensi yang perlu
diturunkan dalam 12-24 jam karena sewaktu-waktu dapat progresif menjadi
hipertensi emergensi (TDS >180 mmhg dan TDD >120 mmhg).

Obat-obatan

yang digunakan pada penanganan hipertensi berat dan krisis hipertensi tercantum
dalam tabel 6 di bawah ini.

Krisis hipertensi yang disertai gejala ensefalopati hipertensif memerlukan


pengobatan dengan antihipertensi intravena untuk mengendalikan penurunan
tekanan darah dengan tujuan terapi menurunkan tekanan darah >25% selama 8
jam pertama setelah krisis dan secara perlahan-lahan menormalkan tekanan darah
dalam 26 sampai 48 jam. Krisis hipertensi dengan gejala lain yang lebih ringan

seperti sakit kepala berat atau muntah dapat diobati dengan antihipertensi oral atau
intravena. Pengawasan secara berhati-hati dilakukan terhadap reaksi pupil,
penglihatan, kesadaran, dan temuan neurologis.
Sodium nitroprusid, nikardipin, dan labetalol dianjurkan sebagai obat
intravena yang aman dan efektif karena mudah dititrasi dan dengan toksisitas yang
rendah. Obat lain yang dianjurkan adalah hidralazin, klonidin, esmolol,
enalaprilat. Nipedipin yang diberikan sublingual juga dianjurkan. Keamanan dan
efikasi nipedipin kerja cepat telah terbukti aman dan hanya menimbulkan sedikit
efek samping saat digunakan pada anak dengan hipertensi yang dirawat inap. Obat
oral perlu mendapat perhatian khusus karena efek penurunan tekanan darah tabg
tidak terkendali sehingga respons penurunan tekanan darah tidak dapat diprediksi.
Daftar Pustaka
1. Sorof JM, Lai D, Turner J, Portman RJ. Overweight, ethnicity, and the
prevalence

of

hypertension

in

school-aged

children.

Pediatrics.

2004;113:3:475-82
2. Adrogue HE, Sinaiko AR. Prevalence of hypertension in junior high
school-aged children: effect of new recommendations in the 1996 updated
Task Force Report. Am J Hypertens. 2001;14:4124
3. Varda NM, Gregoric A. A diagnostic approach for the child with
hypertension. Pediatr Nephrol. 2005;20:499-506.
4. Sorof JM, Alexandrov AV, Cardwell G, Portman RJ. Carotid artery
intimal-mediated thickness and left ventricle hypertrophy in children with
elevated blood pressure. Pediatrics. 2003;111:616
5. Hanevold C, Waller J, Daniels S, Portman R, Sorof J, International
Pediatric Hypertension Association. The effect of obesity, gender, and
ethnic group on left ventricle hypertrophy and geometry in hypertensive
children: a collaborative study of the International Pediatric Hypertension
Association. Pediatrics. 2004;113:328-33
6. Schieken RM. Systemic hypertension. Dalam: Allen HD, Clark EB,
Gutgessel HP, Driscoll DJ, penyunting. Moss and Adams Heart Disease in
Infants, Children, and Adolescents Volume Two. Edisi ke-6. Philadelpia:
Lippincott Williams & Willkins; 2001.h.1400-11

7. Luma GB, Spiotta RT. Hypertension in Children and Adolescents. Am


Fam Physician. 2006;73:1158-68
8. Bahrun D. Hipertensi Sistemik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, dan Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2002.h.242-90
9. Guertin SR. Systemic Hypertension. Dalam: Behrman RE, Vaughan VC,
penyunting. Nelsons Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelpia: WB
Saunders Company; 2002.h.1400-10
10. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Children and Adolescents. The Fourth Report on the
Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children
and Adolescents. Pediatrics. 2004; 114:555-76
11. Feld LG, Corey H. Hypertension in childhood. Pediatr. Rev. 2007; 28:28398
12. Somu S, Sundaram B, Kamalanathan AN. Early detection of hypertension
in general practice. Arch. Dis. Child. 2003; 88:302
13. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S, et al. Diagnosis Fisik pada
Anak. Edisi ke-2. Jakarta: PT Sagung Seto; 2000. h.174-7.
14. Watkinson M. Hypertension in the newborn baby. Arch. Dis. Child. Fetal
Neonatal Ed. 2002;86:78-81
15. Goonasekera CDA, Dillon MJ. Current topic: Measurement and
interpretation of blood pressure. Arch. Dis. Child. 2000; 82:2615
16. Gulati S. Hypertension in children. Indian Journal of Pediatrics. 2002;
69:1077-81
17. Croix B, Feig DL. Childhood hypertension is not a silent disease. Pediatr
Nephrol. 2006; 21:527-32
18. Adelman RD, Coppo R, Dillon MJ. The Emergency Management of
Severe Hypertension. Pediatr Nephrol. 2000;14:42227
19. Williams CL, Hayman LL, Daniels SR, Robinson TN, Steinberger J,
Paridon S, et al. Cardiovascular health in childhood: a statement for health
professionals from the Committee on Atherosclerosis, Hypertension, and
Obesity in the Young (AHOY) of the Council on Cardiovascular Disease
in the Young, American Heart Association. Circulation. 2002;106:143-60
20. Krebs NF, Jacobson MS. Prevention of pediatric overweight and obesity.
Pediatrics. 2003;112:424-30.

21. Robinson RF, Nahata MC, Batisky DL, Mahan JD. Pharmacologic
Treatment of Chronic Pediatric Hypertension. Pediatric Drug. 2005;
7(1):27-40
22. Yiu V, Orrbine E, Rosychuk RJ, Maclaine P, Goodyer P, Girardin C, et al.

The safety and use of short-acting nifedipine in hospitalized hypertensive


children. Pediatr Nephrol. 2004; 19:644-50

Anda mungkin juga menyukai